Tampilkan postingan dengan label 📒Terjemahan Kitab Al-Hikam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 📒Terjemahan Kitab Al-Hikam. Tampilkan semua postingan

204 “ Malu Meminta Karena Sudah Puas”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 204


“ Malu Meminta Karena Sudah Puas”


رُبّماَ اسْتَحْيَاالعَارِفُ اَنْ يَرْفَعَ حَاجَتـَهُ اِلىٰ مَوْلاَهُ لاِكْتِفَاءِـهِ بِمشِيـءَـتِهِِ فَكَيْفَ لاَ يَسْتَحِى انْ يَرْفَعَهَا إِلىَ خَلِيقَتِهِ


“ Terkadang seorang ‘Arif  itu malu meminta hajatnya kepada Tuhannya karena sudah merasa rela (puas dengan kehendakNya, maka bagaimana tidak malu meminta hajat / kebutuhannya kepada makhlukNya.”


 


Syarah


    Pada hikmah ke 185-186, telah banyak di bahas tentang lebih utama mana antara meminta / berdo’a atau tidak, dan merasa puas dengan pembagian dan pilihan Alloh, dan pada hikmah ini Syeih ibnu ‘Ato’illah menerangkan tentang sikap para ‘Aarif yang malu meminta hajatnya kepada  Alloh, karena sudah merasa puas dengan kehendak Alloh, apalagi meminta kepada makhluk.


   Syeih Sahl bin Abdulloh ra. berkata : Tiada suatu nafas atau hati melainkan di perhatikan oleh Alloh pada tiap detik, baik siang maupun malam, maka apabila Alloh melihat dalam hati itu ada hajat kepada sesuatu selain Alloh, niscaya Alloh mendatangkan iblis untuk hati itu.


Syeih Abu Ali Ad-daqqoq berkata : suatu tanda dari makrifat itu, tidak meminta hajat/kebutuhan kecuali kepada Alloh, baik besar maupun kecil. Contoh nabi Musa as. Yang rindu ingin melihat Alloh ia berkata : “ Robbi arini andhur ilaika. Dan ketika ia membutuhkan roti ia berdo’a : Robbi innii lamaa anzalta ilayya min khoirin faqiir.(Ya Tuhan sungguh aku terhadap apa yang engkau berikan kepadaku dari makanan itu sangat membutuhkan).


Nabi Ibrohim ketika akan di lemparkan kedalam api, ia di datangi malaikat Jibril dan di tanya : Apakah engkau ada hajat ? jawabnya : kepadamu tidak. Dan kepada Alloh? Ya. Jika demikian mintalah kepada Alloh. Jawab Ibrohim : Hasbi min su-ali ilmuhu billahi. (Cukup bagiku, Ia mengetahui keadaanku sehingga tidak usah saya minta kepadaNya).


Syeih Abul Hasan As-Syadzili ra. Ketika di tanya tentang ilmu kimia jawabnya : Keluarkanlah semua makhluk dari dalam hatimu, dan putuskan harapanmu untuk mendapat sesuatu selain yang telah di tentukan oleh Tuhanmu untuk kamu.  Alloh berfirman :   “Sabarlah terhadap hukum Tuhanmu karena engkau selalu di bawah pengawasan Kami”.


 



 

203 “Salik, Hati-Hati Dengan Pemberian Makhluk”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 203


“Salik, Hati-Hati Dengan Pemberian Makhluk”


لا تَمُدَّ نَّ يَدَ كَ اِلىَ اْلاَخْذِ من الخَلاَٰ ءِـقِ اِلاَّ تَرٰى اَنَّ الْمُعْطِىَ فِيْهِمْ مَولاٰ كَ  فَإِنْ كُنْتَ كذٰ لكَ فَخُذْ ماَ وَا فقَ الْعِلمَ


“Jangan engkau ulurkan tangan untuk menerima pemberian makhluk, kecuali bila sudah bisa merasa bahwa sebenarnya yang memberi itu adalah Tuhanmu, apa bila engkau sudah demikian, maka terimalah pemberian mereka yang sesuai dengan ilmumu (syari’at/ halal).” 


 


Syarah


  Sebab bila engkau masih merasa yang memberi itu makhluk (berarti ada yang dapat membantumu selain  Alloh), maka Tauhidmu belum benar (murni) dalam menerima pengertian keEsaan Alloh dalam kalimah:

Laa-ilaaha illalloh dan Laa haula walaa quwwata illa billah. 

Sebab hakikatnya semua pemberian itu hanya dari Alloh, semua hak dan kekuasaan Alloh semata, sehingga bila ada pemberian dari tangan siapa saja (makhluk), haruslah meyakini bahwa itu langsung dari Alloh yang menyuruh seorang hamba untuk menyampaikan kepadamu.  Kamu juga jangan menerima pemberian makhluk kecuali yang sesuai dengan ilmumu, yakni : ilmu lahir (syariat) dan ilmu batin.


Kholid Al-Juhany ra. Berkata : Rosululloh saw. Bersabda : Siapa yang kedatangan hadiah/sedekah dari temannya tanpa ia meminta dan berharap dalam hatinya, maka hendaknya di terima, sebab yang demikian itu sebagai rizqi yang di hantar oleh Alloh kepadanya.  Dalam riwayat lain ada tambahan: dan bila ia tidak membutuhkan karena sudah cukup, maka hendaknya di berikan kepada yang lebih berhajat dari padanya.  Rosulullh bersabda : Siapa yang menolak rizqi yang di beri oleh makhluk tanpa minta-minta, maka sesungguhnya ia telah menolak pemberian Alloh.


 Umar bin Khottob berkata : Rosululloh selalu memberi kepada saya, maka saya berkata, : berikan kepada orang yang lebih membutuhkan dari pada saya. Rosululloh bersabda : Terimalah dan pergunakan atau sodakohkan, dan tiap harta yang datang kepadamu dengan tidak engkau harapkan atau engkau minta, maka terimalah, dan yang tidak jangan engkau harap-harapkan.


Syeih Ibrahim al-Khowwas, berkata: Seorang shufi itu tidak harus memilih jalan tidak berusaha (tajrid), kecuali jika memang sudah cukup keadaannya.   Syeih abu Abdulloh Al-qurasy berkata : selama  keinginan berusaha itu kuat dalam perasaan nafsu, maka berkasab itu lebih utama.


 Syeih Al-A’masy (sulaiman) ra. Berkata: Ada seorang pemuda yang datang kepada Syeih Ibrohim At-taimy, untuk memberi hadiah uang sebanyak 2000 dirham, sambil berkata: Terimalah uang ini, ini bukan dari raja, juga bukan uang syubhat dan lain-lainnya. Jawab Ibrohim, : Semoga Alloh memberkahi hartamu, dan membalas engkau dengan kebaikan dan terima kasih, lalu di tolaknya uang itu. Setelah pemuda itu pergi saya bertanya :  Ya aba Imron, mengapa engkau tidak menerima pemberian itu, Demi Alloh, istrimu tidak memiliki gamis. Jawab Ibrahim : Benar, tetapi anak itu masih muda, belum banyak pengalaman, saya kuatir kalau ia kembali kekampungnya lalu memberi tahu kepada teman-temannya: saya telah memberi Ibrahim dua ribu dirhaham, maka hilang pahalanya dan hilang pula uangnya.


 



 

194-202 “Rahasia Mengajar, Memberi Nasihat Kebaikan”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 194-202


“Rahasia Mengajar, Memberi Nasihat Kebaikan”


من عَبَّرَ مِن بِساطِ احْسانِه اصْمَتـَتْهُ الاِساءةُ ومنْ عَبَّرَ مِن بِساطِاِحْساَنِ اللهِ اليهِ لم يَصْمُتْ اذاأساءَ


194. “Barang siapa menerangkan ilmu /mengajar dengan memandang bahwa keterangannya itu muncul dari kebaikan dirinya, maka dia akan terdiam jika berbuat salah / maksiat, dan siapa yang menerangkan ilmu / mengajar dengan memandang bahwa ilmu / keterangannya itu pemberian Alloh padanya, maka ia tidak akan diam bila ia berbuat salah / dosa.” 


 


Syarah


Hikmah ini menerangkan tentang orang yang mengajar / memberi nasihat tentang kebaikan dengan merasa bahwa dirinya sudah baik, dan merasa bahwa keterangannya itu hasil dari kebaikannya sendiri (yakni dia masih memandang dirinya sendiri), maka bila suatu saat dia tergelincir dalam dosa, dia akan merasa malu untuk memberi nasihat / mengajar orang lain, akan tetapi bila ia ketika memberi nasihat / mengajarkan ilmu pada orang lain itu hanya memandang bahwa ilmunya itu karunia dari Alloh, ia tidak memandang dirinya, maka dia tidak merasa malu untuk menerangkan ilmu/memberi nasihat jika suatu saat ia tergelincir dalam dosa. Sebab berbuat kebaikan itu hanya semata-mata karunia dari Alloh.


 Syeih Abul-Abbas Al-Mursy ra. Berkata: Manusia itu terbagi menjadi tiga golongan. 


Pertama : golongan yang selalu memperhatikan apa-apa yang dari dirinya kepada Alloh. 

kedua : Golongan yang selalu hanya ingat pemberian dan karunia dari Alloh kepada dirinya. 

Ketiga : Golongan yang hanya memandang bahwa semua dari Alloh kembali pada Alloh.


Golongan pertama : selalu memikirkan kekurangan diri dalam menunaikan kewajibannya, sehingga selalu berduka cita.


Golongan kedua : selalu melihat semua itu adalah karunia dari Alloh, maka ia selalu gembira.


Dan golongan ketiga : Telah lupa pada dirinya sendiri, hanya teringat bahwa semuanya berasal dari Alloh dan akan kembali kepada Alloh, maka semua terserah Alloh.


 Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra. Berkata : Pada suatu malam saya membaca surat al ikhlas, hingga akhir surat. Tiba-tiba terasa bagiku bahwa : Syarril was-waasil-khonnaas, yang berbisik dalam hati itu ialah yang menyusup antara kau dengan Alloh, untuk melupakan engkau dari karunia-karunia Alloh, yang halus dan samar, dan mengingatkan engkau pada perbuatan-perbuatanmu yang jahat /dosa.  Tujuannya untuk membelokkan engkau dari khusnuzhon kepada su’udzhon terhadap Alloh. Maka waspadalah.  


Beliau juga berkata:

Seorang ‘Aarif itu ialah seorang yang telah mengetahui rahasia-rahasia karunia Alloh di dalam berbagai macam ujian bala’ yang menimpanya sehari-hari. Dan juga menyadari / mengakui kesalahan-kesalahannya di dalam lingkungan belas kasih Alloh kepadanya. 


Beliau berkata lagi:

Sedikitnya amal dengan mengakui karunia Alloh, itu lebih baik dari banyaknya amal dengan merasa bahwa kebaikan itu adalah dari dirinya sendiri. 

Yakni seolah-olah mempunyai kekuatan sendiri untuk berbuat baik, hanya sekarang belum baik, sehingga ia selalu berduka cita memikirkan bagaimana ia dapatnya lebih baik. Padahal seharusnya ia menyerah dan hanya meminta kepada Alloh saja. sebab jika Alloh belum memberi maka tetap tidak ada perubahan pada dirinya, berdasarkan pengertian ayat :


وَمنْ يَتَوكـَّلْ عَلى اللهِ فـَهُوَ حَسْبُهُ


(Dan siapa yang berserah diri kepada Alloh, maka Alloh sendiri yang akan mencukupi/ melengkapi kekurangannya.)


لاحَوْل ولاقُوَّة َالا بِاللهِ

dan tiada daya upaya atau kekuatan , kecuali atas bantuan dan pertolongan Alloh.


