Tampilkan postingan dengan label 📒Terjemahan kitab Syajaratul Kaun. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 📒Terjemahan kitab Syajaratul Kaun. Tampilkan semua postingan

Bab 19 pengukuan nabi Muhammad saw.

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 19

Isra' Mijroj Nabi Muhammad (pengukuan nabi Muhammad saw)



Sedangkan kedanraan ketiga yang digunakan naik dari langit ke langit berikutnya hingga langit ke tujuh adalah sayap para malaikat. Sedangkan kendaraan ke empat untuk naik dari langit ke tujuh hingga Sidratul Muntaha adalah syap jibril. Sampai di situ Jibril mengantarkan Beliau.


Maka Rasulullah saw. bekata kepada Jibril, “Wahai Jibril, semalam kami adalah menjadi tamumu, lalu bagaimana seorang yang punya tamu meninggalkan tamunya. Apakah sampai di sini seorang kekasih meninggalkan kekasih yang dicintainya?


Jibril pun menjawab, “Wahai Muhammad, engkau adalah tamu Tuhan Yang Mahamulia, orang yang diundang oleh Tuhan Yang Maha Qadim. Kalau sekarang saya bergerak maju sekalipun hanya sejuh ujung jari tentu saya terbakar. Masing-masing di antara kita memiliki kedudukan (maqam) yang telah ditentukan.


Rasulullah saw. berkata, “Benar, apabila engkau telah sampai pada Sang Maha Kekasih dimana tidak ada batas tertentu, lalu dikatakan kepada engkau, “Inilah engkau dan inilah Aku,’ maka ingatlah saya di sisi Tuhanmu.”


Akhirnya Jibril as. Menusuk satu tusukan yang menembus tujupuluh ribu penghalang dari cahaya. Lalu beliau diterima oleh kendaraan kelimanya, yaitu “Bantal” dari Sinar hijau yang telah diikatkan antara timur dan barat. Kemudian beliau menaikinya sampai ke ‘Arasy.


Sesampai di sana, ‘Arasy pun memegang erat-erat dengan ‘ekor-ekornya” dan memanggilnya dengan tutur kata kondisinya:

“Wahai Muhammad, sampai kapan engkau minum dari kejernihan waktumu, aman dari kotor dan keruhnya. Suatu ketika Kekasihmu sangat merindukanmu dan ‘turun’ ke langit dunia, dan suatu saat Dia berkeliling denganmu kepada ‘temn’teman’ Keagungan-Nya dan membawamu di atas ‘bantal’ Kasih Sayang-Nya. Maha Suci Tuhan Yang menjalankan hamba-Nya di malam hari. Suatu saat Dia memperlihatkan kepadamu akan Keindahan Kemahaesaan-Nya, dimana ‘Hati nuraninya tidak akan mendustakan apa yang ia lihat.”

(Qs. An-Najm : 11).


Suatu ketika Dia memperlihatkan kepadamu akan keindahan Kekekalan-Nya, dimana ‘Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya,”

(Qs. An-Najm :17).


Suatu ketika Dia memperlihatkan kepadamu tentang rahasia-rahasia alam malakut-Nya, Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah mahyukan

(Qs. An-Najm:10).


Suatu ketika Dia mendekatkanmu dari Kehadirat kedekatan-Nya. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)

(Qs. An-Najm :9).


Wahai Muhammad, ini adalah waktu haus kepada-Nya, gelisah menyesali perbuatan dan bingung memikir-Nya. Saya tidak mengerti dari arah mana saya harus data kepada-Nya. Dia menjadikan saya sebagai makhluk-Nya yang terbesar, sehingga saya adalah makhluk yang sangat takut kepda-Nya. Wahai Muhammad, Dia menciptakan saya di saat yang tepat untuk menciptakan saya. Lalu saya gemetar karena wibawa Kebesan-Nya.


Kemudian Dia menulis pada diri saya kalimat: “Tidak ada Tuhan selain Allah”.


Maka saya semakin gemetar karena kewibawaan Nama-Nya. Ketika Dia menulis kalmat : “Muhammad adalah Utusan Allah”, maka kegudahanku tenang, ketkutanku pun berhenti. Maka namamu menjadi penentram hatiku dan penenenag batinku. Inilah keberkahan atas diletakkannya namamu pada diriku. Lalu bagimana dengan keindahan tatapan pandanganmu kepadaku?.


Wahai Muhammad engkau seorang yang diutus untuk memberi rahmat ke seluruh alam raya ini. Tentu pada malam hari ini saya harus mendapatkan bagian dari rahmat tersebut. Bagian yang saya inginkan adalah engkau harus sanggup memberikan kesaksian kepada diri saya dengan terbebas dari neraka, dari apa yang diklaimkan kepada diriku oleh orang-orang yang biasa berbuat dosa dan yang biasa dibicarakan oelh orang-orang yang sering menipu.


Sebab sebagian kaum telah berbuat kekeliruan terhadap diriku. Mereka tersesat dan mengira bahwa saya memuat Dzat Yang tidak dpat dibatasi sama sekali, saya telah memikul Dzat Yang tidak bisa dikondisikan sama sekali dan dapat memahami Dzat Yang tidak bisa digambarkan dalam kondisi bagaimanapun.


Wahai Muhammad Tuhan Yang Dzat-Nya tidak dapat didefinisikan dan dibatasi, Sifat-Nya tidak dapat dihitung. Lalu bagaimana Dia butuh kepada saya, atau saya bawa? Apabila ar-Rahman (Maha Penyayang) adalah Nama-Nya, maka al-Istiwa (bersemayam) adalah Sifat-Nya, Sementara Sifat-Nya terkait dengan Dzat-Nya, lalu bagaimana Dia bersmbung dan terkait atau terpisah denganku. Saua bukanlah bagian dari-Nya, dan Dia bukanlah bagian dariku.


Wahai Muhammad, demi Keagungan-Nya, saya tidaklah dekat secara bersambung dan juga tidak jauh secara terpisah. Saya bukanlah makhluk yang sanggup membawa-Nya dan juga bukan yang sanggup mengumpulkan secara keseluruhan, tidak pula menemukan bandingan-Nya. Akan tetapi justru Dia mewujudkanku dari rahmat-Nya sebagai anugerah dan pemberian. Andaikan Dia menghanguskanku, tentu itu juga suatu anugerah dan keadilan-Nya.


Wahai Muhammad, saya adalah makhluk yang dibawa oleh Kekuasaan-Nya, yang diperlakukan dengan Kebijakan-Nya. Lalu bagaimana Dzat Yang membawa itu kemudian dibawa,

“Maka janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

(Qs. Al-Isra’ :36).


Kemudian rasulullah saw, menjawab dengan tutur kata kondisinya, “Wahay Arasy, untukmu dari ku. Maka sekarang saya berusaha melupakanmu, maka jangan memperkeruh kejernihanku, jangan merisaukan kesendirianku. Sehingga tidak ada waktu luang sedikit pun untuk mencerca kepadamu, tidak ada tempat untuk berbicara denganmu.”

Bab 18 Perkapan Nabi Muhammad & Jibril

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 18

Perkapan Nabi Muhammad & Jibril



Ketika tujuan utamanya adalah menampilkan buah di hadapan Dzat Yang membuahkannya, menyuguhkan ke hadirat kedekatan-Nya dan berkeliling dengan membawanya ke sluruh putaran hadirat-Nya, maka dikatakan kepadanya, “Wahai si yatim yang berada dalam asuhan Abu Thalib, berdirilah! Karena engkau ada Yang mencari, telah disimpan untukmu berbagai harapan dan apa saja yang engkau cari.”


Lalu Allah mengutus kepadanya pelayan khusus malaikat. Dan ketika utusan itu datang kepadanya maka ia menemani dengan penuh setia dalam pembaringannya. Kemudian ia berkata, “Wahai Jibril, ke mana?,”


Jibril pun menjawabnya : “Wahai Muhammad, hilangkan pertanyaan ke mana dari dimensi ruang. Sebab dalam kenabian ini saya tidak pernah mengenal pertanyaan di mana. Akan tetapi saya seorang utusan dari Sang Maha Qadim, yang datang kepadamu sebagai pelayan. Dan kami tidak akan turun kecuali mendapatkan perintah dari Tuhan-mu.”


Ia pun bertanaya, “”Wahai Jibril, apa yang dikehendaki dari saya?”


Jiberil menjawab. “Engkaulah yang dikehendaki oleh Iradah, yang dimaksud oleh Kehendak-Nya. Maka seluruhnya adalah dikehendaki karena engkau. Engkau adalah pilihan dari alam, engkau pilihan gelas cinta, engkau mutiara dari kerang wujud ini, engkau buah dari pohon, engkau matahari berbagai pengetahuan dan engkau purnama kelembutan. Tempat tinggal surga tidak akan dibangun kecuali untuk mengangkat kedudukanmu.


Keindahan ini tidak akan disiapkan kecuali karena kedatanganmu dan gelas cinta ini tidak akan dihidangkan kecuali untuk minummu. Maka berdirilah, karena hidangan ini di suguhkan hanya karena memuliakanmu. Para malaikat alam atas bergembira menyambut kedatanganmu dan para malaikat al-Karubiyyun bertahlil karena kehadiranmu. Mereka telah memperoleh kemuliaan ruhaniyyahmu, maka mereka harus mendapatkan bagian dari jasmaniahmu, Maka kemuliaan alam Malakut adalah sebagaimana kemuliaan alam Muluk, kemuliaan puncak langit karena terinjak kedua kakimu sama seperti kemuliaan permukaan bumi Mekkah terinjak olehnya.”


Kemudian Rasulullah saw. berkata. “Wahai Jibril, Sang Maha mulia memanggilku, lalu apa yang bakal diperbuat oleh-Nya terhadap diriku?”


Jibril menjawab, “Agar Dia memaafkan kepadamu dosa yang telah engkau lakukan dan yang belum.”


Ia bertanya, “Ini untuk saya, lalu bagaimana dengan keluarga dan anak-anak saya? Karena sesungguhnya sejelek-jelek orang adalah orang yang makan sendirian.”


Jibril menjawab, “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas” (Qs. Adh-Dhuha : 5).


Ia berkata, “Wahai Jibril, sekarang hatiku lega, marilah sekarang kita berangkat kepada Tuhanku.”


Kemudian Jibril mendekatkan kendaraan Buraq kepadanya. Lalu Rasulullah saw. bertanya: “Apa kaitannya kendaraan ini dengan diri saya?”


Jibril menjawab, “Ini adalah kendaraan orang-orang yang cintanya membara.”


Rasulullah berkata, Akan tetapi kendaraanku adalah kerinduan, bekalku adalah keinginanku untuk bertemu, penunjukkan adalah malamku di mana saya tidak akan bisa sampai kepada-Nya kecuali dengan-Nya, dan tiak ada yang bisa menunjukkanku kepada-Nya kecuali Dia. Lalu bagaimana seekor binatang yang lemah sanggup membawa orang yang memikul beban berat cinta kepada Tuhannya, gunung tinggi ma’rifatnya dan rahasia-rahasia amanat-Nya.


Dimana semua itu tidak sanggup dipikul oleh langit, bumi dan gunung. Lalu bagaimana engkau akan sanggup menunjukkanku, sementara engkau bingung ketika di Sidratul Muntaha, sedangkan Dia sampai pada keharibaan yang tiada berujung?.”


Wahai Jibril, dimana persamaan engkau denganku, sedangkan saya punya waktu yang tidak cukup selain Tuhanku? Wahai Jibril, apabila Kekasihku adalah tidak ada sesuatu pun yang sama dengan-Nya, maka saya tidak sama dengan salah seorang di antara kalian, dimana kendaraan yang dinaiki akan menempuh jarak dan petunjuk yang digunakan menunjukan arah masih menuju kepada berbagai arah. Itu semua adalah sifat-sifat makhluk yang huduts, Sementara Kekasihku Mahasuci dari segala arah, di bersihkan dari segala yang huduts, tidak akan bisa ditempuh dengan gerakan dan tiak bisa ditunjukan dengan isyarat.


Barang siapa mengetahui berbagai makna ini ia akan tahu apa yang saya alami. Demikianlah seterusnya, bahwa kedekatan saya dengan-Nya adalah seperti jarak dua ujung busur panah atau bahkan lebih dekat lagi.”


Akhirnya kondisi waktu menjadikan masalah bagi Jibril, lalu berkata, “ Wahai Muhammad, sesungguhnya saya didatangkan kepadamu agar saya menjadi pelayan dalam kekuasaanmu dan teman yang mengikuti perjalananmu. Di datangkannya kendaraan untuk mu adalah untuk memperlihatkan kemuliaanmu, karena sudah menjadi tradisi para raja, apabila mereka menyambut kedatangan seorang tamu yang menjadi kekasih pujaannya atau ketika mengundang kerabat dekatnya, lalu mereka ingin memperlihatkan penghormatan kepada tamu yang diundangnya, maka mereka mengutus pembantu khusus yang mereka percaya dan menyiapkan kendaraan yang paling baik untuk menjemputnya.


Lalu kami datang kepadamu adalah resmi seperti tradisi kerajaan dan etika dalam berperilaku. Barang siapa berkeyakinan bahwa Allah swt, bisa dijangkau dengan langkah kaki, maka ia tercebur dalam jurang kesalahan. Barangsiapa mengira bahwa Tuhan terhalang oleh tutup materi, maka ia tidak akan mendapatkan anugerah.


Wahai Muhammad, sesungguhnya para malaikat dan penghuni alam arwah telah menatimu, pintu surga telah dibukakan untukmu, bagian depannya telah dihiasi dengan berbagai hiasan, tanah pasirnya dihias penuh dengan minuman. Semua itu adalah ungkapan rasa senang dan bahagia dengan kehadiranmu, Malam adalah menjadi malammu dan kekuasaan(kedaulatan) adakah kekuasaanmu. Sementara sejak saya diciptakan telah menunggu malam yang sangat indah dan penuh bahagia ini.


Saya telah menjadikanmu sebagai perantara dalam kebutuhanku, saya akan mengatakan tentang usaha saya, sementara sarana saya telah terputus. Saya di malam itu telah kehilangan akal, tidak mampu berpikir, gundah gulana dan semakin bingung. Wahai Muhammad, kebingunganku telah menghentikanku dalam berbagai medan keazalian dan keabadian-Nya.


