Zhuull islami
https: //zhuull-islami.blogspot.com
Rabu, 21 September 2022
Sabtu, 21 Mei 2022
7 makna syair cinta jalalidin rumi.
Selasa, 17 Mei 2022
kau bagaikan anak burung yang di besarkan induk ayam
di dalam memahami jaran tasawuf kita ini bagaikan anak burung yang di besarkan induk ayam.
so, baca selengkapnya, kami telah menulis ini pada fage kami di situ lain.
klik link berikut:
memahami makna cinta.
Makna wujud.
Makna wujud.
wujud adalah perkara yang tidak sembarangan untuk kita anggap dan kita sebutkan, marilah kita ketahui dahulu makna wujud yang sebenarnya, supaya kita tidak salah dalam mengartikanya dan memahaminya. sebab salah salah kita menjadi terjerumus dalam kesyirikan, keseatan dan kekafiran.
kami telah menjelaskanya pada halaman lain. so klik link berikut.
Kamis, 12 Mei 2022
AQABAH 6. TAHAPAN CELAAN
AQABAH 6. TAHAPAN CELAAN
Terjemahan kitab minhahul ambidin (imam gazhali)
Selanjutnya, setelah ibadah kita lurus, wajib membedakan mana yang lebih
baik dan mana kurang baik, serta memelihara segala sesuatu yang sekiranya dapat
merusak dan merugikan ibadah kita.
Wajibnya itu dikarenakan dua sebab:
Pertama: Sebab, jika kita ikhlas dan senantiasa mengingat karunia Allah, akan
mendatangkan manfaat yang sangat besar, yakni segala amalan kita bakal diterima
di sisi-Nya, serta mendapatkan pahala dari amalan itu.
Jika tidak demikian, maka segala amalan kita tidak akan diterima. dan hilanglah
segala pahala.
Yang menjadi dasar adalah sabda Rasulullah SAW.:
Sesungguhnya Allah telah berfirman:
Sesungguhnya Allah SWT. Berfirman, "Aku ini tidak membutuhkan sertaan dari yang lain; siapa saja yang melakukan suatu
perbuatan, dengan menyertakan yang lain selain Aku, maka bagian-Ku
untuk yang lain itu. Karena, Aku tidak akan menerima (perbuatan
seseorang) selain yang ikhlas hanya untuk-Ku".
322
Serta ada yang mengatakan, "Pada hari kiamat kelak, Allah akan menjawab
setiap tagihan hamba-Nya yang telah beramal:
Apakah tidak diperluas bagimu (kedudukan) di dalam majlis,
apakah kamu tidak dijadikan sebagai pemimpin di dunia. apakah tidak
ada keringanan harga untukmu; (dan) apakah kamu tidak mendapat
penghormatan?
Jika itu yang dimaksudkan orang-orang yang telah beramal, maka cukuplah itu
sebagai pahalanya.
Itulah bahaya dan madharatnya yang ditimbulkan akibat beribadah tanpa
dilandasi ikhlas.
Sedangkan dua noda yang dimaksudkan adalah:
Menurut penyusun, riya mempunyai dua nuda dan musibah. Pertama: noda
rahasia, yaitu didakwa oleh Allah di hadapan para malaikat. sehingga terbongkarlah
semua rahasiany
Seperti diriwayatkan, bahwa malaikat naik ke langit membawa segala amal
manusia dengan riang gembira.
Akan tetapi Allah berfirman:
"Lemparkan amalnya ke neraka Sijjin, karena ia beramal tidak
dengan lillaahi ta'ala. "
Noda kedua: cemar namanya di hadapan seluruh makhluk, pada hari kiamat
kelak.
Rasulullah SAW. bersabda:
Orang yang bersifat riya, kelak pada hari kiamat dipanggil
dengan empat julukan:
Kemarilab hai kafir, silakan kemari hai penjahat, kesini hai
pengkhianat, dan kesinilah kau hai orang yang merugi. Amalmu adalah
sesat, pahalamu batal, tiada bagian untukmu pada saat ini.
Sekarang, mintalah pahala kepada orang yang membuatmu riya!
Riwayat lain mengatakan, bahwa orang yang demikian, kelak pada hari kiamat
akan diteriaki dengan keras, sehingga semua makhluk mendengarnya, "Mana orang
yang suka menyembah manusia. Bangunlah kalian semua, ambillah pahala dari
orang yang kau sembah. Sebab, Aku tidak akan menerima amal yang dicampuri
dengan sesuatu."
Sedangkan dua musibah: pertama; tidak mendapatkan tempat di surga. Yakni
berlaku bagi orang-orang yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya surga itu berbicara. Katanya, "Aku ini haram bagi
orang-orang kikir dan riya. "
Hadits di atas mengandung dua makna:
Pertama, yang dimaksud kikir di sini yaitu kikir ucapan. Yakni tidak mau
mengucapkan sebaik-baik ucapan: La ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah.
Sedangkan maksud riya di sini adalah riya yang paling buruk, yakni riya munafik:
orang yang riya. imannya dan riya tauhidnya. Dalam hal ini, terkandung harapan
bahwa orang Mu'min tidaklah demikian.
Makna kedua. jika mereka tidak berhenti dari sifat riya dan kikir. serta tidak
menjaga diri. Maka. akan mendapatkan dua bahaya:
1. Menanggung akibat sifat itu. sehingga jatuh kufur dan musnahlah surga
baginya.
2. Sifat kikir dan riya, lambat laun menghilangkan iman, sehingga yang
mengalaminya akan kekal di dalam neraka.
Musibah kedua dari sifat nya adalah masuk neraka. Dari Abu Hurairah, bahwa
"Rasulullah SAW. bersabda:
Yang pertama kali diseru pada hari kiamat adalah orang yang
hafal al-Quran, orang yang mati syabid, dan orang kaya.
Kepada orang-orang yang hafal al-Qur'an Allah berfirman:
"Apakah Aku tidak mengajarimu membaca al-Qur'an yang Aku
turunkan kepada Rasul-Ku?"
Jawab mereka, "Tentu saja, ya Tuhanku. "
Firman Allah selanjutnya, "Untuk apa ilmu yang engkau miliki
itu?"
Jawab mereka, "Saya amalkan, dan saya kaji siang-malam. "
Firman Allah selanjutnya, "Engkau berdusta!"
Juga, para malaikat berkata, "Kamu dusta!"
Firman Allah, "Sebenarnya engkau ingin mendapatkan pujian dari
orang banyak, bahwa engkau seorang Qari'. Maka pahalamu, cukuplah
pujian orang-orang itu, itu bagianmu! "
Sekarang giliran orang kaya dihadapkan kepada Allah:
Firman Allah, "Apakah Aku tidak memberikan kekayaan
kepadamu, bingga kau tidak membutuhkan siapa pun?"
Jawabnya, "Tentu saja, ya Tuhan. Hamba telah mendapatkan
kekayaan dari-Mu, "
Selanjutnya Allah berfirman, "Kau gunakan untuk apa kekayaan
yang Aku berikan itu?"
Ia menjawab, "Saya pergunakan untuk bersilaturahmi dan
bersedekah."
Maka Allah berfirman, "Kau berdusta!"
Firman Allah selanjutnya, "Sesungguhnya engkau ingin
mendapatkan pujian sebagai seorang yang murah tangan Nah pujian
itulah bagian untukmu. "
Kini tiba giliran orang yang mati syahid di hadapkan kepada
Tuhan'
Allah berfirman, "Apa yang engkau lakukan selama di dunia?"
Jawabnya, "Saya diperintahkan turut dalam perang sabil.
Dan perintah itu saya turuti, hingga saya mati dalam
peperangan itu."
Firman Allah, "Dusta kamu!"
Juga, para malaikat berkata, "Pendusta kamu!"
Kemudian Allah berfirman, "Sebenarnya engkau hanya ingin
dipuji sebagai seorang pemberani (pahlawan). Dan pujian itulah
bagianmu!"
Kemudian Rasulullah menepuk lututku sambil bersabda:
Ya Abu Huratrah, mereka itulah yang pertama-tama merasakan
panasnya api neraka.
Berkata pula Sayyidina Abdullah bin Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW.
bersabda:
Sesungguhnya neraka dan ahli neraka (penghuninya) menjeritjerit dalam menghadapi ahli-ahli riya.
Sayyidina Abdullah bin Abbas bertanya, "Bagaimana jeritan neraka itu, ya
Rasulullah?"
Sabda Rasulullah, "Dari panasnya api yang dipakai untuk menyiksa para ahli
riya."
Para pembaca yang budiman, dalam masalah noda atau cela tersebut
mengandung. pelajaran bagi orang-orang yang tajam mata hatinya.
Ikhlas, menurut para ulama ada dua macam:
1. Ikhlas dalam beramal.
2. Ikhlas dalam memohon pahala Allah.
Ikhlas dalam beramal adalah niat taqarrub kepada Allah SWT., dan niat
mengagungkan perintah-Nya, serta niat melaksanakan seruan Tuhan. Yang
mendorong semua itu adalah ijtihad dengan bersungguh-sungguh.
Lawan dari ikhlas adalah munafik, yaitu taqarrub selain kepada Allah.
Berkata guru kamu rabimabullab, "Nifaq (munafik) adalah niat yang salah.
Yakni niatnya orang munafik kepada Allah."
Sedangkan ikhlas dalam memohon pahala adalah bermaksud mencari
kemanfaatan akhirat dengan amal baik.
Guru kami mengatakan, "Ikhlas dalam memohon pahala, maksudnya dengan
kebaikan seseorang menginginkan pahala akhirat. Dan ini tidak ditolak oleh Allah
SWT. Tetapi, jika sekiranya tidak dapat mendapatkan kebaikan, kemudian dengan
amalnya mengharap mendapatkan manfaat akhirat, maka syarat-syaratnya
sebagaimana telah penyusun terangkan."
Orang-orang Hawariyyun (murid-murid Nabi Isa) pernah bertanya kepada Nab
Isa as., "Bagaimana yang dimaksud dengan amal-amal yang ikhlas?"
Jawab Nabi Isa as., "Yaitu yang disertai lillahi ta'ala, tanpa menginginkan pujian
orang lain."
Dalam hal ini, beliau memberikan didikan kepada anakdidiknya agar
meninggalkan sifat riya. Mengapa Nabi Isa mengkhususkan untuk meninggalkan
riya?! Sebab, riya merupakan perusak yang paling kuat, merusak ikhlasnya
beribadah!!
Imam Junaid berkata, "Ikhlas itu membersihkan segala amalan dari sesuatu
yang bisa mengeruhkan amal. "
Berkata pula Imam Fudail bin Iyadh, "Ikhlas itu membiasakan diri untuk bermuraqqabah kepada Allah SWT., serta melupakan segala kepentingan pribadinya."
Dan menurut Imam Ghazali, itulah keterangan yang paling sempurna.
Sehubungan dengan masalah ikhlas, Rasulullah SAW. bersabda:
Ikhlas adalah tekad dalam hati semata-mata hanya kepada
Allah. Kemudian istiqamah sebagaimana telah diperintahkan.
Tidak menyembah nafsu dan tidak menyembah diri sendiri merupakan isyarat,
bahwa selain kepada Allah harus dipisahkan dari jalan pikiran. Begitulah ikhlas yang
sebenarnya.
Sedangkan lawan ikhlas adalah riya, yaitu mengingmkan manfaat dunia dengan
jalan menjalankan ibadah ..
Dan riya itu ada dua macam:
1. Riya khusus.
2. Riya campuran.
Riya khusus hanya menginginkan keuntungan dunia, tidak menginginkan
keuntungan akhirat.
Sedangkan riya akhirat menginginkan keduanya. Misalnya, seseorang
melakukan shalat, di samping menginginkan pahala akhirat, ia juga mengharapkan
pujian orang lain.
Sesungguhnya, ikhlas dalam beramal adalah mengusahakan sepenuhnya bahwa
amal itu untuk beribadah. Adapun ikhlas dalam memohon pahala adalah
mengharapkan amalannya itu dikabulkan serta menginginkan pahala yang banyak.
Adapun yang membatalkan pahala amal adalah nifaq. Karena amalan yang
disertai nifaq menghilangkan sifat qurbah.
Dengan demikian, riya khusus itu tidak pernah ada pada orang-orang yang
ma'rifat. Hal itu menurut pendapat sebagian ulama. Meskipun, kadang-kadang
dapat membatalkan sebagian pahala. Dan riya campuran dapat seperempat bagian
pahala.
Menurut guru kami, riya khusus tidak akan terjadi pada orang ma 'ritat yang
sadar akan akhirat. Dan terjadinya hanya ia dalam keadaan lengah.
Kemudian, nadzar yang disertai nya dapat juga sebagai penyebab hilangnya
sebagian pahala dan menghilangkan diterimanya amal.
Penjelasan mengenai masalah tersebut memang memerlukan keterangan dan
bahasan panjang lebar. Dan itu telah penyusun terangkan dalam kitab Ihya
'Ulumuddin.
Perlu diketahui, menurut sebagian ulama, amal itu ada tiga bagian:
1. Bagian yang terdapat ikhlas secara bersamaan. Yakni, ikhlas beribadah
kepada Allah dan ikhlas dalam memohon pahala akhirat, yaitu ibadah
lahir.
2. Bagian yang tidak terdapat sama sckali keduanya, yakni ibadah batin.
Sebab, dalam hal ini hanya Allah yang mengetahui. Sehingga tidak
terdapat sifat riya.
3. Bagian yang hanya mengharapkan sebagian pahala akhirat.
Yakni, mengikhlaskan amalan yang mubah, makan misalnya. Sehingga, jika
menginginkan pahala dari amalan yang mubah ini adalah dengan jalan
mengikhlaskan (berniat) bahwa makan hanyalah sebagai bekal guna berkhidmat
kepada Allah. Sehingga, makannya itu akan mendapatkan pahala.
Guru kami (Imam Ghazali) mengatakan, "Sesungguhnya setiap amal yang
ihtimal dapat ditujukan kepada selain Allah dari ibadah-ibadah asli, yang di sana
ikhlas amalannya. Jadi, ibarat batin sebagian besar terjadi dari ikhlasul 'amal. "
Adapun ikhlas dalam memohon pahala, menurut guru Karamiyah tidak terjadi
dalam ibadah batin ini. Sebab, dalam hal ini tidak bisa dicampuri riya, karena ibadah
batin hanya Allah yang mengetahui. Sehingga, dalam hal ini mustahil ada sifat riya,
sedangkan orang lain tidak bakal melihat dan mengetahuinya. Dengan demikian,
dalam hal ini tidak perlu mengikhlaskan dalam memohon pahala.
Dan guru kami rahimahullah sering mengatakan, "Apabila hamba yang bcr-
taqarrub kepada Allah, dan dengan adanya ibadah batin ia mengharapkan manfaat
dunia, maka itu pun termasuk riya, sekalipun orang itu tidak bisa melihatnya.
Misalnya, "Aku akan berbuat jujur, setia, dan ikhlas. Mudah-mudahan aku bisa
hidup di dunia dan dikasihani orang lain sehingga mcndapatkan kedudukan tinggi."
Nah, yang demikian itu termasuk perbuatan riya! Oleh karenanya, bukan hal
yang aneh jika pada sebagian besar ibadah batin terjadi dua ikhlas itu. Demikian
pula dalam ibadah sunat, harus ada dua ikhlas tersebut pada awal mengerjakannya.
Sedangkan jenis amalan mubah yang diniatkan sebagai bekal, misalnya:
- Aku makan sebagai bekal untuk beribadah.
- Aku tidur agar badan sehat sebagai bekal beribadah.
Dalam hal itu yang terjadi adalah ikhlas mengharapkan pahala Allah SWT.
Sebab, seperti makan, minum, tidur dan sebagainya tidak bisa dijadikan- qurbah,
melainkan sebagai bekal guna beribadah.
Perlu pula diketahui bahwa ikhlas dalam beramal harus bersamaan dengan saat
mengerjakannya. Dengan demikian, sejak awal hingga berakhirnya harus ikhlas.
Akan tetapi, ikhlas dalam memohon pahala dari Allah bisa diniatkan pada akhir
atau setelah selesai beramal.
Sebagian ulama berpendapat, dalam memohon pahala Allah harus dilakukan
(diniatkan) setelah selesainya beramal. Dan nilainya bergantung pada akhir
pekerjaan itu. Jika ditutup dengan ikhlas, berarti termasuk amalan yang ikhlas. Dan
jika diakhiri dengan riya, maka termasuk amalan riya.
Tetapi menurut Ulama karamiyah lainnya, selama orang belum mendapatkan
kemanfaatan dari sifat riya yang dimaksudkan, maka masih bisa dibelokkan pada
ikhlas.
Misalnya, seseorang mengerjakan shalat dengan maksud ingin mendapatkan
pujian orang lain. Tetapi sebelum orang memujinya, la membelokkan atau
mengubah niatnya menjadi niat yang ikhlas. Akan tetapi, jika telah mendapatkan
manfaat dan niat pertamanya, yakni mendapat pujian orang, berarti amalannya siasia. Dan bagiannya hanyalah pujian itu.
Sebagian ulama lain berpendapat, bahwa ibadah wajib dapat menegakkan sifat
ikhlas hingga maut menjemputnya. misalnyaa seseorang merasa ketika mengerjakan
shalat tidak disertai ikhlas, kemudian ia memohon, "Ya Allah, shalatku yang kemarin
tidak aku kerjakan dengan ikhlas, oleh sebab aku aku bertaubat, dan shalatku hari ini
hanyalah karena-Mu."
Namun tidak demikian halnya dengan ibadah sunat.
Apa perbedaan ibadah wajib dengan ibadah sunat? Allahlah yang
memerintahkan menjalankan ibadah wajib. Sedangkan Ibadah sunat adalah
keinginan si hamba. Sehingga, jika ia tidak ikhlas mengerjakannya, maka Allah akan
menagih haknya kepada orang yang memaksakan diri mengerjakan ibadah sunat itu.
Dalam hal ini, ada manfaatnya, yakni ibadah yang terlanjur dikerjakan dengan
sifat riya, bisa diperbaiki dengan memakai salah satu cara yang telah penyusun
terangkan.
Sesungguhnya, dalam hal ini para ulama saling berbeda pendapat. Ada yang
berpendapat, bahwa dalam mengerjakan setiap ibadah, harus ikhlas. Ada pula yang
berpendapat, bahwa Ikhlas hanya untuk sejumlah ibadah. Misalnya, ketika
mengerjakan shalat, harus berniat lillahi ta'ala, sedang lainnya, seperti ruku, sujud
dan lainnya, sudah terkurung dalam niat tadi.
Selanjutnya, mengenai ibadah dan amalan yang mempunyaI rukun dan bersifat
wajib, seperti shalat, wudhu', maka cukup hanya dengan satu ikhlas. Karena,
semuanya saling berkait, tidak bisa dipisahkan. Sehingga jika salah satunya rusak,
rusaklah semuanya, karena semua bagian merupakan satu kesatuan yang utuh.