 


تـَسبِقُ اَنْوارُ الحُكمَاءِ اَقْوَالهُمْ فحَيْثُ  صَارَالتَنْويْرُ وَصـلَ التّـَعْبيْرُ


195. “Nur ulama’ ahli hikmah (makrifat) itu selalu mendahului perkataan mereka,  karena itu apa bila sudah mendapat penerangan dari nur dalam hatinya, maka sampailah pada keterangan yang di katakan mereka itu.”


 


Syarah


Ulama’ ahli hikmah (ahli makrifat) itu bila memberikan nasihat / keterangan akan bisa di terima oleh hati orang yang mendengarkan, sebagaimana tanah yang tandus dan mati yang di sirami dengan air hujan yang lebat, lalu orang yang mendengar bisa mengambil manfaat dari nasihatnya, itu semua di karenakan mereka (‘arifiin) selalu berhubungan dengan Alloh, dan minta taufiq dan hidayah dari Alloh, dan hanya Alloh yang mengatur kalimat yang keluar dari perkataannya, dan Alloh yang mengatur pendengaran orang yang mendengarkan.


Rosululloh bersabda :


رأ ْسُ الحِكمةِ مَخافَةاللهِ


pokok dari segala hikmah itu ialah takut kepada Alloh.


Ulama’ yang tidak takut kepada Alloh, adalah ulama’ suu’ (penipu ummat). Siapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayah imannya, maka tidak bertambah dekatnya kepada Alloh, bahkan bertambah jauh.


Alloh berfirman : 


إ ِنَّماَ يَخْشىَ اللهَ مِنْ عِباَدهِ العُلماءُ

(Sesungguhnya yang  benar-benar takut kepada Alloh hanyalah para ulama’).


 


كُـلُّ كلاَمٍ يَبْرُزُ وَعَليْهِ كِسْوَةُ القَلبِ الذى مِنْهُ بَرَزَ


196. “ Setiap perkataan yang keluar itu pasti membawa corak bentuk hati yang mengeluarkannya.”


 


Syarah


Jadi apa bila hati bersinar nurnya maka perkataannya pasti membawa nur juga, sehingga bisa di terima oleh hati orang yang mendengarkannya, berbeda orang yang hanya mengaku-aku (ahli hikmah), perkataan yang keluar itu membawa kegelapan, yakni tidak bisa di ambil manfaatnya (masuk telinga kanan dan keluar lagi lewat telinga kiri).


Dan tiap-tiap tempat (wadah) itu pasti akan mengeluarkan yang terisi di dalamnya, sebagai contoh: gelas atau lainnya yang terisi kopi, itu pasti yang di keluarkan juga kopi, tidak mungkin air putih.


Ada seorang yang berkata : Mengapa sekarang hati orang-orang tidak bisa khusyu’ dan matanya tidak bisa mencucurkan air mata. Maka di jawab oleh Syeih Muhammad bin Wasi’: kemungkinan yang demikian itu penyebabnya dari kamu sendiri, sebab bila nasihat itu keluar dari hati yang ikhlas pasti masuk ke dalam hati juga. Sebaliknya kalau hanya berupa kata-kata di lidah dan fantasi belaka, maka ia akan masuk telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri.


Syeih Abul Abbas Al-Mursy ra. Berkata: keadaan hamba itu hanya ada empat macam:

Nikmat, 

bala’, 

taat, 

maksiat. 

Maka jika di dalam nikmat kewajiban hamba bersyukur kepada Alloh, dan jika menerima bala’ maka hamba harus bersabar, dan jika dapat melakukan taat harus merasa itu taufiq dan hidayah dari Alloh, dan bila tergelincir dalam dosa/ maksiat maka harus meminta ampun (beristighfar).


منْ اُذ ِنَ لهُ فى التَّعْبيرِفُهمَتْ فـِىمسَامعِ الخَلقْ العِبارَتـُهُ وجُلِّيَتْ اِليهمْ اِشارَتُهُ


197. “Barang siapa sudah mendapat izin dari Alloh untuk mengajar (menerangkan ilmu makrifat), maka keterangannya itu bisa di fahami oleh pendengarnya, dan isyarat petunjuknya bisa di terima dengan jelas.”


 


Syarah


Maksud dari orang yang sudah mendapat izin dari Alloh yaitu : orang yang mengajar / memberi nasihat itu Lillahi (karena Alloh) wa Billahi (dan sebab bantuan / pertolongan Alloh, wa Fillahi (dalam tuntunan hukum Alloh).


 Syeih Junaidy Al-Baghdady ra. Berkata : Kalimat / perkataan yang benar itu hanya yang di ucapkan setelah mendapat izin, sebagaimana firman Alloh :


لاَيَتَكَـلمُونَ إلاَّ من اَذِنَ لَهُ الرّ َحمٰنُ وَقَالَ صَواَباً

“ Mereka tidak berkata-kata, kecuali yang di izinkan oleh Ar-Rohman (Alloh) dan berkata dengan benar”.


 Syeih Hamdun bin Ahmad bin Umaroh Al-qosshor ketika di tanya: Mengapa kata-kata orang dahulu jauh lebih berguna dari ajaran kita ini? 

Jawabnya : Karena mereka bicara /berkata untuk kemuliaan islam, dan keselamatan jiwa dan untuk mendapat keridhoan Alloh. 

Sedangkan kita bicara untuk kemuliaan diri, dan mencari dunia, dan keridhoan penerima / pendengar (makhluk).


رُبَّماَ بَرَزَتِ الحَقَاءِـقُ مَكْسُوفََة َالاَنْوَارِ اِذاَلَمْ يُوءْذَنْ لكَ فِيهاَ بِالاِظهارِ


198. “ Terkadang ilmu hakikat itu tampak pudar /suram cahayanya jika engkau belum mendapat izin untuk mengeluarkan/ menerangkannya.”


 


Syarah


Yang di maksud ilmu hakikat di sini yaitu ilmu yang berhubungan makrifatulloh.


Barang siapa yang belum sempurna sifat-sifatnya, dan belum mendapat izin untuk menerangkan Hakikat, dan bila ia menerangkannya pasti akan terlihat suram cahayanya, karena keluar dari lisan yang masih tertutupi kegelapan yaitu selain Alloh. Dan ia sendiri masih di liputi sesuatu yang berlawanan dengan hakikat itu, yang akibatnya orang yang mendengarkan tidak faham dan bahkan yang mendengar akan ingkar dan menolak.


  Syeih Abul Abbas al-Mursy ra. Berkata : Seorang Wali itu lebih dahulu telah di penuhi oleh ilmu dan pemahaman ma’rifat, sehingga Hakikat itu menjadi keyakinan dan terlihat terang baginya. Karena itu jika mengeluarkan kalimat/perkataan seolah-olah mendapat izin dari Alloh, dan kalimat / perkataan yang di keluarkannya itu berhias keindahan yang bukan buatan, maka langsung di terima oleh pendengarnya.


عِبَارَتـُهمْ إمّاَلِفَيَضَانِ وُجْدٍ اَوْ لِقَصْدِ هِدَايَةِ مُرِيدٍ فالاوَّلُ حالُ السَّالِكِينَ والثانِى حالُ اَرْبابِ المِكْنةِ وَالمُحققينَ.


199. “Kata-kata / keterangan orang yang menerangkan (ilmu makrifat), itu ada kalanya muncul karena luapan perasaan dalam hatinya yang tidak dapat di tahan,  atau karena tujuan memberi petunjuk pada murid. Yang pertama itu hal keadaan seorang salik, sedang yang kedua hal keadaan orang yang sudah matang dan mendalam dalam makrifatnya kepada Alloh (ahli tahqiq).”


 


Syarah


  Jika seorang salik (berjalan menuju Alloh), itu berkata-kata/ menerangkan ilmu makrifat, yang bukan karena luapan apa yang di rasakan dalam hatinya, berarti ia hanya merupakan pengakuan yang palsu belaka, demikian pula orang yang mendalam ilmu makrifatnya (arbabul miknah), jika bicara tidak untuk memberi petunjuk kepada murid, berarti ia telah membuka rahasia yang tidak di izinkan. Yang seharusnya ia diam tidak bicara sebab ia selalu dalam adab terhadap Alloh.


 


العِبَاراتُ قُوْتٌ لعَا ءـلةِ المُسْتَمِعِيْنَ، ليْسَ لكَ الاَّ ماَ انْتَ لهُ اٰ كِلٌ


200. “Keterangan  (kata-kata yang berhubungan dengan ilmu makrifat), itu bagaikan  makanan bagi yang mendengarkan (membutuhkannya), dan engkau tidak mendapat apa-apa kecuali apa yang engkau makan.”


 


Syarah


    Pada kenyataan lahir bahwa warna dan bentuk makanan itu bermacam-macam (berbeda-beda), dan makanan yang cocok dengan seseorang kadang tidak cocok bagi yang lainnya karena bedanya watak dan selera, dan makanan itu yang berguna bagi tiap-tiap orang itu hanya yang di makan. Begitu juga makanan yang bangsa maknawi, yang di fahami dari ilmu makrifat itu juga berbeda-beda. Apa yang cocok dengan seseorang kadang tidak cocok untuk orang lainnya, sehingga suatu keterangan yang di sampaikan kepada orang banyak/jamaah, itu terkadang berbeda juga pemahaman satu dengan yang lainnya, itu karena berbeda tujuannya.


  Syeih Muhyiddin Muhammad Ibnu ‘Aroby ra. Berkata : Pada suatu hari kami mendapat undangan dari teman di Zuqoqil-qonadil di mesir, dan di situ bertemu dengan guru-guru, dan setelah hidangan di keluarkan, di situ ada satu wadah di pakai untuk tempat kencing, tetapi karena sudah tidak terpakai lagi, maka di pakai juga untuk tempat makanan, maka setelah selesai orang-orang makan tiba-tiba wadah itu berkata : Karena kini aku telah mendapat kehormatan dari Alloh untuk tempat makanan guru-guru ini maka mulai saat ini aku tidak rela di pakai tempat  kotoran. Kemudian ia terbelah menjadi dua.  Syeih Muhyidin bertanya kepada hadirin semua: apakah kalian semua telah mendengar? Jawab mereka : ya, kami mendengar ia berkata : sejak aku di pakai untuk tempat makanan guru-guru, maka aku tidak mau menjadi tempat kotoran lagi. Syeih Muhyidin berkata : Tidak begitu katanya. Para hadirin bertanya : lalu ia berkata apa ? jawab Syeih Muhyidin: Demikian pula hatimu setelah mendapat kehormatan dari Alloh di jadikan tempat Iman, maka janganlah rela di tempati najis-najis, syirik, maksiat dan cinta dunia.


رُبَّمَا عَبَّرَ عَنِ المَقَامِ مَنِاسْـتَشْرَفَ عَلَيْهِ، وَرُبَّمَا عَبّـرَ عَنْهُ منْ وَصَلَ اِليهِ وَذٰلكَ مُلتَبِسٌ الاَّ على صاحِبِ بَصيْرَةٍ


201. “ Terkadang orang yang menerangkan satu maqom (tingkat dalam kemakrifatan) itu orang yang ingin / akan sampai kepada maqom tersebut. Dan terkadang orang yang menerangkan / membicarakan maqom itu orang yang telah sampai kedalam maqom tersebut, dan yang demikian itu kabur (samar/tidak berbeda), kecuali bagi orang yang  tajam mata hati (bashiroh)nya.”


 


Syarah


  Hikmah ini sebagai lanjutan hikmah ke 199, yang perlu kita perhatikan ada orang yang menerangkan suatu maqom karena mengambil dari keterangan kitab, atau menghafal kata-kata para ulama’ shufiyyah, lalu di terangkan pada orang lain. Berbeda dengan orang-orang yang sudah sampai pada maqom itu, yang berbicara tentang maqom itu biasa saja, seperti berbicara tentang lainnya.