Maka saya berkeliling dalam medan pertama, ternyata saya tidak menemukan awalnya, lalu saya berpaling ke medan terakhir, ternyata dia di akhir dalam permulaan. Kemudian saya mencari seorang teman untuk menjemput sahabat itu.


Maka di tengah jalan saya bertemu dengan Mikail. Ia pun menyapa kepadaku, Ke mana? Sementara jalan tertutup rapat berbagai pintu tanpa dengannya akan ditolak, dan tidak dapat ditembus dengan waktu yang dapat dihitung dan tidak dapat ditemukan di tempat yang terbatas.”


Lalu saya bertanya kepadanya, “Apa tujuanmu berhenti di tempat ini.?


Ia menjawab, “Saya disibukkan dengan ukuran-ukuran air laut, menurunkan hujan dan mengirimkannya ke berbagai penjuru. Akhirnya saya tahu berapa yang dijadikan pahit sebagai tinta dan berapa buih yang dihempas oleh gelombang. Namun saya tidak tahu jangka waktu bagi Yang Mahatunggal dan tidak tahu jumlah bagi Yang Mahaesa.”


Kemudian saya bertanya, “Di mana Israfil?


Ia menjawab, “Ketika saya masuk di ‘Lembaga pendidikan’ ia memahami lembaran-lembaran yang didepannya adalah Lauh Mahfuzh. Ia menyalin dari Lauh Mahfuzh apa yang harus terjadi dan apa yang dibatalkan. Kemudian membacakan pelajaran kepada anak-anak kecil, Itu adalah contoh ketentuan (takdir) dari Yang Mahaagung lagi Maha Mengetahui. Ketika ia sedang belajar tidak pernah mengangkat wajahnya ke Lauh Mahfudz karena malu terhadap Sang Maha Guru. Pandangan matanya sangat terbatas, hati dan pikirannya tidak luas. Ia dalam kondisi seperti ini sampai hari ditiupkannya terompet (di hari kiamat).


Saya berkata, “Begitu seterusnya, marilah kita bertanya kepada ‘Arasy kita meminta petunjuk, menyalin dan memintanya agar ia mau mendikte apa yang ia ketahui.”


Ketika ‘Arasy mendengar apa yang kita bicarakan, ia pun amat senang dan berkata, “Jangan engkau gerakkan lisanmu, jangan engkau gerakkan anggota tubuhmu. Ini adalah rahasia yang tabirnya tidak akan dibukakan, pintunya selalu tertutup dan pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Saya hanyalah makhluk yang terdiri dari dua huruf.


Kemarin saya tidak berarti apa-apa dan belum wujud apa-apa. Seorang makhluk yang kemarin belum ada, lalu bagaimana ia bisa mengenal Penglihatan Dzat Yang senantiasa Wujud, tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan.


Dia lebih dahulu ‘bersemayam’ (istiwa) dan memaksaku dengan Kekuasaan. Andaikan tidak karena Dia ‘bersemayam’ labih dahulu tentu saya tidak akan bisa lurus. Andaikan tidak karena Kekuasaan-Nya tentu saya tidak dapat petunjuk. Dia ‘bersemayam’ ke langit sementara langit masih berupa asap.


Dia ‘bersemayam’ di ‘Arasy untuk menunjukan bukti, sehingga saya pun terkejut ketika Dia benar-benar ‘bersemayam’. Sementara saya dan bintang yang tertinggi adalah berdekatan dan dalam jarak yang sama, namun saya tidak mengerti apa yang Dia miliki dan tidak tahu apa yang ada dalam “Genggaman-Nya”. Saya hanyala hamba-Nya, sedangkan si hamba hanya bisa berniat.


Kemudian saya ingin menceritakan kepadamu tentang kisah saya, saya beritahukan kepadamu tentang pengaduan saya karena saya tersendat oleh sesuatu, Saya bersumpah dengan Kemahatinggian Keagungan-Nya. Sementara Kekuatan Kekuasaan-Nya telah menciptakan saya, di dalam Lautan Kemahaesaan-Nya Dia telah menenggelamkan ku, pada luasnya Keabadian-Nya yang tak bertepi telah membingungkan saya.


Suatu ketika muncul dari berbagai tempat munculnya Keabadian, lalu menggairahkanku, suatu ketika mendektiku dari berbagai tempat kedekatan-Nya lalu menghiburku, suatu saat menghalangi dengan tabir (hijab) Keagungan-Nya lalu menggelisahkanku, suatu saat membisikku dengan bisikan Kelembutan-Nya lalu menyenangkanku, suatu ketika menyambungku dengan gelas cinta-Nya lalu menjadikanku mabuk.


Ketika saya merasa tersiksa dengan gaduhnya kemabukanku, maka lidah Kemahaesaan-Nya berkata, engkau tidak akan melihat-Ku,” Saya pun luluh dan merasa karena Kewibawaan-Nya, saya tercabik-cabik dari cinta-Nya karena gundah, sya pingsan sebagaimana Musa as. Ketika Dia menampakkan Keagungan-Nya.


Ketika saya sadar kembali dari mabuk cinta kepada-Nya, maka dikatakan kepadaku, “Wahai makhluk yangcintanya membara! Ini adalah keindahan yang teah Kami jaga, kebaikan yang Kami tutupi, maka tidak ada yang bisa melihatnya kecuali seorang kekasih yang telah Kami pilih, seorang anak yatim yang telah Kami asuh.


Apabila engkau mendengar, “Mahasuci Tuhan Yang telah menjalankan hamba-Nya di malam hari (Qs. Al-Isra’ :1), maka berhentilah di tengah perjalanannya naik kepada-Ku dan kedatangannya kepada-Ku, barangkali engkau bisa melihat orang yang dapat melihat-Ku. Engkau akan beruntung bisa menyaksikan orang tidak melihat kepada salin Kami.”


Wahai Muhammad bilamana ‘Arasy digiring kepadamu, lalu bagaimana aku tidak melayanimmu dengan memberikan kendaraan pertamamu yang Buraq yang akan dijadikan kendaraan menuju ke Baitul Maqdis dan sekaligus kendaraan kedua ketika engkau Mi’raj (naik) ke langit dunia.”

Bab 17 Isra' Mijroj Nabi Muhammad

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 17

Isra' Mijroj Nabi Muhammad



Sedangkan kedanraan ketiga yang digunakan naik dari langit ke langit berikutnya hingga langit ke tujuh adalah sayap para malaikat. Sedangkan kendaraan ke empat untuk naik dari langit ke tujuh hingga Sidratul Muntaha adalah syap jibril. Sampai di situ Jibril mengantarkan Beliau.


Maka Rasulullah saw. bekata kepada Jibril, “Wahai Jibril, semalam kami adalah menjadi tamumu, lalu bagaimana seorang yang punya tamu meninggalkan tamunya. Apakah sampai di sini seorang kekasih meninggalkan kekasih yang dicintainya?


Jibril pun menjawab, “Wahai Muhammad, engkau adalah tamu Tuhan Yang Mahamulia, orang yang diundang oleh Tuhan Yang Maha Qadim. Kalau sekarang saya bergerak maju sekalipun hanya sejuh ujung jari tentu saya terbakar. Masing-masing di antara kita memiliki kedudukan (maqam) yang telah ditentukan.


Rasulullah saw. berkata, “Benar, apabila engkau telah sampai pada Sang Maha Kekasih dimana tidak ada batas tertentu, lalu dikatakan kepada engkau, “Inilah engkau dan inilah Aku,’ maka ingatlah saya di sisi Tuhanmu.”


Akhirnya Jibril as. Menusuk satu tusukan yang menembus tujupuluh ribu penghalang dari cahaya. Lalu beliau diterima oleh kendaraan kelimanya, yaitu “Bantal” dari Sinar hijau yang telah diikatkan antara timur dan barat. Kemudian beliau menaikinya sampai ke ‘Arasy.


Sesampai di sana, ‘Arasy pun memegang erat-erat dengan ‘ekor-ekornya” dan memanggilnya dengan tutur kata kondisinya:

“Wahai Muhammad, sampai kapan engkau minum dari kejernihan waktumu, aman dari kotor dan keruhnya. Suatu ketika Kekasihmu sangat merindukanmu dan ‘turun’ ke langit dunia, dan suatu saat Dia berkeliling denganmu kepada ‘temn’teman’ Keagungan-Nya dan membawamu di atas ‘bantal’ Kasih Sayang-Nya. Maha Suci Tuhan Yang menjalankan hamba-Nya di malam hari. Suatu saat Dia memperlihatkan kepadamu akan Keindahan Kemahaesaan-Nya, dimana ‘Hati nuraninya tidak akan mendustakan apa yang ia lihat.”

(Qs. An-Najm : 11).


Suatu ketika Dia memperlihatkan kepadamu akan keindahan Kekekalan-Nya, dimana ‘Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya,”

(Qs. An-Najm :17).


Suatu ketika Dia memperlihatkan kepadamu tentang rahasia-rahasia alam malakut-Nya, Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah mahyukan

(Qs. An-Najm:10).


Suatu ketika Dia mendekatkanmu dari Kehadirat kedekatan-Nya. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)

(Qs. An-Najm :9).


Wahai Muhammad, ini adalah waktu haus kepada-Nya, gelisah menyesali perbuatan dan bingung memikir-Nya. Saya tidak mengerti dari arah mana saya harus data kepada-Nya. Dia menjadikan saya sebagai makhluk-Nya yang terbesar, sehingga saya adalah makhluk yang sangat takut kepda-Nya. Wahai Muhammad, Dia menciptakan saya di saat yang tepat untuk menciptakan saya. Lalu saya gemetar karena wibawa Kebesan-Nya.


Kemudian Dia menulis pada diri saya kalimat: “Tidak ada Tuhan selain Allah”.


Maka saya semakin gemetar karena kewibawaan Nama-Nya. Ketika Dia menulis kalmat : “Muhammad adalah Utusan Allah”, maka kegudahanku tenang, ketkutanku pun berhenti. Maka namamu menjadi penentram hatiku dan penenenag batinku. Inilah keberkahan atas diletakkannya namamu pada diriku. Lalu bagimana dengan keindahan tatapan pandanganmu kepadaku?.


Wahai Muhammad engkau seorang yang diutus untuk memberi rahmat ke seluruh alam raya ini. Tentu pada malam hari ini saya harus mendapatkan bagian dari rahmat tersebut. Bagian yang saya inginkan adalah engkau harus sanggup memberikan kesaksian kepada diri saya dengan terbebas dari neraka, dari apa yang diklaimkan kepada diriku oleh orang-orang yang biasa berbuat dosa dan yang biasa dibicarakan oelh orang-orang yang sering menipu.


Sebab sebagian kaum telah berbuat kekeliruan terhadap diriku. Mereka tersesat dan mengira bahwa saya memuat Dzat Yang tidak dpat dibatasi sama sekali, saya telah memikul Dzat Yang tidak bisa dikondisikan sama sekali dan dapat memahami Dzat Yang tidak bisa digambarkan dalam kondisi bagaimanapun.


Wahai Muhammad Tuhan Yang Dzat-Nya tidak dapat didefinisikan dan dibatasi, Sifat-Nya tidak dapat dihitung. Lalu bagaimana Dia butuh kepada saya, atau saya bawa? Apabila ar-Rahman (Maha Penyayang) adalah Nama-Nya, maka al-Istiwa (bersemayam) adalah Sifat-Nya, Sementara Sifat-Nya terkait dengan Dzat-Nya, lalu bagaimana Dia bersmbung dan terkait atau terpisah denganku. Saua bukanlah bagian dari-Nya, dan Dia bukanlah bagian dariku.


Wahai Muhammad, demi Keagungan-Nya, saya tidaklah dekat secara bersambung dan juga tidak jauh secara terpisah. Saya bukanlah makhluk yang sanggup membawa-Nya dan juga bukan yang sanggup mengumpulkan secara keseluruhan, tidak pula menemukan bandingan-Nya. Akan tetapi justru Dia mewujudkanku dari rahmat-Nya sebagai anugerah dan pemberian. Andaikan Dia menghanguskanku, tentu itu juga suatu anugerah dan keadilan-Nya.


Wahai Muhammad, saya adalah makhluk yang dibawa oleh Kekuasaan-Nya, yang diperlakukan dengan Kebijakan-Nya. Lalu bagaimana Dzat Yang membawa itu kemudian dibawa,

“Maka janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

(Qs. Al-Isra’ :36).


Kemudian rasulullah saw, menjawab dengan tutur kata kondisinya, “Wahay Arasy, untukmu dari ku. Maka sekarang saya berusaha melupakanmu, maka jangan memperkeruh kejernihanku, jangan merisaukan kesendirianku. Sehingga tidak ada waktu luang sedikit pun untuk mencerca kepadamu, tidak ada tempat untuk berbicara denganmu.”

Bab 16 Sifat Nabi Muhammad S.A.W

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 16

Sifat Nabi Muhammad S.A.W



Allah menjadikan sifat ketiga yang khusus untuk beliau di luar dua sifat tersebut, dimana sifat khusus tersebut adalah sifat Rabbani dan Rahasia Ilahi, yang dengannya akan menjadi tetap eksis ketika tajali (tampak). Sifat-sifat Ketuhanan, sanggup menyaksikan al-Hadrah al-Ilahiyyah (“kehadiran di hadapan Tuhan.”), menerima rahasia-rahasia Cahaya al-fardaniyyah (Kemahaesaan), mendengar khithab (perintah) isyarat al-Qudsiyyah (kesucian), menghirup udara keharuman ar-Rahmaniyyah dan menapak tangga al-maqamat (kedudukan). Kemahaagungan.


Inilah makna sabda Rasulullah saw.

“Saya tidaklah sama dengan salah seorang di antara kalian,” dan sabda beliau: “Saya punya waktu yang tidak cukup dalam waktu tersebut kecuali Tuhan saya Yang Mahasuci.”


Maqam (kedudukan) inilah yang tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali hanya Rasulullah Muhammad saw. Tidak seorang Nabi pun yang diutus atau malaikat yang dekat dengan Tuhan memiliki kedudukan seperti beliau. Suatu “Gelas” yang tidak diperoleh oleh siapa pun selain beliau.