Bagaimana halnya dengan seseorang yang beribadah mengharapkan manfaat
dunia kepada Allah, dan tidak sedikit pun mengharapkan pujian orang lain. Tetapi,
semata-mata mengharapkan dari Allah. Hal itu justru perbuatan penuh riya!!
Seorang ulama mengatakan, "Yang dianggap riya itu bergantung pada apa yang
diinginkan, bukan bergantung kepada siapa ia memohon."
Dengan demikian, beramal dengan mengharapkan manfaat dunia, meskipun
memohonnya kepada Allah, itu termasuk riya.
Allah 'Azza wa J alla berfirman:
Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami
tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki
keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.
(asy-Syura: 20).
Riya berasal dari kata ru dan yah. Yang berarti, sebab-sebab perbuatan jahat.
Dan kebanyakan perbuatan riya itu adalah ingin dilihat orang lain.
Bagaimana seandainya yang dimaksud dengan manfaat dunia agar ta'affuf dan
supaya tidak mengemis kepada orang lain serta bermaksud mencari bekal guna
beribadah kepada Allah.
Harus diketahui, ta'affuf bukan berarti seseorang harus kaya atau besar
pengaruh. Sebab, ta'affu f berada pada kana'ah (cukup dengan apa adanya), dan
yakin akan jaminan Allah Ta'ala.
Adapun bermaksud sebagai bekal ibadah, itu tidaklah termasuk riya. Karena,
hal itu bertalian dengan urusan akhirat. Sebab, segala perbuatan dengan niat seperti
itu akan menjadi baik dan termasuk amal akhirat.
Mengharapkan kebaikan bukanlah riya. Demikian juga mengharapkan
penghormatan orang lain dan dikasihi para imam dengan tujuan untuk membela
dan memperkuat madzhab ahlul haq (Ahli Sunnah wal Jamaah), atau untuk
membantah syubhat ahli bid'ah, atau bertujuan untuk menyebarkan ilmu. Mungkin
juga, jika mempunyai pengaruh, bisa memerintahkan orang untuk beribadah. Sebab,
tanpa pengaruh, ajakannya tidak akan digubris orang.
Sudah barang tentu semua itu terlepas dari keinginan memuliakan dan atau
maksud duniawi. Sehingga, merupakan iradat yang baik dan tepat, tujuan lurus,
dikarenakan niatnya baik, tidak sedikit pun ada niat riya, karena bertujuan untuk
akhirat.
Ada sebagian wali yang mempunyai kebiasaan membaca surat al-.Waqi'ah di
kala sulit mendapat rezeki. Maka, guru kami memberikan penjelasan tentang hal itu,
"Yang dimaksud oleh para wali adalah agar Allah memberikan kana'ah kepadanya.
Yakni, mengharapkan sekadar rezeki untuk bekal beribadah serta untuk kekuatan
dalam menuntut ilmu. "
Berarti, semua itu termasuk niat baik, bukan semata-mata untuk kesenangan
dunia.
Dalam menghadapi kesulitan rezeki, membaca surat Kana 'ah sudah warid
dalam hadits-hadits riwayat para sahabat dari Rasulullah SAW. Hingga, Sayyid
Abdullah bin Mas'ud' tidak meninggalkan kekayaan sedikit pun untuk anaknya. Ia
mengatakan, “Aku telah meninggalkan (mewariskan) kepadanya surat Waqi’ah.”
Berdasar sunat Rasulullah itulah, maka membaca surat Waqi’ah menjadi suatu
kebiasaan.
Demikianlah sejarah hidup para ulama kita. Jika saja tidak ada uarid dalam
hadits, niscaya mereka tidak mempedulikan kesusahan urusan dunia. Miskin atau
kaya, bagi mereka tidaklah menpdl soal. Tetapi, dikarenakan ada warid dalam hadits
maka mereka mengamalkannya. Sebab, mereka beranggapan: miskin adalah suatu
keuntungan, bahkan kesengsaraan dianggapnya sebagai karunia yang besar dari
Allah Ta 'ala.
Dalam keadaan kaya, justru mereka merasa khawatir adanya istidraj dan
berbagai musibah (padahal, kekayaan oleh kebanyakan orang dianggap sebagai
suatu kenikmatan). Apalagi, mereka adalah orang-orang yang suka mengembara dan
melanglang buana. Dan para Imam itu sering mengatakan bahwa lapar adalah modal
mereka.
Demikianlah menurut madzhab Ahli-TaSAWuf (termasuk Imam Ghazali), juga
madzhab yang dianut para guruku.
Mengenai lengahnya orang-orang mutakhir, tidaklah bisa dijadikan contoh.
Maksud penyusun menguraikan dan menjelaskan masalah ini adalah agar tidak ada
atau jangan sampai ada orang mencemooh mereka yang" terbiasa membaca surat
al-Waqi'ah. Karena, kita tidak mengetahui maksud dan tujuan beliau serta
urusannya. Atau, jangan-jangan kita salah sangka terhadap mereka yang mubtadi
(mendapat petunjuk), dikarenakan ilmunya masih dangkal, meski hatinya bersih.
Orang-orang berilmu, ahli tajarrud, ahii zuhud. orang-orang sabar, dan
sebagainya, juga memohon rezeki kepada Allah dengan membaca surat al-Waqi'ab.
Mereka mengamalkannya karena merupakan sunah Nabi. Karena yang paling
penting tatkala mengerjakannya adalah kana'at dalam hati dan sebagai bekal guna
beribadah kepada Allah. Bukan untuk menuruti hawa nafsu dan syahwat. Dan bukan
pula karena ketidakmampuannya menahan penderitaan dan kesengsaraan.
Cela kedua: adalah sifat ‘ujub.
Kewajiban menjauhi sifat ‘ujub dikarenakan dua sebab:
Pertama, ‘ujub menghalangi taufik dan ta'yid dari Allah.
Dan seseorang yang tidak mendapatkan taufik dan ta'yid dari Allah akan mudah
celaka.
Rasulullah SAW. bersabda:
Ada tiga perkara yang menyebabkan celakanya seseorang:
a. Sifat kikir.
b. Menuruti hawa nafsu.
c. Sifat ‘ujub.
Kedua, ‘ujub dapat merusakkan amal saleh.
Sehubungan dengan hal itu, Nabi Isa as. berkata, "Wahai para hawariy, banyak
lampu padam karena angin, dan banyak pula ahli ibadah rusak karena ‘ujub. "
Berarti, seseorang yang bermaksud mencari manfaat ibadah sedangkan ‘ujub
menyebabkan hilangnya manfaat ibadah:
Maka, orang ‘ujub tidak akan berhasil mendapatkannya. Kalaupun toh ada
kebaikan pada dirinya, sangatlah sedikit.
‘ujub, artinya mengagungkan diri, atau menganggap agung amal yang telah
dilakukan. Misalnya dengan mengatakan, "Akulah orang paling saleh. Tidak ada
orang yang melebihi kesalehanku. "
Sedang menurut para ulama, ‘ujub adalah: seseorang beranggapan bahwa
kemuliaan amal saleh disebabkan adanya suatu perkara atau sebab, bukan karena
Allah SWT. Dan ‘ujub itu mempunyai tiga wujud, yakni: diri sendiri, makhluk, dan
barang.
Suatu saat, ‘ujub itu terdiri dari dua sujud. Misalnya, seseorang mengatakan,
"Jika aku tidak mempunyai uang, tentu tidak bisa menunaIkan ibadah haji." Berarti,
‘ujubnya berwujud diri sendiri dan harta benda. Selain itu, bisa juga ‘ujub berwujud
tunggal.
Lawan ‘ujub adalah dzikrul minnah, artinya mengingat karunia Allah. Harus
selalu diingat, bahwa amal saleh yang dapat dikerjakan Itu karena adanya taufik dari
Allah. Sesungguhnya, Allah-lah yang memuliakan amalannya dan yang memperbanyak pahalanya.
Sehingga, dzikrullah wajib hukumnya di saat ‘ujub hinggap pada diri seseorang.
Dan sunat hukumnya pada saat ‘ujub tidak ada pada seseorang.
Pengaruh ‘ujub terhadap amal, menurut sebagian ulama adalah, "Seseorang
yang bersifat ‘ujub hanyalah menunggu ihbat (amal yang sia-sia/tidak ada
pahalanya). Jika sebelum mati ia sempat bertaubat, selamatlah ia. Tetapi, jika tidak
sempat bertaubat, maka sia-sialah amalannya dan tidak mendapatkan pahala
barang sedikit pun.
Menurut madzhab Ibnu Sabir, salah satu golongan Karamiyah, bahwa ihbat itu
menghilangkan segala amal baik, sehingga meniadakan pahala dan pujian dari Allah
SWT.
Tetapi menurut ulama lain, ihbat itu menghilangkan berlipatgandanya pahala.
Artinya bahwa mendapatkan satu pahala.
Dalam masalah ‘ujub, manusia terbagi menjadi tiga golongan:
1
‘ujub untuk selamanya. Sekalipun ia menyadari adanya karunia Allah, namun
tetap saja ia bersifat ‘ujub. Yakni, golongan Mu 'tazilah dan Qadariyah, mereka
tidak memandang Allah. Menurut pendapatnya, segala perbuatannya
merupakan inisiatif dan ciptaan sendiri, bukan dari Allah. Begitulah aqidahnya,
sehingga selamanya ia bersifat ‘ujub. Mereka mengingkari adanya taufik dan
pertolongan Allah serta lathif-nya Allah. Hal itu dikarenakan adanya syubhat
yang menguasai dirinya.
2. Golongan ini, mengingat adanya karunia Allah, segala tindakannya dianggap
sebagai karunia Allah. Sehingga, mereka tidak pernah bersifat ‘ujub atas
amalan-amalannya. Hal itu dikarenakan mereka senantiasa berhati-hati, dan diberi kewaspadaan oleh Allah, serta dikhususkan dengan ta'yid dari Allah SWT.
Dan inilah golongan yang lurus.
3. Golongan campur aduk. Kadang-kadang ‘ujub, tetapi suatu saat tidak. Mereka
adalah kebanyakan ahli sunnah. Terkadang, menyadari karunia Allah, terkadang
ia lengah. Rasa "aku"-nya terkadang timbul secara mendadak. Hal itu
dikarenakan lemahnya ijtihad dan kurang berhati-hati.
Sehubungan dengan keberadaannya golongan Qadariyah dan Mu'tazilah itu,
ada yang mengatakan sebagai kesalahan sendiri. Ada juga yang berpendapat bahwa
pahalanya tidak akan hilang dikarenakan satu i'tikad, yang pada umunya mengenai
firqah-firqah Islam, kecuali semua amalannya di- ‘ujub-kan.
Selain ‘ujub dan riya, masih banyak lagi sifat-sifat yang dapat merusakkan amal.
Tetapi, yang dua ini merupakan dasar atau sebab utama rusaknya amal.
Sebagian guru mengatakan, bahwa manusia wajib memelihara amalnya dari
sepuluh perkara:
1. Munafik.
2. Riya.
3. Ikhlas, tetapi mengandung riya.
4. Mengungkit-ungkit.
5. Mengganggu orang lain.
6. Berbuat sesuatu yang akan disesali.
7. Memelihara diri dari sifat ‘ujub.
8. Menjaga diri jangan sampai menyesali suatu perbuatan.
9. Jangan lalai.
10.Jangan takut mendapat celaan.
Adapun lawan dari yang sepuluh itu adalah:
1. Ikhlas dalam beramal.
2. Ikhlas dalam memohon pahala kepada Allah SWT.
3. Penuh keikhlasan.
4. Menyerahkan segala amalan kepada Allah SWT.
5. Menjaga diri, jangan sampai menyakiti orang lain.
6. Membulatkan tekad.
7. Mengingat kebaikan dan jasa Allah.
8. Mempergunakan waktu sebaik-baiknya untuk beramal.
9. Mengagungkan taufik Allah.
10.Semata-mata takut kepada Allah.
Sifat munafik dapat menghilangkan pahala amal. Dan riya mengakibatkan
amalan seseorang ditolak Allah SWT.
Memberi sedekah, kemudian mengungkit-ungkit, mengakibatkan batalnya
pahala yang berlipatganda, Adapun penyesalan dapat menyebabkan hilangnya
pahala dari amal secara keseluruhan. Dan ‘ujub menghilangkan berlipatgandanya
pahala bersedekah itu.
Adapun lengah dan takut, mendapatkan celaan menjadikan ringan
timbangannya pada mizan, kelak.
Jadi, dikabulkan atau ditolaknya amal oleh Allah SWT. bergantung kepada
sikapnya, mengagungkan atau menganggap remeh. Jika mengagungkan, maka akan
dikabulkan. Tetapi, jika meremehkan, maka Allah akan menolak amalan itu.
Ihbat, yaitu menghilangkan manfaat-manfaat amal. Sehingga, ihbat kadangkadang menghilangkan pahala atau menghilangkan berlipatgandanya pahala.
Pahala merupakan kemanfaatan yang dapat dimengerti oleh akal, 'ain, qarinah
qarinah, dan keadaannya. Adapun selebihnya dari semua itu adalah tad'if
Dan yang lebih berat lagi ialah razanah, yakni adanya qarinah-qarinah awal.
Misalnya, memberi sedekah kepada orang baik. Timbangannya akan lebih berat
dibanding memberi sedekah orang jahat. Lebih-lebih bersedekah kepada Nabi, maka
timbangannya akan lebih berat lagi.
Berarti, setiap amal tentu ada razanah-nya (nilai beratnya).
Semoga kita dapat memahami makna-makna yang terkandung dalam masalah
ini. Dan semoga -Allah melimpahkan taufikNya kepada kita.
Sehubungan dengan sifat riya, Allah SWT, berfirman:
Allah-lah Yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya
Allah. ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (atb-Thalaq :
12).
Seolah-olah dengan ayat tersebut Allah berfirman:
Sesungguhnya Aku telah menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada antara keduanya, yang demikian itu adalah ciptaan-Nya dan
keunikannya. (Hal itu) cukuplah untuk dilihat olehmu, agar kamu
mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa, Aku-lah Yang Maha
Mengetahui. Sedang kalian melaksanakan shalat dua raka'at saja
dibarengi dengan berbagai cela yang dilakukan secara serampangan.
Karenanya, tidak layak bagimu untuk Aku lihat, tidak layak untuk Aku
melihatmu, tidak layak Aku memujimu, tidak layak Aku mensyukuri.
Kenapa kamu menghendaki pujian dari orang lain hanya lantaran
shalatmu yang dua raka'at itu. Apakah keluar seperti itu berarti
kesetiaan terhadap Aku? Apakah yang seperti itu merupakan
pendirian yang diingini setiap orang? Celakalah kamu, dan apakah
kamu tidak berpikir?
Seorang pemilik permata mahal, indah lagi antik seharga satu juta dinar,
misalnya, jika dijual dengan harga sepeser, bukanlah suatu kerugian besar, jika
dibandingkan keridhaan Allah SWT. serta pahala-Nya. Karena keridhaan, pahala, dan
rahmat Allah tidak sebanding dengan segala isi dunia.
Sehingga merugilah orang yang tidak mendapatkan kemuliaan dan keridhaan
Allah, yang hanya puas dengan pujian dan sanjungan orang.
Kemudian, jika masih menghendaki bimmah, haruslah ditujukan untuk akhirat,
Sehingga dunia pun akan mengikutinya. Atau yang lebih baik dan utama adalah
dengan niat lillahi ta'ala. Maka dengan karunia-Nya, Insya Allah akan mendapatkan
dunia akhirat. Sesungguhnya Allah-lah Penguasa dunia akhirat.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
Barangsiapa yang menhendaki pahala di dunia saja (maka ia
merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat.... (anNisa ". 134).
Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya Allah suka memberi keduniaan dengan jalan amal
akhirat. Tetapi jika amalannya dikhususkan untuk dunia, maka tidak
akan mendapatkan akhirat.
Dengan demikian, niat yang ikhlas, ditujukan untuk akhirat, maka akan
menghasilkan dunia dan akhirat. Tetapi jika hanya ditujukan untuk dunia, maka
akhiratnya akan hilang, dan hanya mcndapatkan dunia. Padahal, dunia tidak kekal,
sehmgga keadaannya merugi dunia akhirat.
Sesungguhnya, jika orang mengetahui bahwa amalan seseorang dikarenakan
dan diperuntukkan baginya, bukan karena Allah, tentu orang itu akan membencinya.
Saking bencinya ia akan menghina dan meremehkan orang yang berbuat itu.
Apabila beramal dan terdapat sifat riya, hendaknya riya itu ditujukan kepada
Allah. Sehingga Allah meridhai, mencintai dan mencukupi segala kebutuhannya.
Untuk menghindarkan diri agar tidak mencari keridhaan makhluk, jalan
keluarnya sebagai berikut:
Mengkhususkan iradat, yakni mengerjakan sesuatu karena Allah semata. Sebab
hati dan ubun-ubun manusia ada pada kekuasaan Allah. Dia-lah yang menguasai hati
manusia.
Sehingga, untuk memperoleh sesuatu tidak bisa hanya mengandalkan usaha
sendiri dan menyandarkan pada tujuan semata. Maka jika seseorang bermaksud
mendapatkan keridhaan orang lain, bukan keridhaan Allah, maka Allah akan membelokkan hatinya, Sehingga orang lain membenci dan menjauhinya.
Bukan hanya orang lain yang membencimu, tetapi Allah pun akan
membencimu, betapa ia merugi ...
Imam Hasan Bashri mengisahkan, bahwasanya ada seseorang berkata dalam
hatinya, "Demi Allah, aku akan beribadah kepada Allah dengan sungguh-sungguh,
Sehingga aku menjadi terkenal, dan ibadahku dilihat orang lain."
Setiap ke masjid, ia datang paling awal, dan paling akhir keluarnya. Semua itu
dimaksudkan agar orang lain melihatnya. Sehingga, kesannya seolah-olah ia orang
yang rajin shalat, puasa, senantiasa hadir dalam majlis ta'lim, dan sebagainya.
Perbuatan seperti itu berlangsung selama tujuh bulan. Tetapi, apa hasilnya,
setiap ia melewati orang banyak, bukan pujian yang didapat, tetapi umpatan dan
cercaan. "Mudah-mudahan Allah mencelakakannya, karena ia riya." Ada juga orang
mengatakan, "Itu dia, ahli riya sedang lewat!"
Maka, akhirnya ia insyaf dan sadar. Ia tetap pergi ke masjid dan menghadiri
majlis Ta'lim, tetapi niatnya telah dirubah, yakni lillahi ta'ala
Setelah demikian, berkatalah orang-orang, "Mudah-mudahan Allah
melimpahkan rahmat kepadanya, lantaran kebaikannya. “
Kemudian Imam Hasan Bashri membaca ayat:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Yaumul akhir, serta beramal saleh, bakal mcndapatkan kecintaan
Allah SWT.