لاَيَنْبَغى للسَّالكِ اَنْيُعَبِّرَ عنْ واَرِدَتِهِ فَاِنَّ ذٰ لكَ يُقِلُّ عَمَلَهاَ فى قَلْبِهِ وَيَمْنَعُهُ وُجُوْدَ الصِّدْ قِ مع رَبِّهِ


 202. “ Tidak layak bagi seorang salik menerangkan waridnya pada orang lain, sebab bisa mengurangi pengaruh warid dalam hati, dan menghalangi kesungguhannya kepada Alloh Tuhannya.”


 


Syarah


Seperti keterangan-keterangan terdahulu tentang Warid yaitu : perkara yang di berikan Alloh kepada hambanya yang berupa ilmu yang langsung dari Alloh yang berhubungan dengan Tauhid.


Sebaiknya salik (orang yang berjalan menuju Alloh) tidak menerangkan dan membuka waridnya kepada orang lain, kecuali pada guru Mursyidnya, karena bisa mengurangi atsarnya dalam hati sehingga tidak sempurna manfaatnya warid di dalam hati, dan juga bisa menghalangi kesungguhannya kepada Alloh, karena menerangkan Warid itu tidak lepas dari syahwat / kesenangan nafsu, nafsu merasa enak dan senang, yang bisa menjadikan kuat sifat-sifatnya nafsu. Yang demikian itu pandangannya belum bulat kepada Alloh, tetapi masih selalu mengharap apa-apa dari makhluk. Dan kalau ia bisa menyimpan rahasia Tuhan yang di berikan kepadanya, ia akan mendapatkan kepercayaan untuk rahasia-rahasia yang lebih besar selanjutnya.


 



 


 

193 “Tanda-tanda Kedudukan/Maqom”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 193


“Tanda-tanda Kedudukan/Maqom”


من عَلاَماتِ اِقَاَمةِ الحقّ ِلكَ فِي شيءٍاقامتهُ اِيَّكَ فيهِ مع حُصُول النَّتـَاءـجِ


“Suatu tanda bahwa Alloh telah menempatkan engkau pada suatu maqom (kedudukan), bila engkau dalam kedudukan itu bisa mendapatkan hasil/ buahnya.”


 


Syarah


  Sebagaimana sudah di jelaskan pada hikmah kedua tentang maqom Tajrid dan maqom kasab, hikmah ini kembali menerangkan tentang tanda-tanda orang yang berada di salah satu maqom tersebut yaitu:


tanda orang di makom tajrid:

Apa bila Alloh memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.   


Tanda orang yang berada di maqom kasab:

Apa bila Alloh memudahkan kamu dalam usaha / bekerja mencari maisyah, dan dalam bekerja itu bisa selamat agamamu (ibadahmu).


 



 

192 “Hakikatnya Karomah”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 192


“Hakikatnya Karomah”


رُبَّما رُزِقَ الكرَامة َمن لم تَكـْمُلْ لهُ الاِسْتِقَامةُ


“Terkadang Alloh memberikan karomah (keistimewaan) kepada seseorang yang belum sempurna istiqomahnya.” 


 


Syarah


  Seorang murid sebaiknya tidak mengharapkan karomah, dan tidak tertipu dengan munculnya karomah pada dirinya. Karena keistimewaan yang di berikan pada murid yang belum sempurna istiqomahnya, bisa jadi hanya berupa ma’unah, atau bahkan istidroj.  Karena hakikat karomah itu ialah Istiqomah. Dan kesempurnaan istiqomah itu ada pada dua perkara yaitu: sungguh-sungguhnya iman, dan benar-benar mengikuti apa yang di ajarkan Rosululloh saw. Secara lahir batin.


  Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra. berkata: Tiap kekramatan yang tidak di sertai keridhoan terhadap Alloh, berarti orang itu tertipu dan akan binasa.


  Syeih Abul Abbas Al-Mursy ra. berkata: Bukannya kebesaran (karomah) itu bagi orang yang bisa melipat dunia ini sehingga dalam satu detik bisa sampai ke makkah dan negara lain-lain. Tetapi kebesaran itu ialah orang yang di lipatkan baginya sifat-sifat hawa nafsunya, sehingga ia langsung di sisi Tuhannya.


  Syeih Sahl bin Abdulloh ra. Berkata:  Sebesar-besar karomah yaitu berubahnya akhlaq yang jelek menjadi akhlaq yang baik.  Dan ada yang mengatakan: kamu jangan heran dari seseorang yang tidak menaruh apa-apa dalam sakunya, tetapi ketika ia ingin sesuatu di masukkan tangannya dalam sakunya dan mendapat apa yang di inginkan. Tapi kamu boleh heran dari seorang yang menaruh apa-apa dalam sakunya, ketika ia ingin sesuatu di masukkan tangannya dalam sakunya dan tidak mendapat apa-apa, tapi dalam kondisi seperti itu tetap tidak berubah imannya kepada Alloh.


  Syeih Abu Yazid Al-Busthomy ra. Berkata: Andai kata ada orang berjalan di atas air, atau duduk di udara, maka jangan kau tertipu olehnya sehingga kau perhatikan ia, bagaimana terhadap perintah dan larangan Alloh dan Rosululloh. Sebab setan dapat bergerak dari timur kebarat dalam sekejap mata, dan dia tetap di laknat (terkutuk).


 



 

187-191 “Hari Rayanya Murid”

  📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 187-191


“Hari Rayanya Murid”


وُرُوْدُالفـَاقَةِ اعْيادُ المُريدِين


187. “Datangnya kefakiran / kesulitan itu sebagai hari rayanya murid (orang yang sedang melatih diri untuk taqorrub kepada Alloh).” 


 


Syarah


Seorang murid itu ketika kedatangan kesulitan, kefakiran, bala’,  sehingga merasa rendah diri di hadapan Alloh, itu adalah saat yang terbaik untuk mendapat belas kasih Alloh, dan mempercepat tercapainya tujuan yaitu taqorrub kepada Alloh. Sebagaimana di terangkan pada hikmah yang lalu bahwa dengan kefakiran nafsu tidak dapat bagian apa-apa, yakni dengan kefakiran itu sebagai kemenangan melawan hawa nafsu, sehingga saat yang demikian itu sebagai hari raya yang sangat menggembirakan, sebab tunduknya hawa nafsu, hilangnya rasa kesombongan,ujub atau besar diri.


رُبّما وَجَدْتَ من المزيدِ فى الفاقةِ مالاتَجِدُهُ فى الصلاةِ والصَّوْمِ


188. “ Terkadang pada saat kefakiran itu engkau bisa mendapatkan kelebihan karunia dan kebesaran dari Alloh, yang tidak bisa engkau dapatkan dengan puasa dan sholat.”


 


Syarah


Itu bisa terjadi sebab puasa dan sholat terkadang karena kesenangan dan kepentingan hawa nafsu, sehingga ibadahnya tidak bisa selamat dari penyakitnya ibadah seperti riya’, takabbur, ujub dan lain-lain. Berbeda ketika dalam kondisi fakir, akan hilang kesenangan dan kepentingan hawa nafsu. Dan lagi hikmah ini bisa di artikan bahwa datangnya kefakiran, bala’ itu sebagai nikmat batin (samar).


الفاقَاتُ بُسُطُ المَوَاهبِ


189. “ Berbagai macam ujian bala’ (kefakiran dan kekurangan) itu, bagaikan hamparan (taplak meja) untuk hidangan pemberian dan karunia dari Alloh.”


 


Syarah


Dengan datangnya kefakiran, hakikatnya Alloh mendudukkan kamu di hadapanNya, dan cukuplah bagi kamu apa yang ada dari macam-macam anugerah dari Alloh.


اذااَرَدْتَ وُرُودَالمَوَاهِبِ عَليكَ صَحِّح الفَقْرَ والفَاقَة َ لديْكَ "انّماَ الصّدقاتُ لِلفُقرَاءِ"


190. “Jika engkau ingin datangnya macam-macam karunia dari Alloh kepadamu, maka bersungguh-sungguhlah dalam mengakui dan membuktikan kefakiran dan sangat berhajatmu  kepada Alloh. Firman Alloh: Sesungguhnya yang berhak menerima pemberian (shodaqoh) itu hanyalah mereka yang benar-benar fakir.”


 


تحَقـَّقْ بِأوْصافِكَ يُمِدَّكَ بِأوْصافهِ، تحَقـَّقْ بذٰلِكَ يُمدَّكَ بعِزِّهِ، تحَقـَّقْ بِعَجْزِكَ يُمدَّكَ بقُدْرَاتهِ، تحَقـَّقْ بضُعفِكَ يمدَّكَ بِحَولهِ وَقوَّتهِ


191. “Buktikan dengan benar sifat-sifatmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat Nya,  Buktikan dengan benar sifat kehinaanmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat kemuliaanNya, Buktikan dengan benar sifat kekuranganmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat kekuasaanNya, Buktikan dengan benar sifat kelemahanmu, niscaya Alloh membantumu dengan sifat kekuatanNya.”


 


Syarah


  Kedua hikmah ini mengajarkan kepada kita supaya menempati posisi kita yang semestinya, yaitu sebagai hamba, yang mempunyai sifat asli yaitu: fakir, kurang lemah, hina, dan bodoh. Apabila kita mengakui dan memposisikan diri sebagai hamba, niscaya Alloh akan menolong kita, memberi kemudahan dan karuniaNya kepada kita. Dan ketika Alloh memberikan kekayaan, kemuliaan, kekuasaan dan kekuatan, kita akan sadar dan merasa bahwa itu semua dari Alloh, bukan dari diri sendiri, dan bukan dari lain-lainnya Alloh. itulah tauhid yang murni, yang tidak ada Tuhan, tidak ada daya kekuatan, melainkan Alloh, dan semata-mata bantuan dan pertolonganNya, tanpa ada perantara dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Sebaliknya apa bila kita tidak mau menempati kedudukan kita sebagai hamba, dan lupa akan sifat kehambaan, yang akan menjadikan murka Alloh, dan menyaingi sifat-sifat Alloh.


 



 

185-186 “Lebih Utama Mana Antara Berdo’a Atau Tidak”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 185-186


“Lebih Utama Mana Antara Berdo’a Atau Tidak”


رُبّـَماَ دَلـَّهُمُ الاَدابُ علَى تَركِ الطلبِ اِعْتماداً على قِسـمتهِ واستغالا بذِكرِه عنْ مسـءـلتهِ


185 “ Terkadang Alloh menunjukkan pada hambanya (para ‘Arif) adabnya seorang hamba untuk tidak meminta/berdo’a karena menyerah pada kebijaksanaan dan merasa puas dengan pembagian dari Alloh, dan terlalu sibuk berdzikir sehingga tidak sempat minta-minta” 


 


Syarah


  Ada sebagian ‘Arifin yang mereka terkadang terpaksa untuk tidak meminta, dan menyerah pada Alloh dan hanya mengandalkan pembagian yang sudah di tetapkan Alloh di zaman ‘azali.


Para ulama ada yang berbeda pendapat tentang lebih utama mana antara meminta / berdo’a atau diam / tidak meminta.


 Ada yang berpendapat: lebih utama berdo’a, karena berdo’a itu bagian dari ibadah, dan mengerjakan perkara yang di sebut ibadah itu lebih utama dari pada meninggalkannya.


Sebagian berpendapat : diam dan tidak berdo’a dan merasa puas dan ridho dengan berlakunya hukum (qodho’) itu lebih sempurna dan di ridhoi, karena sesuatu yang sudah di pilihkan Alloh untuk kita itu lebih itu lebih utama dari pada pilihan kita. 