“Pengantin” yang tidak ditampakkan keccuali karenanya. Kedudukan yang dikhususkan untuk beliau ini adalah salah satu dari empat kedudukan yang telah kami sebutkan. Sementara tiga kedudukan yang lain adalah kemuliaan yang bisa diraih oleh hamba-hamba yang lain sesuai dengan bagian masing-masing.


Adapun kedudukan terhormat (al-mahmud) itu di khususkan untuk alam bentuk, yaitu alam Muluk yang ada di dunia, sehingga mereka memperoleh wujud ketenangan (thuma’ninah) dan berkah kenabian serta kerasulannya.


“Dan Kami tidak mengutusmu kecuali untuk rahmat seluruh alam.”

(Qs. Al-Anbiya :107).


Dinaikkan di atas mimbar untuk berdakwah kepada ummatnya:


“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.”

(Qs. Al-Mai’dah : 67).


Maka di dalam dakwahnya terdapat orang-orang yang mengabulkan dan mengikutinya. Untuk memberikan nasihat tentu harus ada orang yang berceramah (khatib). Dalam setiap bencana dan gocangan terdapat dokternya, dan dalam rasa cinta kepada-Nya terdapat bagiannya. Maka kedudukan ini hanya dikhususkan untuk penduduk dunia.


Sedangkan kedudukan kedua adalah kedudukan terhormat di hari Kiamat. Kedudukan tersebut adalah bagian para arwah alam atas, sehingga mereka memperoleh keberkahan dari kedudukannya, menyaksikan keindahannya dan mendengarkan pembicaraannya : “Pada hari, ketika ruh (Jibril) dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah.” (Qs. An-Naba’:38).


Ia diizinkan untuk berpidato (Khutbah), lalu berdiri untuk berkhutbah, sementara para malaikat berbaris dan makhluk makhluk lain berhenti. Ia memulai khutbahnya dengan memberikan syafaat (pertolongan) kepada ummatnya, sembari memanggil, “Ummatku, ummatku.” Ia pun dijawab, “Rahmat-Ku-rahmat-Ku.”


Sedangkan kedudukan ketiga adalah Musyahadah (menyaksikan). Ini berlangsung di surga tempat tinggal abadi, agar penduduk surga bisa mendapatkan bagian darinya dengan menikmati keindahan bidadari yang disaksikannya, merasa dihormati dengan ditempatkannya gedung surga, kedatangannya ddisuguhi kesenangan dan dihilangkannya penghalang serta rasa gelisah.


Kedudukan keempat adalah kedudukan yang hanya dikhususkan untuk Rasulullah saw. yaitu suatu kedudukan (maqam) menyaksikan Dzat Yang disembah swt., dimana ia suatu maqm yang kedekatannya berjarak dua ujung busur panah atau bahkan lebih dekat. Ini adalah karena ia merupakan buah dari “Pohon Kejadian”, mutiara dari kerang wujud dan rahasianya serta makna dari kata KUN.


Sebab diuwujudkannya “Pohon Kejadian” bukanlah karena pohon itu sendiri, akan tetapi yang dikehendaki adalah buahnya. Sehingga ia dijaga dan dipelihara agar dapat dipetik buahnya dan kelihatan mencorong bunganya.

Bab 15 Nabi Muhammad Ibarat Kaca Pelindung Cahaya

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 15

Nabi Muhammad Ibarat Kaca Pelindung Cahaya



Cahaya’ Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada lampu besar. Lampu itu di dalam kaca” (QS. An-Nur:35).

Lampu tersebut adalah lampu cahaya Nabi kita Muhammad saw. Allah menjadikannya sebagai lampu dalam ceruk wujud. Maka alam ini di ibaratkan sebagai ceruk, sementara Nabi Muhammad saw. di ibaratkan kaca pelindung sumber cahaya. Sedangkan cahaya, di mana ia adalah hati nuraninya ibarat lampu.


Maka cahaya batinnya memancarkan cahaya ke bagian luarnya, seperti cahaya lampu yang memancarkan ke kaca pelindung. Cahaya lampu tersebut adalah api yang bersinar, sementara kaca pelindung menyerap cahaya dari dalam, dan karena bersihnya sehingga menjadi cahaya yang memancar. Sedangkan bagian setiap makhluk dari sinar tersebut adalah sesuai dengan kadar kedekatannya, mengikuti jejaknya, masuk dalam golongannya dan menjalankan syariatnya.


Inilah makna firman Allah swt.


“Dan yang menurunakn air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati.”

(Qs. Az-Zzukhruf: 11)


Nabi Muhammad saw. oleh Allah diibaratkan air hujan yang turun dari langit sesuai dengan akdar dan ketentuan Allah, sebab air adalah Rasulullah saw. yang menjadi kehdiupan setiap hati nurani, sementara wujudnya menjadi rahmat untuk segala sesuatu. Lalu Allah menjelaskan penyerapan dan pemanfaatan manusia tehadap cahaya Rasulullah saw. dan apa yang diperoleh dari keberkahannya dengan ibarat lembah.


Hati nurani adalah ibarat berbagai lembah, ada yang kecil, adapula yang besar, ada yang sangat besar, ada pula yang sangat kecil. Maka setiap hati akan menampung air sesuai daya tampung dan aliran yang menuju kepadanya. Sementara setiap manusia telah mengetahui tempat minum masing-masing.


Jasmaniah Rasulullah diibaratkan buih yang terus berkembang dan melap di permukaan air yang jernih. Ibarat buih karen ia dibina secara lahiriah dari makan, minum, menikah dan hal-hal yang sama dengan umumnya manusia dalam perbuatan dan kondisi mereka. Namun semua itu akan hilang dan lenyap sebagaimana buih, sementara apa yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dari kenabian, kerasulan, hikmah, ilmu, ma’rifat dan syafaatnya akan tetap tinggal di bumi.


Perlu Anda ketahui, bahwa hikmah diciptakannya dari kelembutan dan kepadatan adalah agar menjadi sempurna ciptaan dan sifatnya, karena Allah menciptakannya dari dua hal yang berlawanan: Jasmaniah dan ruhaniyyah, Jasmaniah dan basyiriyyah (kemanusiaan) nya diciptakan agar ia bisa bertemu dengan manusia dan berbagai hal yang punya dimensi bentuk dan rupa.


Sehingga dijadikan ssuatu potensi (kekuatan) yang sanggup menerima manusia, uantuk membantu mereka dengan materi kemanusiaan, sehingg ia bersma mereka dan semangatnya pun bersamanya.


“Sesungguhnya saya hanya manusia yang sama dengan kalian.”

(Qs. Al-Kahfi :110).


Yakni dia sejenis dan sama dengan mereka. Sebab kalau dia muncul kepada mereka dalam kondisi ruhaniyyah malaikat yang jauhar-nya dari cahaya, tentu mereka tidak sanggup menerimanya, tidak mungkin daapt menambutnya.


Oleh karenanya Allah berfirman:

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangata menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat bels kasihan lagi penyayang terhadap oeng-orang mukmin.”

(Qs. A.Taubah : 128).


Kemudian Allah menjadikan dalam dirinya suatu poensi dan ruhaniah yang akan sanggup menghadapi alan ruhaniah dan malakut alam atas, agaar keberkahannya menjadi sempurna dan rahmatnya menjadi merata. Sementara para ruhaniah dapat menyaksikan jasmaniahnya.

Bab 14 Nabi Muhammad Ibarat Pohon Kun

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 14

Nabi Muhammad Ibarat Pohon Kun


Nabi Muhammad Ibarat Pohon Kun

Karena bila wujud ini di ibaratkan suatu Pohon, maka di alah buah dan inti utamanya. Pohon yang berbuah pada dasarnya berasal dari sebutir benih yang tumbuh dan mengakar. Apa bila sebutir benih tersebut di tanam, di sirami dan di pupuk, maka akan tumbuh, bersemi, bercabang, kokoh dan berbuah. Apa bila melihat pohon tersebut, Anda akan melihat bahwa ada benih yang menumbuhkannya. Sebutir benih, permulaannya adalah suatu inti benih sampai di mucnulkan suatu bentuk pohon. Suatu pohon pada akhirnya akan kelihatan, lalu menampakkan bentuk benih tersebut.


Demikian pula inti dari Rasulullah saw. dalam makna yang lalu, kerahasiaan, munculnya dalam bentuk yang bakal datang dan kemasyurannya. Inilah makna sabda beliau: 

“Saya telah menjadi seorang Nabi, sementara Adam masih berada di antara tanah dan air” 

Maka dialah penampilan makna “Pohon Kejadian”, yaitu penampilan bentuk Rasulullah saw. Ia senantiasa di sebut dengan lisan keqadiman, dan selalu di sebar luaskan dalam lipatan yang di kemas dalam ketiadaan.


Gambaran tersebut tidak jauh berbeda dengan seorang pedagang yang hendak ke tempat peraduannya. Ia akan melipat dan mengemas barang-barangnya untuk di masukan ke dalam lemari yang menyimpan segala miliknya. Ia mempersiapkan beberapa pakaian, yang satu berada di atas yang lain. Maka pakaian yang pertama kali ia lipat dalah pakaian yang terakhir kali ia buka dan di keluarkan dari lemari. Demikian pula Rasulullah Muhammad saw., dalah makhluk pertama kali yang Di wujudkan, akan tetapi yang terakhir kali Dia munculkan dan keluarkan.


Ketika Dia menguasai pangkal pohonnya, tentu akan lebih mudah untuk mengatur dahan kenabian ini, maka Dia pupuk dengan pupuk sari-sari Kebaikan-Nya, Dia sirami dengan gelas Kasih Sayang-Nya, sehingga kokoh dan kuat. Pohon itupun bercabang yang menserbakkan aroma keharuman, sehingga keharuman itu menjadi makanan jiwa orang-orang arif (al-‘arifin), sinar mata hati (al-muhibbin), halaman bagian depan tempat berkumpulnya orang-orang yang durhaka, harapan siraman orang-orang yang berdosa.


Apa bila angin panas kesalahan atau badai kemaksiatan berhembus dari sisi kelompok kiri, lalu mendorong ke dahan yang telah di tumbuhkan-Nya, maka ia cenderung pada perbuatan orang-orang kelompok kiri yang akan mempermainkan ranting-rantingnya. Hal itu akan berpengaruh pada kehijauan tanamannya. Akan tetapi akarnya yang tertancap kokoh dalam bumi keimanan tetap bertahan kuat. Apa yang terjadi pada ranting pohon tidak membahayakannya bila pelaku kejelekan segera membenahi dan melindunginya dari hawwa nafsu.


Di lunturkannya kembali ke jalan istiqamah setelah di dorong, di sirami dengan air istighfar sehingga segar kembali. Maka di sanalah akan di terima apa yang terbersit dalam hati, dahan keimanannya bersemi kembali setelah mengalami kegersangan. Dan berdirilah seorang pembicara yang memintakan maaf dengan berbagai alasan, seorang yang jujur dan benar apa yang di nukil darinya. “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru” (Alqur-an surat. An-Najm: 1-2)


Kemudian anda perlu tahu, bahwa dahan Muhammad berasal dari ruhaniyyah, yang menjadi bahan berbagai ruh dan dari jasmaniah, yang menjadi bahan manusia. Adapun bahan ruhaniahnya adalah kedermawanannya dalam rahasia firman Allah swt: “”Allah ‘Cahaya’ langit dan bumi. Perumpamaan ‘Cahaya’ Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada lampu besar. Lampu itu di dalam kaca” (QS. An-Nur :35).

Bab 13 Nafsu Syahwat Berasal Dari Iblis

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 13 

Nafsu Syahwat Berasal Dari Iblis



Sementara itu, dosa yang di lakukan oleh orang-orang kelompok kanan adalah akibat dan pengaruh dari bertetangga dengan mereka dan pancaran yang muncul darinya. Dan perlu Anda ketahui, di samping pengaruh tersebut ada dasar dan sebab lain yang mempengaruhinya. Ketika Allah swt, memerintah untuk mengambil segenggam tanah sebagai asal mula Adam as. Maka malaikat maut (pencabut nyawa) turun ke bumi uantuk mengambil segenggam tanah itu.


Sementara itu iblis telah lama hidup di bumi yang di jadikan khalifah bersama para malaikat. Ia telah lama tinggal di bumi beribadah kepada Allah swt. Maka malaikat maut menggenggam berbagai tanah yang ada di bumi. Termasuk tanah yang di genggamnya adalah tanah yang pernah di injak oleh kaki iblis. Ketika tanah liat Adam di bentuk dari tanah hasil genggaman tersebut, maka nafsu Adam di ciptakan dari tanah yang pernah di injak kaki iblis. Sementara hati nuraninya di ciptakan dari tanah yang tidak di injaknya.


Sehingga nafsu terpengaruh oleh kotoran dan sifat-sifat tercela dari sentuhan kaki iblis. Dari sini kemudian nafsu di ciptakan sebagai sarang syahwat, kehidupan dan kekuasaannya memang berada pada syahwat nafsu karena pernah di injaknya. Karenanya, iblis di jadikan sebagai makhluk yang menyombongkan diri terhadap Adam, Karena ia menemukan dalam diri Adam tanah yang pernah di injak kakinya dan melihat pada jauhar (esensi atau keberadaan atau asal usul) unsur kejadiannya, yaitu api. Akhirnya ia merasa bangga dan cenderung untuk menyombongkan diri (takabur).


Inilah makna firman Allah swt:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan”

(Alqur-an surat. An-Nur :21).


Yakni apa yang di ciptakan dari tanah di bawah langkah langkahnya. Perrlu Anda ketahui, ketika “pohon Kejadian” mulai berkembang, maka ia menumbuhkan tiga dahan. Ada yang condong ke arah kanan, ada yang condong ke arah kiri dan ada dahan yang tumbuh lurus ke atas dan kuat. Dahan yang lurus ke atas adalah adalah dahan generasi yang masuk Islam pertama (as-sabiqun).


Maka Ruhaniyyah Muhammad saw. Berdiri dengan tiga dahan, yang masing-masing dahan memiliki bagian tertentu sesuai dengan kadar kemampuannya untuk menerima ruhaniyyah tersebut.


Allah swt. berfirman:

“Dan Kami, tidak mengutusmu kecuali untuk rahmat seluruh alam”

(Alqur-an surat. Al-Anbiya: 107).