Selanjutnya, Imam Hasan Bashri mengatakan, "Allah akan mencintai dan
mengasihinya, serta akan dicintai kaum Mu’minin.
Sebuah sya'ir mengatakan:
Hai orang-orang yang ingin mcndapatkan pujian orang lain, yang
beramal untuk meminta pahala kepada sesama, sesungguhnya
pengharapan itu mustahil,
.
Allah tidak akan mengabulkan permohonan orang-orang riya,
hanya kelelahan dan sia-sialah amal kalian.
Barangsiapa bersungguh-sungguh mengharap keri.dhaan Allah
pastilah amalannya pun akan dijalankan dengan Ikhlas, dengan rasa
takut kepada Allah. Mas;lah kekal di neraka atau di surga adalah
tergantung kehendak Allah.
Jika riya, riyalah kepada Allah, sehingga Dia akan memberikan
pahala. Sesungguhnya, manusia tidak mempunyai daya dan kekuasaan.
Mengapa harus riya kepada sesama manusia? Sesat sekah orangorang yang demikian!
Kini, marilah kita bahas masalah 'uqub:
Pokok pertama:
Nilai amal seseorang ditentukan oleh keridhaan Allah. Sehingga, jika amal
seseorang tidak diridhai dan ditolak oleh Allah berarti amalannya tidak bernilai
(berharga). Dan amalan yang diterima dan diridhai Allah, nilainya tidak terbilang,
bahkan isi dunia pun tidak cukup untuk menghitungnya.
Allah Ta'ala berfirman:
......Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (az-Zumar : 10).
Dan Nabi Muhammad SAW. bersabda:
Allah telah menyediakan bagi hamba-hamba-Nya yang suka
berpuasa, pahala yang belum pernah terlihat mata, pernah terdengar
telinga, dan belum pernah tergores dala hati manusia.
Dengan demikian, tenaga yang kita keluarkan untuk manusia dihargai hanya
dengan beberapa dirham saja. Sedangkan jika dipergunakan untuk beribadah, maka
harganya tidak ternilai. Sedangkan puasa Itu tidaklah seberapa beratnya, hanya
sekedar menukar waktu makan; makan siang dipindahkan waktunya menjad makan
malam.
Apabila seseorang "melek" semalam untuk mengerjakan shalat, dan ikhlas
semata-mata karena Alla, maka pahalanya tidak ternilai, kemuliaan dan harganya
sungguh tak terbilang.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk
mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan
pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan. (as-Sajdah : 17).
Sesungguhnya dengan waktu yang amat sedikit dengan tenaga yang ringan,
jika dipergunakan untuk beribadah kepada Allah akan mendatangkan kemuliaan dan
pahala yang tidak ternilai. Bahkan hanya dengan sekali nafas untuk mengucapkan
lailaha illalla’ pahalanya sudah sangat besar.
Allah Ta'ala berfirman:
.
... Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh, baik laki-laki
maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka
akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.
(al-Mu'min : 40).
Memang, menurut ahli dunia, sekali napas amatlah murah. Juga, menurut kita,
sekali napas tidaklah berarti apa-apa. Kalau kita kaji, berapa banyak napas yang kita
sia-siakan untuk perkara yang tidak berguna sama sekali. Berapa zaman telah berlalu
dengan begitu saja. Sedangkan bila dipergunakan untuk lillahi ta'ala, nilainya sangat
tinggi. Sebab, hal itu menjadi pangkal dan sebab diterimanya amalan oleh Allah
SWT.
Dengan demikian, seseorang yang berpendirian kuat haruslah beranggapan
bahwa amalan diri yang telah dilakukan adalah hina. Sebab pada kenyataannya,
amalan seseorang di mata orang lain sangatlah hina, tidak sesuai dengan keadaan
sesungguhnya. Selain itu, janganlah memandang kepada selain Allah. Karena amalan
yang dimuliakan Allah, Sehingga mendatangkan pahala besar, hal itu semata-mata
karena karunia Allah jua.
Selain itu, hendaknya kita pandai memilih, amalan mana yang pantas
diperuntukkan bagi Allah, dan mana kiranya yang diridhai Allah SWT .
Pokok kedua:
Sebab, kita dilarang bersifat ‘ujub karena Allah telah menetapkan pahala bagi
hamba-ham ba-Nya. Karena, Tuhan-lah yang mengatur dan menjadikan kita.
Sehingga Allah Maha Mengetahui apa-apa yang ada pada diri kita dan Mengetahui
kebutuhan kita.
Firman Allah Ta'ala:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu
tak dapat menentukan jumlahnya .... (an-Nahl : 18).
Sebagaimana dijanjikan Allah, kelak di akhirat akan diberi pahala 'yang baik dan
berbagai kehormatan.
Pokok ketiga:
Salah satu sebab lagi, kita dilarang bersifat ‘ujub. Allah adalah Tuhan yang wajib
dan berhak dipuji dan disucikan. Langit, bumi dan segenap isinya, wajib bersyukur
kepada-Nya, wajib bersujud ke hadirat-Nya.
Di antaranya, yang menjadi khadam adalah Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, dan
Izrail, serta malaikat-malaikat yang memangku 'Arasy, malaikat Karubiyyun,
malaikat Rahaniyyun, dan banyak lagi malaikat yang hanya diketahui Allah. Para
malaikat begitu tinggi derajatnya, begitu suci, dan begitu sempurna ibadahnya.
Selain mereka, yang berbakti kepada Allah adalah Nabi Adam, Nuh, Ibrahim,
Musa, Isa, Muhammad, dan seluruh Nabi serta para Mursalin shalawatullah
wasalamuhu 'alaihim ajma'in. Mereka mendapatkan manakib dan martabat
demikian tinggi, begitu mulia, serta maqam-maqamnya begitu mulia, dan ibadahnya
sangat agung dan mulia.
Setelah para Nabi, yang berbakti kepada Allah adalah para Imam dan ulama,
dan para ahli zuhud yang mempunyai martabat agung dan mulia. Dengan jasmani
yang bersih dan suci, mereka memperbanyak ibadah dengan ikhlas dan saling membantu.
Adapun yang paling hina di antara para khadam di hadapan Allah adalah para
raja zhalim. Meskipun mereka bersujud kepada Allah, namun tetap saja hina.
Mereka mengibas-ngibaskan mukanya ke tanah dan patuh kepada Allah. Di kala
menghadapi kesulitan, mereka bermohon kepada Allah sambil menjerit, menangis,
merendahkan diri, dan menghambakan diri kepada Allah. Mereka menyadari
kekurangannya, bersujud dan merasa hina. Dan Allah hanya sekali melihat mereka,
kemudian Allah memenuhi kebutuhan mereka atau memaafkan dosa-dosanya.
Demikianlah Keagungan dan luasnya Kekuasaan Allah, begitu sempurna dan
tinggi. Kelak Allah akan mengizinkan kita, meskipun kita bukanlah malaikat, Nabi,
wali, ataupun raja. Bahkan meskipun kita banyak aib dan kotor.
Sehingga, dengan izin Allah itu, kita bisa menyembah dan memuji-Nya. Bahkan
terkadang kita berani meminta sesuatu kepada-Nya.
Kepada Allah-lah kita memohon perlindungan dan pertolongan. Dan hanya
kepada-Nya kita mengadukan kebodohan diri.
Jika kita mengerjakan shalat malam, menyembah kepada-Nya dengan dua
rakaat. Setelah selesai kita harus berfikir, berapa banyak orang mengerjakan shalat
pada malam itu, seluruh hamba Allah yang tersebar di seluruh penjuru dunia, baik di
darat, laut, gunung, dan di kota-kota. Bermacam ragam orang beristiqamah, para
siddiqien, orang-orang yang taqwa, yang rindu, dan yang bersungguh-sungguh
tadharru. Berapa banyak pula pada saat itu orang hadir di pintu gerbang, Allah SWT
dengan ibadahnya yang suci dan Ikhlas serta khusu, dan juga dengan dzikir
melafalkan kalimat suci diiringi tetesan air mata, hati yang tulus dan bersih, serta
taqwa.
Sedangkan shalat kita, rneskipun dengan sungguh-sungguh, dikerjakan dengan
sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, tetap tidak layak dipersembahkan kepada
Allah Yang Maha agung, sama sekali tidak akan terlihat jika dibandingkan dengan
Ibadah lain yang dipersembahkan di sana.
Apalagi jika shalat yang dua rakaat itu dilaksanakan dengan asalan-asalan,
dicampuri dengan keaiban dan kekotoran, serta diucapkan oleh lisan kotor dan
dibumbui perbuatan maksiat. Bagaimana ishlahnya shalat yang demikian
dipersembahkan kehadirat Allah Yang Maha Suci?!
Guru kami mengatakan, "Pikirkan olehmu hai orang yang berpikir sehat.
Pernahkah kamu mempersembahkan shalat ke langit seperti kamu
mempersembahkan makanan ke gedung-gedung megah?"
Syaikh Abu Bakar al-Waraq berkata, "Setiap selesai shalat, saya selalu merasa
malu mempersembahkan shalat yang baru aku lakukan itu. Lebih malu dari seorang
perempuan yang telah melakukan zina."
Allah Maha Pemurah. Hanya dengan Kemurahan dan Kemuliaan-Nya Allah
memperbanyak pahala dan menerima shalat dua rakaat itu. Allah juga menjanjikan
pahala besar bagi hamba-Nya. Kita mampu mengerjakan shalat itu pun karena
taufiq-nya. Allah memudahkannya, namun, mengapa kita bersifat ‘ujub?
Mengingkari karunia-Nya. Sungguh suatu keanehan yang nyata ... !
Hal semacam itu sebenarnya tidak perlu terjadi, kecuali terhadap orang jahil
yang pendek pikir dan orang yang buta mata hatinya.
Marilah kita tempuh tahapan dan tanjakan ini. Sebab apabila kita tidak segera
menyadari, maka akan merugi. Karena tanjakan ini yang paling sulit dan berat,
paling pahit, dan paling besar bahayanya.
Orang yang berhasil melampaui tahapan ini akan mendapatkan keuntungan.
Tetapi jika sebaliknya, maka usaha kita akan sia-sia.
Yang paling penting dalam tanjakanltahapan ini adalah tiga perkara:
1. Urusan ini sangat luas.
2. Bahaya ruginya sangat hebat.
3. Bahaya celakanya sangat besar.
Sedangkan kehalusan masalah mi: Karena jalan menuju riya dan ‘ujub dalam
amalan ini sangat halus, sehingga kita hampir tidak menyadari, kecuali orang-orang
bijaksana dalam masalah agama dan yang benar-benar waspada, orang yang hatinya
terbuka. Sehingga kita senantiasa harus mengingat dan berhati-hati.
Sebagian ulama kita mengatakan, "Almarhum Sayyidina Atha' as-Sulami pada
suatu saat menenun dan dihiasi menurut seleranya. Setelah selesai tenunan itu
dibawanya ke pasar untuk dijajakan. Tetapi seorang pedagang kain menawar rendah
sekali. Kemudian pedagang itu berkata, 'Tenunanmu ini banyak cacatnya, ini dan
itu.'
Maka, tenunan itu dibawanya pulang. Sampai di rumah beliau menangis
tersedu-sedu. Hingga pedagang kain tadi menyesal dan meminta maaf kepada Atha'
as-Sulami. Kemudian pedagang kain itu menawar dengan harga tinggi sesuai dengan
penawaran Atha'. Maka berkatalah Sayyidina Atha', 'Bukan masalah itu yang
menyebabkan aku menangis. Aku hanyalah buruh tenun. Aku bersungguh-sungguh
dalam menenunnya. Menurut aku tenunan ini tidak ada celanya, tetapi setelah
kuperlihatkan kepada ahlinya, baru aku mengetahui cacat dan aibnya yang semula
tidak aku ketahui."
Demikian juga amalan yang kita persembahkan. kepada Allah. Betapa banyak
aib dan cacatnya, sedangkan kita tidak mengetahuinya.
Sebagian shalihin mengatakan, "Pada suatu malam di kala makan sahur, aku
berada di loteng yang menghadap ke Jalan. Pada saat itu aku membaca Al-Qur'an,
surat Thaha. Setelah selesai aku tertidur dan bermimpi ada seseorang turun dari
langit 'dengan membawa catatan. Kemudian catatan itu dibuka di hadapanku, dan
aku lihat di dalamnya terdapat surat Thaha yang baru saja aku baca.
Di bawah tiap-tiap kalimat Surat Thaha itu tercantum pahala sepuluh kali lipat.
Hanya ada satu kalimat yang di bawahnya tidak tercantum pahalanya. Sehingga aku
bertanya kepada si pembawa itu, 'Kalimat ini telah saya baca. Terapi mengapa tidak
tertulis pahalanya?'
Jawab si pembawa catatan, 'Benar! Engkau memang telah membaca kalimat
itu, dan kami pun telah menuliskan pahalanya. Akan tetapi kami mendengar ada
panggilan dari 'Arasy, 'Hapuskan kalimat itu dan hapuskan pula pahalanya!' Oleh sebab itu aku menghapus pahalanya."
Selanjutnya dalam mimpi itu aku menangis dan menanyakan kepada si
pembawa itu, "Mengapa bisa demikian?'
Jawabnya, 'Ketika engkau membaca kalimat itu, ada orang lewat di jalan.
Kemudian engkau memperkeras bacaan agar terdengar olehnya. Hal itulah yang
menyebabkan hilangnya pahala."
Begitulah akibat riya. Sungguh merugi!
‘ujub dan riya adalah bahaya yang paling besar. Sekejap saja seseorang
dihinggapi sifat itu dapat merusakkan ibadah tujuh puluh tahun.
Diriwayatkan, seseorang menjamu Imam Sufyan ats-Tsauri dan para
sahabatnya. Kemudian berkatalah orang itu kepada istrinya, Ambil piringnya dan
bawa kemari. Bukan piring yang kita beli pada waktu naik haji pertama, tetapi piring
yang kita beli ketika naik haji yang kedua kali (maksudnya agar orang mengetahui
bahwa ia telah dua kali menunaikan ibadah haji).
Maka bergumamlah Imam Sufyan, "Kasihan dia, dua kali menunaikan haji
tetapi dirusak."
Ada alasan lain yang menjadi sebab agar jangan bersifat ‘ujub dan riya. Taat
yang hanya sedikit jika terbebas dari ‘ujub, maka pahalanya sangatlah luas dan
besar, ptiada batas. Tetapi, meskipun banyak taat namun riya dan ‘ujub, sama sekah
tidak berharga, kecuali jika mendapatkan rahmat Allah SWT.
Sebagaimana dikatakan Sayyidina Ali, "Sangatlah tinggi harga amal yang
dikabulkan oleh Allah."
Pada suatu hari adaorang bertanya kepada Imam Nakha'i, "Bagaimana pahala
amal anu dan anu?"
Jawabnya, "Sekiranya diterima oleh Allah, maka pahalanya tidak terhitung
karena banyaknya."
Wahab mengatakan, "Dahulu kala, ada seorang ahli ibadah berpuasa selama
tujuh puluh tahun. Hanya seminggu sekali ia tidak berpuasa. Kemudian ia berdoa
memohon dikabulkan kebutuhannya. Namun ternyata permohonannya itu tidak
dikabullkan oleh Allah SWT. Selanjutnya ia menyalahkan dirinya sendiri, dan berkata,
'Semua itu salahku sendiri. Sekiranya aku termasuk orang baik, tentu permohonanku
dikabulkan oleh Allah.'
Maka Allah memerintahkan malaikat agar mengatakan kepada ahli ibadah itu.
'Waktumu yang hanya sesaat itu, yakni menyalahkan dan mencaci diri sendiri adalah
lebih baik dibanding ibadahmu yang tujuh puluh tahun."
Pikirkanlah setelah mengetahui hal itu. Betapa ruginya beribadah selama tujuh
puluh tahun, sedangkan yang lain hanya ber-tafakkur sesaat tetapi keadaannya lebih
afdhal di hadapan Allah SWT.
Benar-benar kerugian besar jika tidak dapat memanfaatkan waktu yang hanya
sesaat tetapi mendatangkan kebaikan melebihi ibadah selama tujuh puluh tahun.
Sungguh kerugian amat besar.
Dengan demikian, dalam ibadah itu bukan banyaknya yang menentukan
kebaikan, tetapi niat dan- murninya tujuan ibadah itu. Jika diibaratkan, sebutir
permata lebih baik dan berharga dibanding seribu butir kerikil.
Orang yang masih dangkal ilmu serta pikirannya dalam masalah ini, tentu tidak
akan mengerti apa maknanya. Juga akan melalaikan apa yang ada dalam hatinya,
seperti adanya cacat dan aib. Maka akan menjadikannya berbelah-belah, ruku',
bersujud dan berpuasa.
Tertipu dengan memperbanyak ruku' dan puasa tanpa memperhatikan
kebersihan dan tidak menyadari bahwa dirinya sedang menghadap Allah SWT
Buat apa kenari yang banyak tetapi kosong.
Buat apa mendirikan rumah menjulang tetapi tanpa fondasi.
Yang mengetahui masalah ini hanyalah orang-orang berilmu, yang dikasyaf,
yang ma'nfat kepada Allah. Semoga Allah melimpahkan Rahmat, Hidayah. dan
karunia-Nya.
Dalam tanjakanltahapan pencela ‘ujub dan nya ini, bahayanya terdapat dari
berbagai jalan.
Sedangkan Tuhan yang patut dan berhak kita sembah adalah Allah Swt.
Keagungan-Nya tiada berujung, Kebesaran-Nya tiada berpenghabisan. Ia telah
memberikan berbagai kenikmatan yang tak terhitung banyak dan besarnya kepada
kita. Sedangkan diri kita penuh dengan keaiban terselubung, dihinggapi sifat-sifat
hina dan merusakkan, yang dikuatirkan akan menjerumuskan, karena nafsu sangat
mudah terperosok.
Jika demikian, maka kita wajib beramal dengan baik dan bersih, sehat dan
bebas dari cela serta aib. Sehingga ibadah kita pantas dipersembahkan kepada Allah
Yang Mahaagung, Mahabesar, Mahamurah.
Dengan semua itu, berharap ibadah kita diterima. Sebab jika ditolak sia-sialah
ibadah kita, tidak mendapatkan pahala:
Ada malaikat CIptaan Allah yang tugasnya hanya berdiri, ada pula yang hanya
ruku', sujud, bertasbih, dan ada juga yang hanya bertahlil. Tiada pemah berhenti
mereka menjalankan tugas Allah itu. Bahkan, mereka memperkeras bacaan hingga
kiamat datang.
Setelah selesai berbakti - bakti yang sangat besar - mereka secara bersamaan
menjerit, "Ya Tuhan, kami merasa tidak bersungguh-sungguh dalam beribadah
kepada-Mu."