Dalam hadist qudsi Alloh berfirman :  barang siapa tersibukkan dzikir kepadaKu dan meninggalkan meminta kepadaKu, Aku akan memberi yang terbaik dari apa yang Aku berikan pada orang yang meminta.


 Dan ada yang berpendapat: waktu itu berbeda-beda, adakalanya lebih utama berdo’a dan adakalanya lebih baik diam, sebagaimana yang di katakan Syeih Abul-Qosim Al-Qusyairi ra.


Apa bila hati lebih condong kepada do’a, maka lebih baik berdo’a, dan apabila hati lebih condong diam, maka diam dan tidak berdo’a lebih baik,. Apa bila hati lebih condong kepada ridho, dan puas dengan pembagian dan pilihan dari Alloh, dan lebih memperbanyak dzikir itulah adab tatakrama yang utama.


إنّـَما يُذَكَّرُ من يجُوزُ لهُ الاِغْـفالُ وإنّـَما ينبـَّهُ من يُمْكنُ لهُ الاِهمالُ


186. “ Sesungguhnya yang harus di ingatkan itu hanya orang yang mungkin lupa, dan yang harus di tegur itu hanya orang yang mungkin teledor.


 


Syarah


  Apakah mungkin Alloh itu lupa? mengapa harus di ngingatkan dengan meminta, Dan apakah mungkin Alloh itu teledor, sehingga tidak memperhatikan hambanya? Itu tidak mungkin, dan itu mustahil bagi Alloh.  Maka bagi para ‘Arif meninggalkan meminta itu bagian dari adab tatakrama kepada alloh.


  Syeih Abu Bakar Al-Wasithi ra. Ketika di minta mendoakan muridnya, lalu ia berkata: Saya kuatir kalau saya berdo’a, lalu di tanyakan kepadaku: 

"kalau kamu meminta kepadaKu (Alloh) apa yang menjadi hakmu, berarti engkau curiga kepadaKu,  dan bila kau meminta apa yang bukan menjadi hakmu, berarti engkau telah menyalahgunakan kewajibanmu untuk memuji kepadaKu,  dan bila kau ridho maka Aku akan menjalankan padamu apa yang sudah Aku tetapkan pada masa yang sudah lalu (zaman ‘Azali).


 Syeih Abdulloh bin Munazil berkata: sejak lima puluh tahun saya tidak pernah berdo’a meminta kepada alloh, juga tidak ingin di do’akan oleh orang lain. Sebab segala sesuatu berjalan menurut apa yang telah di tetapkan oleh Alloh di zaman ‘azali, dan saya sudah merasa puas dengan itu.



 

183-184 “Keinginan Mendapatkan Sirrul ‘Inayah” (rahasia kebesaran karunia allah)

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 183-184


“Keinginan Mendapatkan Sirrul ‘Inayah”

(rahasia kebesaran karunia allah)


عَلِمَ اَنَّ الْعِبَادَ يَتَشَوَّقـُونَ اِلىَ ظُهُورِ سِـرِّالعِنَـَايَةِ   فَقاَلَ :يَـخْتـَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَّـَشَـاءُ. وَعَلِمَ اَنّـَهُ لَوْ خَلاَّ هُمْ وَذَالكَ لَتَرَكُواالعملَ إعْتِمَادًا علىْ الاَزَلِ فَقاَلَ: إنَّ رَحْمَة َ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ المُحْسِنِيـْنَ


183. “ Alloh telah mengetahui bahwa hamba-hamba ingin mendapat rahasia (kebesaran) karunia Alloh (sirrul ‘inayah), maka Alloh berfirman: “Alloh sendiri yang menentukan (menghususkan) rahmat dan karunia pada siapa yang di kehendaki” , dan Alloh mengetahui andaikan manusia di biarkan (mengetahui rahasianya), mungkin mereka meninggalkan amal usaha karena berserah pada keputusan di zaman ‘azali, karena itu Alloh berfirman: “Sesungguhnya rahmat Alloh itu dekat pada orang-orang yang berbuat kebaikan”. 


 


Syarah


Sir itu berarti: semua perkara yang di tutupi, karena itu sir di rahasiakan pada (pada manusia yang tidak mengenal allah)


‘Inayah berarti: bersambungnya Irodah (kehendak Alloh) dengan berhasilnya Sir di masa yang akan datang.


Berhubung Alloh mengetahui bahwa kita itu sangat menginginkan dapat mengetahui masa depan kita apa celaka apa bahagia, sehingga kita ingin tahu rahasia pemberian/karunia Alloh (sirrul ‘Inayah), lalu kita meminta dengan berdo’a dan beramal sholih, dan kita beri’tikat bahwa dengan do’a dan amal sholih itu bisa menarik sirrul ‘inayah, maka Alloh berfirman:

"yakhtas shubitohmatihi man yasya u"

(Alloh sendiri yang menentukan (menghususkan) rahmat dan karunia pada siapa yang di kehendaki” Al-Baqarah: 105)  

untuk mencegah kita dan menghilangkan keinginan kita, karena Alloh sendiri lebih mengetahui di mana Ia meletakkan risalahNya.


Dan Alloh juga mengetahui bila para hamba di biarkan mengetahui rahasia pertolonganNya, dan terus menerus melihat bahwa sirrul ‘inayah ‘azaliyyah itu khusus pada sebagian orang, yakni tidak umum, bisa jadi para hamba meninggalkan amal dan berdoa, karena mengandalkan pada keputusan di zaman ‘azal, (kalau dizaman ‘azal aku sudah di tetapkan menjadi orang yang dapat inayah dan menjadi orang khusus, pasti aku akan masuk surga, walaupun tidak beramal, jadi tidak perlu beramal, begitu pula sebaliknya). Karena itu Alloh menunjukkan tanda-tanda orang yang mendapatkan ‘inayah / karunia, yaitu orang-orang yang berbuat baik dan memperbaiki perbuatannya. Yakni bukan amal kebaikan itu yang menyebabkan datangnya inayah / karunia, ia hanya sebagai tanda adanya ‘inayah.


إلى المشِيْـءَـةِ يَسْـتَـنِدُ كُلَّ شَىءٍ وَلاَ تَسْـتـنِدُ هِي الَى شَىءٍ


184.“Segala sesuatu tergantung KehendakNya, bukan KehendakNya bergantung pada segala sesuatu.”


 


Syarah


Segala yang ada ini muncul karena kehendak AzaliNya. Doa, amal ibadah, dan usaha tidak memiliki pengaruh apapun, pada munculnya keinginan para hamba. Semua bergantung pada hukum Azali.


 


Lalu aturan kehambaan kita, adalah aturan harus di lakukan, yaitu berusaha, beramal ibadah, taat dan patuh dan senantiasa butuh kepada Allah Swt, sebagai perwujudan kepatuhan hamba kepadaNya.


 


Al-Wasithy mengatakan, sesungguhnya Allah Swt tidak mendekati si fakir karena kefakirannya, juga tidak menjauhi si kayak arena kekayaannya. Seluruh makhluk ini tidak memiliki pengaruh, baik sukses maupun gagal, bahkan seandainya dunia dan akhirat anda serahkan sepenuhnya kepada Allah, anda tetap tidak akan sampai kepada Allah Swt, dengan dunia dan akhirat anda. Allah mendekatkan mereka kepadaNya, bukan karena sebab atau faktor tertentu, dan Allah mejauhkan mereka dariNya, juga bukan karena faktor-faktor tertentu. Allah Swt, berfirman: “Siapa yang tidak di beri cahaya oleh Allah baginya, maka ia tidak akan meraih cahaya itu.”


 


Namun, bila Allah Swt, menghendaki hambaNya untuk meraih anugerahNya, maka si hambapun di takdirkan untuk berikhtiar, patuh dan beramal sholeh serta ibadah yang benar, tetapi  seluruh tindakan hamba itu tidak menjadi penyebab yang mengharuskan turunnya anugerah, karna amal ibadah dan kepatuhan itulah anugerah yang sesungguhnya.


 



 


179-182 “Do’a Bukan Penyebab Alloh Memberi”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 179-182


“Do’a Bukan Penyebab Alloh Memberi”


لا يَكُنْ طَلَبُكَ تَسَـبُّـبًا اِلى العَطَاءِ مِنْهُ فَيَقِلَّ فَهْمُكَ عَنْهُ وَاليَكُنْ طَلَبُكَ لاِظْهارِ العُبُودِ يَّةِ وَقياماً بِحُقُوقِ الرُّبُوبيَّةِ


179. “ Jangan sampai do’a permintaanmu itu engkau jadikan alat / sebab untuk mencapai pemberian Alloh (jangan punya iktiqad bahwa pemberian Alloh itu sebab do’amu), niscaya akan kurang pengertianmu (makrifatmu) kepada Alloh, tetapi hendaknya do’a permintaanmu itu semata-mata untuk menunjukkan kerendahan, kehambaanmu dan menunaikan kewajiban terhadap keTuhanannya Alloh.”


 


Syarah


   Alloh swt. Telah memerintahkan hambanya untuk berdo’a dan meminta kepadaNya, tujuan utamanya hanya supaya hamba benar-benar menunjukkan sifat fakir, hina dan bodohnya di hadapan Alloh, bukan untuk sebab/alat menghasilkan apa yang di minta.


Hikmah dan pemahaman ini bagi orang yang sudah Arif billah, yang mereka tidak pernah berhenti dan bosan meminta kepada Alloh, walaupun tidak di berikan apa yang di minta, bagi mereka antara di beri atau tidak itu sama saja, sehingga mereka selalu menjadi hamba Alloh dalam segala keadaan.


 Syeih Abul Hasan As-Syadzily ra. Berkata: Janganlah yang menjadi tujuan dari do’amu itu tercapainya hajat kebutuhanmu, maka jika demikian berarti engkau terhijab dari Alloh, tetapi seharusnya tujuan do’a itu untuk munajat kepada Alloh, yang memeliharamu, menciptakan dirimu. Dan bala’ dan bencana yang memaksa engkau berdo’a kepada Alloh, itu lebih baik dari pada menerima nikmat kesenangan yang melupakan kepada Alloh dan menjauhkan dari padaNya.


كَيْفَ يَكُونُ طَلَبُكَ اللاَّحِقَُ سَبـبًا فى عَطَاءِـهِ السَّابِقِ


180. “Bagaimana mungkin permintaanmu yang datang belakangan, itu bisa menjadi sebab pemberian Alloh yang telah di tetapkan dan di putuskan lebih dahulu.”


جَلَّ حُكْمُ الاَزَلِ اَنْيُضَافَ اِلى الْعلَلِ


 


181. “ Maha suci hukum (putusan) Alloh yang telah pasti dalam azal, jika di sandarkan kepada sebab musabab(‘ilat).”


 


Syarah


Sungguh tidak masuk akal kalau permintaan kita yang baru sekarang, itu menjadi sebab pemberian Alloh yang sudah lalu. Sesungguhnya keputusan Alloh dalam menentukan peraturan alam ini sudah di tentukan / tetapkan dalam zaman ‘azal sebelum adanya alam ini, dan termasuk juga segala kebutuhan hajat hidup semua makhluk termasuk kita manusia, artinya sebelum kita meminta sesungguhnya Alloh sudah menentukan apa yang di berikan kepada kita. Yakni Alloh sudah memberi sebelum kita meminta. Sebagai contoh kita tidak/belum pernah meminta hidup tapi Alloh sudah memberi kehidupan, sewaktu kita masih dalam alam kandungan sampai kita lahir, dan di masa kanak-kanak, kita belum pernah meminta bahkan belum tahu caranya meminta hajat kebutuhan kita, Alloh sudah terlebih dahulu memberikan semua hajat kebutuhan kita sehingga kita bisa hidup sampai sekarang, dan itu sama berlaku seterusnya.