Maka bagian dari dahan kelompok kanan (ashhabul uamin) adala ruhaniyyah hidayah (petunjuk), mengikuti Rasulullah saw. Dan melakukan Sunnah dan syariatnya.


Allah swt. Berfirman:

“Orang-orang yang mengikuti Rasul, seorang Nabi yang Ummiy.”

(Alqur-an surat. Al-A’raf : 157).


Sementara bagian generasi yang masuk Islam pertama adalah ruhaniyyah kedekatan dan persahabatan dengannya.


“Maka mereka adalah bersama orang-orang yang di beri oleh Allah dari golongan para Nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang saleh”

(Alqur-an surat. Am.Nisa’: 69).


Sedangkan bagian kelompok kiri adalah ruhaniyyah perlindungan untuk mereka di dunia dan aman dari ancaman siksa yang tak tertunda.


“Dan Allah tidak akan menyiksa mereka sementara engkau masih berada di tengah-tengah mereka”

(Alqur-an surat. al-Anfal : 33).


Ketika tiba waktu munculnya jasmaniah Muhammad saw. Ke alam wujud, maka dahan wujudnya tumbuh dengan tegak lurus. Dan ketika batang pohon semakin kokoh dan tumbuh cabang-cabgnnya, maka ia di panggil oleh Dzat Yang Maha Menguasai urusannya.


“Maka tegak lurulah (istiqamah) sebagaimana yang Aku perintahkan”

(Alqur-an surat. Hud: 112).


Sehingga sifat Rasulullah saw. Adalah istiqamah, sedangkan kedudukannya adalah tempat tinggal yang abadi di surga (Dar al-Maqamah). Ketika tegak lurus (istiqamah) ia pindah dari dua alam (jin dan manusia). Ketika menempati suatu kedudukan (maqam) ia pindah dari suatu kedudukan ke kedudukan lain, sehingga ia menetap pada suatu kedudukan abadi.


Kedudukan pertama adalah maqam wujud di dunia, yaitu firman Allah swt:

“Wahai orang yang berselimut, bangkitlah kemudian berikan peringatan”

(Alqur-an surat. Al-Mudatsir: 1-2).


Sedangkan kedudukan kedua adalah kedudukan terhormat di akhirat, yaitu firman Allah:

“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji”

(Alqur-an surat. Al-Isra’: 79).


Sementara kedudukan ke tiga adalah kedudukan abadi di surga, yaitu firman Allah:

“Tuhan yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya”

(Alqur-an surat. Fathir: 35).


Dan kedudukan ke empat adalah kedudukan al-Masyhud (Yang di saksikan), yaitu suatu kedudukan sejarak antara dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi, untuk melihat Dzat Yang di sembahnya (al-Ma’bud).


“Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)”

(Alqur-an surat. An-Najm: 8-9).


Dialah yang di khususkan untuk mendapatkan kedudukan yang dekat dengan Tuhannya. Kemuliaan (tinggi) dan menyaksikan (asy-syuhud), sebab dialah yang menjadi tujuan utama dari segala yang di wujudkan-Nya.

Bab 12 Perbedaan Iblis Dan Adam

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 12

Perbedaan Iblis Dan Adam



Ketika tempat tinggal telah terbentangkan dan gelas Iradah-Nya telah melingkar, maka yang pertama kali di hadirkan kepada Dzat Yang Maha menghadirkannya adalah iblis. Ia berlagak dan berkedok dengan baju tasbih dan penyucian, akan tetapi di penuhi dengan rekayasa dan penipuan.


Ketika ia datang di hadapan Dzat Yang Menghadirkannya, menyaksikan keindahan pemandangan tersebut dan bersikukuh dalam kedurhakaannya, menyimpan dendam, meremehkan dan menghina kebenaran air dan tanah. Ketika di katakan kepadanya, “Bersujudlah kepadanya dalam kejernihan hatimu, “ ia pun tiak mau bersujud dengan menyombongkan diri dan melewati batas kepandaian. Akhirnya ia tidak bisa bersahabat dengan orang-orang pintar dan tenggelam dalam kegelapan duka dan kegundahan.


Ketika semakin geisah dan ancaman Tuhan mencambuknya sangat berat, maka ia meminta pertolongan kepada-Nya dengan tutur kata yang mengancam anak cucu Adam.


“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga binatang ternak)”

(Alqur-an surat. An-Nisa’ :119).


Akan tetapi Qadar (Ketentuan) Tuhan menjawabnya, bahwa mereka akan di beri jaminan keamanan dari ancamannya.


“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang sesat”

(Qs. Al-Hijr :42).


Maka ia tetap meminta kepada Sang Maha Raja untuk di tunda kematiannya. Allah mengabulkan permintaannya agar ia menjadi pemimpin dan pembimbing orang-orang kafir menuju ke neraka. Sebagai tongkat bersandar orang-orang yang berdosa. Ketika salah seorang di antara mereka tergelincir, Allah telah berfirman:

“Hanya saja mereka di geleincirkan oleh setan,”

(Qs. Ali Imran : 155).


Kalau ia bertaubat, Allah telah berfirman:

“Ini adalah termasuk perbuatan setan”

(Qs. Al-Washash :15).


Ketika Adam dan iblis saling bertarung tentang akibat yang di timbulkan kemaksiatan, maka yang ini meninggalkan apa yang di perintahkannya, sementara yang itu melakukan apa yang di larang. Yang mempertemukan keduanya adalah al-Qadar (Ketentuan) Yang Mahakuasa, Sebab, Dia-lah Yang menentukan Dia memerintahkan, sementara Dia menginginkan sebaliknya apa yang Dia perintahkan. Maka apa yang di anugerahkan oleh perintah akan di hanguskan oleh Kehendak-Nya.


Tatkala mereka hendak saling menyerang akibat kemaksiatan, maka si iblis di kendalikan agar tidak menyerangnya. Sementara si iblis yang celaka ini telah mengikat tali tendanya dan memasang di halaman depan yang di jadikan tempat tinggalnya.


Adapun Adam as. Tetap merindukan tempat tinggal surga yang abadi. Siang malam senantiasa meminta, lalu kembali menyalahkan dan menyesali dirinya. Ia berdoa di antara makhluk yang berdoa dengan penuh penyesalan:


“Ya Tuhan kami, kami menganiaya diri kami, Kalau Engkau tidak mengampuni dan memberi belas kasih kepada diri kami, tentu kami termasuk orang-orang yang rugi”

(Alqur-an surat. Al-A’raf :23).


Ia pun menerima kabar gembira dengan kehilangan rasa duka yang menyelimuti dirinya.

“Maka Adam menerima kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya”

(Alqur-an surat. Al-Baqarah:37).




Sementara si iblis yang celaka, maka kuda-kuda liar tanpa kendali terus meluncur kepadanya untuk memberikan kabar gembira tentang di usirnya dari surga dan di jauhkan dari-Nya. Ia di usir dengan perintah: “Turunlah kalian, sebagaimana di antara kalian akan menjadi musuh yang lain.” (Alqur-an surat. Al-Baqarah :36).


Addampun menjadi gundah gulana dan hampir merobek-robek rajutan harapannya, kemudian ia berkata: “Tuhanku, saya telah menenggak getir pahitnya mendaki bukit, maka lindungilah saya dari panasnya putus harapan dari nikmat-Mu dalam menuruni terjalnya perintah-Mu: Maka di jawab: “ Tidak mengapa bagimu, sampai engkau pada pemisahan dua kelompok: Kelompok yang masuk surga dan kelompok yang masuk neraka” Adam mengambil posisi ke sebalah kanan, sementara iblis mengambil posisi ke sebalah kiri.


Namun karena mereka pernah bersahabat dan berkumpul, maka persahabatan tersebut akan memberikan pengaruh. Tempat dan perjalanannya adalah mengambil posisi sebelah kiri Adam. Maka asal mula lembaran sebelah kiri akan memberikan pengaruh pada orang-orang yang dekat dengannya, sehingga mereka senantiasa dalam kegelapan yang selalu menyimpang. Akhirnya mereka kufur karena kedekatnnya dan sejajar dengan iblis.


Sementara orang-orang yang masih dalam lembaran kanan, berada dalam cahaya Ma’rifat Adam, sehingga mereka selamat dari kegelapan iblis, karena mereka jauh darinya dan lebih memilih bertetangga dan berdampingan dengan orang-orang kafir yang senantiasa berada dalam kegelapan dari pada berdampingan dengan iblis. Mereka adalah orang-orang yang masuk dalam lembaran kiri. Pengaruh tersebut di munculkan dalam sifat-sifatnya.

Bab 11 Orang Tidur itu Ibarat Mayat

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 11

Orang Tidur Ibarat Mayat


Dalam diri Anda, Allah juga menjadikan sesuatu yang memberi isyarat tentang kematian, hari Kebangkitan, nikmat dan siksa kubur, di mana isyarat tersebut adalah kegiatan tidur Anda dan apa saja yang Anda mimpikan sewaktu tidur. 


Dalam mimpi Anda bisa melihat sesuatu yang menyenangkan sehingga sewaktu bangun Andapun masih merasakan kebahagiaan.

Tapi ada pula yang menyedihkan, sehingga Andapun merasa tersiksa. Orang tidur ibarat mayat yang kehilangan perasaan, maka ia tidak mampu melihat, mendengar dan memahami.


Kemudian di jadikan suatu pendengaran, penglihatan dan pemahaman, akhirnya sanggup mendengar, melihat dan memahami. Ia melihat dirinya pergi ke manapun ia inginkan, makan dan minum apa yang ia inginkan. Kondisi ini adalah sama dengan nikmat dan siksa yang di lihat dan di rasakan oelh mayat selama di alam barzah (kubur) antara kematian dengan kebangkitan. Setelah tidur, kemudian Anda di bangunkan oleh Allah, dan bukan atas kehendak atau usaha Anda sendiri.


Kalau Anda sanggup menolak untuk di bangunkan, maka Anda akan sanggup menolak untuk di bangkitkan di hari Kebangkitan nanti. Demikianlah, sangat tidak benar bila orang mengingkari hari Kebangkitan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang zindiq, atheisme dan para filosuf. Kita juga dapat menolak pendapat orang-orang Mu’tazillah yang mengingkari adanya nikmat dan siksa kubur.


Perlu anda ketahui bahwa Allah menciptakan makhluk-Nya dalam tiga kelompok, Dia berfirman:


“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang melata di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki"

(Alqur-an surat. An-Nur: 45).


Binatang melata di atas perutnya adalah seperti ular dan cacing, sementara yang berjalan dengan dua kaki adalah seperti ayam, sedangkan yang berjalan dengan empat kaki adalah seperti sapi dan kambing. Binatang-binatang tersebut ada yang seperti orang yang dalam posisi sujud, ada pula yang dalam posisi ruku’, dan ada pula yang dalam posisi berdiri tegak seperti pohon dan dinding yang tidak akan sanggup ruku’ dan sujud.


Sementara itu ada yang dalam posisi ruku’ seperti sapi dn kambing yang tidak sanggup sujud dan berdiri. Adapun mereka yang dalam posisi sujud adalah seperti serangga, ular dan cacing, di mana mereka tidak sanggup bangkit. Semuanya memang di ciptakan untuk taat dan menyucikan-Nya.


“Tidak ada sesuatu pun keculi bertasbih dengan memuji kepada-Nya”

(Alqur-an surat. Al-Isra’: 44).


Sementara itu Allah swt. Menciptakan dalam diri Anda suatu kemampuan mengumpulkan cara-cara beribadah dan bertasbihnya makhluk-makhluk lain, serta memberikan kemudahan-kemudahan pada diri Anda. Anda dapat menyembah-Nya dengan berdiri, ruku’ ataupun sujud. Sehingga dalam diri Anda terkumpul suatu kelebihan dari pada makhluk-makhluk lain.


Demikian pula Allah mewajibkan shalat pada diri Anda. Shalat di jadikan suatu bentuk ibadah yang mencakup cara-cara beribadah makhluk-makhluk-Nya yang lain. Maka, demikianlah keutamaan orang-orang yang berdiri, ruku’ dan sujud.


“Engkau adalah maksud dan tujuan dari segala yang wujud, dan engkau adalah seorang hamba khusus untuk apa yang di kehendaki Dzat Yang di sembah.” Inilah makna ucapan kami terdahulu, bahwa Allah menciptakan Adam as. Dengan bentuk nama Muhammad saw. Dan menciptakan alam sesuai dengan tata ruang kondisinya.


Perlu anda ketahui, bahwa alam arwah (atas) di tundukkan untuk manfaat “Pohon Kejadian” di gunakan untuk kemaslahatannya, melakukan apa yang menjadi hak-haknya, karena di dalamnya terdapat keistimewaan “dahan” Muhammad saw. Dan Nur al-Ahmad (Cahaya Muhammad). Maka cahaya yang bersinar di pagi hari sebagai wujud dari kegelapan malam ketiadaan (al-adam) adalah sinar mentari Muhammad di ufuk dahi Adam as.


Malaikat tertunduk sujud kepadanya sembari berkata , “Penguasa tahta ‘Arasy untuk selamanya adalah Muhammad saw” Ketika mereka di perintah untuk memberikan kesaksian, merekapun memberikan kesaksian. Di katakan kepada mereka: Mensyukuri musyahadah ini dengan cara berdiri di atas kaki mujahadah dalam mengabdi “Pohon Kejadian” ini, sementara ini merupakan pangkal dasar pohon tersebut.


Kekuasaan adalah ruasnya. Maka di antara kalian hendaknya ada yang menjadi para malaikat yang bertugas mencatat amal (as-safarah) di mana mereka berusaha menangani lembaran-lembaran suci. Hendaknya di antara kalian terdapat malaikat-malaikat yang berbakti (al-bararah) yang mengelilingi di seputar batas-batas larangan Pohon ini. Hendaknya di antara kalian terdapat malaikat yang sanggup memikul setiap amal orang yang beramal.


Hendaknya di antara kalian terdapat para juru tulis yang sanggup berdiri di depan pintu orang yang bertobat. Hendaknya di antara kalian terdapat malaikat yang mencuci wajah orang yang beristighfar dari kotoran dosa dengan air istighfar dan sanggup memintakan ampunan orang-orang yang ada di muka bumi.