Rasulullah SAW., sebaik-baik manusia, yang paling mengetahui di antara
makhluk, paling utama, bersabda:
Aku tidak .. bisa memuji-Mu, lantaran sangat banyak yang harus dipuji.
Demikianlah keadaan-Mu, sebagaimana Engkau memuji Diri Sendiri.
Maksud sabda tersebut, "Aku tidak dapat memuji-Mu dengan layak, apalagi
benbadah. Sedangkan memuji dengan pujian yang layak pun tidak bisa."
Selanjutnya beliau bersabda:
Tiada seorang pun masuk surga karena amalannya.
Tanya para sahabat, "Juga engkaukah, ya Rasulullah?" Jawab Rasulullah,
"Ya! Aku pun demikian. Kecuali jika Allah menyelimutiku dengan rahmatNya." .
Mengenai nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita Allah berfirman:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu
tak dapat menentukan jumlahnya .... (an-NahI: 18).
Dan sebagaimana diriwayatkan, dikumpulkannya semua makhluk di padang
mahsyar adalah untuk diperiksa tiga catatan:
Catatan kebaikan
Catatan keburukan, dan
Catatan mengenai nikmat Allah
Catatan-catatan itu kemudian diperbandingkan. Kebaikannya dengan nikmat
Allah, setiap kebaikan akan mendatangkan nikmat Allah. Sehingga kebaikan itu
tertutup oleh nikmat Allah, dan kini yang tinggal hanyalah keburukan dan dosa.
Selanjutnya hal itu bergantung Allah, akan diampuni atau tidak, Kehendak Allah yang
menentukan.
Mengenai aib dan sifat-sifat buruk, telah penyusun jelaskan. Tetapi yang paling
dikuatirkan adalah kosongnya nilai ibadah. Sebab ada orang beribadah bertahuntahun, bahkan puluhan tahun tetapi lengah atas aib dan sifat buruk yang ada pada
dirinya. Sehingga tidak satu ibadah pun yang diridhai dan dikabulkan Allah.
Atau kadang-kadang ibadah yang sangat lama dirusakkan dalam waktu satu
jam. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, sedang ia tidak menyadarinya,
sehingga ia bersifat riya. Ditinjau dari lahiriahnya seolah-olah beribadah untuk Allah,
tetapi hati dan niatnya tidak demikian. Maka Allah mengusirnya, dan tidak akan
diseru lagi.
Ada seorang memimpikan Imam Hasan Bashri yang telah wafat. Kemudian
orang itu menanyakan bagaimana keadaan Imam Hasan Bashri, maka jawabnya,
"Allah memerintahkan aku agar berdiri di hadapan-Nya, dan Allah berfirman:
'Hai Hasan Bashri, ingatkah engkau ketika pada suatu hari shalat di masjid.
Kamu diperhatikan banyak orang, lantas engkau memperbaiki shalatmu. Maka
seandainya pada awal shalat itu engkau tidak bersih untuk-Ku, Aku usir engkau dari
pintuKu!
Tetapi beruntunglah ia, karena pada waktu itu ber-takbiratu 'l-ihram dengan
niat lillahi ta'ala.
Memang urusan ini sangat halus, rumit dan pelik. Bagi yang tajam mata hatinya
tentu akan memperhatikan dan memikirkan. Mereka kuatir kepada diri sendiri,
sehingga banyak yang tidak memperhatikan amalannya yang dilihat orang lain.
Diriwayatkan, Siti Rabi'ah, seorang wali perempuan, mengatakan, "Amalku
yang dilihat orang lain tidak aku anggap."
Ulama lain mengatakan, "Sembunyikan kebaikanmu, sebagaimana engkau
menyembunyikan keburukan."
Yang lainnya mengatakan," "Apabila engkau bisa menyimpan kebaikan yang
tidak terlihat orang lain, maka lakukanlah!"
Dikisahkan, ada seseorang bertanya kepada Siti Rabi'ah, "Apakah yang paling
sering dan paling besar harapanmu?"
Jawab Siti Rabi'ah, "Yang menjadi harapanku adalah putusnya harapan dari
sebagian besar amalku, mudah-mudahan Allah mengampuni. "
Ada kisah lain, dua orang shaleh dan 'alim bertemu, yakni Muhammad bin
Wasi' dan Malik bin Dinar.
Kata Malik bin Dinar, "Tidak ada pilihan bagi kita, kecuali taat kepada Allah atau
neraka."
Jawab Muhammad bin Wasi', "Tidak ada lagi, kecuali rahmat Allah atau
neraka."
Malik bin Dinar menyahut, "Aduh, perlu sekali kiranya berguru kepada orang
seperti Tuan."
Abu Yazid Bustami mengatakan, "Selama tiga puluh tahun aku beribadah
dengan sungguh-sungguh. Aku bermimpi ada yang berkata, 'Hai Abu Yazid, gudang
Allah telah penuh dengan ibadah. Jika menginginkan sampai kepada-Nya jangan
hanya dengan ibadah, tetapi harus dengan tawadhu' dan merasa butuh kepadaNya'."
Ustadz Abu Hasan menceritakan diri Abu Fadhal. Beliau berkata, "Aku tahu,
taat yang aku kerjakan ini tidak diterima Allah Swt."
Seseorang bertanya, "Bagaimana tahu, bahwa amalan-amalan mu tidak
diterima Allah?"
Jawab Abu Fadhal, "Sebab aku tahu bagaimana harus taat, sehingga
dikabulkan. Dan aku menyadari bahwa aku tidak memenuhi syarat-syarat untuk
terkabulnya, sehingga aku tahu amalan ku tidak diterima."
Tanya orang itu, "Jika demikian, mengapa kamu taat?"
Jawabnya, "Semoga pada suatu hari Allah memperbaiki diriku. Dengan
demikian aku sudah terbiasa taat, sehingga tidak perlu lagi membiasakan diri dari
awal.'
Demikianlah keadaan tokoh-tokoh besar kita yang bermujabadab.
Sebuah sya'ir mengatakan:
Carilah orang lain selain dia, yang sudah putus dan habis amal
pengharapannya. Jauh sekali hanya dengan sifat sembrono bisa
mengejar mereka yang demikian serius dan mendapatkan iqbal Allah
SWT.
Ibnu Mubarak menceritakan bahwa Khalid bin Ma'dan berkata kepada Mu'adz,
"Mohon diceritakan hadits Rasulullah yang engkau hafal dan yang engkau anggap
paling berkesan. Hadits manakah menurut Tuan?"
Jawab Mu'adz, "Baiklah, akan aku ceritakan."
Selanjutnya, sebelum bercerita, beliau menangis. Kemudian, kata beliau,"Ehm,
rindu sekali aku dengan Rasulullah, rasarasanya ingin segera bertemu."
Kata beliau selanjutnya, "Tatkala aku menghadap Rasulullah, beliau.
menunggang unta dan menyuruhku agar naik di belakang beliau. Kemudian
berangkatlah kami dengan berkendaraan unta itu. Selanjutnya beliau menengadah
ke langit dan bersabda:
Puji syukur kehadirat Allah Yang berkehendak atas makhluk-Nya, ya
Muadz!
Jawabku, "Ya Sayyidina Mursalin."
Kata beliau selanjutnya, "Sekarang aku akan mengisahkan satu cerita
kepadamu. Apabila engkau menghafalnya, akan sangat berguna bagimu.
Tetapi jika kau anggap remeh, maka kelak di hadapan Allah engkau tidak
mempunyai hujjah.
Hai Mu'adz! Sebelum menciptakan langit dan bumi Allah telah
menciptakan tujuh malaikat. Pada setiap langit terdapat seorang malaikat
penjaga pintu, dan setiap pintu langit dijaga oleh seorang malaikat,
menurut derajat pintu dan keagungannya.
Dengan demikian, malaikat-lah yang memelihara arnal si hamba.
Kemudian sang pencatat membawa amalan si hamba ke langit dengan
kemilau cahaya bak matahari. Sesampainya pada langit tingkat pertarna,
malaikat Hafadzah memuji amalan-amalan itu. Tetapi setibanya pada
gintu langit pertarna, malaikat penjaga pintu berkata kepada malaikat
Hafadzah:
"Tamparkan amal ini ke muka pemiliknya. Aku adalah penjaga orang-orang
yang suka mengumpat. Aku diperintahkan agar menolak amalan orang
yang suka mengumpat. Untuk mencapai langit berikutnya aku tidak
mengizinkan ia melewatiku."
Keesokan harinya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa
amal shaleh yang berkilau, yang menurut malaikat Hafadzah sangat
banyak dan terpuji. Sesampai ke langit kedua (ia lolos dari langit pertama,
sebab pemiliknya bukan pengumpat), penjaga langit kedua berkata,
"Berhenti, dan tamparkan amalan itu ke muka pemiliknya. Sebab ia beramal dengan mengharap dunia. Allah memerintahkan aku agar amalan ini
tidak sampai ke langit berikutnya."
Maka para malaikat melaknat orang itu .
Hari berikutnya, kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa
amalan seorang hamba yang sangat memuaskan, penuh sedekah, puasa,
dan berbagai kebaikan, yang oleh malaikat Hafadzah dianggap sangat
mulia dan terpuji. Sesampainya di langit ketiga, malaikat penjaga berkata:
"Berhenti! tamparkan amal itu ke wajah pemiliknya. Aku malaikat menjaga
kibr (sombong). Allah mernerintahkanku agar amalan semacam ini tidak
melewati pintuku dan tidak sampai pada langit berikutnya. Itu karena
salahnya sendiri, ia takabbur di dalam majlis."
Singkatnya, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba
lainnya. Amalan itu bersifat bak bintang kejora, mengeluarkan suara
gemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, shalat, ibadah haji, dan umrah.
Sesampainya pada langit keempat malaikat penjaga langit berkata:
"Berhenti! popokkan arnal itu ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat
penjaga ‘ujub. Allah memerintahkanku agar amal ini tidak melewatiku.
Sebab amalnya selalu disertai ‘ujub.
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal hamba yang
lain. Amalan itu sangat baik dan mulia, jihad, ibadah haji, ibadah umrah,
sehingga berkilauan bak matahari. Sesampainya pada langit kelima,
malaikat penjaga mengatakan:
"Aku malaikat penjaga sifat hasud. Meskipun amalannya bagus, tetapi ia
suka hasud kepada orang lain yang mendapatkan kenikmatan Allah SWT.
Berarti ia membenci yang meridhai, yakni Allah. Aku diperintahkan Allah
agar amalan semacam ini tidak melewati pintuku. "
Lagi, malaikat Hafadzah naik ke langit membawa amal seorang hamba. Ia
membawa amalan berupa wudhu' yang sempurna, shalat yang banyak,
puasa, haji, dan umrah. Sesampai di langit keenam, malaikat penjaga
berkata:
"Aku malaikat penjaga rahmat. Amal yang kelihatan bagus ini tamparkan
ke mukanya. Selama hidup ia tidak pernah mengasihani orang lain, bahkan
apabila ada orang ditimpa musibah ia merasa senang. Aku diperintahkan
Allah agar amal ini tidak melewatiku, dan agar tidak sampai ke langit
berikutnya."
Kembali malaikat Hafadzah naik ke langit. Dan kali ini adalah langit ke
tujuh. Ia membawa amalan yang tak kalah baik dari yang lalu. Seperti
sedekah, puasa, shalat, jihad, dan wara', Suaranya pun menggeledek
bagaikan petir menyambar-nyambar, cahayanya bak kilat. Tetapi sesampai
pada langit ketujuh, malaikat penjaga berkata:
"Aku malaikat penjaga sum'at (sifat ingin terkenal). Sesungguhnya pemilik
amal ini menginginkan ketenaran dalam setiap perkumpulan,
menginginkan derajat tinggi dikala berkumpul dengan kawan sebaya, ingin
mendapatkan pengaruh dari para pemimpin. Aku diperintahkan Allah agar
amal ini tidak melewatiku dan sampai kepada yang lain.
Sebab ibadah yang tidak karena Allah adalah riya. Allah tidak menerima
ibadah orang-orang riya."
Kemudian malaikat Hafadzah naik lagi ke langit membawa amal dan
ibadah seorang hamba berupa shalat, puasa, haji, umrah, akhlak mulia,
pendiam, suka berdzikir kepada Allah. Dengan diiringi para malaikat,
malaikat Hafadzah sampai ke langit ketujuh hingga menembus hijab-hijab
dan sampailah di hadapan Allah. Para malaikat itu berdiri di depan Allah.
Semua malaikat menyaksikan amal ibadah itu shahih, dan diikhlaskan
karena Allah.
Kemudian Allah berfirman:
Hai Hafadzah, malaikat pencatat amal hamba-Ku, Aku-lah Yang
Mengetahui isi hatinya. Ia beramal bukan untuk Aku, tetapi diperuntukkan
bagi selain Aku, bukan diniatkan dan diikhlaskan untuk-Ku. Aku lebih
mengetahui daripada kalian. Aku laknat mereka yang telah menipu orang
lain dan juga menipu kalian (para malaikat Hafadzah). Tetapi aku tidak
tertipu olehnya. Aku-lah Yang Maha Mengetahui hal-hal gaib. Aku
Mengetahui segala isi hatinya, dan yang samar tidaklah samar bagi-Ku.
Setiap yang tersembunyi tidak tersembunyi bagi-Ku. Pengetahuan-Ku atas
segala yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku atas sesuatu yang
belum terjadi. Pengetahuan-Ku atas segala yang telah lewat sama dengan
yang akan datang. Pengetahuan-Ku atas orang-orang terdahulu sama
dengan Pengetahuan-Ku atas orang-orang kemudian.
Aku lebih mengetahui atas sesuatu yang samar dan rahasia. Bagaimana
bisa hamba-Ku menipu dengan amalnya. Bisa mereka menipu sesama
makhluk, tetapi Aku Yang Mengetahui hal-hal yang gaib. Aku tetap
melaknatnya ... !
Tujuh malaikat di antara tiga ribu malaikat berkata, "Ya Tuhan, dengan
demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami atas mereka."
Kemudian semua yang berada di langit mengucapkan, "Tetaplah laknat
Allah kepadanya, dan laknatnya orang-orang yang melaknat."
Sayyidina Mu'adz (yang meriwayatkan Hadits ini) kemudian menangis
tersedu-sedu. Selanjutnya berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana aku bisa
selamat dari semua yang baru engkau ceritakan itu?"
Jawab Rasulullah, "Hai Mu'adz, ikutilah Nabimu dalam masalah
keyakinan."
Tanyaku (Mu'adz), "Engkau adalah Rasulullah, sedang aku hanyalah
Mu'adz bin jabal, Bagaimana aku bisa selamat dan terlepas dari bahaya
tersebut?"
Berkatalah Rasulullah, "Memang begitulah, bila ada kelengahan dalam
amal ibadahmu, maka jagalah mulutmu jangan sampai menjelekkan orang
lain, terutama kepada sesama ulama. Ingatlah diri sendiri tatkala hendak
menjelekkan orang lain, sehingga sadar bahwa dirimu pun penuh aib.
Jangan menutupi kekurangan dan kesalahanmu dengan menjelekkan
orang lain. Janganlah mengorbitkan diri dengan menekan dan men
jatuhkan orang lain. Jangan riya dalam beramal, dan jangan
mementingkan dunia dengan mengabaikan akhirat. Jangan bersikap kasar
di dalam majlis agar orang takut dengan keburukan akhlakmu, Jangan suka
mengungkit-ungkit kebaikan, dan jangan menghancurkan pribadi orang
lain, kelak engkau akan dirobek-robek dan dihancurkan oleh anjing
jahannam, sebagaimana firman Allah:
“dan (Malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah
lembut .... (an-Nazi'at :2).
Tanyaku selanjutnya, "Ya Rasulullah, siapa yang bakal kuat menanggung
penderitaan berat itu?"
Jawab Rasulullah SAW., "Mu'adz yang aku ceritakan tadi akan mudah bagi
mereka yang dimudahkan oleh Allah. Engkau harus mencintai orang lain
sebagaimana engkau menyayangi dirimu. Dan bencilah terhadap apa yang kau
benci. Jika demikian engkau akan selamat."
Khalid bin Ma'dan rneriwayatkan, "Sayyidina Mu'adz sering membaca hadits ini
seperti' seringnya membaca AI-Qur'an, dan mempelajari hadits ini sebagaimana
mempelajari Al-Qur'an di dalam majlis."
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan perlindungan. Mudahmudahan kita tidak termasuk orang celaka.
Pendek kata. pujian dari Allah adalah jauh lebih baik dibanding pujian dari
makhluk, yang mana pada dasarnya manusia itu lemah dan bodoh, dan tidak
mengetahui hakikat yang tersembunyi.
Seorang penyair mengatakan:
Tidak tidurnya seseorang semalam suntuk jika tidak karena Allah adalah
sia-sia.
Dan menangisi sesuatu selain menangis karena putus hubungan dengan
Allah adalah percuma.
Setelah melaksanakan perintah Allah, Nabi Ibrahim mendirikan Baitu 'I-Lah.
Beliau memohon kepada Allah agar mengabulkan permohonannya. Beliau bersabda:
Ya Allah, kabulkanlah amal ibadah kami. Engkau-lah Yang Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui.
Selanjutnya beliau bersabda:
Ya Allah, kabulkanlah doa kami.
Berarti, Allah memberikan karunia kepada hamba-Nya dengan menerima
ibadah dan amal dari hamba-Nya. Sedangkan ibadah itu di hadapan Allah tidaklah
berharga. Namun demikian Allah memberikan kenikmatan, karunia, dan
kebahagiaan yang sempurna. Begitulah kemuliaan, dan keagungan yang disediakan
bagi hamba-Nya.
Tetapi jika ibadah dan amal seseorang ditolak Allah lantaran buruk, maka
merugilah ia. Betapa tidak, tenaga dan waktu terbuang sia-sia, tidak mendatangkan
hasil samasekali.
Maka, apabila kita menghitung diri, membolak-balik hati sambil memohon
pertolongan Allah, kelak akan menghindarkan hati kita dari sifat ketergantungan
kepada orang lain. Kemudian mawas diri, sehingga tidak riya dan ‘ujub, yang mana
mengarahkan kita kepada sifat ikhlas, taat, dan senantiasa berdzikir kapada Allah
SWT.
Dengan demikian berhasillah taat yang kita laksanakan, bersih tanpa cacat dan
aib, serta mendatangkan kebaikan dan keuntungan besar. Sebab, taat yang hanya
sedikit tetapi dikabulkan oleh Allah, akan bermakna luas, kadarnya sangat agung,
mendatangkan banyak manfaat dan keuntungan.
Sesungguhnya hanya kepada Allah kita memohon perlindungan serta belas
kasihan. Dan semoga kita tidak termasuk orang yang termakan tipudaya.