Karena itu jangan mengira seolah-olah Alloh lupa dengan hajat kebutuhanmu, sehingga kamu harus mengingatkan Alloh supaya memberikan hajat kebutuhanmu. Kalau memang demikian kepercayaanmu terhadap Alloh, berarti benar-benar engkau belum mengenal Alloh dalam sifat kesempurnaanNya.


  Segala sesuatu yang terjadi di alam ini, semata-mata dari qudrat dan irodatnya Alloh secara mutlak, sehingga tidak di sandarkan pada ‘ilat / sebab musabab (karena ini dan itu).


عِنَايَـتـُهُ فِيْـكَ لالِشَْىءٍ مِنْكَ وَايْنَ كُنْتَ حِينَ وَاجَهَـتـْكَ عِنَـَايَتـُهُ وَقَا بَلَتـْكَ رِعَايَتـُهُ لَمْ يَكُنْ فِى اَزَلِهِ اِخلاََصُ اَعْماَلٍِ وَلاَ وُجُدُ اَحْوَالٍ بَلْ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ الاَّ مَحْضُ الاِفْضال وَعَظيمُ النَّوّالِ


 


182. “ Pemberian dan perhatian Alloh kepadamu itu bukan karena sesuatu yang keluar/muncul dari kamu (seperti do’a dan amal sholih), buktinya: di manakah kamu ketika Alloh menetapkan karunianya kepadamu di zaman ‘azal? ( di zaman ‘azal kamu di mana? Kamu tidak ada, kamu juga tidak berbuat apa-apa), di saat itu (zaman ‘azal) tidak ada do’a atau amal yang ikhlas atau akhwal, bahkan tidak ada apa-apa ketika itu kecuali hanya semata-mata anugerah karunia dan pemberian Alloh yang agung.”


 


Syarah


  Alloh sudah melengkapi dan memenuhi hajat kebutuhan kita di saat kita sendiri belum mengerti apa saja kebutuhan kita, maka dari itu coba kita pikirkan dan perhatikan perhatian dan pemberian Alloh pada kita semenjak kita masih berupa air mani, sama sekali kita belum bisa berdo’a dan beramal, tetapi perlengkapan yang di berikan Alloh kepada kita tidak berkurang sedikitpun, dan selanjutnya hingga kita lahir, masa kanak-kanak, dewasa dan tua, karunia dan pemberian serta perhatian Alloh kepada kita tidak berubah. Dan semua itu tidak bersandar pada amal atau do’a kita. Tapi semata-mata kekuasaan dan kehendak Alloh yang mutlak.


 



 

177-178 “Hijabnya Makhluk”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 177-178


“Hijabnya Makhluk”


إِنَّمَا حَجَبَ اْلحَقَّ عَنْكَ شِدَّةَُ قُرْبِهِ مِنْكَ


177. “ Sesungguhnya yang menghijab (menghalangi) engkau dari melihat Alloh, itu karena sangat dekatnya Alloh kepadamu.” 



Syarah


 Bisa di maklumi, bahwa panca indera manusia itu sangatlah terbatas, contohnya mata untuk bisa melihat, haruslah tepat pada ukurannya, terlalu jauh tidak akan kelihatan begitu juga terlalu dekat, juga tidak akan kelihatan. Seperti kalau kita membaca tulisan yang kita dekatkan hingga menempel pada mata tentu tidak akan bisa terbaca.


Begitu juga Alloh, kita tidak bisa melihat Alloh, karena terlalu dekatnya Alloh, Alloh meliputi kita dengan cara yang sangat sempurna.




Alloh berfirman : “Dan Aku  lebih dekat (kepada mayyit) dari pada kamu semua, akan tetapi kamu semua tidak tahu”


Hikmah ini tidak bisa di fahami dengan sempurna kecuali orang-orang yang mata hatinya sudah terbuka terang, yang bisa melihat penzhohiran Alloh pada makhluknya.


tambahan admin:

maksud sulitnya engkau melihat allah karna sangat dekatnya allah terhadapmu itu adalah:

kedekatan itu bukan berarti jarak, sehingga hikmah ini bukan bermaksud supaya kau sedikit menjauh dari allah supaya bisa melihat allah, tapi maksud dari hikmah ini adalah allah itu sangat dekat denganmu yaitu allah meliputi dirimu dengan cara yang sangat sempurna. sehingga dekatnya tiada bersentuh dan jauhnya tiada berjarak

itu karna dirimu yang sebenarnya tidak ada, yang ada hanyalah allah, kau merasa ada karna numpang ada pada sifat wujudnya allah, kau hidup karna kau numpang hidup pada sifat hayatnya allah

itu semua adalah kesempurnaan allah dalam meliputimu, sehingga kau terkecoh oleh sifat kesempurnaanya itu dengan menyebut sifat itu dengan sebutan aku,

"man arofa nafsahu fakod arofa bakdahu"

"kenalilah dirimu (akumu) maka kau akan mengenal tuhanmu", itu bukan petunjuk, tapi tantangan kepada orang orang sombong yang selalu mengakui jasad hati qolbu ruh sirrnya sebagai miliknya.

maka jika kau memang pandai maka tunjukan bagian manakah yang kau sebut dengan sebutan aku dari dirimu itu. karna dirimu itu sebenarnya tidak ada. sampai matipun bahkan sampai kiamatpun  kau tidak akan bisa menunjukan akumu itu, karna akumu itu yang sebenarnya tidak ada. bagaimana bisa sesuatu yang tidak ada bisa kau aku akui bisa kau kenali dan kau tunjukan pada allah??

"la maujud ilallah" (yang maujud itu tidak ada, yang ada hanyalah allah)


 


إنَّمَا احْتَجَبَ لِشِدَّة ِظُهُرِهِ وَخَفِيَ عَنِ الاَبْصَارِ لِعَظِيمِ نُورِهِ


 


hikmah 178. “ sesungguhnya terhijabnya Alloh dari penglihatanmu itu karena sangat jelas dan terangNya allah, dan samarnya Alloh dari penglihatanmu itu karena terlalu besarnya sinar dan cahaya nurNya allah.”


 


Syarah


Sebagaimana keterangan hikmah sebelumnya, tentang keterbatasan/kelemahan panca indera manusia yang tidak bisa melihat karena terlalu dekat, begitu juga tidak akan bisa melihat terlalu terang. Pada hakikatnya semua benda itu bisa terlihat karena adanya cahaya/nur, tanpa cahaya takkan bisa terlihat, begitu juga terlalu terangnya cahaya, matapun tidak akan kuat melihat karena terlalu silau. Seperti contoh matahari, yang cahayanya paling terang dari cahaya yang lain yang bisa di lihat mata, sebab dari kuatnya sinar mata hari, mata kita tidak mampu menembus/ melihat dzatnya matahari itu sendiri, sehingga kita bisa tahu matahari hanya lewat sinarnya saja, dan mata tidak kuat/bisa melihat hakikatnya matahari itu. Artinya: matahari itu tidak terhijab oleh dzatnya sendiri tapi cahayanyalah yang menghijab matahari itu. Begitu juga Alloh, itu tidak terhijab oleh dzatNya, tapi terhijab oleh makhluknya, sebab terlalu jelas, terang dan besar NurNya. Jadi yang menghijab sesuatu itu bukan dzatnya, tapi kelemahan kita yang menjadikan hijab itu sendiri.


Jadi hakikat atau dzat itu tidak akan bisa di capai dengan panca indera, tapi bisa dicapai dengan matahati yang terang.


 Maka apa bila engkau melihat dengan mata hatimu, tidak akan menemukan sesuatu yang terlukis pada benda-benda (makhluk) itu selain dari padaNya.


 


174-176 “Maqom Ma’rifat, Fana’ Dan Cinta”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 174-176


“Maqom Ma’rifat, Fana’ Dan Cinta”


مَنْ عَرَفَ الحَقَّ شَهِدهُ فِىْ كُلِّ شَىءٍ


174. “Barang siapa yang benar-benar mengenal Alloh (berada di maqom Ma’rifatulloh), pasti dapat melihatNya pada tiap segala sesuatu.” 


وَمَنْ فَنِيَ بِهِ غَابَ عَنْ كُلِّ شىءٍ


 


175. “ Barang siapa yang fana’ sebab melihat Alloh (berada di maqom Fana’), pasti ia lupa (ghoib) dari segala sesuatu.”


 


Syarah


Jadi orang yang sudah berada di maqom fana’, mereka sudah tidak melihat apa yang ada di alam ini kecuali hanya Alloh, dan orang tersebut sudah lupa pada dirinya, tidak merasakan apa yang ada pada dirinya, mereka sudah tidak melihat sifat wujud dan nyata pada apa yang di lihat. Berbeda dengan orang yang berada di maqom ma’rifat, mereka melihat makhluk dan juga melihat Alloh yang menciptakan makhluk, mereka dengan jelas melihat Alloh pada setiap perkara yang wujud (makhluk), jadi para arif itu masih merasa dirinya ada, dan masih melihat adanya makhluk.


وَمَنْ اَحَبَّهُ لَمْ يُوءْ ثِـرعَلَيهِ شَيـءـاً


 


176.  “ Dan barang siapa yang cinta pada Alloh (berada di maqom Mahabbah), tidak akan mengutamakan sesuatu (dari kesenangan dirinya dan lainnya) mengalahkan Alloh.”


 


Syarah


Jadi siapa saja yang mengaku cinta pada Alloh, tetapi masih memilih selain Alloh, dan mementingkan kepentingannya dan kepentingan selain Alloh, dan mengalahkan kepentingan pada Alloh,  maka pengakuan cintanya itu bohong.


Jadi keterangan lain dari tiga hikmah ini yaitu hikmah 175, 175, 176 adalah: 

Siapa yang siapa yang benar-benar mengenal Alloh (Makrifat kepada Alloh), pasti ia selalu ingat pada Alloh, pada tiap sesuatu apapun yang dia lihat, dia dengar, dan dia rasakan. Sebab tidak ada sesuatu  melainkan menunjukkan keindahan, kekuasaan dan buatan Alloh.


  Dan orang yang sudah fana’ kepada Alloh, mereka sungguh-sungguh hanya mengingat Alloh,  sehingga segala sesuatu yang di lihat dan yang ada di depannya, seolah-olah kosong dan hanya bayangan belaka.


Dan orang-orang yang benar-benar cinta kepada Alloh, ia tidak akan mengutamakan sesuatu apapun selain Alloh yang di cintainya, bahkan ia sanggup mengorbankan segala kepentingannya dan hawa nafsunya, demi mendapatkan keridhoan dari Alloh.


 



 

173 “ Amal Jangan Ingin Di lihat Orang”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 173


“ Amal Jangan Ingin Di lihat Orang”


غيّبْ نَظَرَالخلقِ اِليْكَ بِنَظَرِاللهِ اِليْكَ، وَغِبْ عَنْ اِقْبالهِمْ عَلَيْكَ بِشُهودِ اِقْبالِهِ عَلَيْكَ


“ Hilangkan pandangan makhluk kepadamu, karena puas dengan penglihatan Alloh kepadamu, dan hilangkan perhatian  (menghadapnya) makhluk kepadamu, karena yakin bahwa Alloh menghadapimu.” 


jangan melihat mahluk tapi lihatlah allah

jangan merasa di lihat mahluk tapi merasalah di lihat allah.


Syarah


Sebagai murid jangan terpengaruh dengan penglihatan , perhatian dan pujian orang lain, karena Alloh selalu melihat dan memperhatikan kamu. Sebagai gambaran: 

sebagai seorang murid ketika kita di lihat dan di  awasi oleh guru kita, tentu kita lupa dan tidak memperhatikan bahwa kita sedang di lihat dan di awasi oleh orang lain. Begitu juga ketika guru kita berada di hadapan kita, tentu kita tidak akan memperdulikan orang lain yang menghadap kita. Apa lagi yang melihat, mengawasi dan menghadapi kita itu Alloh, tentunya semua makhluk tidak ada artinya.