Hendaknya di antara kalian terdapat malaikat yang menjaga amal perbuatan mereka, melindungi apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Hendaknya di antara kalian terdapat malaikat yang berusha untuk rezeki mereka, agar dapat mencurahkan waktunya untuk beribadah dan taat kepada Sang Pemberi rezeki.


Sehingga ada malaikat yang melepaskan angin, ada pula yang menggiring awan, ada yang melimpahkan air laut, ada yang menurunkan air hujan, ada yang menjaga daerah, ada yang menutup siang dengan kegelapan malam, ada yang menyingkap terangnya siang, ada malaikat yang memperhitungkan amal perbuatan dengan menjaga anggota tubuh dari perbuatan dosa yang menghancurkan amal, ada yang menghilangkan penyakit (bencana), ada yang bertugas menghijaukan perkebunan, dan ada pula malaikat yang bertugas menyalakan api dan menjadikan panas.

Bab 10 Indra Tubuh Sebagai Isyarat Allah

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 10

Indra Tubuh Sebagai Isyarat Allah


Lima pertama: adalah rukun islam


Sementara lima yang kedua adalah shalat fardhu yang jumlahnya lima, 


sedangkan lima yang ke tiga adalah zakat yang pada nisabnya juga lima, 


lima yang ke empat adalah Rasulullah Muhammad bersama pada sahabat pendukungnya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, maka jumlah mereka bersama Rasulullah adalah lima. 


Adapun lima yang ke lima adalah Ahlul Bait. Meraka adalah Muhammad saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.


Ketika sendi-sendi agama Islam dapat kokoh dengan menjalankan rukun-rukun syariat, mencintai para sahabat dan keluraga dekatnya, maka dalam diri Anda di ciptakan anggota tubuh sebanyak lima agar menjadi isyarat. Karena rukun Islam yang berjumlah lima, menduduki posisi panca indera.


Sebab dengan kelima indera yang ada ini Anda sanggup merasakan dan melihat segala sesuatu. Demikian pula, bila Anda menjalankan lima rukun Islam, maka Anda akan menemukan rasa segala sesuatu, mendapatkan pengetahuan, ma’rifat kepada Dzat Yang Maha Pengasih dan mendapatkan ilmu yakin.


Indera mata misalnya, akan mengajak Anda untuk menjalankan rukun-rukun shalat, sebab Rasulullah saw Bersabda:

“Di jadikan ketenangan mata saya pada shalat”


Sementara indera peraba mengajak Anda untuk menunaikan zakat.

Allah swt. Berfiman:

“Ambillah dari sebagian harta kekayaan mereka suatu sedekah (zakat)”

(Alqur-an surat. At-Taubah: 103).


Sedangkan indera rasa mengajak Anda untuk meninggalkan rasa makanan demi menjalankan rukun agama, 


indera pendengar mengajak Anda untuk mendengarkan panggilan:

“Dan serulah kepada umat manusia untuk berhaji”

(Alqur-an surat. Al-Hajj :27).


Sementara indera pencium (pembau) mengajak Anda untuk menghirup nafas Tauhid:

“Sesungguhnya saya menemukan bau ‘Jiwa” ar rahman dan arah Yaman”


Maka indera-indera ini menajak Anda untuk menjalankan sendi-sendi agama yang ada lima.


Allah menjadikan lima jari-jemari tangan Anda sebelah kanan menduduki posisi Rasulullah saw. Dan sahabat-sahabat yang bersamanya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra. 

Sebab, ketika Nur (Cahaya) Muhammad saw, di ciptakan di kening Adam, para malaikat menyambut dan memberikan salam kepada Nur Muhammad, sementara Adam sendiri tidak tahu.


Lalu ia berkata kepada Tuhannya, “Ya Tuhan, saya senang bila bisa melihat Nur anak saya, Muhammad saw. Maka hendaknya Engkau memindahkannya ke salah satu bagian tubuh saya, agar saya dapat melihatnya” 

Akhirnya Allah memindahkan nur Muhammad ke telunjuk jarinya sebelah kanan.


Adampun melihat cahaya gemerlapan di telunjuknya, lalu ia mengangkatnya sembari berkata , “Saya bersaksi bahwa Tiada Tuhan Selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Utusan Allah” Oleh karenanya, jari telunjuk di sebut al-Musabbihah (alat untuk bertasbih).


Kemudian Adam bertanya lagi, “Wahai Tuhan, apakah di dalam tulang rusuk saya ini masih ada sesuatu dari nur ini? Allah menjawab : “Ya, Nur (cahaya) sahabat-sahabatnya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali”


Maka cahaya Ali berada di Ibu Jari, Cahaya Abu Bakar berada di jari tengah, cahaya umar berada di jari manis, sedangkan cahaya Utsman berada di jari kelingking. Sebagian pendapat ada yang mengatakan, bahwa jari jemari tersebut di ciptakan di tangan Anda agar dengan ujung-ujungnya Anda sanggup menggenggam cinta kepada lima orang tersebut. Anda jangan membedakan antara mereka dengan Muhammad saw.


Sebab Allah swt, telah mengumpulkan mereka dengan firman-Nya:

“Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya”

(Alqur-an surat. Al-Fath : 29).


Allah menciptakan lima jari jemari tangan kanan Anda untuk mengingatkan lima orang Ahlul Bait, di mana Allah telah menghilangkan kotoran (dosa) dari mereka dengan firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan kotoran (dosa) dari kalian hai Ahlul Bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya”

(Alqur-an surat. Al-Ahzab : 33).


Rasulullah saw. Bersabda:

“Ayat ini di turunkan mengenai diri kami dan Ahlul Bait, yaitu saya. Ali, Fatimah, Hasan dan husain”


Kemudian Allah menjadikan kelima jari jemari kaki Anda sebagai isyarat yang mengingatkan shalat lima waktu yang di wajibkan kepada Anda. Sehingga Anda melaksanakannya berdiri di atas telapak kaki Anda, karena ia mengabdi kepada Allah di atas bumi. Pengabdian itu memang dari kedua talapak kaki.


Oleh karenanya Allah menjadikan telapak kaki kanan Anda untuk mengingatkan shalat lima waktu, sementara telapak kaki kiri Anda memberi isyarat tentang kewajiban nisab zakat, yakni lima dirham. Maka perintah shalat selalu di barengi dengan perintah zakat. Sehingga kedua telapak kaki Anda memberi isyarat tentang shalat dan zakat.

Bab 9.

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 9. (Belum tersedia)

Bab 8 Hati Nurani Ibarat 'Arasy

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 8

Hati Nurani Ibarat 'Arasy



Sementara itu Allah menjadikan hati nurani ibarat ‘Arasy, karena ‘Arasy-Nya yang berada di langit sudah di kenal, sementara ‘Arasy-Nya yang ada di bumi di huni. Sebab ‘Arasy hati nurani lebih utama dari pada ‘Arasy yang ada di langit. 

“Arasy yang ada di langit tidak cukup dengan-Nya, juga tidak memuat dan tidak dapat memahami-Nya. Sedangkan ‘Arasy yang ada di bumi setiap saat akan di lihat-Nya, tajali (menampakkan Diri) dan menurunkan kemuliaan-Nya dari langit untuknya.


Allah berfirman dalam Hadis Qudsi-Nya:

“Langit dan bumi-Ku tidak akan cukup memuat-Ku, sementara hati hamba-Ku yang mukmin akan cukup ‘memuat-Ku”


Di alam akhirat Allah swt, menjadikan surga dan neraka. Surga untuk tempat kenikmatan, sementara neraka untuk tempat siksaan. Surga sebagai gudang kebaikan, sedangkan neraka sebagai gudang kejelekan. Demikian pula Allah menjadikan kebaikan yang menjadi tempat kemuliaan hati nurani, maka Dia jadikan sebagai surga hamba-Nya yang mukmin, sebab di surga adalah tempat musyahadah (menyaksikan), tajali (menampakkan Diri), munajat (berbisik) dan sumber berbagai cahaya.


Sementara Dia menjadikan nafsu yang menduduki posisi neraka, sebab nafsu merupakan sumber segala kejahatan, tempat munculnya godaan, pelindung setan dan tempat kegelapan.


Allah juga menjadikan Lauh Mahfuzh dan al-Qalam sebagai salinan Kitab yang mencatat alam dan penciptaannya, apa yang telah dan bakal terjadi sampai hari Kiamat.


Sementara malaikat adalah yang bertugas menyalin apa yang di perintahkan, menghapus dan menetapkan, mematikan dan menghidupkan, menambah dan mengurangi. Maka demikian pula lisan adalah ibarat al Qalam, sementara dada adalah ibarat Lauh Mahfuzh.


Maka apa yang di ucapkan lisan pada dasarnya telah di tulis oleh pikiran dalam lembaran dada. Apa yang di turunkan keinginan hati nurani ke dada maka akan di ungkapkan oleh lisan di mana ia sebagai penerjemah.

Sedangkan alat indera di jadikan sebagai utusan hati yang bakal menyalin apa yang telah di peroleh.

Misalnya, pendengaran adalah utusan yang bertugas sebagai mata-mata. 

Sedangkan mata adalah utusan yang bertugas untuk melindungi 

dan lisan sebagai penerjemah.


Dalam diri manusia di ciptakan sesuatu yang menunjukan tentang Ketuhanan Yang memelihara (Rububiyyah) dan membenarkan kerosulan Nabi Muhammad saw. Struktur dan bentuk manusia seperti ini butuh kepada yang mengatur, yaitu ruh (jiwa). Sementara Dzat Yang Mengatur adalah Maha tunggal, sedangkan ruh tidak dapat di lihat, tidak dapat di pertanyakan dalam kondisi bagaimana, tidak berpihak pada sesuatu yang ada pada jasad.


Sementara itu tidak sesuatupun yang bergerak dalam tubuh ini melainkan di sebabkan oleh perasaan dan keinginannya. Jasad tidak akan sanggup merasakan dan tidak bisa menyentuh kecuali karenanya.


Itu semua menunjukan bahwa berbagai alam ini pasti memerlukan Sang Pengatur dan Sang Penggerak. Sementara Sang Maha Pengatur harus Maha tunggal, Maha tahu terhadap apa yang terjadi di Kerajan-Nya, Maha kuasa untuk menciptaknnya. Dia tidak dapat di pertanyakan bagaimana, tidak dapat di persamakan dengan apapun, tidak dapat di lihat, tidak berpihak, tidak dapat di bagi-bagi. Tidak dapat di sentuh, tidak dapat di rasa dan tidak dapat di ambil, bahkan semuanya dalam kaidah. 

“Tidak ada sesuatupun yang sama dengan-Nya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“

(Alqur-an surat. Asy-Syura:11).


Ketika Rasul yang di utus kepada makhluk-Nya ada dua: zhahir dan batin, maka Rasul yang zhahir adalah Muhammad saw. Sedangkan Rasul yang batin adalah Jibril as. Yang datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa wahyu untuk di sampaikan kepada kaumnya, sementara mereka tidak dapat merasakan dan tidak mengetahui. Demikian pula yang mengatur struktur dan bentuk manusia ini, yakni ruh (jiwa), memiliki dua utusan : dhahir dan batin.

Utusan yang batin adalah keinginan (al-iradah) yang sama dengan posisi Jibril as, yang memberikan wahyu (inspirasi) kepada lisan (ini adalah keininanya orang yang sudah tidak ada keinginan selain Allah semata), sementara lisan akan mengungkapkan dan menerjemahkan keinginan, di mana posisi utusan zhahir ini sama dengan Rasulullah Muhammad saw.

(Tapi lidahpun tidak akan menerjemahkan jika hati Masi menginginkan segala sesuatu selain allah, karna keinginan ilahiya tidak akan sampai pada orang yang masi menginginkan sesuatu selain allah maka lidah tidak punya bahan untuk di terjemahkan)


Kemudian dalam diri Anda di ciptakan sesuatu yang dapat menunjukan kebenaran kenabian dan kejujuran kerosulannya.  Dalam diri Anda juga di ciptakan sesuatu yang dapat menunjukan kebenaran syariat yang beliau bawa dan pengikut Sunnahnya.


Maka jari jemari pada setiap tangan dan kaki jumlahnya lima, demikian pula jumlah sendi-sendi syariat Islam, di mana rukun Islam ada lima.


Sehingga Rasulullah saw. Bersabda:

“Islam di dirikan di atas lima perkara: 

◾Syahadat (kesaksian), bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Utusan Allah, 

◾mendirikan shalat, 

◾memberikan zakat, 

◾pergi haji ke Baitullah al-Haram 

◾dan puasa Ramadhan”

(Hadis riwayat. Bukhari).

Bab 7 Tanah Liat Asal Nabi

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 7

Tanah Liat Asal Nabi



Kemudian bumi yang di atasnya di bangun Ka’bah dan langit yang lurus dengannya mengabulkan panggilan-Nya. Tanah yang di atasnya di bangun Ka’bah adalah tempat keimanan dari Bumi. Ketika Allah memerintah dengan “Genggaman-Nya” dari genggaman tanah untuk menciptakan Adam as.


Maka “Genggaman-Nya” mencakup tanah-tanah yang lain, yang jelek maupun yang baik. Sementara tanah liat yang menjadi benih Nabi Muhammad saw. Adalah tanah yang berasal dari tempat yang di atasnya di bangun Ka’bah, bagian bumi yang menjadi tempat iman kepada Allah SWT.


Tanah liat tersebut kemudian di campur dengan tanah liat yang menjadi asal mula Adam As. Sehingga tanah liat yang berasal dari Ka’bah ibarat suatu ragi yang menjadi unsur pematang berbagai unsur tanah. Andaikan tidak ada tanah tersebut, tentu mereka tidak akan sanggup menjawab kesaksiannya di saat mereka di minta kesaksian.


Inilah makna sabda Rasulullah saw:

“Aku telah menjadi seorang Nabi, sementara Adam masih berada di antara tanah dan air”


Sehingga segala yang wujud dan keberkahannya adalah berasal dari benih asal mula wujudnya.


“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi (tulang rusuk) mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab,’Tentu (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”

(Alqur-an surat. Al-A’raf : 172).


Akhirnya unsur ragi kenabian tersebut merembet dan mengalir ke bagian-bagian benih mereka. Sehingga dengan izin Allah lidah mereka dapat berbicara lancar untuk bertalbiah (menjawab panggilan Tuhan).