Demikianlah uraian mengenai tanjakanltahapan pencela ini. Mudah-mudahan
Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang mukhlis, ikhlas lillahi ta'ala,
sehingga kita mendapatkan kendhaan Allah. Sesungguhnya Allah Maha Memelihara
lagi Maha Pemurah.
AQABAH 5. TAHAPAN PENDORONG
AQABAH 5. TAHAPAN PENDORONG
Terjemahan kitab minhahul ambidin (imam gazhali)
Untuk selanjutnya, kita harus terus berjalan pada jalan yang lurus. Sebab,
sudah tidak ada lagi halangan dan rintangan. Selanjutnya, kita resapi rasa takut dan
harapan itu dengan sebenar-benarnya, sesuai dengan batas-batasnya.
Rasa takut wajib selalu dipegang karena dua sebab:
Pertama, Mencegah perbuatan maksiat. Sebab, hawa nafsu senantiasa
memerintahkan perbuatan kejahatan, dan selalu menggoda. Tidak henti-hentinya
berbuat demikian, kecuali dibuat takut dan diancam. Nafsu tidak mempunyai tabiat
baik. Ia tidak malu berbuat apa saja yang bertentangan dengan kesetiaan dan
kecintaan.
Sebagaimana dikatakan seorang penyair:
Hamba yang bandel (hawa nafsu) dipukul dengan tongkat, tetapi
orang baik, cukup menggunakan kata-kata.
Nafsu harus dilecut dengan cambuk takhwif (yang membuat ia takut). Baik
dengan ucapan, dengan perbuatan dan pikiran, sebagaimana diceritakan seorang
saleh:
Pada suatu hari, nafsu mengajak berbuat maksiat. Kemudian ia keluar dari
rumah. Selanjutnya, ia membuka baju dan berguling-guling di padang pasir yang
sedang terik-teriknya, seraya berkata, "Rasakan olehmu. Panasnya api neraka
jahannam melebihi panasnya padang pasir ini. Pada malam hari, engkau menjadi
bangkai, dan pada siangnya menjadi pemalas."
Kedua, agar tidak dihinggapi sifat ‘ujub (sombong), dengan ketaatan yang -
dapat dikerjakan. Sebab, jika sampai bersifat ‘ujub, maka akan celaka.
Dan untuk menghantam nafsu diperlukan celaan, diaibkan, diterangkan segala
kekurangannya, serta keburukan-keburukan dirinya, dosa-dosa dan macam-macam
bahayanya.
Rasulullah SAW. bersabda:
Seandainya aku dan Nabi Isa dihukum oleh Allah lantaran
perbuatan yang kami lakukan, pasti kami disiksa dengan siksaan yang
tidak pernah ditimpakan kepada orang lain dan seluruh alam semesta.
Imam Hasan Bashri mengatakan, "Salah seorang di antara kita pasti merasa
tidak aman dari berbuat suatu dosa. Kemudian dosa itu menutup pintu ampunan
dari Tuhan. Dengan demikian, percuma ia beramal, sebab baginya tertutup pintu
ampunan."
Jadi, perbuatan dosa yang tidak segera ditangkal dengan taubat, bisa
mengakibatkan tertutupnya pintu ampunan.
Imam Abdullah ibnu Mubarak pernah mencela dirinya sendiri, dengan katakata, "Hai diriku, ucapanmu seperti orang yang berzuhud. Tetapi, perbuatanmu
adalah perbuatan orang munafik. Apakah engkau juga mengharapkan surga? Hal itu
jauh sekali bagi dirimu! Surga adalah tempat orang-orang lain yang tidak seperti
engkau. Para ahli surga banyak amalannya, tidak seperti amalmu, wahai diriku!"
Ucapan-ucapan para Imam 'itu selayaknya senantiasa diulang-ulang untuk
memperingatkan hawa nafsu, dan agar tidak timbul sifat ‘ujub, serta agar tidak
terjerumus dalam perbuatan maksiat.
Kita mengharapkan raja' dikarenakan dua sebab:
1. Guna membangkitkan keinginan taat. Karena, mengerjakan kebaikan Itu berat,
dan setan selalu mencegahnya. Demikian pula hawa nafsu, senantiasa
mendorong kepada perbuatan Jahat. Sedangkan pahala karena taat tidak
tertangkap oleh mata. Dan Jalan guna memperoleh pahala masih jauh.
Taat merupakan sikap yang sangat sukar dan berat. Sehingga, nafsu pun
tidak menyukainya, bahkan tidak ada sama sekali niat berbuat demikian. Dalam
menghadapi hal ini harus dihadapi dengan mengharapkan rahmat Allah dan
pahala-Nya.
Guru kami, Abu Bakar al-Warraw mengatakan, "Kesedihan yang sangat
dapat menghilangkan nafsu makan. Rasa takut yang sebenarnya dan menahan
diri dari perbuatan dosa, adalah adanya pengharapan dan keinginan untuk taat.
Dan selalu mengingat maut dapat menghilangkan keinginan terhadap barang
yang tidak perlu."
2.Agar tidak merasakan kepayahan dan kesusahan dalam menanggung
penderitaan, serta kelelahan dalam beribadah. barangsiapa telah mengetahui
kebaikan sesuatu yang menjadi tujuan, maka dalam memperjuangkannya akan
terasa rmgan. Selain itu sanggup menanggung kepayahan dalam mencapainya,
serta tidak perduli adanya berbagai rintangan.
Barangsiapa menyukai sesuatu, harus rela dan sanggup menanggung
kepayahannya, dan berkeyakinan bahwa dengan kesulitan dan kesusahan itu
akan mendapatkan kelezatan dan kenikmatan. Seperti misalnya. pengusaha
madu. Ia tidak perduli dengan adanya lebah yang suatu waktu menyengatnya.
Demikian pula orang-orang yang beri bah dengan sungguhsungguh. Tatkala
mengingat pahala dan balasan Allah berupa surga dengan segala kenikmatan dan
kelezatannya, maka mereka merasa rmgan dalam beribadah. Meskipun, harus
menanggung kepayahan dan kelelahan serta mengurangi kenikmatan dunia.
Ada riwayat mengatakan, bahwa sahabat-sahabat Sayyidina Sufyan ats-Tsauri
khawatir atas keadaan beliau yang selalu takut, tetapi bersungguh-sungguh dalam
beribadah sehingga beliau lupa memelihara badan dan pakaiannya. Maka, mereka
berkata kepada beliau. "Wahai Ustadz, jika engkau tidak sepayah ini, niscaya akan
tercapai apa-apa yang engkau cari (tuju). Insya Allah."
Jawab Sayyidina Sufyan, "Bagaimana aku tidak bersungguh-sungguh. sebab aku
telah mendengar keterangan bahwa di saat ahli surga berada pada tempat masingmasing, datanglah cahaya yang menerangi surga (delapan tingkat) itu. Kemudian,
mereka bersujud, sebab dikiranya cahaya itu dari Tuhan.
Lantas. mereka diperintahkan bangkit dari sujud. karena cahaya itu bukan dari
sisi Tuhan, melainkan dari seorang wanita surga yang sedang tersenyum kepada
suaminya."
Kemudian, Sayyidina Sufyan menggubah sebuah syair:
Orang yang menginginkan masuk surga, tidak merasakan payah
menanggung kepedihan dan kesempitan.
Ia tampak mengunjungi sebuah masjid, tetapi hatinya diliputi
kesedihan dan ketakutan. kecemasan dan kesederhanaan.
Wahai nafsu! Engkau niscaya tidak akan kuat dengan nyala api,
saatnya sudah dekat engkau menghadap, setelah lama membelakangi.
Kesimpulan: Urusan ibadah berkisar pada dua hal. Pertama, taat, dan kedua,
menjauhi maksiat.
Keduanya tidak akan berjalan lancar selama nafsu masih melekat. Dan untuk
mengatasinya adalah dengan targhib dan tarhib, yakni penuh harapan dan takut.
Ibarat kuda tunggangan binal yang harus dituntun dan digiring dari belakang. Dan
jika membelot ke tempat yang membahayakan, harus dicambuk hingga ia bangkit
kembali.
Demikian pula anak kecil yang nakal. la tidak akan belajar kecuali diberi
harapan oleh orang tuanya atau takut kepada gurunya.
Demikian halnya dengan hawa nafsu. la seperti binatang binal yang terperosok
ke dalam kecintaan dunia. Baginya, takut adalah cemeti, sedangkan harapan sebagai
makanan. Sehingga, apabila hendak mengajak hawa nafsu pada ibadah dan takwa,
harus diberi harapan surga dan pahala, serta ditakut-takuti dengan siksa dan neraka.
Oleh karenanya, orang yang hendak beribadah hendaknya membiasakan diri
mengingatkan nafsunya dengan dua hal tersebut. Jika tidak, maka nafsu tidak bakal
mau diajak beribadah.
Beberapa ayat al-Qur'an menyebutkan, bahwa Allah menjanjikan memberi
pahala kepada yang taat berupa pahala yang melimpah: Dan ancaman Allah adalah
bagi orang yang durhaka dengan siksa yang teramat berat dan pedih.
Jika harapan dan rasa takut itu telah dimiliki, maka ia akan lancar dalam
beribadah, jauh dari kepayahan dan masyaqat.
Raja' dan khauf, menurut ulama sufi berarti kembali kepada bagian khawatir,
yakni hal-hal yang belum dapat diketahui dengan pasti. Adapun yang dapat dicapai
seseorang hanyalah mukaddimab (pendahuluannya).
Sedangkan menurut ulama kita, khauf adalah suatu getaran dalam hati tatkala
ada perasaan akan menemui hal-hal yang tidak disukai. Demikian pula khasyyah
(takut).
Perbedaan antara khauf dan khasyyah ialah: khasyyah disertai perasaan
mengagungkan dan kagum, seperti takut kepada Allah.
Adapun lawan khauf, ialah berani atau merasa aman. Tetapi yang paling tepat,
lawan takut adalah berani.
Takut kepada Allah artinya takut akan siksa-Nya akibat berbuat maksiat.
Menghindarinya yaitu menjauhi maksiat.
Kata ulama selanjutnya, bahwa yang dimaksud dengan takut bukan berarti
seseorang harus selalu menangis. Tetapi, orang yang benar-benar takut ialah
meninggalkan perbuatan yang dilarang Allah.
Allah Ta'ala berfirman:
" tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang
beriman. (Ali Imran ; 175).
Dengan demikian, berarti kbau]: merupakan syarat iman. Yakni, seseorang
dikatakan tidak beriman jika tidak takut kepada Allah SWT.
Adapun M.ukaddimah (pendahuluan) khauf terdiri dari empat hal:
1. Mengingat segala dosa yang telah diperbuat, .serta banyaknya musuh
yang membawa kita pada kezhahman. Sedangkan kita tidak dapat lepas
darinya, dan terus-menerus mengikutinya hingga kini.
2. Mengingat beratnya siksa Allah bagi orang-orang durhaka, dan kita tidak
akan kuat menanggungnya.
3. Senantiasa sadar akan kelemahan diri dalam menanggung pedihnya siksa.
4. Selalu ingat akan Kekuasaan Allah terhadap diri kita. Dia dapat berbuat
apa saja sesuai dengan kehendak-Nya, kapan saja Dia menghendaki.
Syaikh Sahal mengatakan, "Sempurnanya iman seseorang itu dengan ilmu. Dan
sempurnanya ilmu adalah dengan .rasa takut. Belum cukup iman seseorang jika
tanpa ilmu. Dan tidak cukup ilmu seseorang jika tidak disertai perasaan takut."
Allah 'Azza wa J alla berfirman:
.....Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hambahamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang mengetahui kebesaran
dan kekuasaan Allah) .... (Fatbir : 28).
Orang yang takut selain kepada Allah, kelak di saat masuk hang lahat, segala
yang ditakutinya itu akan datang ke dalam kuburnya dan mengganggu serta
menyakitinya hingga hari kiamat.
Daigham ar-Rasiby mengatakan, "Saya menyesal, empatpuluh tahun sudah
saya menangisi dosa yang saya perbuat. Yaitu, pada suatu hari saya membeli ikan
untuk menjamu tamu. Setelah mereka makan, saya mengambil segenggam tanah
dari pekarangan rumah tetangga tanpa seizin empunya. Tanah itu aku maksudkan
untuk membersihkan tangan."
Sedangkan raja' (mengharap) ialah bersenang hati karena mengenal Tuhan,
dari lapang pikirnya karena yakin akan lapangnya rahmat Allah.
Lawan raja' adalah putus asa dari rahmat Allah dan berhenti mengingat Allah.
Hal itu benar-benar maksiat.
Al-Ustadz Abul Qasim al-Qusyairi mengatakan "Raja" adalah tempat
bergantungnya hati terhadap apa yang disukai, dan akan berhasil pada waktu
kemudian. Dengan raja', hati menjadi. hidup. Lain halnya dengan tamanni
(melamun). Tamanni menimbulkan sifat malas.
Syaikh al-Karmany mengatakan, "Tanda-tanda raja' yaitu taat. "
Yang berlaku di dunia ini, ibarat seseorang menanam benih yang baik pada
tanah yang subur, kemudian menyiramnya. Perbuatan Itu merupakan raja' yang
kuat. Kebalikannya, ibarat seseorang menanam benih berkualitas rendah pada tanah
gersang dan tidak disiram. Kemudian ia mengatakan, "Allah Kuasa
menumbuhkannya, mudah-mudahan tumbuhan ini tumbuh.” Ucapan itu benar,
akan tetapi raja'-nya kurang tepat, karena la mengabaikan kebiasaan yang telah
diperintahkan Allah kepada makhluk-Nya.
Ibnu Khubaiq membagi raja' menjadi tiga bagian:
1. Seseorang berbuat kebaikan, kemudian berharap agar diterima. Ini raja'
yang benar.
2. Seseorang melakukan keburukan, kemudian bertaubat dan mengharapkan
ampunan-Nya. Ini pun termasuk raja.
3. Seseorang senantiasa berbuat dosa dan enggan bertaubat. Kemudian ia
berkata, "Mudah-mudahan Allah mengampuniku. " Ini tidak termasuk
raja.
Yang paling tepat, jika seseorang merasa banyak berdosa, maka perasaan
takutnya harus lebih besar daripada pengharapannya. Karena, dengan takutnya itu
ia hendak bertaubat. Dan setelah bertaubat, ia raja '.
Bagi seseorang yang tidak dapat menahan putusan, wajib baginya raja '.
Mukaddimah raja' ada empat:
1. Senantiasa mengingat karunia Allah yang telah kita rasakan. Sedangkan
datangnya itu tanpa campur tangan dan bantuan kita.
2. Senantiasa janji Allah mengenai pahala yang berlimpah, kasih sayang-Nya
yang besar menurut karunia dan kemurahan-Nya. Bukan berarti hak kita
itu berasal dari amalan kita. Sebab, jika pahala menurut amalan, alangkah
kecil dan sedikit!
3. Selalu mengingat pemberian Allah yang sangat besar, baik dalam urusan
agama maupun kebutuhan dunia. Pertolongan dan kasih sayang-Nya,
bukan karena kita mempunyai hak.
4. Selalu mengingat luas dan besarnya rahmat Allah. Juga mendahulukan
rahmat daripada murka-Nya, dan senantIasa ingat bahwa Allah Maha
Pengasih, Maha Penyayang, Mahakaya, Maka Pemurah, dan mengasihani
hamba-hamba-Nya yang Mu 'min .
Allah SWT. menyediakan seratus nikmat. Yang satu diturunkan
ke dunia dinikmati seluruh makhluk, termasuk jin, burung-burung dan
binatang kecil. Dengan nikmat yang satu Itu mereka salIng
mengasihi, sehingga tenteram hidupnya Sedangkan yang sembilanpuluh
sembilan disimpan guna dlberikan hanya kepada hamba-hamba-Nya
yang Mu'min pada hari kemudian.
Ibnu Abbas meriwayatkan turunnya satu ayat:
..... dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu .... (al-A'raf
156).
Kemudian turun lagi ayat:
... Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-oran yang
bertakwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman
kepada ayat-ayat Kami. (al-A'raf: 156).
Dengan turunnya ayat itu, maka habislah harapan setan. Akan tetapi, Nasrani
dan Yahudi masih mempunyai harapan. Mereka mengatakan "Kami umat yang
takwa dan patuh kepada Tuhan; suka memberi zakat dan beriman kepada ayat-ayat
Tuhan
Kemudian turun lagi ayat:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi ....
(al-A'raf: 157).
Setelah turun ayat itu, habis pula harapan Nasrani dan Yahudi. karena rahmat
yang dijanjikan itu hanya untuk orangorang Mu 'min!
Oleh karenanya, kaum Muslimin wajib bersyukur atas belas-kasih Allah yang
telah memberikan nikmat berupa iman.
Syaikh Yahya bin Mu'adz berdoa: "Ya Allah, jika pahalaMu hanya diperuntukkan
bagi orang-orang yang taat, dan rahmat-Mu hanya disediakan untuk orang-orang
yang berdosa, maka saya ini termasuk orang yang berdosa, dan saya tetap
mengharapkan rahmat-Mu. Berilah saya rahmat-Mu, ya Allah."
Dan tanda-tanda raja' ialah banyak membaca ayat-ayat al-Qur'an, rajin
mengerjakan shalat wajib dan tahajjud, serta rela membelanjakan hartanya untuk
kepentingan umum yang diridhai Allah, dan banyak berdoa kepada Allah SWT. Selain
itu, merasa lapang hatinya di kala mengingat Allah, bertemu dengan ulama, dan
hilang rasa bingungnya ketika berdampingan dengan para ahli kebajikan, serta
gemar tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan takwa.
Jika seseorang senantiasa demikian, maka ia dapat memiliki kbauf dan raja'
sedalam-dalamnya .
Maka, wajib bagi kita menempuh tahapan pendorong ini dengan penuh hatihati. Sebab, tahapan ini sangat sulit dan banyak mengandung bahaya, dikarenakan
berada di antara dua jurang yang menakutkan dan mematikan, yakni merasa aman
dari murka Allah dan putus asa.
Dan raja' serta khauf berada di antara kedua itu. Jika seseorang hanya
mementingkan raja', niscaya akan jatuh ke jurang "merasa aman dari murka Allah".
Sedangkan orang-orang yang tidak takut kepada Allah, hanyalah orang-orang yang
merugi. Dan jika hanya mementingkan khauf, niscaya ia akan jatuh ke jurang "putus
asa", dan hanya orang kafir-lah yang berputus asa dari rahmat Allah.
Jalan yang paling lurus adalah menghimpun raja' dan khauf. Jalan yang itempuh
para wali Allah dan orang-orang pilihan, seperti yang disebutkan dalam sebuah ayat:
.... Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami tal-Anbiya' : 90).