Syeikh Sahl bin Abdulloh At-Tustary berkata kepada kawan-kawannya: Seseorang tidak akan dapat mencapai hakikat kewalian sehingga menghilangkan pandangan orang dari fikirannya, sehingga tidak melihat apa-apa di dunia ini, yang ada hanya ia dan Tuhan yang menciptakannya, sebab tidak ada seorangpun (makhluk) yang dapat menguntungkan tau merugikannya, dan menghilangkan perasaan diri dan hawa nafsunya sehingga tidak menghiraukan orang, dan tidak segan atau takut kepada mereka, apa saja yang akan terjadi.


Syeikh Al-Harits Al-Muhasiby ra. Ketika di tanya tentang tanda orang yang ikhlas, yaitu: 

yang tidak menghiraukan di nilai apa saja oleh sesama manusia, asalkan ia sudah benar hubungannya dengan Alloh dan tidak ada orang yang mengetahui walau sekecil debu dari amal kebaikannya, dan tidak takut jika ada orang yang mengetahui perbuatannya yang tidak baik. Sebab jika ia takut di ketahui kejelekannya, berarti ia masi ingin di puji atau masi ingin besar dalam pandangan orang, dan itu tidak termasuk kelakuan atau akhlak orang yang benar-benar ikhlas.


 



 

170-172 “Bagian Nafsu Dalam Ibadah”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 170-172


“Bagian Nafsu Dalam Ibadah”


حظ النفس فى المعصية ظاهرٌجليٌّ، وحظها فى الطاعة باطن خفيٌّ ومدواة ما يخفى صعبٌ علاجهُ


170. “ Bagiannya hawa nafsu dalam perbuatan maksiat itu sangat jelas dan terang,  sedangkan bagian nafsu dalam perbuatan taat (ibadah) itu halus dan samar,  untuk mengobati yang samar itu itu sangat sulit penyembuhannya.” 


 


Syarah


  Ketahuilah bahwa hawa nafsu itu selalu ambil bagian atau peran, baik dalam maksiat atau dalam taat (amal ibadah). Kepentingan nafsu dalam maksiat itu jelas, sperti zina, minum-minuman keras, dia jelas merasakan enaknya dan kepuasannya. Karena nafsu mengajak maksiat itu tujuannya hanya ingin merasakan kenikmatan dan kepuasan dan ahirnya terjadi bencana dan kehinaan.


 Sedangkan bagian nafsu dalam taat /ibadah, sangatlah halus dan samar untuk di ketahui dan di sadari. Karena dalam taat / ibadah itu nafsu akan merasa berat, karena semua ibadah itu selalu bertentangan dengan hawa nafsu. Jadi apabila nafsu memerintahkan untuk ibadah maka waspadalah! Dan telitilah apakah ada kepentingan nafsu di dalam ibadah tersebut, taat dan ibadah seharusnya bertujuan mendekatkan diri kepada Alloh, tapi nafsu mempunyai kepentingan lain seperti Riya’ (supaya di lihat / di ketahui orang) bahwa dia orang yang ahli ibadah, yang selanjutnya orang lain memujinya, dan terkenal di kalangan manusia. Dan masih banyak contoh yang lain apa bila kita mau meneliti pergerakan nafsu kita. Dari itu muallif (Syeih Ibnu ‘Ato’illah) dawuh :


ربّما دخل الرياءُ عليك من حيث لاينظرالخلقُ اليكَ


171. “Terkadang masuknya riya’ dalam amal perbuatanmu itu dari arah yang tidak ada orang yang melihat padamu.”


 


Syarah


Riya’ yang masuk dalam amal perbuatan ketika di depan orang banyak itu di namakan Riya’ jaliy (terang). 

Riya’ juga bisa masuk pada amal ketika sendirian, dan tidak ada orang yang mengetahuinya. Dan dengan amalnya itu dia berharap akan di sanjung orang, di mulyakan orang, seumpama dia berilmu, supaya orang lain mencukupi hak-haknya, dan apa bila tidak dia berharap supaya orang lain di siksa oleh Alloh sebab tidak menghormati orang yang berilmu. apa bila hal seperti ini ada dalam diri seseorang itu tandanya dia riya’ dengan ilmunya, yang seperti ini di namakan Riya’Khofiy (samar).


 Dan tidak akan selamat dari 

Riya’ Jaliy dan Riya’ khofiy kecuali orang yang sudah Ma’rifat billah, dan kuat tauhidnya. karena Alloh sudah menjaganya dari syirik dan menutup pandangannya dari melihat makhluk sebab Nur keyakinan dan Nur ma’rifat yang sudah terang bersinar dalam hatinya. para Arifiin itu sudah tidak berharap dapat manfaat dari orang lain (makhluk), dan juga tidak takut  bahaya dari makhluk. Dan amalnya para Arif itu bersih dari Riya’ walaupun di kerjakan di depan orang banyak.


 Rosululloh bersabda:  “ Syirik itu ada yang lebih samar dari jalannya semut hitam di atas batu hitam di malam yang gelap gulita.” (dan riya’ itu termasuk syirik yang samar, yaitu beramal tidak karena Alloh)


  Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra. berkata: Kelak di hari kiamat Alloh akan berkata kepada orang-orang yang zahid dan fakir: 

"tidakkah telah di murahkan (di turunkan) harga barang-barang untuk kamu, tidakkah jika kamu berjalan lalu di beri salam terlebih dahulu, tidakkah jika kamu berhajat segera di sampaikan (di bantu) semua hajatmu 

(itu semua adalah balasan allah di dunia, tapi karna di dunia sudah di balas maka di akhirat tidak ada balasan atas amal ibadanya maka dari itu utamakan tidak di balas allah di dunia ini, supaya balasanya di berikan allah di akhirat kelak)


Di dalam hadis lain di terangkan: 

"Kini tidak ada lagi pahala bagimu,  sebab semua pahalamu telah kamu terima semasa hidup di dunia"


 Syeih Yusuf bin Al-Husain Ar-rozy berkata: sesuatu yang amat berharga di dunia ini ialah ikhlas, beberapa kali aku bersungguh-sungguh untuk menghilangkan Riya’ dalam hatiku, tiba-tiba tumbuh lagi dengan lain corak (model).


استشرافك ان يعلم الخلقُ بخصوصيّـتكَ ، دليل على عدم صدقك في عبوديّـتك


172. “ Keinginanmu yang sangat untuk di ketahui orang tentang sesuatu dari keistimewaanmu itu, sebagai bukti tidak adanya kejujuran (kesungguhan)mu dalam kehambaanmu (shidqul ‘Ubudyyah).”


 


Syarah


Yang di namakan Sidqul ‘Ubudyyah 

yaitu: 

membuang segala sesuatu selain Alloh, dan tidak memandang pada selain Alloh dalam baribadah.


Jadi apa bila kamu benar-benar beribadah kepada Alloh, pasti akan menerima perhatian dari Alloh kepadamu, sehingga kamu tidak senang di ketahui orang lain dalam menghamba kepada Alloh.


 Syeih Abu Abdulloh Al-Qurasyi berkata: siapa yang tidak puas dengan pendengaran dan penglihatan Alloh dalam amal perbuatannya, maka pasti dia kemasukan riya’.


 Alloh berfirman: “Apakah engkau tidak merasa cukup dengan tuhanmu, bahwa Ia menyaksikan dan mengetahui segala sesuatu.” QS.Fus-shilat 53.


 Syeih Abul-khoir Al-Aqtho’ berkata : Siapa yang ingin amalnya di ketahui orang, maka itu adalah riya’, dan siapa yang ingin di ketahui orang hal keistimewaannya, maka itu pendusta.


  Hikmah ini untuk pelajaran orang yang memulai perjalanan suluk (murid), tapi bagi orang yang sudah Arif dan hanya melihat sifat wahdaniyyahnya Alloh, antara terkenal dan tersembunyi itu sama saja. Seperti kata hikmah dari Syih Abul Abbas Al mursyi.


Syeih Abul Abbas Al-Mursyi 

berkata: 

Barang siapa yang ingin terkenal, maka ia budak (hamba)nya terkenal, 

dan siapa yang ingin tersembunyi, maka ia budak (hamba)nya tersembunyi,  

dan siapa yang benar-benar merasa sebagai hamba Alloh, maka terserah pada Alloh apakah dia di terkenalkan atau di sembunyikan, yakni sama saja, yang penting beramal karena Alloh.


 



 

167-169 “Alloh Tidak Membuat Tanda Kewalian”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 167-169


“Alloh Tidak Membuat Tanda Kewalian”


٭ سبحان من لم يجعل الدليلَ علىٰ اولياءه الامن حيث الدليلُ عليه

٭ ولم يوصل اليهم الا من اراد ان يوصله اليه


167. “Maha suci Alloh yang sengaja tidak membuat tanda untuk para walinya (di mata orang yang belum mengenal allah), kecuali sekedar perkara yang menunjukan kepada Alloh, dan Alloh tidak akan mempertemukan  dengan mereka (dengan para wali) kecuali pada orang yang di kehendaki akan wushul (sampai) kepada Alloh” 


 


Syarah


  Sebagaimana telah di terangkan pada hikmah sebelumnya, yaitu Alloh menutupi Nur cahaya kewalian, begitu juga Alloh menutupi para wali-walinya, dengan amal-amal lahir, seperti bekerja, makan, minum, sakit dan lain-lain. Jadi sangatlah sulit untuk mengenali waliyulloh itu, karena mereka juga seperti kita keadaan lahirnya.


 Syeih Abul-Abbas al-Mursy berkata: untuk mengenal Waliyyulloh itu lebih sulit dari pada mengenal Alloh, sebab Alloh mudah di kenal dengan adanya bukti-bukti kebesaran, kekuasaan dan keindahan buatanNya. Tetapi untuk mengetahui seorang yang sama dengan kamu, makan, minum menderita segala penderitaanmu sungguh sangat sukar. Tetapi jika Alloh memperkenalkan kamu dengan seorang wali, maka Alloh menutupi sifat-sifat manusia biasanya dan memperlihatkan kepadamu keistimewaan-keistimewaan yang di berikan Alloh kepada wali itu.


 


Dalam hadits qudsi Alloh berfirman: 

Para waliku di bawah naunganku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat pada seorang wali, kecuali jika Alloh memberikan taufiq hidayahNya. Supaya ia juga langsung mengenal kepada Alloh dan kebesaranNya yang di berikan Alloh kepada seorang hamba yang di kehendakiNya.


Syeih abu Ali Al-Jurjay berkata: 

Seorang wali itu orang yang fana’ lupa pada dirinya dan tetap Baqo’ dalam musyahadah dan melihat Tuhan. Alloh mengtur segala-galanya, maka karena itu terus-menerus datang kepadanya Nur Ilahi.


Maka jika Alloh menghendaki memperkenalkan kamu dengan walinya, itu suatu anugerah yang sangat besar yang wajib kamu syukuri, karena dengan itu berarti Alloh menghendaki kamu bisa wushul kepada Alloh. Karena wali itu kekasih Alloh, Alloh tidak menghendaki selain kekasihnya berkumpul dengan kekasihnya. (Laa ya’riful waliy illal-waliy).


رُبّمَا اطلعك على غيب ملكَوته وحجب عنك الإستشراف على اسرارالعباد


168. “Terkadang Alloh memperlihatkan kepadamu sebagian dari keghoiban alam malakut (keadaan di atas langit), tetapi Alloh menutupi dari kamu mengetahui rahasia-rahasia hambaNya.”