Orang yang tanah liatnya sanggup menerima unsur ragi kenabian tersebut sesuai dengan takdir Tuhan sebelumnya maka tanah yang berpadu dengan ragi akan tetap bersamanya, sampai terlihat dalam alam inderawi dan tampak pada alam bentuk.


Makna tersebut muncul sebagai realisasi terhadap pengakuan. Kemudian cahaya makna spiritual tersebut menyinari bagian jasad yang lurus dengannya, sehingga jasad juga akan bersinar terang setelah kegelapan.


Anggota-anggota tubuhnyapun mendapat penerangan karena petunjuknya, lalu ia berbuat ketaatan. Sedangkan orang yang tanah liatnya jelek dan tidak sanggup menerima ragi kenabian, ragi tersebut hanya mampu mempengaruhi sekedar kesaksian dan berucap pengakuannya di saat kesaksian di hadirat Tuhan.


Sementara waktu yang akan di tempuhnya masih cukup lama, sehingga ragi tersebut rusak akibat rusak tanah liatnya, maka seakan-akan ia ibarat sesuatu yang di titipkan lalu di tarik kembali, karena ia bukan ahli untuk menjaganya, dan kemudian di tinggalkannya. Yang demikian itu adalah iman di hati orang-orang kafir, sementara iman hanya bisa menetap di hati orang orang mukmin.


Itulah makna sabda Rasulullah saw:

“Setiap bayi yang di lahirkan selalu di lahirkan dalam kondisi fitrah, yang Allah menciptakan manusia pada fitrah tersebut”


Fitrah tersebut adalah karena mereka sama-sama beriman dalam kesaksiannya kepada Allah sebagai Tuhan, sebagaimana firmannya:


“Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, “Tentu (Engkau Tuhan kami)”

(Alqur-an surat. Al-A’raf: 172).


Meraka sama-sama menjawab dan mengucapkan kesaksianya, karena merembetnya ragi tersebut pada bagian-bagian benih mereka.


Sememtara telah berlalu dalam Ilmu Allah dan pelaksanaan Takdir-Nya, maka barang siapa tetap dalam pengakuan tersebut ia tidak akan berubah menjadi ingkar dan kufur.


Sedangkan apa yang terjadi pada “Pohon kejadian” dari perkembangan, pertumbuhan, bunga, buah-buah pikiran, kentalnya kerinduan, kuatnya perasaan, jernihnya rahasia hati nurani, angin sepoi-poinya istighfar, perkembangan apa pun, mulai dari segala kegiatan (amal), pembersihan kondisi spiritual, perkembangan daun apa pun, dari pelatihan spiritual, munajat hati, bisikan rahasia hati,musyahadah ruh, apa saja yang tumbuh dari bunga-bunga hikmah, kelembutan ma’rifat, apapun yang naik ke atas dari hembusan nafas yang baik, apa pun yang terjadi dari daun kedamaian, angin kesenangan dan apapun yang menancap pada akar dari tingkatan orang-orang khusus dan kedudukan orang yang lebih khusus, tingkatan orang-orang jujur, munajat orang-orang yang dekat dengan-Nya, musyahadah orang-orang yang mencintain-Nya.


Semua itu berasal dari pembuahan “dahan” Muhammad saw. Yang di sinari dari cahayanya, bersumber dari perkembangan sungai Kautsyarnya, di campur dengan sari-sari makanan kebaikannya, di didik dalam ayunan petunjuknya. Oleh karena itu, keberkahannya merata dan rahmatnya meliputi seluruh makhluk.

“Kami tidak mengutusmu kecuali untuk rahmat seluruh alam”

(Alqur-an surat. Al-Anbiya: 107).


Karenanya Allah membentangkan tempat tinggal akhirat, karenanya allah menundukkan siang dan malam, menggariskan apa yang telah di tentukan, membatasi apa yang hendak di batasi, mengingatkan dengan menyebutnya, memberi perhatian terhadap rahasia dan kedudukannya, mengambil perjanjian untuk membenarkannya dan berpegang teguh dengan tali hakikatnya. Sementara mahkota syariatnya mulia di atas para pengikut dan pendukungnya.


Kemudian dengan kenabian Muhammad saw, Allah menutup kenabian para nabi, dengan Kitab yang di turunkan kepadanya mengakhiri Kitab-kitabNya, kerosulannya menutup kerosulan para Rosul alaihi salam. Barang siapa berlindung dengan perlindungan syariatnya akan selamat, yang berpegang teguh dengan agamanya akan di lindungi.


Ketika Adam As. Tawasul denganya, ia selamat dari cercaan. Ketika ia pindah ke tulang rusuk al-Khalil Ibrahim, akhirnya api yang hendak membakarnya padam seketika dan menjadikannya selamat. Ketika di titipkan kepada tulang rusuk Ismail as. Maka ia di tebus dengan binatang kurban.


Dengan demikian buah dari dahan kelompok orang-orang bagian kanan adalah:

“Dia mencintai mereka, dan mereka pun mencintainya”

(Alqur-an surat. Al-Ma’idah: 54).


Sedangkan buah dari dahan kelompok orang-orang kelompok kiri adalah:

“Dan Allah tidak akan menghukum mereka, sementara engkau berada di tengah-tengah mereka”

(Alqur-an surat. Al-Anfal:33).


Sementara buah dari dahan kelompok orang-orang yang masuk Islam lebih awal dari dekat dengan Allah (as-sabiqun al muqarobbin) dalah:

“Muhammad adalah utusan Allah, sementara orang-orang yang bersamanya bertindak keras terhadap orang-orang kafir, tapi penuh kasih sayang di kalangan mereka sendiri”

(Alqur-an surat. Al-Fath:  29).


Maka keberkahannya telah merata di seluruh ufuk dan kalimatnya telah sempurna.

Bab 6 Alam Bawah Dan Alam Langit

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 6

Alam Bawah Dan Alam Langit



Allah menciptakan Adam as. Dalam bentuk nama Muhammad saw. Oleh karenanya kepada Adam as. Bulat seperti bulatnya huruf Mim pertama, sedangkan tangan dan lambungnya seperti huruf Mim kedua, dan kedua kakinya merenggang seperti huruf dal. Maka sempurnalah penciptaan Adam dengan bentuk nama Muhammad saw.


Kami mengatakan bahwa Dia menciptakan berbagai alam sesuai dengan bentuk tata ruang Muhammad, sebab pada dasarnya alam di bedakan menjadi dua alam Muluk dan Malakut, 


Alam Muluk adalah seperti alam jasmaniah, sedangkan alam Malakut seperti alam Ruhaniahnya.


Kepadatan alam bawah seperti kepadatan alam jasmaniahnya, sedangkan kelembutan alam atas seperti kelembutan alam ruhaniahnya. Gunung-gunung di atas bumi yang di jadikan sebagai paku bumi ibarat gunung tulang yang di jadikan penyangga dan kekuatan tubuhnya.


Sedangkan sungai yang meluap dan mengalir serta yang tidak mengalir, yang tawar dan yang asin adalah ibarat darah yang mengalir melalui berbagai urat dan pembuluh darah, dan yang tenang dalam saluran-saluran anggota tubuh serta berbagai macam cairan yang ada dalam tubuh.


Ada yang tawar yaitu air ludah, di mana makanan dan minuman bila di olah dengannya akan menjadi baik. Ada pula yang asin, yaitu air mata untuk melindungi biji mata. Ada pula yang pahit, yaitu air telinga untuk melindungi telinga dari gangguan serangga dan binatang-binatang kecil lain yang mungkin masuk ke telinga.


Kemudian dalam “bumi” tubuhnya ada tanah yang mungkin di tumbuhi tumbuh-tumbuhan seperti tanah yang subur. Di samping itu ada pula bumi yang kadar air dan garamnya tinggi, sehingga tidak mungkin dapat di tumbuhi tumbuh-tumbuhan. Di bumi juga terdapat lautan besar yang menjadi muara berbagai sungai dan saluran-saluran air untuk di manfaatkan menusia.


Demikian pula dalam bumi tubuhnya juga terdapat urat yang kuat dan menjadi sumber utama, seperti urat jantung yang mengalirkan darah dan menjadi sumber utama berbagai urat yang di alirkan ke seluruh tubuh.


Kemudian alam atas adalah alam langit, di mana Allah menjadikan matahari sebagai lampu penerang yang menyinari penduduk bumi. Demikian pula ruh (jiwa) di jadikan dalam tubuh manusia untuk menyinarinya. Andaikan jiwa hilang karena mati, tentu tubuh manusia akan gelap seperti gelapnya sebagian darah bumi ketika tidak di sinari matahari.


Kemudian Allah menjadikan akal manusia ibarat bulan yang mengambil cahayanya pada orbit langit. Pada waktu tertentu ia kecil kemudian semakin besar dan di saat yang lain ia kemudian kembali menjadi kecil lagi. Awalnya adalah bulan sabit sebagaimana permulaan akal anak kecil, kemudian semakin besar dan semakin dewasa seperti besarnya bulan purnama pada malam kesempurnaannya, kemudian tampak semakin berkurang lagi. Ini ibarat akal manusia ketika mencapai usia empat puluhan, kemudian kemampuannya semakin berkurang kembali.


Di langit, Allah juga menjadikan lima bintang yang terus beredar. Ini ibarat pancaindera: Indera perasa, pencium, penglihatan, pendengar dan peraba. Kemudian di alam langit, Allah juga menjadikan ‘Arasy dan Kursi. “Arasy Dia jadikan sebagai arah pusat tujuan hati para hamba dan sebagai tempat sasaran penengadahan tangan, dan bukan menjadi tempat Dzat-Nya, bukan pula sebagai tempat duduk Sifat-sifat-Nya, sebab, as-Rahman (Maha Pengasih) adalah Nama-Nya, sedangkan Istiwa’ adalah sifat-Nya.


Sementara Nanam dan Sifat-Nya berada pada Dzat-Nya. Sedangkan ‘Arasy adalah salah satu dari makhluk-Nya, yang tidak bersambung maupun bersentuhan dengan-Nya, tidak pula yang memukul dan di butuhkan-Nya.


Adapun Kursi adalah suatu tempat yang memuat berbagai rahasia dan gudang bebagai cahaya-Nya, tempat penitipan apa yang ada dalam lingkup Kursi-Nya yang luasnya cukup untuk langit dan bumi. Maka Allah menjadikan dada yang kedudukannya sama dengan Kursi, karena di situ pula akan di peroleh berbagai ilmu pengetahuan yang muncul, ibarat halaman yang ada di depan pintu hati.


Menyangkut jiwa (an-Nafs), terdapat dua daun pintu yang menuju kepadanya ada kebaikan yang muncul dari hati nurani dan ada pula kejelekan yang muncul dari nafsu. Ini semua terjadi di dalam dada, dan dari dada pula ia keluar menuju anggota tubuh.


Inilah makna firman Allah swt:

“Dan di lahirkan apa yang ada dalam dada”

(Alqur-an surat. Al-‘Adiyat : 10).

Bab 5 Allah Dzat Yang Menciptakan

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 5


Allah Dzat Yang Menciptakan



Orang yang pertama kali berbuat di sekitar Pohon ini untuk mencapai asal benih Kun lalu ia memeras unsur yang terbersih dan menyaringnya sehingga muncul buihnya, kemudian menyaringnya sampai murni hingga unsur-unsur yang membahayakan itu hilang. Sari yang sangat murni ini kemudian di tambah dengan Sinar Hidayah (petunjuk) –Nya sehingga muncul Jauhar-nya, lalu di tenggelamkan ke dalam lautan ar-Rahman (Kasih Sayang) sampai keberkahannya merata.


Dari proses ini kemudian di ciptakan Nur (cahaya) Nabi Muhammad saw. Lalu di hiasi dengan sinar alam arwah sehingga bersinar terang dan mulia. Di jadikan-Nya Nur Muhammad sebagai asal muasal segala cahaya, dialah orang yang pertama kali tercatat dalam Kitab-Nya, orang yang terakhir kali muncul, pemimpin di hari Kebangkitan, pembawa kabar gembira, menemui para manusia dengan senang hati, Ia di tempatkan dalam “Kantor Kedamaian” tinggal di “Kebun kegembiraan”


Nilai-nilai spiritualnya di tutupi dengan tutup fisiknya, alam Syuhud di tutupi dengan alam wujudnya. Ia di lahirkan ke alam dunia yang juga karenanya alam ini di wujudkan.


Semua itu terjadi, karena Allah swt. Adalah Dzat Yang menciptakan segala alam dengan Kekuasaan-Nya, dan bukan karena Dia memerlukannya. Kesempurnaan Hikmah-Nya dalam menciptakan alam adalah untuk menampakkan kemuliaan air dan tanah. Karena Dia mewujudkan apa yang hendak Dia wujudkan. Dia tidak pernah berkata tentang sesuatu yang lebih.


“Sesungguhnya Aku menjadikan seorang khalifah di muka bumi

(Alqur-an surat. Al-Baqarah: 30).


Khalifah itu adalah wujud Adam, akan tetapi hikmah hikmah dalam wujud Adam adalah untuk menampakkan kemuliaan Nabi Muhammad saw. Sebab itu adalah hikmah jasad untuk memunculkan Kaf al-Kanziyyah (Gudang simpanan). “Saya adalah gudang Gudang” simpanan segala rahasia.


Sementara tujuan mewujudkan makhluk adalah untuk mengetahui Dzat Yang Mewujudkannya. Sedangkan yang di khususkan untuk ma’rifat yang paling sempurna adalah hati nurani Nabi Muhammad saw. Sebab seluruh pengetahuan (Ma’rifat) adalah suatu pembenaran (tahdiq) dan keimanan.


Sementara Ma’rifat beliau saw. Adalah secara musyahadah dan mata telanjang. Dengan cahaya ma’rifat Muhammad saw. Seluruh makhluk dapat mengenali, dan dengan keutamaan beliau yang mengungguli seluruh makhluk, mereka memberikan pengakuan.


Kemudian Allah mengeluarkannya dari intisari benih Kun. Sebagaimana tanaman mengeluarkan cabang-cabang untuk memperkokoh dirinya, maka beliau di perkuat oleh para sahabat dan kerabatnya. Akhirnya kuat dan lurus menjulang tinggi, di kepung oleh “Dedaunan” dengan kejernihan perasaan dan kekuatan kerinduannya.