Dengan begitu, tahapan ini terdapat tiga jalan:
1. Merasa aman dan berani.
2. Berputus asa.
3. Khau! dan raja '.
Jika seseorang terpeleset dari salah satunya, celakalah ia. Adapun orang yang
senantiasa mengingat Allah, luas rahmat-Nya, karunia-Nya, kasih sayang-Nya, ia
akan merasa aman dari murka Allah.
Dan akan hilang raja' seseorang manakala ia hanya mengingat bahwa Allah
Mahakuasa, Maha Mengatur, serta sangat teliti menghisab wali-wali-Nya dan orangorang pilihan-Nya.
Maka, hendaknya melaksanakan keduanya, mengharapkan rahmat Allah.
Sebab, ibadah kita sangatlah sedikit, sedangkan kita takut akan siksa-Nya, karena
Allah Mahakuasa. Memang, untuk menempuh jalan ini cukup sukar, tetapi inilah
jalan yang paling selamat dan nyata. Jalan ini membawa kita kepada ampunan dan
ihsan.
... sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut
dan harap.... (al-Anbiya': 90).
Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk
mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan
pandangan mata sebalfai balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan. (as-Saidah : 17) .
Rasulullah SAW, bersabda Allah telah berfirman:
Allah. Tabaraka wa Ta'ala mengatakan "Aku sudah menyediakan
untuk hamba-Ku yang saleh apa saja yang tidak bisa dilihat (selama)
di dunia, dan tidak bisa didengar (selama) di dunia, dan tidak
terbayang oleh bati mereka".
Perhatikan baik-baik keterangan di atas. Kemudian, bersiap- siaplah menempuh
jalan baik ini, meskipun sukar. Sebab, jalan ini tidak bisa ditempuh dengan mudah.
Tidak akan tercapai tujuan tersebut, kecuali senantiasa memperhatikan hal
yang tiga di atas, dan memperhatIkan hal- hal di bawah ini:
1. Memperhatikan perintah dan larangan Allah.
2. Memperhatikan af’al Allah dalam hal beri balasan dengan siksa, dan dalam
memaafkan.
3. Memperhatikan balasan Allah pada hari kiamat kelak, berupa pahala bagi
yang taat, dan Siksa bagi yang berbuat maksiat.
Jika para pembaca menginginkan rincian dan penjelasan secara panjang lebar
mengenai ketiga 'pokok ini,. bacalah buku penyusun yang lain, yakni buku Tanbibul
Ghafilin. Sedangkan dalam Kitab "Minhajul 'Abidin" ini, penyusun hanya
akanmemberikan keterangan sekadarnya, yang sekiranya dapat membawa kepada
tujuan. Insya Allah.
Pokok pertama:
Firman Allah mengenai perintah berbuat baik dan larangan berbuat maksiat:
'" janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah .... (azZumar : 53).
Ayat ini turun dikarenakan adanya beberapa orang yang telah banyak
melakukan kejahatan, pembunuhan, berzina, dan menumpuk perbuatan haram.
Mereka itu datang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, "Ya Muhammad, j ika
dalam agama yang engkau bawa terdapat keterangan mengenai penghapusan dosa
yang telah kami perbuat, alangkah baiknya."
Maka, turunlah ayat yang menerangkan bahwa orang-orang yang telah
melakukan banyak dosa tetapi kemudian bertaubat, sehingga tidak sampai musyrik,
maka mereka akan diampuni dan dijadikan orang baik. Kemudian turunlah ayat
berikut ini:
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, :ianganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah .... (az-Zumar : 53).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah SAW. mengajak Wahsyi masuk Islam.
Maka ia menjawab, "Bagaimana aku dapat masuk Islam, sedangkan dalam agamamu
menerangkan bahwa siapa saja yang membunuh, musyrik, atau berzina, maka ia
akan mendapatkan siksa berlipat ganda. Padahal aku telah mengerjakan semua itu."
Kemudian turun ayat berikut:
... kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh .... (al-Furqan : 70).
Wahsyi menjawab, "Ini syarat berat yang mungkin-aku tidak mampu
melaksanakannya. Adakah selain itu?"
Maka turun ayat berikut:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syrik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya .... (an-Nisa: 48).
Kata Wahsyi, "Sekarang aku menjadi ragu. Dapatkah dosaku yang banyak itu
diampuni?"
Dan turunlah ayat berikut:
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah .... (az-Zumar : 53).
Kata Wahsyi, "Inilah yang aku tunggu." Maka ia pun masuk Islam!.
Syaikhani dari Abu Sa'id al-Khudry meriwayatkan bahwa Nabi SAW.
menerangkan:
Ada seorang Bani Israil telah membunuh se banyak sembilanpuluh sembilan
kali. Kemudian ia bertanya kepada seorang pendeta "Apakah dosaku dapat
diampuni?" Jawab pendeta, "Tidak 'bisa, karena dosamu terlalu banyak!" Maka
pendeta itu pun ia bunuh. Berarti genap sudah ia membunuh seratus jiwa!
Kemudian ia bertanya, di mana terdapat orang yang lebih pintar. Kemudian ia
diantarkan kepada seorang alim. Lantas ia bertanya seperti pertanyaan tadi. Jawab
orang alim, "Tentu saja kau diampuni. Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi
taubatmu. " Kata orang alim selanjutnya, "Kini pergilah engkau ke suatu negeri, di
mana· terdapat orang-orang yang sedang beribadah kepada Allah. Ikutilah mereka,
dan jangan kembali ke tempat asalmu. Sebab, di sana banyak kejahatan."
Berangkatlah orang itu' ke negeri yang dimaksudkan oleh orang alim tersebut.
Tetapi, di tengah perjalanan, orang itu meninggal. Lalu datanglah dua malaikat,
malaikat rahmat dan malaikat adzab.
Malaikat adzab berkata, "Ini tugasku, karena orang ini banyak berbuat
maksiat."
Malaikat rahmat menyahut, "Memang benar, tetapi ia telah bertaubat dan
akan beribadah pada negeri yang dituju."
Kata malaikat adzab, "Hal itu benar, tetapi ia belum sampai ke tujuan dan
belum melaksanakannya."
Pada saat mereka berdebat sengit, datanglah Malaikat membawa perintah agar
perjalanannya diukur. Setelah diukur, ternyata ia lebih dekat ke tempat tujuan,
dengan perbedaan hanya satu jengkal. Maka, masuklah ia dalam urusan malaikat
rahmat, yakni termasuk golongan orang baik.
Ayat-ayat tentang raja' (harapan):
......Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya ....
(az-Zumar : 53).
.....dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada
Allah .... ? (Ali Imran: 135).
Yang mengampuni dosa. dan Menerima taubat.,.. (al-Mu'min :
3).
Dan Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hambat-Nya dan
memaafkan kesaLahan-kesalahan.... (asy-Syura : 25).
......Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang ....
(al-An'am : 54).
.....dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu .... (aL-A'raf :
156)
......Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang
yang bertakwa .... (al-A’raf : 156).
......Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang kepada manusia .... (al-Hajj : 65).
Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang
beriman. (al-Ahzab : 43).
Itulah beberapa ayat mengenai raja'. Sedangkan ayat-ayat mengenai khauf di
antaranya sebaga! berikut:
Maka bertakwalah kepada-Ku, hai hamba-hamba-Ku. (azZumar:16).
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak
akan dikembalikan kepada Kami? (al-Mu'minun : 115).
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja
(tanpa pertanggungjawaban)? (al-Qiyamah : 36).
(Pahala dari Allah itu) bukanlah menurut angan-anganmu yang
kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa
yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan
kejabatan itu, dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula)
penolong baginya selain dari Allah (an-Nisa': 123)
......sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya. (al-Kahfi : 104).
... Dan jelaslah bagi mereka- adzab dari Allah yang belum
pernah mereka perkirakan. (az-Zumar : 47).
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami
jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. (al-Furqan :
23).
Dan ayat-ayat yang menggabungkan kbauf dan raja' di antaranya firman Allah
dalam surat al-Hijr.
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya
Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Hijr: 49),
Kemudian, Allah mengiringi ayat itu dengan ayat-ayat lain:
.....dan bahwa sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang
sangat pedih. (al-Hijr : 50).
Demikianlah urutan ayat itu, hendaknya kita tidak cenderung hanya kepada
raja', akan tetapi harus disertai kbauf.
Selanjutnya firman Allah dalam surat al-Mu 'min:
.....Maha keras hukuman-Nya. (al-Mu'min : 22).
Lalu diiringi dengan ayat:
.....Yang mempunyai karunia; tiada Tuhan selain Dia..... (alMu'min : 3)
Ayat itu mengisyaratkan, agar kita tidak hanya cenderung kepada khauf, tetapi
harus pula disertai raja'.
Dan yang paling mengharukan adalah firman Allah dalam surat Ali Imran:
.....Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya
.... (Ali Imran: 28).
Diteruskan dengan firman-Nya:
Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hambaNya..... (Ali Imran: 30).
Yang lebih mengharukan lagi, firman Allah dalam surat Qaf:
(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah
sedang Dia tidak kelihatan (olehnya). ... (Qaf: 33).
Perlu diperhatikan, bahwa Allah mengucapkan ucapan takut dengan ucapan
Maha Pengasih, bukan dengan ucapan Yang Mahagagah atau Yang Maha Membalas,
dan sebagainya.
Hal Itu merupakan pertanda, agar perasaan takut disertai dengan harapan. Dan
perasaan takut itu jangan sampai menghilangkan harapan.
Maka, hubungan khasyiya dengan ar-Rahman menimbulkan perasaan takut
sambil menenteramkan hati, serta perasaan gerak sambil menenangkan Jiwa.
Seperti misalnya apakah engkau tidak takut kepada Ibumu yang menyayangimu?
Apakah engkau tidak takut kepada raja yang sedang murka?
Maksud ucapan itu adalah agar seseorang tetap berjalan pada Jalan yang lurus,
tidak terpeleset ke dalam rasa "aman" (tidak takut) atau "putus asa".
Semoga Allah menjernihkan pikiran kita, sehingga kita bisa mengambil hikmah
ayat-ayat tersebut dan dapat mengamalkannya. Sesungguhnya Allah Maha Pemberi
dan Maha Pemurah. Tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah Yang Mahaagung .
Pokok kedua:
Senantiasa mengingat dan memperhatikan af’al (pekerjaan) dan mu'amalahNya (perlakuan-Nya).
Mengingat Allah menimbulkan perasaan takut. Misalnya terhadap iblis. Bahwa
iblis telah beribadah kepada Allah selama delapanpuluh ribu tahun. Mereka tidak
meninggalkan sejengkal pun dari tempatnya, sebelum bersujud di tempat itu.
Kemudian, mereka enggan melaksanakan satu pun perintah Allah, karena
menghormati Nabi Adam as. Sehingga, karena sikap dan bantahannya itu mereka
diusir dari surga oleh Allah SWT. Dan ibadahhnya yang delapanpuluh ribu tahun itu
dilemparkan kembali ke muka mereka, serta dijauhkan dari rahmat Allah untuk
selama-lamanya hingga tiba hari pembalasan. Bahkan, tersedia untuk mereka siksa
yang teramat berat untuk selama-Iamanya.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. pernah melihat Malaikat Jibril as.
bergelanyut pada kelambu Ka'bah sambil menangis dan berdoa, "Ya Allah, ya
Tuhanku. Janganlah namaku dirubah dan jangan pula jasadku ditukar."
Dan kita masih ingat, apa yang terjadi pada diri Nabi Adam as'. yang
mendapatkan julukan Safitullah dan Nabiyulah, yang diciptakan dengan qudrat
Allah. Dan Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menghormatinya serta
memanggul mereka untuk dibawa ke surga.
Tetapi, sekali saja memakan buah yang dilarang Allah, akhirnya beliau tidak
diperkenankan lagi berdiam di dalam surga. Kemudian, Allah memerintahkan para
malaikat agar mengiring kepergian Nabi Adam ke langit sampai bumi.
Maka, menangislah Nabi Adam selama duaratus tahun. Beliau menyesali dan
merasakan kehinaan, kepayahan serta ujian Allah di dunia ini. Dan hal semacam itu
bakal dialami oleh anak-cucu Adam.
Juga riwayat Nabi Nuh as. yang mendapatkan perlakuan buruk dari kaumnya.
Tetapi, demi perjuangan agama, beliau hadapi semua itu dengan penuh kesabaran.
Kemudian beliau mendapatkan teguran dari Allah SWT., yakni tatkala Nabi Nuh
berkata, "Anak itu keluargaku," yaitu ketika beliau hendak menggapai anaknya yang
tenggelam karena ingkar kepada syari'at (agama) yang dibawanya.
Maka, Allah berfirman, "Jangan engkau meminta apa-apa yang tngkau tidak
tahu urusannya."
Menurut riwayat, atas kesalahan ucapannya itu, Nabi Nuh tidak berani
menengadahkan muka selama empatpuluh tahun, karena malu kepada Allah SWT.
Kita masih ingat pula, peristiwa yang menimpa Nabi Ibrahim as. yang
mengatakan, "Aku tidak menginginkan apaapa lagi selain ampunan Allah," disertai
perasaan takut yang mendalam, dikarenakan kesalahannya memintakan ampunan
bagi ayahnya yang berlainan agama.
Dalam riwayat disebutkan, atas kesalahannya itu beliau tidak henti-hentinya
menangis dikarenakan takut kepada Allah. Hingga datang Malaikat Jibril membawa
wahyu, "Wahai Ibrahim. Apakah tuan pernah menyaksikan seseorang menyiksa
kekasihnya dengan api?"
Jawab Nabi Ibrahim, "Aku hanya mengingat kesalahanku."
Sejak itulah beliau berhenti menangis.
Kita juga masih ingat peristiwa yang dialami Nabi Musa as. Beliau merasa
sangat takut dan tidak henti-hentinya mengatakan:
"Ya Allah, aku telah berlaku zhalim, maka ampunilah aku.
Hal itu hanya dikarenakan satu kesalahan, yakni menampar salah seorang
pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan pengikutnya.
Kemudian, kita masih ingat pula kejadian yang dialami Bal'am bin Baura pada
masa Nabi Musa, as. Oleh Allah ia dianugerahi ilmu, kelebihan dan keistimewaan.
Sehingga, dapat mengetahui kitab-kitab zaman terdahulu, dapat mengamalkan
petunjuk-petunjuk eara menasarufkan lsmul Azham, sehingga bila ia memandang
ke atas, tembus 'Arasy. Selam Itu, doanya selalu dikabulkan saat itu juga.
Tetapi, ilmu dan kemanjurannya akhirnya dilucuti oleh Allah lantaran ia
cenderung mementingkan urusan keduniaan. Sehingga ia mirip seekor anjing,
lidahnya selalu terjulur keluar.
Bal'am, meskipun telah mendapatkan keistimewaan dari Allah, tetapi masih
tergoda pemberian seseorang yang bermaksud menghasudnya agar mendoakan
Nabi Musa as. supaya tidak memasuki negaranya.
Kisahnya, pada suatu saat, Nabi Musa as. memerangi kaum kafir hingga
melewati negeri Kan'an, negeri Bal'am. Maka, penduduk Kan'an menghadap Bal'am
dan memintanya untuk. berdoa agar Nabi Musa as. tidak sampai memasuki
negerinya. Dengan alasan, Musa adalah seorang Nabi yang keras yang
memungkinkan mereka akan terusir dan negerinya atau akan tertumpas semuanya.
Jawab Bal'am, "Kamu semua ngacau, Musa adalah NabiyulIah. Beliau datang
disertai para malaIkat dan orang-orang beriman, dengan tujuan menumpas kaum
zhalim, kafir dan jahat. Jika aku mendoakannya, niscaya aku merugi dunia dan
akhirat. "
Memang, pada mulanya permintaan mereka ditolak mentah-mentah. Namun,
mereka datang untuk kedua kalinya dengan merengek-rengek agar Bal'am
meluluskan permintaan mereka.
Maka Jawab Bal'am, "Sudah aku katakan, tidak bisa!, Tetapi kalian terus
mendesakku. Maka tunggulah, aku akan bermunajat kepada Allah."
Kemudian, pada malamnya ia bermimpi bahwa Allah melarangnya melakukan
perbuatan itu.
Dua kali sudah mereka ditolak. Dan pada permintaan ketiga, mereka datang
sambil membawa hadiah yang sangat banyak. Setelah menerima hadiah itu, Bal am
berkata, ”Aku akan meminta lagi petunjuk Allah." Akan tetapi, ternyata pada malam
harinya ia tidak mendapatkan petunjuk apa pun.
Berkatalah kaum itu, "Nah, itu suatu pertanda bahwa Allah tidak melarang lagi.
Sebab-jika Allah melarang, pasti ada tanda-tanda seperti pada malam pertama. "
Kaum itu terus menerus membujuk dan merayunya. Hingga Bal’am kehabisan
akal. Kemudian, dengan menunggang unta, Bal’am pergi ke suatu bangunan guna
melihat balatentara Nabi Musa, dan terus berdoa agar Nabi Musa tidak memasuki
negeri Kan'an. Namun, baru beberapa langkah, unta tunggangan Bal'am terkulai dan
tidak bisa bangkit. Maka, Bal'am turun dari punggung unta dan memukulinya.
Dengan terpaksa, unta tersebut berusaha. bangkit dan berjalan. Akan tetapi, baru
beberapa langkah, unta itu lagi-lagi terkulai dan tidak dapat melanjutkan perjalanan.
Dan untuk kedua kalinya, Bal'am turun sambil memukulinya.
Dengan kehendak Allah, unta itu secara mendadak dapat berbicara kepada
majikannya, "Wahai Bal'am, celakalah kamu! Hendak kemana engkau, apakah
engkau tidak melihat bahwa para malaikat menghalangiku hingga aku tidak bisa
berjalan."
Beberapa saat kemudian, unta itu bisa bangun dan meneruskan perjalanan.
Sesampainya di puncak gunung Hisan, Bal'am dan kaumnya pun bersiap-siap untuk
berdoa.
Maka Bal'am memulai doanya. Tetapi aneh sekali, doa yang ditujukan untuk
Nabi Musa dan kaumnya selalu berbalik untuk kaumnya. Setiap doa untuk
keburukan, kelemahan, dan kebinasaan Nabi Musa dan pengikutnya selalu berbalik
bagi kaumnya. Dan doa untuk kebaikan kaum Bal'am selalu terpeleset justru untuk
kebaikan Nabi Musa dan kaumnya.
Ketika kaum Bal'am memprotes ucapannya, Bal'am menjawab. "Ini di luar
kekuasaanku. Aku bermaksud mendoakan kalian, tetapi sungguh aneh, aku tidak
kuasa mengendalikan lidahku. Dengan demikian, nyatalah sudah aku merugi duniaakhirat. Sekarang, kita harus menggunakan cara yang paling baik, yakni
mengumpulkan wanita-wanita cantik yang dihiasi dengan perhiasan indah.