 


Syarah


  Adakalanya Alloh memperlihatkan kepada Walinya alam malakut, sehingga ia bisa mengetahui segala sesuatu yang ghoib dalam alam malakut, tetapi karena rahmat Alloh kepadanya tidak di bukakan padanya jalan untuk mengetahui rahasia-rahasia hati sesama manusia, itu supaya tidak ikut campur dalam urusan dan kebijaksanaan Alloh yang berlaku pada hambanya, selanjutnya mu’allif dawuh pada hikmah berikut:


منِ اطلع على اسرار العباد ولم يتخلق بالرحمة الإلٰهيّة كان اطلاعهُ فتـنة عليه وسببا لجرّ الوبال اليه


169. “Barang siapa yang dapat melihat rahasia hati manusia sedang ia tidak meniru sifat belas kasih (Rahmat) Tuhan, maka pengetahuan itu menjadi fitnah baginya,dan menjadi sebab datangnya (bala’) bahaya bagi dirinya sendiri.”


 


Syarah


  Orang yang tidak di bukakan kasyaf untuk bisa melihat rahasia dalam hati sesama manusia itu termasuk karunia belas kasih dari Alloh, sebab apa bila dia di bukakan kasyaf sehingga bisa mengetahui rahasia hati orang lain, tapi dia tidak meniru sifat rahmat dan ampunan Alloh, seperti tidak mau menutupi aib orang lain, tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, tidak kasihan pada orang yang berbuat dosa /kesalahan, maka kasyaf yang demikian akan menjadi fitnah bagi yang di beri, dan menjadi ujian yang berat baginya, bahkan akan menjadi sebab datangnya bencana bagi dirinya.


Rosululloh bersabda: 

“Tidak akan di cabut sifat rahmat belas kasih kecuali dari hati orang yang celaka”.


 Dan sabdanya lagi:


الراحمونَ يَرْحمهمُ الرَحْمن، اِرحَمُوامَنْ فى الارضِ يَرْحمكُم من فى السمَاءِ.

“orang yang belas kasih, di kasihi oleh Alloh (ar-rohman), karena itu kasihanilah orang yang di bumi niscaya kamu di kasihi orang yang di langit”.


Di riwayatkan bahwa nabi Ibrahim as. Pernah merasa dalam hatinya, seakan akan ia sangat belas kasih terhadap makhluk, maka Alloh membuka kasyaf sehingga bisa melihat alam Malakut, dan bisa melihat semua penduduk bumi dan segala perbuatannya,  dan ketika nabi Ibrohim melihat orang yang berbuat dosa / durhaka, ia berdo’a: Ya Alloh, binasakanlah mereka. Dan seketika orang itu mati, dan itu berulang kali di lakukan nabi Ibrohim,. Lalu Alloh memberi wahyu pada nabi Ibrohim : hai Ibrohim, engkau itu seorang yang mustajab do’anya maka jangan engkau gunakan untuk membinasakan hambaku, karena hambaku itu salah satu dari tiga golongan, 


1. Ada kalanya Dia mau bertaubat, dan Aku ampuni dosa-dosanya. 

2. Ada kalanya dia akan menurunkan keturunan yang taat dan bertasbih padaku. 

3. Ada kalanya ia kembali menghadap padaKu, maka terserah bagi Aku untuk mengampunkan dosanya atau menyiksanya.


Ada keterangan ulama’ lain meriwayatkan: 

apa yang di alami Nabi ibrohim itu yang menyebabkan Alloh memerintahkan menyembelih puteranya (Nabi Isma’il)  dan ketika Nabi Ibrohim memegang pisau untuk menyembelih puteranya ia berkata: Ya Alloh, ini putraku, buah hatiku orang yang sangat aku cinta. Tiba-tiba ada jawaban: 

ingatlah ketika engkau meminta padaku untuk membinasakan hambaku, apakah engkau tidak tahu bahwa Aku amat kasih pada hambaKu, sebagaimana kasihmu terhadap anakmu, maka jika engkau memita padaKu untuk membunuh hambaKu, maka Aku minta padamu untuk membunuh anak kandungmu, jadi satu-satu, ingatlah, yang memulai itu yang lebih kejam.


 



 

162-166 “Hati Menjadi Sumbernya Nur”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 162-166


“Hati Menjadi Sumbernya Nur”


مطالعُ الانوارالقلوب والاسرارُ


162. “Sumbernya berbagai Nur cahaya Ilahi (nur ilmu bagaikan bintang, nur ma’rifat bagaikan bulan dan nur tauhid bagaikan matahari) itu dalam hati manusia dan rahasia-rahasianya (asror)”.


 


 


Syarah


  Hati dan sirnya para ‘Arifiin itu ibaratnya seperti langit yang menjadi tempat berjuta-juta bintang, bulan dan matahari. Seperti yang sudah di terangkan pada hikmah yang terdahulu bahwa nur yang keluar dari hati ‘Arifiin itu lebih terang di bandingkan sinarnya bintang, bulan dan matahari.


Sebagian Arifiin berkata: Andaikan Alloh membuka Nur hatinya para waliyulloh, niscaya cahaya matahari ,bulan akan suram (kalah). Sebab cahaya matahari dan bulan bisa tenggelam dan gerhana, sedangkan Nur hati para wali itu tidak bisa tenggelam dan gerhana.


 


Dalam hadits qudsi, 

Rosululloh bersabda, 

Firman Alloh: 

Tidak cukup untukKu bumi dan langitKu, tetapi yang cukup bagiku hanya Hati hambaKu yang beriman.


Syeih Abul Hasan As-syadzily ra. berkata: Andaikan Alloh membuka Nurnya seorang mukmin yang berbuat dosa, niscaya memenuhi langit dan bumi. Maka bagaimanakah dengan nurnya mukmin yang taat kepada Alloh.


Syeih Abul-Abbas al- Mursy berkata: Andaikan Alloh membuka hakikat kewaliannya seorang wali, niscaya wali itu akan di sembah orang, sebab dia bersifat dengan sifat-sifat Alloh.


Jadi kalau kita tidak mengetahui nurnya ‘Arifin itu bagian dari belas kasihnya Alloh.


نَورمستودعٌ فى القلوبِ مددهُ من النورالواردِمن خزاءن الغيوبِ


163. “Nur (cahaya keyakinan) yang tesimpan dalam hati hamba, itu  itu selalu bertambah karena datang langsung dari gudang (perbendaharaan) alam ghaib”.


 


 


Syarah


  Sebagaimana di terangkan dalam hikmah terdahulu, bahwa Alloh menerangi alam semesta ini dengan cahaya benda (matahari dan bulan) buatanNya. Sedangkan Alloh menerangi hati dengan nur sifat-sifatnya. Selanjutnya dalam hikmah ini menjelaskan bahwa Nur cahaya keyakinan dalam hati para Arifiin itu salurannya langsung dari Nur yang berasal dari perbendaharaan alam Ghaib. sehingga Nur yang ada dalam hati Arifiin semakin bertambah terang memancar.


Dalam kitab Latho-iful-minan di terangkan: 

ketahilah!  Apabila Alloh menolong seorang walinya, maka hatinya akan di jaga dari segala suatu selain Alloh, dan Alloh akan menjaga hati walinya dengan selalu menambah Nur keyakinan.


Selanjutnya Syeih ibnu ‘Atho’illah memberi isyarah bahwa Nur itu ada dua macam, dengan dawuhnya berikut


نوريكشفُ لك بهِ عن اٰثاره، ونوريكشف لك به عن اوصافه


164. “Nur yang di capai dengan panca indera itu bisa membuka /menerangkan keadaan makhluk (atsar),  dan nur keyakinan dalam hati dapat menunjukkan kamu hakikat sifat-sifat Alloh”.


 


 


Syarah


 Hikmah ini juga bisa di artikan: 

1. Nur yang ada di hati Arifiin itu bisa membuka / mengetahui keadaan makhluk , mengetahui apa yang ada di atas dan di bawah langit, apa yang ada di bawah bumi dll. Yang seperti ini di namakan Kasyaf Shuwary. 

Menurut ulama’ ahli hakikat Kasyaf Shuwary itu tidak di pentingkan. 


2. Dan Nur itu juga bisa membuka sifat-sifat keagungan, dan keindahan Alloh, nur yang seperti ini tidak akan bisa berhasil kecuali Alloh memperlihatkan sifat-sifat keagungan allah pada hamba. hal seperti ini di sebut Kasyaf Ma’nawy. Dan inilah yang terpenting menurut para Arifiin.


ربّما وقفتِ القلوبُ مع الانوار كماحجبت النفوس بكثاءِف الاغيارِ


165. “Terkadang hati hamba itu terhenti pada sinar cahaya itu (sehingga hati terhijab dari Alloh), sebagaimana terhijabnya nafsu dengan syahwat macam-macamnya benda selain Alloh”.


 


 


Syarah


Ada dua perkara yang bisa menghijab /menghalangi manusia berjalan menuju Alloh yaitu:


1. Hijab / penghalang yang berupa Nur, yaitu macam-macamnya cahaya ilmu dan ma’rifat. Apabila hati hamba selalu silau melihat dan condong kepada Nur ilmu dan ma’rifatnya, dan menjadikan ilmu dan ma’rifatnya sebagai tujuan ibadahnya, bukan karena Alloh yang memberi ilmu dan ma’rifat.


2. Hijab berupa kegelapan, yaitu kesenangan nafsu syahwat dan adat kebiasaan nafsu.


ستر انوار السراءـربكثاءـف الظواهر،إجلالالها ان تبتذل بوجودالاظهار وان ينادٰى عليها بلسان الاِشتهارِ


166. “Alloh sengaja menutupi nur /cahayanya hati dengan pekerjaan-pekerjaan yang lahir, itu karena mengagungkan nur tersebut, dan jangan sampai di remehkan dengan terbuka begitu saja, dan supaya tidak di beritakan menjadi orang yang mashur /terkenal.”


 


 


Syarah


 Nur cahaya kewalian itu sangatlah agung dan mulia, maka Alloh mengagungkannya dari kehinaan sebab di perlihatkan, dan di jaga oleh Alloh dari keterkenalan di kalangan makhluk.


  hikmah ini juga sudah di terangakan pada hikmah 118 terdahulu, dan juga Alloh menutupi nur kewalian karena rahmat /kasih sayang dari Alloh terhadap orang-orang mukmin,  sebab sekiranya nur kewalian terbuka pada seseorang, orang tersebut berkewajiban mencukupi hak-haknya wali, yang mungkin tidak dapat melaksanakannya. Dan dengan demikian berarti telah berbuat dosa durhaka.


 



 

161 “Manfaat Al-Qobdh Dan Al-Basthu”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 161


“Manfaat Al-Qobdh Dan Al-Basthu”


ربّما افادك في ليل القبض مالم تستفده في إشراق نهارالبسط لاتدْرُون ايّهُمْ اَقرَبُ لكم نفعًا


“Terkadang Alloh memberikan padamu faidah ilmu ma’rifat pada saat kesedihan (qobdh) yang di gambarkan seperti gelapnya malam. Yang tidak kau dapatkan dalam keadaan lapang /kesenangan (basth) yang di gambarkan terangnya siang. Kamu semua tidak mengetahui manakah yang lebih bermanfaat bagimu”. 


 


Syarah


  Dalam hikmah ke 90-92 telah  di terangkan tentang al-qobdhu dan al-basthu, bahwa orang yang di beri kesenangan / kelapangan (basth) yang nafsunya ikut mendapatkan bagiannya, yang terkadang menjadikan sebab terhijab dengan Alloh. Berbeda ketika orang yang dalam kondisi susah, sedih hatinya nafsunya akan lemah dan merasa sangat berhajat kepada Alloh, yang menjadikan sebabnya Alloh memberikan suatu kenikmatan yang hakiki, yaitu ilmu dan ma’rifat. Sebagaimana di terangkan lagi pada hikmah 161 ini. Sehingga orang-orang Arif sama memilih keadaan qobdh dari pada basth. Tapi pada umumnya manusia memilih kesenangan dari pada qobdh, Alloh berfirman: kamu semua tidak mengetahui mana yang lebih bermanfaat bagimu.