“Dahan” Muhammad telah muncul, batang yang di tumbuhi dedaunan semakin berkembang dan menjulang tinggi, di guyur air hujan dari awan sambutan dan penerimaan Tuhan. Sementara kehadirannya menggembirakan golongan jin dan manusia, kedatangananya mengharumkan alam, kelahirannya meruntuhkan berhala-berhala, kenabiannya menyalin agama-agama sebelumnya, kebenarannya di dukung oleh al-Qur’an yang di turunkan ke padanya. Bergetarlah “Pohon Kejadian” karena senang dan berbagai macam kehidupan yang ada di dalamnya juga bergerak.


Di antara dahan-dahan “Pohon Kejadian” ada orang yang masuk ke kelompok kiri dan cenderung pada kesesatan. Ketika angin Kerasulan di hembuskan dengan membawa Kerasulannya.


“Dan kami tidak mengutus mu kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam.”

(Alqur-an surat. Al-Anbiya :107).



Maka angin tersebut di hirup oleh orang-orang yang sebelumnya telah di tentukan baik. Akhirnya ia cenderung pada kebaikan dengan penuh senang hati. Adapun orang yang “sakit” atau orang yang tidak dapat di terima dan terhalang dari rahmat-Nya, maka ia di hempas oleh badai Kekuasaan (al-Qudrah).


Selanjutnya ia kering setelah kehijauannya hilang, wajah kebahagiaannya menjadi kecemberutan, harapan keberuntungannya tidak mungkin terwujud dan akhirnya menjadi putus asa.


Rahasia dahan ini adalah dari pembuahan pohon kedermawanan dan mutiara kerang wujud. Sementara di antara nilai spiritual ruhaniahnya adalah nilai spiritual.


“Wahai seorang Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai seorang saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan (dengan ancaman siksa Allah) dan mengajak kepada agama Allah dengan izin-Nya, sebagai lampu penerang dan pemberi cahaya”

(Alqur-an surat. Al-Ahzab : 45-6).


Maka Dia-lah lampu penerang kegelapan alam, ruh dari jasad segala yang wujud. Sebab, ketika Allah berfirman kepada langit dan bumi:


“Dia berfirman kepada mereka (langit dan bumi), “Datanglah kalian menurut perintah-Ku dengan penuh taat atau terpaksa,” mereka kemudian menjawab, ‘Kami datang dengan penuh taat (tunduk)”

(Alqur-an surat. Fushshilat : 11).

Bab 4 Ketajaman Mata Hati (Bashirah)

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 4

Ketajaman Mata Hati (Bashirah)



Andaikan Anda sanggup melihat dengan ketajaman mata hati (Bashirah), Anda akan melihat dahan-dahan dan Pohon Thuba (Kebahagiaan Surgawi) yang menggantung pada dahan-dahan dari Pohon Zaqum (Makanan penduduk neraka), segarnya angin yang sepoi-sepoi basah bercampur dengan panasnya hembusan api yang sangat panas, peneduh langit al Washl (Sambunganya hamba dengan Tuhannya) berjejer dengan peneduh dari asap hitam tebal.


Masing-masing orang akan memperoleh bagian yang telah di tentukan, seseorang minum dengan gelas yang sudah di tentukan, sementara yang lain minum dengan gelas yang di segel, dan ada pula yang tidak mendapatkan minuman.


Talkala tampak Wujud (Yang di ibaratkan anak-anak kecil) dari singgasana ketiadaan, lalu mereka di hembus oleh angin segar al-Qudrah (Kekuasaan), di asuh dan di pelihara oleh kelembutan dan belaian al-Hikmah (kebijakan), di hujani oleh awan al-Iradah (Kehendak) dengan berbagai keajaiban ciptaan, maka Wujud itu menumbuhkan berbagai macam dahan yang muncul dari batang Pohon sesuai dengan apa yang telah di tentukan dalam ke-qadimanya.


Dalam unsur dahan tersebut di susun dari sehat dan sakit. Sebab seluruh alam terdiri dari daun unsur yang di keluarkan dari dua bagian yang berasal dari kata Kun. Kedua unsur tersebut adalah kegelapan dan cahaya. Dan seluruh kebaikan berasal dari cahaya, sedangkan seluruh kejelekan berasal dari kegelapan.


Malaikat adalah makhluk Allah yang di wujudkan dari unsur cahaya, sehingga mereka menjadi baik, tidak pernah menentang (maksiat) terhadap apa yang di perintahkan Allah swt. Berbeda dengan setan, mereka di penuhi dengan unsur kegelapan, maka yang muncul adalah kejahatan.


Sementara itu Adam dan anak cucunya di ciptakan dari tanah liat (ath-thin) yang terdiri dari kebaikan dan kejelekan serta manfaat dan bahaya.


Sedangkan dzat (Subyek)nya di ciptakan untuk sanggup menerima pengetahuan dan ketidaktahuan. Jauhar (atau esensi) mana yang sanggup mendominasi dalam diri manusia, maka ia akan masuk dalam kelompok tersebut. Kalau yang menang adalah Jauhar cahayanya dan muncul jiwa spiritual (Ruahniyah) untuk mengalahkan jasmaniah (psikis)nya, maka ia akan sanggup mengungguli para malaikat dan akan melambung tinggi di atas orbit.


Akan tetapi bila yang mendominasi dalam diri manusia adalah Jauhar kegelapan, sementara Jauhar cahayanya kalah dan psikisnya lebih menonjol dari pada spiritualnya, maka ia masih lebih baik dari pada setan.


Ketika Allah “Menggenggam” Adam dari segenggam tanah Kun, maka Dia mengusap bagian atas punggungnya, sehingga ia mampu membedakan yang baik dan yang jelek. Dari punggung Adam, Allah mengeluarkan anak cucunya yang masuk ke dalam kelompok kanan, kemudian mereka mengambil posisi dan berperilaku sebagaimana kelompok kanan.


Dari punggung Adam pula keluar anak cucunya yang masuk ke dalam kelompok kiri, kemudian mereka juga akan mengambil posisi sebagaimana orang-orang kiri. Sehingga tak seorangpun akan menyimpang dari apa yang di kehendaki-Nya. Barang siapa bertanya, Mengapa”? Maka pertanyaan itu salah.

Bab 3 Sifat-Sifat Allah S.W.T

 Terjemahan Syajaratul–Kaun

(Ibnu ‘Arabi)

Bab 3

Sifat-Sifat Allah S.W.T



Ketika terjadi suatu peristiwa atau bencana yang menimpa pohon ini, maka mereka menengadahkan tangan untuk meminta, merendah ke arah “Arasy untuk meminta kepulihan (kesembuhan), berusaha menjaga dari langkah yang tidak benar., sebab Dzat Yang mewujudkan Pohon ini tidak memiliki arah yang dapat di tunjuk, tidak dapat di tuju di mana atau ke mana, tidak dapat di ketahui dengan cara bagaimana.


Andaikan ‘Arasy bukanlah suatu arah yang dapat di tuju mereka untuk melakukan pengabdian kepada tuhan, menunaikan ketaatannya, tentu mereka akan tersesat dalam tuntutan mereka.


Maka Allah swt, mewujudkan ‘Arasy hanyalah untuk menampakkan Asma’ (nama-nama) dan Sifat-sifat-Nya, sebab di antara Nama-nama-Nya adalah al-Ghafur (Maha Pengampun) sementara di antara Sifat-sifatnya adalah al-Maghfirah (Ampunan), di antara Nama-nama-Nya adalah ar-Rahim (MahaPengasih), Sementara di antara Sifat-sifat-Nya adalah as-Rahmah (Kasih sayang), di antara Nama-nama-Nya adalah al-Karim (Maha Mulia), sementara di antara Sifat-sifat-Nya adalah al-Karam (Kemuliaan).


Maka dahan-dahan dari pohon ini berbeda-beda buahnya pun beraneka ragam. Semua itu untuk menampakan rahasia ampunan-Nya kepada hamba yang berdosa, rahmat-Nya kepada hamba yang berbuat baik, keutamaan-Nya kepada hamba yang taat, keadilan-Nya kepada hamba yang durhaka, Nikmat-Nya kepada si Mukmin, Siksa-Nya kepada si Kafir.


Dalam Wujud-Nya Dia Mahasuci dari ketersentuhan, jauh, bersambung atau berpisah dengan apa yang Dia wujudkan, sebab Dia telah Wujud, Dia bukanlah alam, Dia sekarang tetap sebagaimana semula, Dia tidak tersambung dan juga tidak terpisah dengan alam, sebab sambung dan pisah adalah termasuk sifat-sifat makhluk (huduts) bukan termasuk sifat-sifat Qidam.


Berpisah dan bersambung mengharuskan terjadinya perpindahan dan pergeseran, sedangkan dari perpindahan dan pergeseran akan mengakibatkan perubahan, pergantian dan bahkan kesirnaan. Semua ini adalah sifat-sifat kekurangan dan bukan Sifat-sifat Kesempurnaan (al-Kamal). Dia Mahasuci dan Maha tinggi dari segala apa yang di katakan oleh orang-orang yang zalim dan para atheis.


Kemudian Dia menciptakan Lauh Mahfuzh dan al Qalam ibarat Buku Sang Maha Raja yang di dalamnya terdapat berbagai keputusan hukum. Ada hukum yang di batalkan dan ada pula yang di tetapkan, apa yang di wujudkan dan yang di tiadakan, apa yang keluar dari kebaikan-Nya, pemberian nikmat, pahala dan siksa.


Sedangkan Sidratul-Muntaha adalah ibarat sebatang dahan dari dahan-dahan pohon ini, yang di bawahnya terdapat malaikat yang mengabdi-Nya, melaksanakan keputussan-keputusan hukum-Nya, melaporkan apa yang di bawahnya dari buah pohon.


Di sana kemudian ia menerima salinan Kitab Sang Maha Raja yakni Lauh Mahfuzh. Sementara apa yang terejadi pada Pohon ini, baik penetapan maupun pembatalan, pengurangan maupun penambahan tidak akan terjadi di luar Pohon tersebut.


Sebab masing-masing dari mereka telah memiliki batas yang di pahami, bagian yang telah di tetapkan dan ketentuan yang telah di tentukan.


“Tiada seorangpun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan tertentu”

(Qs. As-Shaffat: 164)


Tidak sedikitpun buah dari Pohon ini akan di laporkan ke atas rendah maupun baik, kecil maupun besar. Mulia maupun hina, sedikit maupun banyak kecuali sudah tercatat dalam sebuah Kitab yang tidak mengecualikan yang kecil dan yang besar, yang kesemuanya itu akan di catat di dalamnya. (Lihat Alqur-an surat. Al-Kahfi: 49)


Kemudian Sang Maha Raja memerintahkan mereka untuk di kirimkan ke salah satu dari dua gudang untuk menyimpan buah Pohon itu. Kedua gudang tersebut tidak lain adalah Surga dan Neraka. Buah yang baik akan di simpan di dalam gudang Surga.


“Sekali-kali tidak, sesungguhnya Kitab orang-orang berbakti itu (tersimpan) dalam surga “Illiyyin”

(Qs. Al-Muthaffifin : 18).


Sementara buah yang jelek akan di masukan ke dalam gudang neraka.

“Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam neraka Sijjin

(Qs. Al-Muthaffin: 7)


Surga adalah tempat tinggal orang-orang yang berada di kelompok kanan (Ashhabul Yamin) dari Pohon yang di berkahi dan baik. Sedangkan neraka adalah tempat tinggal orang-orang yang berada di kelompok kiri (Ashabusy Syimal) dari Pohon terkutuk yang ada dalam al-Qur’an.


Dia menciptakan dunia yang akan meninggalkan bunganya, sementara akhirat sebagi tempat tinggal buah Pohon tersebut. Sementara itu. Pohon ini di kelilingi oleh dinding Qudrah (Kekuasaan-Nya) yang meliputi segala-galanya.

“Sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu”

(Qs. Fushilat : 54).


Di kepung oleh lingkaran al-Iradah (Kehendak-Nya), di mana Dia akan melakukan apa yang Dia kehendaki dan memutuskan apa yang Dia inginkan. Ketika pangkal Pohon ini telah kokoh dan cabang-cabangnyapun semakin kuat, maka dua ujungnya akan saling bertemu, yang terakhir bertemu dengan yang pertama.


“Kepada Tuhanmulah di kembalikan kesudahannya (Ketentuan waktunya)”

(Qs. An-Nazi’at :44).


Sebab orang yang permulaannya dengan kata Kun, maka akhirnya pun akan tetap ada. Pohon tersebut sekalipun cabang-cabangnya banyak, tetapi asalnya hanya satu, yaitu sebutir benih Kun. Sehingga akhirnya juga hanya satu, yaitu kata Kun.

Bab 2 Benih Pohon Kun

 

Terjemahan Syajaratul–Kaun
(Ibnu ‘Arabi)
Bab 2
Benih Pohon Kun

Ketika di panggil di hari kesaksian di depan mata para saksi untuk di minta kesaksian.
“Bukankah Aku ini Tuhan kalian?”
(Qs. Al-A’raf : 172).

Maka masing-masing akan memberikan kesaksian sesuai dengan kadar yang ia saksikan dan ia dengar, kemudian semuanya sepakat menjawab, “Benar, tentu Engkau Tuhan kami” Akan tetapi perbedaan itu terjadi dari sisi kesaksian mereka.

Orang yang menyaksikan-Nya dengan Keindahan Dzat-Nya, maka ia akan memberikan kesaksian bahwa tidak ada sesuatupun yang sama dengan-Nya.

Orang yang menyaksikan-Nya dengan Keindahan Sifat-sifat-Nya, ia akan memberikan kesaksian, bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Yang menjadi Raja lagi Maha suci.

Sementara orang yang menyaksikan-Nya dengan keindahan yang ada pada Makhluk-Nya, maka kesaksian mereka akan berbeda-beda akibat perbedaan yang mereka saksikan.

Sekelompok orang menjadikan-Nya terbatas, kelompok lain mengangggapnya tidak ada, sementara kelompok yang lain lagi menjadikan-Nya batu karang yang keras. Dalam hal ini, seluruhnya pada satu kebijakan hukum.