Selanjutnya, perintahkan mereka, membawa barang dagangan kepada rombongan
Nabi Musa as., dengan dibekali pesan jika ada di antara pengikut Nabi Musa
mengajak berzina, hendaknya mereka (para wanita) tidak menolak ajakan itu,
Dengan demikian, Jika hal Itu terjadi, berarti berhasil keinginan kalian."
Kemudian, kaum Bal'am menjalankan taktik yang dikemukakan Bal'am itu
dengan penuh kesungguhan. Di antara pengikut Nabi Musa ada yang bernama
Zamry bin Syalam. Ketika ia melihat salah seorang wanita kaum Kan'an (pengikut
Bal'am) bernama Kasty binti Swur menawarkan dagangannya, Zamry tidak kuasa
menahan birahinya. Maka ia memegang tangan Kasty, yang kemudian ia tuntun ke
suatu tempat. Ternyata Kasty menuruti segala kemauan Zamry, hingga tak pelak lagi
mereka melakukan hubungan intim ... , ya, mereka telah berzina!
Maka, saat itu juga Allah. menimpakan penyakit tha'un kepada laskar itu,
hingga jumlah yang gugur saat Itu mencapai puluhan ribu orang.
Semua itu berpangkal dari Bal'am. Sehingga Allah. mencabut segala ilmu dan
keistimewaan yang ada pada dirinya, yang mengakibatkan ia tersesat dan binasa.
Padahal dahulu, dalam sekali mengajar tidak kurang dari duabelas ribu mund
mengikutinya. Tetapi, untuk pertama kalinya la mengatakan dalam karangannya
bahwa alam ini tidak ada yang menciptakan (menjadikan), ia kehilangan massa.
Kita bermohon kepada Allah, semoga Allah menjauhkan kita dari murka dan
siksa-Nya yang amat pedih dan menghinakan.
Dan penting pula kita perhatikan, betapa kejinya godaan dunia, terlebih lagi
terhadap para ulama.
Mudah-mudahan Allah menjadikan amal kita sebagai suatu kebaikan, dan
menghapuskan segala kesalahan kita. Karena, yang demikian itu bukan merupakan
kesulitan bagi Allah 'Azza wa Jalla.
Selain kisah-kisah tersebut, kita masih ingat pula kisah Nabi Daud as. yang
mendapatkan gelar Khalifatullah, dikarenakan satu kesalahan. Beliau menangis
menyesali kesalahannya, hingga tanah tempat cucuran air matanya ditumbuhi
rerumputan. Beliau sangat takut kepada Allah dan selalu berdoa "Ya Allah,
kasihanilah aku dengan tangis dan kerendahan hatiku."
Maka Allah berfirman, "Wahai Daud, engkau menyebut-nyebut air mata.
Lupakah engkau akan kesalahanmu?"
Maka, Nabi Daud bertaubat selama empat puluh hari.
Kita masih ingat pula kejadian yang menimpa Nabi Yunus as. Dikarenakan satu
kali marah, beliau ditahan dalam perut Ikan. hiu selama empat puluh hari. Tetapi,
beliau tidak henti-hentinya membaca doa. "Tiada Tuhan selain Engkau, Mahasuci
Engkau ya Allah. Dan aku ini termasuk orang zhalim."
Doa tersebut ternyata didengar oleh para malaikat. Sehingga, mereka berkata,
"Ya Allah Tuhan kami, ini suara yang tidak kami ketahui asalnya."
Maka Allah berfirman, "Ino! suara hamba-Ku, Yunus."
Maka, para malailat memohon keselamatan bagi Nabi Yunus as: Sehingga Nabi
Yunus selamat.
ABah berfirman, "Sekiranya Yunus tidak membaca tasbih niscaya ia akan tetap
berada pada perut ikan hiu hingga hari kiamat. "
Hendaknya kita perhatikan kisah-kisah tersebut, hingga peristiwa yang dialami
Nabi Muhammad SAW.
Allah berfirman:
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu .... (Hud : 112).
Demikian pula jika bertaubat, hendaknya kita tidak berlebih-lebihan dan
melampaui batas. Karena, sesungguhnya Allah mengetahui segala perbuatan kita.
Nabi Muhammad SAW. bersabda:
Surat Hud dan sebangsanya menjadikan aku berubah. Allah
Ta'ala berfirman:
... dan mohonlah ampunan untuk dosamu .... (al-Mu 'min: 55).
Dan Firman Allah:
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan
yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap
dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. ... (al-Fath: 1-2).
Setelah turun ayat-ayat itu, Rasulullah SAW., memperbanyak shalat malam
hingga kakinya bengkak. Maka, berkatalah para sahabat, "Ya Rasulullah, mengapa
sampai demikian. Padahal, Allah telah mengampuni dosa tuan yang terdahulu dan
yang akan datang jika sekiranya ada.”
Jawab Rasulullah, "Meskipun demikian, tidak ada salahnya aku
mengerjakannya sebagai tanda syukurku kepada Allah”. Selanjutnya, Rasulullah
SAW. bersabda, "Jika sekiranya aku dan Nabi Isa berdosa dengan dua jari saja,
niscaya kami diberi siksa lebih keras daripada siksa orang lain."
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah, jika mengerjakan shalat malam selalu
menangis. Dan dalam sujudnya membaca:
Ya Allah, aku berlindung dari siksa-Mu dan memohon ampunanMu. Aku berlindung dari murka-Mu ya Allah. Aku tidak akan mampu
memuji-Mu dengan sempurna, karena kemuliaan-Mu tidak ada
batasnya.
Selain itu, perhatikan pula para sahabat Rasulullah yang mencapai derajat
terbaik, umat terbaik, pada masa terbaik pula.
Pada suatu saat, Rasulullah bercanda dengan para sahabatnya. Maka, turunlah
kepada beliau sebuah ayat:
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.... (al-Hadid: 16).
Dalam kedudukannya, umat Muhammad merupakan umat y.ang penuh kasih
sayang. Maka, Allah menetapkan batas, Siasat, dan adab.
Kita memohon, semoga Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi
memberikan perlakuan dan karam-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha
Penyayang.
Jika mengingat af’al Allah dari sudut raja', maka akan kita sadari betapa besar
rahmat Allah, dan tidak seorang pun mengetahui ujungnya, sifat-Nya, dan
penghabisannya. Dan sesungguhnya Allah-lah yang menghapuskan segala
kekufuran.
Allah berfirman:
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, "Jika mere ka
berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka
tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu .... (al-Anfal: 38).
Kita masih ingat, orang-orang kafir dan tukang sihir Fir'aun bertujuan hendak
memerangi Allah dengan segala sumpahserapahnya dengan mengatasnamakan
kegagahan Fir'aun, musuh Allah. Tetapi setelah menyaksikan mu'jizat Nabi Musa,
mereka kemudian mengetahui suatu kebenaran. Lantas, mereka berucap, "Kami
beriman kepada Tuhan seru sekalian alam," tanpa tambahan amal.
Perlu kita perhatikan pula, mereka (tukang sihir) pendapat pujian Allah dalam
al-Qur'an. Dan dosa-dosa mereka dihapuskan oleh Allah, meski hanya dengan iman
sesaat, bahkan hanya dengan iman beberapa detik. Bahkan. Hanya dengan ucapan
"Kami beriman kepada Tuhan seru sekahan alam”, yang diucapkannya dengan
kesungguhan hati. Selanjutnya, mereka dijadikan pemimpin orang-orang syahid di
surga yang kekal kelak.
Demikian pula orang-orang yang ma'rifat dan bertauhid kepada Allah SWT.,
pada suatu saat dapat berubah. Meskipun tadinya seorang tukang sihir, kufur, dan
pembuat kerusakan. Maka, betapa bahagia dan mulianya orang-orang yang
menghabiskan umurnya untuk bertauhid kepada Allah, pilihan yang sangat tepat
dunia-akhirat.
Demikian pula kejadian yang menimpa kaum Ashabul Kahfi, ketika mereka
menghadap raja Daqyanus, seorang raja kafir nan keji terhadap orang-orang yang
tidak sudi menyembah berhala. Maka, pemuda-pemuda Ashabul Kahfi mengatakan
bahwa Tuhannya adalah Allah, yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya.
Mereka menyatakan pula tidak akan menyembah Tuhan selain Allah, dan berlindung
hanya kepada Allah.
Perhatikanlah, bagaimana pemeliharaan Allah, menguatkan dan memuliakan
mereka, dengan firman-Nya: "Aku bolak balikkan badan mereka, ke kanan dan ke
kiri." Selain itu, Allah memberikan penghormatan dan memuji mereka, sehingga
Allah berfirman kepada Rasulullah SAW., "Wahai Muhammad, jika engkau melihat
mereka, niscaya engkau lari lantaran terharu. "
Selanjutnya, bagaimana Allah memuliakan anjing mereka, melalui beberapa
ayat al-Qur'an. Kemudian Allah melindunginya di dunia dan kelak, bersama
majikannya (kaum Ashabul Kahfi) yang akan dimasukkan ke surga.
Begitulah karunia Allah kepada anjing, yang disebabkan hanya karena
mengikuti kaum Asbabul Kahfi beberapa langka? Anjing itu mengikuti kaum Asbabul
Kahfi dalam bertauhid kepada Allah. Sungguh besar karunia Allah yang dilimpahkan
kepada hamba-hamba-Nya yang bertauhid.
Sebagaimana kita lihat, bagaimana Allah menyalahkan Nabi Ibrahim, lantaran
berdoa untuk kecelakaan orang yang berbuat dosa. Juga, bagaimana Allah
menyalahkan Nabi Musa as. dalam urusan Qarun.
Allah SWT. berfirman, "Qarun minta tolong kepadamu, ya Musa. Tetapi engkau
tidak memberikan pertolongan kepadanya. Demi kemuliaan dan kekuasaan-Ku,
seandainya ia meminta tolong kepada-Ku, niscaya Aku akan menolong dan
memaafkannya."
Renungkan pula, bagaimana Allah menyalahkan Nabi Yunus as. sehubungan
dengan kaumnya.
Allah berfirman:
Kamu merasa susah lantaran sebuah pohon dari pohon labu yang
Aku jadikan dalam satu waktu, dan Aku jadikan menjadi kering pada
satu waktu (pula). Namun, kamu tidak merasa bersedih atas seratus
ribu orang (pengikut) atau lebih.
Juga, bagaimana Allah akan menerima udzur mereka dan tidak memberikan
siksa yang pedih. Oleh karenanya, Allah menyesatkan mereka.
Selanjutnya, bagaimana Allah menyalahkan Rasulullah SAW. Diriwayatkan,
pada suatu saat Rasulullah SAW. memasuki Masjidil Haram dari pintu Bani Syaibah.
Kemudian, beliau melihat sekelompok orang tertawa bersuka ria. Maka, berkatalah
Rasulullah SAW., "Mengapa kalian tertawa, mudah-mudahan aku tidak melihat lagi
engkau tertawa."
Sesampainya di Hajar Aswad, Rasulullah SAW. kembali kepada mereka seraya
berkata, "Telah datang kepada-Ku Jibril, ia berkata kepadaku, 'Ya Muhammad, Allah
berfirman kepadamu:
Mengapa kamu membuat sikap putus asa hamba-hamba-Ku dari
rahmat-Ku? Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku,
bahwa
sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kemudian Rasulullah SAW. bersabda:
Kasih Allah terhadap hamba-Nya yang Mu 'min melebihi kasih
seorang ibu terhadap anaknya.
Dalam satu hadits Rasulullah SAW. mengatakan, "Allah mempunyai seratus
rahmat. Satu persen dari keseluruhan dibagikan kepada jin dan manusia serta
binatang. Dengan rahmat yang satu persen itu mereka saling menyayangi. Sedangkan rahmat yang sembilanpuluh sembilan persen disimpan Allah guna diberikan
kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat kelak."
Pemberian Allah yang satu persen itu merupakan pemberian yang sangat mulia
dan berharga, yaitu ma'rifat kepada Allah SWT. dan menjadi pengikut Muhammad
yang dirahmati, yang ber-i'tikad menjadi Ahli Sunnah wal Jama'ah, dan segala
kenikmatan lahir-batin.
Semoga Allah menyempurnakan semua pemberian itu. Sebab Tuhan-lah yang
memulai kebaikan, maka Tuhan-lah yang menyempurnakannya. Semoga kita
mendapatkan bagian yang besar dari rahmat-Nya yang sembilan puluh persen itu.
Pokok ketiga:
Pokok ketiga membicarakan janji dan ancaman Allah yang akan berlaku pada
hari kiamat.
Sekarang, marilah kita renungkan lima hal berikut ini: yakni, maut, alam kubur,
kiamat, surga, dan neraka. Juga maqam dan tiap-tiap bagiannya, yakni bahaya yang
besar, baik bagi yang taat maupun yang berbuat maksiat, yang lalai maupun yang
bersungguh-sungguh.
Mengenai maut (ajal), akan penyusun ceritakan kisah dua orang laki-laki, yang
diriwayatkan dari Ibnu Syabramah. Ia mengatakan, "Aku dengan Syaikh asy-Sya'bi
menengok orang sakit. Aku melihat ia dalam keadaan payah (parah). Di sampingnya,
ada seorang laki-laki menuntunnya mengucapkan la ilaha illallah wahdahu la syari
kalah. Maka Syaikh Sya'bi berkata kepada orang yang mentalkinkan itu agar tidak
terlalu keras mentalkinkannya.
Kemudian si sakit berkata, "Sama saja, engkau mentalkinkanku atau tidak, aku
selalu mengucapkan la ilaha illallah wahdahu la syari kalah."
Selanjutnya ia membaca ayat ini:
"dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah
mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya ....
(al-Fath : 26).
Maka berkatalah Syaikh Sya'bi, "Kita panjatkan syukur ke hadirat Allah SWT.
yang telah menyelamatkan sahabat kita ini. "
Kisah lain menceritakan; salah seorang murid Imam Fudhail bin Iyadh, dalam
keadaan sakratul maut. Kemudian al-Fudhail mendatanginya, kemudian duduk di
dekat kepalanya seraya membaca surat Yasin.
Maka, sang murid yang sedang dalam keadaan sakratul maut itu berkata,
"Wahai guru, janganlah tuan membaca surat itu! "
Mendengar ucapan itu, diamlah al-Fudhail membaca surat Yasin. Kemudian
berkata kepada muridnya itu, "Jika demikian bacalah la ilaha illallah. " '
Jawab sang murid, "Aku tidak akan mengucapkannya. Karena aku Sudah
melepaskan diri dari ucapan itu."
Setelah berkata demikian, matilah ia. la mati dalam keadaan suul khatimah,
meskipun ia murid Fudhail.
Sesampai di rumah, al-Fudhail menangis selama empatpuluh hari. Ia tidak
pernah keluar dari rumah. Kemudian pada satu tidurnya, al-Fudhail bermimpi
muridnya sedang ditarik ke Neraka Jahanam.
Imam Fudhail bertanya kepadanya, "mengapa Allah menghilangkan imanmu.
Padahal, selama di dunia engkau adalah muridku yang paling alim."
Jawab sang murid, "Aku kehilangan iman karena tiga sebab:
1. Aku suka mengadu domba/memfitnah. Aku mengatakan kepada temantemanku berlainan' dengan yang aku katakan kepada tuan.
2. Aku mendengki dan iri hati terhadap teman-temanku.
3. Ketika sakit, aku pergi ke dokter guna menanyakan penyakitku. Kemudian,
dokter memberikan resep, agar aku meminum arak setiap tahun sebagai obat.
Kata dokter, jika aku tidak meminumnya, penyakitku tidak akan sembuh.
Karena itu aku meminum arak."
Imam Ghazali berkata, "Kita berlindung kepada Allah dari Murka-Nya, yang kita
tidak akan mampu menanggungnya."
Kini, akan penyusun ceritakan kisah dua orang laki-laki lain. Yang satu
dikisahkan oleh Abdullah bin Mubarak, bahwa tatkala ajal sudah dekat, beliau
menengadahkan mukanya ke langit. Maka tertawalah beliau sembari berkata,
"Untuk ini, seharusnya orang beramal itu."
Selanjutnya, Imam Haramian ra. menceritakan tentang Ustadz Abu Bakar.
Bahwa Ustadz Abu Bakar berkata, "Sewaktu mencari ilmu, aku mempunyai seorang
kawan. Dia bersungguh dalam menuntut ilmu, bertakwa, dan beribadah. Namun
begitu, hanya sedikit ilmu yang didapatnya. Hal itu membuat aku heran.
Pada suatu hari ia jatuh sakit. Tetapi, ia tetap berada di tengah-tengah wali, di
pesantren, tidak di rumah sakit. Meskipun dalam keadaan sakit, ia tetap
bersungguh-sungguh dalam belajar. Tatkala aku duduk di dekatnya, tiba-tiba ia
melihat langit seraya berkata kepadaku, "Wahai Ibnu Faruq, untuk inikah orangorang harus beramal, dan meninggal dalam keadaan seperti itu (maksudnya husnul
khatimah)."
Kisah lainnya, diriwayatkan dari Malik bin Dinar ra. Suatu hari, ia menengok
tetangganya yang sedang sakit, dan sudah dekat dengan ajalnya. Kemudian, si sakit
itu berkata kepada Malik bin Dinar, "Ya Malik, di hadapanku kini terdapat gunung
yang terbuat dari api, dan aku diperintahkan mendaki kedua gunung itu."
Berkatalah Malik bin Dinar, "Maka aku tanyakan kepada ahlinya, yakni istri dan
anak-anaknya. Mereka menjawab, "Ia mempunyai dua sukatan (takaran). Jadi,
dalam perniagaan ia menggunakan dua takaran, satu takaran untuk menjual, dan
satunya lagi untuk membeli. "
Kemudian, aku minta kedua takaran itu, dan aku benturkan satu dengan yang
lain, hingga kedua takaran itu pecah. Selanjutnya aku tanyakan kepada si sakit itu. Ia
menjawab, "Kepayahanku kini bertambah hebat."
Mengenai alam kubur, akan penyusun ceritakan kisah tentang dua orang lakilaki. Satu di antaranya diceritakan oleh orang yang dapat dipercaya kebenarannya.
Ia mengatakan, "Aku melihat Sufyan ats-Tsauri sehari sesudah ia meninggal
(mungkin melihat dalam mimpi, pen). Maka, aku bertanya, 'Bagaimana keadaan
tuan, wahai Abu Abdullah?' Beliau memalingkan muka sembari berkata, 'Ini bukan
saatnya memanggil dengan menyebut Abu.' Selanjutnya aku bertanya, 'Bagaimana
keadaanmu, wahai Sufyan?' Maka Imam Sufyan menjawab dengan memakai sebuah
syair:
Dengan jelas, aku melihat Tuhanku, kemudian Dia berfirman
kepadaku, 'Beruntunglah engkau, wahai Sufyan bin Sa'id, karena
engkau senang mendapatkan ridha-Ku.