Karena  kita tidak mengetahui maka sebaiknya menyerahkan kepada Alloh, dan rela terhadap pemberian dan kehendak Alloh.


 



 

160 “Roja’ dan Khouf (harapan dan takut / cemas)”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 160


“Roja’ dan Khouf (harapan dan takut / cemas)”


اذااَرادْتَ ان يفْتحَ لك باب الرجاءِ فاشهد مامنه اليكَ، واذا اردت ان يفتح لك باب الخوف فاشهد مامنك إليهِ


“Apa bila engkau ingin di bukakan Alloh pintu roja’/harapan, maka perhatikan kebesaran nikmat pemberian Alloh padamu yang berlimpah. Dan apa bila engkau ingin di bukakan pintu khauf/ takut, maka perhatikan hati dan amal ibadahmu kepada Alloh”. 


 


Syarah


Hikmah ini menjelaskan dua cara untuk bertaqarrub kepada Alloh yaitu : 


1. Roja’ (berharap hanya kepada Alloh), caranya: selalu memperhatikan apa yang ada pada dirimu dari nikmat pemberian Alloh, macam-macamnya manfaat yang di berikan kepadamu, dan di hindarkan dari macam-macamnya bala’ bencana mulai dari kamu dalam kandungan ibumu sampai saat ini. Sehingga hati kamu bisa berharap secara optimis dan husnud-dhon kepada Alloh dan tidak akan putus asa. 


2. Khouf (Takut hanya kepada Alloh), caranya: selalu memperhatikan apa-apa dari dirimu tentang kekurangan dan kecurangan mu dalam menghamba kepada Alloh, adab yang kurang baik terhadap Alloh. Sehingga timbul dalam hatimu rasa takut kepada Alloh. Kedua sifat ini harus di miliki oleh setiap mukmin.


 



 

159 “Jangan Putus Asa”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 159


“Jangan Putus Asa”


إذا وقع منك ذنب فلا يكن سببالياءْسك من حصول الاستـقامة مع ربّك فقد يكون ذٰلك اٰخرذنب قدّر عليكَ


“Jika engkau terlanjur melakukan dosa, maka jangan sampai menyebabkan engkau putus asa untuk mendapatkan istiqomah menghadap Tuhanmu, sebab kemungkinan dosa itu  yang kau lakukan itu sebagai dosa terahir yang telah di takdirkan Tuhan bagimu”. 


 


Syarah


  Engkau jangan putus asa dengan merasa tidak mungkin bisa istiqomah dalam menghamba pada Alloh, (sehingga mendorong kamu melakukan dosa-dosa yang lainnya) karena engkau terlanjur melakukan dosa,


Perbuatan dosa itu tidak menyalahi istiqomah dalam kehambaan, kalau semata-mata terlanjur, dengan tidak ada sifat gembira dalam melakukan dosa itu, sebab manusia tidak mungkin mengelak dari takdir yang telah di tulis baginya. Kewajiban kamu ketika terlanjur berbuat dosa yaitu harus segera bertaubat.


 



 

158 “Sifat Ke-Kanak-Kanakan”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 158


“Sifat Ke-Kanak-Kanakan”


متى كنت اذا اُعطيتَ بسطك العطاءُوإذامنعت قبضك المنع فاستدلّ بذالك على ثبوت طفوليّتك وعدم صدقك في عبوديتك


“Apa bila kamu ketika di beri (rizki) oleh Alloh, merasa gembira karena pemberian itu, dan jika di tolak (tidak di beri) hatimu merasa sedih karena penolakan itu, maka ketahuilah, yang demikan itu sebagai tanda adanya sifat kekanak-kanakan padamu, dan belum bersungguh-sungguh dalam sifat ke-hambaanmu kepada Alloh” 


 


Syarah


Ketika suasana hatimu masih selalu berubah-ubah ketika menerima nikmat atau mendapat balak / ujian. Maka nyata bahwa masih di pengaruhi oleh hawa nafsu, dan belum sungguh-sungguh dalam kedudukan kehambaan kepada Alloh, dan pengertian terhadap hikmah rahmat Alloh terhadap semua makhluknya.


 



 

153-157. Sikap Kita Ketika Di puji Orang”

 📓Terjemahan kitab alhikam

📄hikmah 153-157


“Sikap Kita Ketika Di puji Orang”


الناس يمدحونك لمايظنونه فيك فكن انت ذامّالنفسك لماتعلمه منها


153.”Orang-orang yang memuji padamu di sebabkan oleh apa yang mereka sangka yang ada padamu, karena itu engkau harus mencela dirimu, karena apa-apa (aib) yang engkau ketahui pada dirimu”. 


 


Syarah


setelah pada hikmah terdahulu di jelaskan bahwa pujian mahluk kepadamu itu karena adanya satir (sesuatu kemaksiatanmu yang di tutupi allah dari pandangan manusia lainya) maka di hikmah ini kelanjutan dari apa apa yang harus kita lakukan setelah allah memberikan satir kepada kita yaitu:


Kamu jangan sampai terpengaruh / tertipu dengan pujian orang-orang yang tidak mengetahui hakikatnya dirimu, tetapi kamu harus kembali melihat dirimu dengan mencela dirimu sebab perbuatanmu yang terbalik / tidak sama dengan prasangka orang lain pada dirimu.


Maka dari itu Sayyidina Ali berdo’a : “Allohummaj-alnaa khoirom-mimmaa yadhun-nuna,- walaa-tu-aakhidz-naa bimaa yaquuluuna ,- wagh-fir lanaa- maa-laa ya’lmuuna”. 

(Ya Alloh, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka, dan jangan Engkau siksa mereka sebab ucapan mereka terhadap diriku, dan ampunilah semua dosaku yang tidak diketahui mereka.)


Dan siapa yang merasa senang dengan pujian orang lain terhadap dirinya, berarti dia telah memberi kesempatan pada setan untuk masuk dan merusak imannya.


 


الموءمن اذامدح استحيٰى من الله ان يثنى عليه بوصف لايشهده من نفسه


154. “Orang mukmin yang sejati itu ketika di puji orang, dia malu pada Alloh, karena ia di puji bukan karena sifat yang ada pada dirinya, tapi dari Alloh”.


 


Syarah


Jadi apa bila orang lain memuji dirinya dan meyebut kebaikannya, dia merasa malu kepada Alloh, karena dia merasa tidak mempunyai sifat-sifat yang layak di puji (alhamdulillah atau segala puji hanya bagi allah), sebab ia merasa hanya mendapat karunia Alloh jika ia bisa berbuat sesuatu yang baik, dan bukan dari usaha dan kemampuannya sendiri.


Seorang salik itu harus tidak percaya dengan pujian orang lain, tetapi dia juga tidak di perintah untuk merobah/menolak supaya orang lain tidak memuji atau berprasangka baik padanya, dia hanya di perintah untuk tidak terpengaruh,dan supaya mendahulukan apa yang diketaui terhadap dirinya sendiri,mengalahkan prasangka orang lain. Yang penting tidak keterlaluan pujiannya, kalau keterlaluan maka harus di tolak.


Rosululloh bersabda : “ Uhtsut-turoba fii-waj-hi mad-daachiin” lempari debu dimuka orang-orang yang memuji-mujimu.


Rosul berkata pada orang yang memuji seseorang dihadapan rosululloh, :Qoto’-ta ‘unuqo shoohibika” kamu telah memotong leher saudaramu.


اجهل الناس من ترك يقين ما عنده لظن ماعند الناس 


155. “sebodoh-bodoh manusia yaitu orang yang meninggalkan(mengbaikan) keyakinan yang sungguh-sungguh ada padanya, karena mengikuti prasangka yang ada pada orang-orang”.


 


Syarah


  Orang yang dipuji orang lain dan terpengaruh dengan pujiannya, dan menganggap baik pada dirinya sendiri, orang seperti ini adalah orang paling bodoh, karena yang yakin ia ketahui yaitu kekurangan-kekurangan dan dosa-dosa yang telah dilakukannya atau rendahnya akhlaqnya dan kelemahan imannya sendiri.


  Al-Harits Al-Muhasiby mengumpamakan pada orang yang senang di puji orang lain, itu bagaikan orang yang senang dengan ejekan orang padanya,; Seumpama ada orang berkata : kotoranmu itu berbau harum,lalu engkau gembira dengan pujian yang demikian, padahal engkau sendiri jijik dan tau berbau busuk. Ketahuilah bahwa kotoran dosa dan jiwa itu lebih busuk dari pada kotoran (tinja) orang.


Seorang Hakim dipuji oleh orang awam/biasa, maka ia menangis, lalu ditanya: kenapa engkau menangis? Padahal orang itu memujimu,.. jawabnya: ia tidak memujiku, melainkan setelah dia mengetahui bahwa yang ada padaku sifat-sifat yang sama dengan sifat-sifatnya.


اذااطلق الثناء عليك ولست باهل فاَثن عليه بما هو اهلهُ 


156. “Jika Alloh membuka mulut orang-orang untuk memujimu, padahal nyata-nyata engkau tidak layak/berhak untuk pujian seperti itu, maka engkau harus memuji kepada Alloh yang berhak /layak mendapatkan pujian itu”.


 


Syarah


  Kenyataannya apayang disanjungkan orang-orang padamu itu tidak ada pada dirimu, atau kau mempunyai cacat/aib, sehingga kau tidak berhak menerima pujian itu, maka kau harus memuji kepada Alloh, yang telah menutupi  aib-aibmu, kekuranganmu.


الزهّاد اذامدحواانقبضوالشهودهم الثناءمن الخلق ، والعارفون اذامدحوا انبسطوا لشهودهم ذالك من الملك الحقّ


157. “Orang-orang yang zuhud (ahli ibadah) jika dipuji oleh orang lain, mereka merasa ketakutan, karena kuatir terpengaruh,karena pujian itu datangnya dari sesame makhluk, sebaliknya orang aarif jika dipuji mereka merasa senang dan gembira karena mengerti benar-benar pujian itu datang dari Alloh raja yang haq”.


 


Syarah


 Orang aarif itu selau hadir kehdhrotulloh, tidak pernah memandang selain Alloh, mereka menganggap pujian-pujian itu datang dari Alloh, sehingga mereka gembira, dan pujian itu bisa menambah kekuatan hatinya dan kedudukannya dihadapan Alloh, karena mereka tidak memandang pada dirinya tidak membanggakan amalnya, dan tidak terpengruh dangan pujian ataupun cela-an orang lain.  Kata Hikmah ini sesuai dengan Hadits nabi saw.:Idza mudihal-mu’minu fii-waj-hihi robal-iimanu fii qolbihi”.(ketika seorang mukmin di puji didepannya maka iman dalam hatinya bertambah kuat).


  Rosululloh sendiri pernah dipuji dengan qosidah oleh Hassan dan Ka’ab bin Zuhair,Rsululloh saw. Menunjukkan kegembiraan bahkan memberikan mantel kepada Ka’ab bin Zuhair.


 


Mushonnif (ibnu ato’illah) sendiri juga pernah memuji-muji kepada gurunya, Syeih Abul-Abbas Al-Mursyi, beliau diam saja dan memperlihatkan wajah senang.


Hal seperti ini juga terjadi pada para aarif lainnya.


Orang yang mempunyai makom ini antara dihina dan di puji orang tidak akan ada bekasnya dalam hati, karena mereka tidak memandang itu semua dari makhluk, tapi mereka melihat itu semua dari Alloh swt.