“Katakanlah ‘Sekali kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah di tetapkan oleh Allah bagi kami”
(Qs.at.Taubah : 51).

Kebijakan hukum di atas hanya dapat di ketahui pada rahasia yang tersimpan dalam kata Kun, yang akan berputra pada titik lingkarannya, yang tertanam kokoh pada pangkal benihnya.

Ketika sebutir benih ini merupakan bibit Pohon Alam dan cikal bakal buah dan makna bentuknya, maka saya sangat berkeinginan untuk menjadikan apa yang di bentuk ini suatu contoh dan apa yang di wujudkan ini menjadi suatu gambaran. Sementara berbagai ucapan (firman), pekerjaan dan kondisi yang muncul di dalamnya kita jadikan suatu cara untuk mencari kesimpulan (Pengertian).

Kemudian saya mencontohkan sebatang pohon yang tumbuh dari sebutir benih Kun. Sementara segala yang terjadi di alam ini dari berbagai fenomena baru, seperti kekurangan, kelebihan, pertumbuhan, apa yang tidak dapat di saksikan oleh mata (Ghaib) dan apa yang dapat di saksikan (Syahadah), kufur dan iman, apa yang muncul dari berbagai kegiatan, pembersihan kondisi dan tingkah laku, apa yang muncul dari ucapan-ucapan yang indah, kerinduan, perasaan, berbagai pengetahuan yang rumit, apa yang tumbuh dari kedekatannya orang-orang yang dekat dengan Tuhan (al-Muqarrabin), kedudukan orang-orang yang bertaqwa (al-Muttaqin), derajat orang-orang yang jujur (as-Shiddiqin), berbisik (munajat) nya orang-orang arif (al-‘Arifin) dan Musyahadah-nya orang-orang yang cinta kepada Allah (al-Muhibbin).

Semua itu merupakan buah yang di hasilkan oleh pohon ini dan mayang serbuk yang di munculkan oleh Pohon Alam ini.

Pertama kali yang di munculkan oleh Pohon yang berasal dari benih Kun ini adalah tiga dahan. Satu dahan mengarah ke sebelah kanan. Mereka adalah kelompk orang-orang yang berada di sebelah kanan (Ashabul yamin). Dahan yang kedua mengarah ke sebelah kiri.

Mereka adalah orang-orang yang berada pada kelompok kiri. Sementara dahan yang ke tiga lurus menjulang tinggi. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki kedekatan dengan Allah (as-Sabiqun al-Muqarrabun).

Tatkala dahan itu kokoh dengan batangnya dan menjulang tinggi, muncul dari ranting-ranting bagian atas dan bagian bawah suatu alam bentuk dan alam makna, sementara kulit dan tutup bagian luar yang tampak adalah alam al-Mulk, sedangkan isi yang terpendam dan inti makna-maknanya yang tersembunyi adalah alam malakut.

Sementara itu, air yang mengalir melalui jaringan-jaringan urat nadi yang dapat menunjang hidup tumbuh dan tingginya pohon ini, memunculkan putik bunga, memekarkan bunga dan mematangkan buahnya adalah alam Jabarut yang merupakan rahasia dari kata Kun.

Kemudian pohon itu di kepung oleh dinding dan di batasi oleh batas-batas dan garis-garis tertentu.

Batas-batas tersebut adalah arah: Atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang.
Bagian atas, maka pembatasnya adalah bagian atas, yang bawah batasnya adalah bagian bawah. Sedangkan garis-garis pembatasnya adalah apa yang ada di dalamnya, dari berbagai orbit dan benda-benda langit, para penguasa, berbagai ketentuan hukum, jejak para pendahulu dan para tokoh.

Maka tujuh lapis langit ibarat daun yang di gunakan berteduh, sementara bintang gemintang yang bersinar ibarat bunga yang ada di atas ufuk, malam dan siang ibarat dua helai selendang yang berbeda.

Salah satunya berwarna hitam kelam yang di kenakan untuk menghalangi pandangan mata, sementara yang lain berwarna putih yang di kenakan untuk menampakkan diri (tajalli), kepada orang-orang yang sanggup melihatnya. “Arasy rumah yang menyimpan segala kekayaan dan senjata Pohon ini. Dari rumah ini di peroleh berbagai manfaat yang menunjang kebaikan Pohon. di tempat itu pula Pohon ini di kendalikan dan para pelayannya di atur.

“Dan engkau akan melihat malaikat-malaikat melingkar berputra di sekeliling “Arasy bertasbih sambil memuji Tuhannya“
(Alqur-an surat. Az-Zumar: 75).

Ke’Arasy mereka menuju, ke sana mereka bermaksud, di sekitarnya mereka mengitari, di mana pun mereka berada maka mereka memberikan isyarat ke ‘Arasy.

Bab 1 Allah Maha Segala Maha Segala

 

Terjemahan Syajaratul–Kaun
(Ibnu ‘Arabi)
Bab 1
Allah Maha Segala Maha

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa dalam Dzat, tidak ada yang menyamai dalam Sifat-sifat-Nya, Di mana “Wajah-Nya” Maha suci dari segala arah, Maha bersih dari segala bentuk baru, Maha suci “Kaki-Nya” dari segala arah, “Tangan-Nya” dari segala gerak, “Mata-Nya” dari lirikan pandang, “Bersemayamnya-Nya” dari segala ketersentuhan, Kekuasaan-Nya dari kekeliruan dan kekurangan, Kehendak-Nya tidak menjadi banyak akibat banyaknya yang di sifati, Kehendak-Nya tidak berbeda-beda akibat perbedaan yang di kehendaki.

Dia menciptakan segala yang ada di alam raya ini dengan kata “KUN” (wujudlah), di mana dengan kata tersebut Dia mewujudkan segala yang di wujudkan, sehingga tidak pernah ada apa pun yang wujud ini kecuali keluar dari hakikat yang tersembunyi dari kata tersebut, sementara tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi kecuali keluar dari rahasianya yang selalu terjaga.

Allah swt. Berfirman:
“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apa bila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, “KUN” (jadilah), maka ia pun jadi”
(Qs. An-Nahl : 40).

Saya merenungkan alam raya (KAUN) dan pembentukkannya, memperhatikan apa yang tersimpan dan pembukuanya, maka saya melihat bahwa alam raya (kosmos) ini seluruhnya adalah suatu pohon, sementara pangkal cahayanya berasal dari satu benih “KUN” di mana “Kaf al-Kauniyyah” (huruf Kaf dari KUN) di kawinkan dengan serbuk benih.
Allah subhanahu wata'alah berfirman:
“Kami telah menciptakan kalian”
(Qs. Al-Waqi’ah:57).

Dari penyerbukan benih tersebut muncul buah “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”
(Qs. Al-Qamar: 49).

Dari sini muncul dua dahan yang berbeda dari satu akar yang sama. Akar tersebut adalah al-Iradah (kehendak), semenara cabangnya adalah al-Qudrah (Kuasa).

Dari esensi Kaf muncul dua makna yang berbeda:

Kaf al-Kamaliyyah (Kesempurnaan)
“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu”
(Qs. Al-Ma’idah:3).

Dan kedua adalah Kaf al-Kufriyyah (Kekufuran)
“Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir”
(Qs.al-Baqarah: 253).

Sementara dari Jauhar (esensi) “NUN” dari kata KUN muncul Nun Nakirah (ketidak tahuan) dan Nun Ma’rifah (pengetahuan tentang Tuhan). Ketika di tampakkan kepada mereka dari Kun ketiadaan pada hukum yang di kehendaki oleh keqadiman, maka Dia memercikan sinar kepada mereka dari Sinar-Nya.

Orang yang terkena sinar tersebut, kemudian ia memandang gambaran “Pohon Kejadian” (Syajaratul-Kaun) yang tumbuh dari benih KUN, ia akan memiliki kebahagiaan yang ada dalam rahasia Kaf-nya sebagai gambaran Firman Tuhan:
“Kamu adalah ummat terbaik yang di lahirkan untuk manusia”
(Qs. Ali Imran: 110).

Dan tampak jelas dalam penjelasan Nun-nya di dalam Firman-Nya:
“Maka apakah orang-orang yang di bukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) Agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatuh hatinya)?”
(Qs. Az-Zumar:22).

Sementara orang yang tidak terkena sinar tersebut, lalu di minta mengungkapkan makna yang di maksud dari kata Kun, maka ia akan salah dalam mengejanya, dan nista dalam harapannya. Ia melihat bentuk kata Kun, maka ia mengira, bahwa huruf tersebut adalah Kaf Kufriyyah (kekufuran) dengan Nun Nakirah (ketidaktahuan), karena ia termasuk kelompok orang-orang kafir.

Nasib (bagian) setiap makhluk dari kata Kun, sesuai dengan apa yang di ketahui dari pengejaan hurufnya, dan apa yang di saksikan dari rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya adalah berdasarkan sabda Rasulullah saw.
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian Dia memercikkan kepada mereka dari Sinar-Nya. Barang siapa terkena sinar tersebut akan mendapatkan petunjuk, sementara orang yang luput dari percikan sinar tersebut akan sesat dan menyimpang”
(Lihat pula H.r. at-Tirmidzi, Kitab al-Iman :2566)

Ketika Adam a.s. melihat lingkaran wujud, maka ia menemukan bahwa segala yang wujud ini berkisar pada lingkaran alam (Kaun):

Satu terdiri dari api, sementara yang lain terdiri dari tanah liat (thin). Adam kemudian melihat lingkaran ini berada pada rahasia-rahasia Kun. Bagaimanapun caranya perputar ia akan tetap berputar, dan di manapun ia terbang akan tetap terbang. Kepada lingkaran tersebut ia akan kembali dan pada lingkaran itu pula akan tetap berputar, ia tidak akan pernah lepas dan berubah. Satu di antara mereka menyaksikan Kaf Kamaliyyah (kesempurnaan) dan Nun Ma’rifah (pengetahuan tentang Tuhan), sementara yang lain menyaksikan Kaf Kufriyyah (kekufuran) dan Nun Nakirah (Ketidaktahuan). Sehingga kebijakan hukum ada padanya akan kembali pada titik lingkaran Kun. Apa yang di ciptakan (al-Mukawwan) tidak pernah melampaui apa yang di kehendaki Dzat Yang Menciptakan (al-Makuwwin).

Apa bila memperhatikan berbagai macam dahan “Pohon Kejadian” dan berbagai jenis buahnya, Anda akan tahu bahwa sumber utamanya berasal dari satu biji benih Kun yang jauh berbeda.

Ketika Adam a.s. di masukkan dalam “Lembaga Pendidikan” dan di ajari tentang seluruh nama, maka ia melihat contoh Kun, lalu ia melihat apa yang di kehendaki oleh Sang Pencipta melalui apa yang di ciptakan-Nya, maka ia menyaksikan “Sang Guru” dari Kaf-nya Kun suatu Kaf al-Kanziyyah (Gudang segala simpanan) “Aku adalah gudang simpanan rahasia”

Adam tidak tahu, lalu ia sangat ingin tahu. Kemudian ia melihat rahasia yang ada pada Nun, yaitu Nun al-Ananiyyah (Keakuan).
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku”
(Qs. Thaha: 14).

Ketika pengejaan itu benar dan harapannya pun terealisasi, maka “Sang Guru” mengambilkan suatu intisari dari Kaf al-Kanziyyah (gudang simpanan rahasia) suatu Kaf at-Takrim (pemuliaan)
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam”
(Qs. Al-Isra’: 70).

Dan Kaf al- Kuntuyyah (Keakuan)
“Aku akan menjadi Pendengaran, Penglihatan dan Tangan Baginya”

Dari Nun al-Ananiyyah (Keakuan) “Sang Guru” mengeluarkan bagi Adam Nun an-Nurriyah (Pencahayaan).
“Kami menjadikan sinar untuknya”
(Qs. Al-An’am: 122)

Lalu Nun tersebut bersambung dengan Nun Ni’mah.

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menjumlahnya dalam hitungan tertentu”
(Qs. Ibrahim: 34).

Sementara itu, si Iblis tinggal dalam “Lembaga Pendidikan” selama empat puluh ribu tahun untuk memahami huruf-huruf KUN. “Sang Guru” telah memasrahkan segala-galanya kepada diri Iblis, menyerahkan segala upaya dan kekuatan kepada kekuatannya sendiri. Maka iblis melihat bentuk Kun, agar dari bentuk tersebut ia dapat menyaksikan Kaf Kufriyyah (Kekafirannya), lalu ia sombong , membangkang dan merasa paling besar. Ia juga menyaksikan Nun kata tersebut suatu Nun Nariyah (api asal ciptaannya).

“Engkau menciptakan aku dari api”
(Qs. Al-A’raf : 12).

Kaf kekufurannya bersambung dengan Nun keapiannya, maka ia di masukkan ke dalam neraka.
“Maka mereka di jungkir-balikan ke dalam neraka”
(Qs. Asy-Suara :94).

Tatkala Adam melihat perbedaan yang terjadi pada pohon ini dan berbagai macam bunga dan buahnya, maka ia berpegang erat pada dahan.
“Sesungguhnya Aku adalah Allah Tuhan semesta alam”
(Qs. Al-Qashash :30).

Lalu Adam di panggil dengan seruan “Makanlah dari berbagai buah tauhid dan berteduhlah di bawah Naungan Yang Maha tunggal” Selain perintah juga ada larangan, “Janganlah kalian mendekati pohon ini”
(Qs. Al-Baqarah: 35 dan al-A’raf : 19).

Namun iblis menginginkan agar Adam bisa sampai pada dahan:
“Maka setan membisikan pikiran jahat kepada mereka (Adam dan Hawa)”
(Qs. Al-A’raf : 20).

Kemudian Adam dan Hawa makan buah terlarang, yang membawa mereka tergelincir ke dalam tempat-tempat yang menggelincirkan:
“Dan durhakalah Adam kepada Tuhannya dan ‘sesatlah ia.”
(Qs. Thaha : 121).

Tapi Adam tetap berpegang teguh dengan dahan istighfar:
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
(Qs. Al-A’raf :23).

Akhirnya merunduk dan turun untuknya buah dari Tuhannya:
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya.”
(Qs. Al-Baqarah : 37).