Selama di dunia, engkau sering bangun malam guna mengerjakan
shalat, dengan airmata kerinduan dan kecintaan hati.
Kini engkau boleh memilih, gedung-gedung megah atau berziarah
kepada-Ku, karena Aku tidak jauh darimu."
Laki-laki kedua diceritakan, bahwa sebagian orang melihatnya dalam mimpi. Ia
dalam keadaan pucat, kedua tangannya dibelenggu dengan lehernya. Sehingga ada
seseorang bertanya kepadanya, "Apa yang Allah lakukan terhadapmu?"
Ia menjawab dengan menggunakan syair:
Zaman yang kami permainkan telah berlalu. Kini, zaman yang
mempermainkan kami.
Ada lagi kisah dua orang laki-laki. Seorang diriwayatkan dari seseorang shahih.
Ia berkata, "Aku mempunyai seorang anak yang mati syahid, dan selama ini aku
tidak melihatnya dalam mimpi. Hingga pada suatu malam, malam meninggalnya
Umar bin Abdul Aziz ra, tiba-tiba aku melihat anakku. Kemudian, aku bertanya
kepadanya, "Wahai anakku, bukankah engkau sudah mati?' Ia menjawab, "Tidak,
aku tidak mati. Tetapi aku syahid, aku hidup pada sisi Allah, dan diberi rezeki."
Selanjutnya aku bertanya, "Mengapa kini engkau datang?' Jawabnya, 'Aku
menyeru kepada segenap penghuni langit:
Jangan seorang pun dari para Nabi dan wali atau syahid tidak hadir dalam
menshalatkan Umar bin Abdul Aziz (beliau adalah seorang khalifah yang adil pada
masa Bani Umayah). Maka, aku datang untuk men-shalat-kan beliau, selanjutnya
aku mendatangi ayah dan keluarganya untuk bersalaman."
Kisah kedua diriwayatkan oleh Hisyam bin Hasan. Beliau berkata, "Telah mati
anakku yang masih belia. Akan tetapi dalam mimpi aku melihatnya telah beruban.
Kemudian, aku tanyakan, 'Anakku, mengapa engkau beruban?' Jawabnya, 'Ketika
anu datang kepadaku, jahanam itu mendengus dengan keras. Begitu keras
napasnya, sehingga setiap orang yang mendengar menjadi beruban."
Kita berlindung kepada Allah dari siksa dan adzab-Nya yang pedih.
Mengenai kiamat, renungkanlah firman Allah Ta'ala:
(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang
takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang
terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke
neraka jahannam dalam keadaan dahaga. (Maryam: 85-86),
Terdapat seseorang keluar dari dalam kuburnya. Dengan tiba-tiba, Buraq telah
berada di kepala kuburan itu, telah ada mahkota dan pakaian-pakaian indah. Maka
ia mengenakan pakaian itu dan menunggang Buraq ke surga. Karena mulianya, ia
tidak dibiarkan berjalan kaki menuju surga.
Ada juga seseorang bangkit dari kuburnya, tiba-tiba Malaikat Zabaniyah
(petugas neraka) telah berada di tempat itu sambil membawa belenggu dan rantai.
Para malaikat Zabaniyah tidak membiarkan orang celaka itu berjalan kaki menuju
neraka. Ia diseret dan dicampakkan di tengah-tengah neraka Jahim.
Seorang ulama meriwayatkan hadits Rasulullah, bahwasanya Rasulullah SAW,
berkata, "Jika hari kiamat telah tiba, keluarlah satu kaum dari kuburnya. Masingmasing memiliki kendaraan yang tidak ditunggangi orang lain.' Kendaraan itu
bersayap, warnanya hijau. Kemudian, terbanglah kendaraan itu membawa mereka
ke padang Mahsyar. Ketika sampai di pagar surga, malaikat akan saling bertanya,
siapakah mereka? Maka malaikat yang lain akan menjawab, bahwa ia juga tidak
mengetahui siapa mereka. Kemungkinan mereka adalah umat Muhammad. Lantas,
seorang malaikat mendekati mereka dan bertanya, "Siapakah kalian, umat siapakah
kalian?"
Mereka menjawab, "Kami adalah umat Muhammad SAW." Malaikat bertanya,
"Apakah kalian sudah dihisab?"
Jawab mereka, "Tidak, kami tidak dihisab."
Tanya Malaikat, "Apakah -kalian sudah ditimbang dalam mizan?"
Jawab mereka, "Tidak!"
Bertanya malaikat, "Apakah kalian telah membaca buku catatan amal kalian?"
Mereka menjawab, "Tidak."
Tanya malaikat pula, "Kembalilah kalian, Kalian harus dihisab dan ditimbang
pula serta harus membaca catatan amal kalian! "
Mereka pun menjawab, "Apakah tuan-tuan akan memberikan sesuatu kepada
kami untuk dihisab?" (maksudnya, kami tidak mempunyai apa-apa untuk dihisab,
pen).
Dalam hadits lain, diriwayatkan, "Kami tidak mempunyai apa-apa. Kami adalah
orang-orang fakir. Jika mempunyai sesuatu, tentunya kami dapat berbuat adil atau
zhalim. Tetapi, kami, semata-mata hanya beribadah kepada Allah, hingga Allah
memanggil kami, dan kami menerima ajakan Tuhan kami."
Pada saat itu, ada seruan dari Allah, "Benar apa yang dikatakan hamba-Ku ini.
Orang-orang yang berbuat' baik tidak berhak ditahan, sedangkan Aku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. "
Juga firman Allah Ta'ala, "Manakah lebih baik, dilempar ke neraka, atau datang
dengan aman pada hari kiamat?"
Kita memohon kepada Allah Yang Mahaagung, semoga kita diJadikan orangorang yang berbahagia. Tidak sukar bagi Allah menjadIkan hal yang demikian.
Sekarang, mengenai surga dan neraka. Terdapat dua ayat mengenai surga dan
neraka yang akan penyusun kemukakan Satu di antaranya adalah firman Allah
Ta'ala'.
..... dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang
bersih sesungguhnya ini adalah balasan untukmu dan usahamu adalah
disyukuri (diberi balasan). (al-Insan: 21-22)
Dan firman Allah dalam menceritakan keadaan sebagian manusia:
Ya. Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan
kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada
kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim, (alMu'minun : 107).
Firman-Nya pula:
Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu er.
Cara dengan Aku. (al-Mu'minun : 108).
Dalam hadits diriwayatkan, setelah mendengar firman Allah tersebut, mereka
menjadi anjing dan saling menggonggong di dalam neraka.
Kita berlindung kepada Allah Yang Maha Pengasih dari adzabNya yang teramat pedih.
Yahya bin Mu'adz ar-Razi mengatakan, "Kita tidak mengetahui, mana lebih
dekat antara dua musibah; luput dari surga atau masuk neraka."
Manusia tidak akan bersabar untuk masuk surga. Sedangkan di neraka, tiada
seorang pun yang mampu (kuat) menanggung panasnya bara api. Tetapi
bagaimanapun, tidak mendapatkan kenikmatan itu lebih ringan dibandingkan
mendekam di dalam neraka Jahim.
Adapun musibah yang paling berat dan hebat di dalam neraka adalah, bahwa
keadaan di neraka langgeng atau kekal. Sebab, jika penderitaan neraka ada
penghabisannya, tentu manusia masih mempunyai harapan. Tetapi pada kenyataannya, keadaan neraka adalah kekal, tak berpenghabisan, tak berakhir. Siapa pun tidak
akan kuat menanggungnya.
Sehubungan dengan itu, berkatalah Nabi Isa as., "Mengingat kekalnya
seseorang bisa membuat seseorang penakut menjadi berputus asa."
Ada seseorang berbicara di dekat Hasan Bashri, bahwa yang paling akhir keluar
dari neraka adalah orang yang bernama Hannaad. Ia disiksa dalam neraka selama
seribu tahun. Kemudian, ia memanggil-manggil Tuhan, "Wahai Tuhan Yang Maha
Pengasih, wahai Tuhan Yang Memberi Karunia."
Menangislah Imam Hasan Bashri mendengarkan ucapan itu, seraya berkata,
"Ingin sekali aku menjadi si Hannaad! " Kebanyakan orang terbengong-bengong
keheranan. Mengapa ia menginginkan menjadi si Hannaad yang disiksa selama
seribu tahun.
Beliau menjawab, "Sungguh kasihan kamu, bukankah si Hannaad pada suatu
saat akan keluar dari neraka?"
Aku (Imam Ghazali) katakan, "Semua urusan ini kembali pada satu pokok, yakni
mematahkan tulang-tulang punggung, membuat muka menjadi pucat, membuat
hati hancur, menjadikan berputus asa, dan membuat menangis darah (yaitu dari
para ahli ibadah).
Pokok yang hebat ini yakni takut kehilangan iman. Inilah ujung pangkal
takutnya orang-orang yang takut, dan itulah tangisnya orang-orang yang menangis."
Salah seorang di antara mereka (ahli ibadah) mengatakan, "Kesusahan
(kesedihan) itu ada tiga macam:
1. Takut, jika taatnya tidak dikabulkan oleh Allah.
2. Sedih dan takut kalau-kalau dosa-dosanya tidak diampuni.
3. Sedih dan takut kalau-kalau ma'rifai atau imannya dihilangkan dari dirinya.
Dan berkata orang-orang yang ikhlas, "Kesedihan yang besar itu sebenarnya
hanya satu, yakni takut kehilangan iman.
Adapun takut selain kehilangan iman, tidak begitu berat. Sebab, semuanya
akan berakhir, tidak kekal di dalam neraka. Sedangkan yang kekal adalah jika
seseorang tidak beriman.
Sebuah berita sarnpai kepada penyusun, bahwa Yusuf bin Asbat berkata,
"Pernah aku menemui Imam Sufyan atsTsauri. Beliau menangis semalam suntuk.
Kemudian aku bertanya, 'Apakah Tuan menangis karena sedih, ingat akan dosadosa?" Selanjutnya Yusuf bin Asbat mengatakan, "Maka Imam ats-Tsauri mengambil
jerami, seraya berkata, 'Dosa itu bagi Allah lebih ringan daripada jerami ini. Yang aku
takutkan adalah jika Islam dihilangkan oleh Allah dari hatiku."
Semoga Allah Yang Maha Pengasih tidak menguji kita dengan suatu musibah,
dan dengan kemurahan nya semoga Allah menyempurnakan kita. Dan semoga Allah
mencabut nyawa ketika kita tetap memeluk Islam dan iman. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih.
Jika ada yang bertanya, mana lebih baik menempuh khauf (takut) atau raja'
(harapan)? Yang paling baik adalah menempuh keduanya. Sebab, ada orang
mengatakan, "Barangsiapa terlalu besar pengharapannya (raja ') dikhawatirkan ia
menjadi golongan Murji'an (menganggap bahwa dosa tidak mengandung bahaya),
atau menjadi golongan harami (semua yang diharamkan boleh dilakukan) karena
beranggapan semua dosanya bakal diampuni.
Dan barangsiapa dikusai oleh rasa takut (khauf), tidak mempunyai harapan lagi.
Yang ia punyai hanyalah rasa takut. Orang yang demikian dikhawatirkan menjadi
golongan haruri (anggapan bahwa dosa merupakan bahaya yang menjadikan kekal
di dalam neraka).
Yang dimaksud di sini, hendaknya tidak hanya takut atau hanya
berpengharapan, melainkan harus keduanya. Sebab pada hakikatnya harapan yang
sejati tidak dapat dipisahkan dengan harapan yang tulus. Oleh karenanya, ada yang
mengatakan bahwa harapan itu hanyalah bagi orang yang takut. Adapun yang tidak
merasa takut, akan merasa aman. Sedangkan rasa takut itu hanyalah bagi orang
yang berpengharapan sejati, bukan bagi orang yang putus asa.
Jadi, janganlah kita merasa aman (tidak takut) dan berputus asa. Harus ada
khauf dan raja’
Jika seseorang dalam keadaan sehat atau kuat, maka yang lebih baik adalah
memperbanyak khauf, sedangkan raja’ cukup sekedarnya. Tetapi, apabila dalam
keadaan sakit dan lemah, apalagi jika sudah mendekati ajal, maka lebih baik
memperbanyak raja’
Begitulah yang penyusun dengar dari Imam Ghazali. Adapun adapun yang
menjadi sebab adalah adanya riwayat dari hadits Qudsi, bahwa Allah Ta’ala
berfirman:
Aku beserta orang-orang yang berputus asa, dikarenakan takut kepada-Ku.
Sehingga dalam keadaan demikian, harus memperbanyak raja’. Dan dengan
sebab khauf pada waktu lalu, yakni ketika fisik masih sehat dan kuat, maka Allah
berfirman kepada mereka:
Janganlah kamu takut dan bersedih hati.
Memang benar, banyak hadits yang menganjurkan agar kita berbaik sangka
terhadap Allah. Tetapi yang dimaksud disini adalah; kita harus berhati-hati dari
berbuat maksiat kepada-Nya, takut akan siksa-Nya, dan harus berbakti kepada-Nya.
Perbedaan berharap dan menghayal: Berharap itumempunyai dasar,
sedangkan menghayal tanpa dasar sama sekali.
Renungkan sya'ir berikut ini:
Kamu menginginkan selamat, tetapi enggan menelusuri jalan
keselamatan.
Sesungguhnya kapal tidak akan berlayar, bila berada di
daratan.
Sehubungan dengan hal itu, Rasulullah SAW. bersabda:
Seseorang yang mempunyai pendirian adalah orang yang mau
menghitung dirinya, kemudian beramal untuk bekal setelah mati.
Sedangkan orang yang tidak mempunyai pendirian adalah orang yang
lemah, suka menuruti hawa nafsu, kemudian berbayal kepada Allah
SWT.
Dalam hal ini, Imam Hasan Bashri mengatakan, "Ada orang yang lengah karena
lamunannya, yakni berhayal akan mendapatkan ampunan, sehingga ia keluar dari
dunia tanpa bekal apa pun, tanpa kebaikan barang sedikit pun."
Orang-orang yang bersikap demikian berkata, "Aku berbaik sangka kepada
Allah."
Sebenarnya, perkataan itu bohong! Sebab, jika ia memang berbaik sangka
kepada Allah, tentu amalan-amalannya baik.
Selanjutnya Imam Hasan Bashri membaca ayat berikut:
Barangsiapa berkeinginan menghadap Allah, haruslah beramal
saleh.
Kemudian membaca ayat berikut:
Yang demikian itu dikarenakan kesalahanmu berprasangka
kepada Allah, yang bakal mencelakakan dirimu. Maka kamu (orangorang yang suka berbayal) termasuk orang yang merugi.
Imam Ja'far Adhlabi' mengatakan. "Aku melihat Abu Maisarah, seorang ahli
ibadah, tulang iganya tampak jelas lantaran kesungguhannya dalam beribadah.
Sehingga aku. katakan, 'mudah-mudahan Allah merahmatimu, rahmat Tuhan Itu
sangat luas.'
Abu Maisarah geram seraya berkata, 'Apakah engkau melihat tanda-tanda pada
diriku bahwa aku berputus asa dari rahmat Allah? Rahmat Allah itu dekat kepada
orang baik.
Jawab Imam Ja'far, 'Tetapi yang membuat aku menangis adalah perkataan
beliau:
'Apabila para Rasul, wali abdal, para auliya , dan lainnya ber-ijtihad dalam
beribadah dan taat, serta berhati-hati. terhadap perbuatan maksiat, namun mereka
masih Juga terikat, yakni takut dan khawatir terhadap diri sendiri."
Padahal para Nabi, wali dan lainnya sangat berbaik sangka kepada Allah. Hal itu
terbukti dengan kesunguhan mereka dalam, beribadah. Di samping itu, mereka lebih
mengetahui luasnya rahmat Allah, lebih mengetahui Kemurahan Alah. Dan mereka
lebih mengetahui, bahwa berharap tanpa ijtihad hanyalah lamunan dan tipuan
belaka.
Kesimpulan: Kita harus senantiasa mengmgat luasnya rahmat Allah yang dapat
mengalahkan murka-Nya. Selanjutnya menyadari bahwa kita termasuk umat
Muhammad yang mendapatkan rahmat dart kemuliaan dari Allah. Kemudian, ia
sadar betapa besarnya karunia Allah, begitu sempurna kemurahan Allah, dan Allah
telah membuat Kitab Suci untuk kita.
Setelah itu. mengingat segala kebaikan dan kemurahan Allah kepada kita,
tanpa kita minta. Juga betapa sempurna-Nya Allah, Keagungan dan kekuasaan-Nya.
Kemudian ingat betapa dahsyat murka-Nya, yang langit dan bumi tidak kuasa
menahannya.
Selanjutnya, menyadari segala dosa dan kesalahan kita. Sedangkan perintah
Allah sangat banyak. Sehingga wajib bagi kita memperbanyak ibadah kepada-Nya.
Sebab, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang nyata maupun yang gaib.
Selain itu, ingatlah akan janji dan pahala-Nya yang tidak terhingga. Di samping
itu ancaman dan siksa-Nya yang teramat pedih.
Dengan begitu, kadang-kadang kita mengingat dan melihat Karunia-Nya, dan
kadang-kadang memikirkan siksa-Nya. Suatu saat, kita menyadari betapa Allah itu
Maha Penyayang dan Maha Pengasih, dan menyadari bahwa kita terlalu banyak berbuat dosa dan tidak tahu diri.
Jika pikiran seseorang sudah demikian, maka ia akan bersungguh-sungguh
dalam mencapai kbauf dan raja'. Yang berarti telah menempuh jalan lurus, dan
menjauhi dua jalan yang menyesatkan, yakni merasa aman (tidak takut) dan
berputus asa. Sehingga ia tidak tersesat.
Syaikh Nauf al-Bakaly mengatakan, "Di kala aku ingat surga, aku merasa begitu
rindu. Dan apabila ingat neraka, sama sekali aku tidak bisa memejamkan mata."
Dengan demikian, berarti beliau termasuk ahli ibadah, manusia pilihan.
Allah Ta'ala berfirman:
Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami
tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki
keuntungan di dunia, Kami berikan padanya sebagian dari keuntungan
dunia, dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (asySyura : 20).
Alhamdulillah, berarti kita telah menempuh tahapan berbahaya ini dengan
baik, dengan izin dan berkat karunia Allah.
Berbagai kenikmatan dunia ini bagi kita, beragam simpanan yang mulia dan
pahala yang agung akan kita peroleh kelak di akhirat.
Semoga Allah melimpahkan taufik dan hidayah-Ny kepada kita. Dan semoga
Allah menunjukkan jalan lurus bagi kita. Sesungguhnya Dia-lah Yang Paling Rahman
dan Rahim.!!