Terjemahan Syajaratul–Kaun
(Ibnu ‘Arabi)
Bab 17
Isra' Mijroj Nabi Muhammad
Sedangkan kedanraan ketiga yang digunakan naik dari langit ke langit berikutnya hingga langit ke tujuh adalah sayap para malaikat. Sedangkan kendaraan ke empat untuk naik dari langit ke tujuh hingga Sidratul Muntaha adalah syap jibril. Sampai di situ Jibril mengantarkan Beliau.
Maka Rasulullah saw. bekata kepada Jibril, “Wahai Jibril, semalam kami adalah menjadi tamumu, lalu bagaimana seorang yang punya tamu meninggalkan tamunya. Apakah sampai di sini seorang kekasih meninggalkan kekasih yang dicintainya?
Jibril pun menjawab, “Wahai Muhammad, engkau adalah tamu Tuhan Yang Mahamulia, orang yang diundang oleh Tuhan Yang Maha Qadim. Kalau sekarang saya bergerak maju sekalipun hanya sejuh ujung jari tentu saya terbakar. Masing-masing di antara kita memiliki kedudukan (maqam) yang telah ditentukan.
Rasulullah saw. berkata, “Benar, apabila engkau telah sampai pada Sang Maha Kekasih dimana tidak ada batas tertentu, lalu dikatakan kepada engkau, “Inilah engkau dan inilah Aku,’ maka ingatlah saya di sisi Tuhanmu.”
Akhirnya Jibril as. Menusuk satu tusukan yang menembus tujupuluh ribu penghalang dari cahaya. Lalu beliau diterima oleh kendaraan kelimanya, yaitu “Bantal” dari Sinar hijau yang telah diikatkan antara timur dan barat. Kemudian beliau menaikinya sampai ke ‘Arasy.
Sesampai di sana, ‘Arasy pun memegang erat-erat dengan ‘ekor-ekornya” dan memanggilnya dengan tutur kata kondisinya:
“Wahai Muhammad, sampai kapan engkau minum dari kejernihan waktumu, aman dari kotor dan keruhnya. Suatu ketika Kekasihmu sangat merindukanmu dan ‘turun’ ke langit dunia, dan suatu saat Dia berkeliling denganmu kepada ‘temn’teman’ Keagungan-Nya dan membawamu di atas ‘bantal’ Kasih Sayang-Nya. Maha Suci Tuhan Yang menjalankan hamba-Nya di malam hari. Suatu saat Dia memperlihatkan kepadamu akan Keindahan Kemahaesaan-Nya, dimana ‘Hati nuraninya tidak akan mendustakan apa yang ia lihat.”
(Qs. An-Najm : 11).
Suatu ketika Dia memperlihatkan kepadamu akan keindahan Kekekalan-Nya, dimana ‘Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya,”
(Qs. An-Najm :17).
Suatu ketika Dia memperlihatkan kepadamu tentang rahasia-rahasia alam malakut-Nya, Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah mahyukan
(Qs. An-Najm:10).
Suatu ketika Dia mendekatkanmu dari Kehadirat kedekatan-Nya. Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)
(Qs. An-Najm :9).
Wahai Muhammad, ini adalah waktu haus kepada-Nya, gelisah menyesali perbuatan dan bingung memikir-Nya. Saya tidak mengerti dari arah mana saya harus data kepada-Nya. Dia menjadikan saya sebagai makhluk-Nya yang terbesar, sehingga saya adalah makhluk yang sangat takut kepda-Nya. Wahai Muhammad, Dia menciptakan saya di saat yang tepat untuk menciptakan saya. Lalu saya gemetar karena wibawa Kebesan-Nya.
Kemudian Dia menulis pada diri saya kalimat: “Tidak ada Tuhan selain Allah”.
Maka saya semakin gemetar karena kewibawaan Nama-Nya. Ketika Dia menulis kalmat : “Muhammad adalah Utusan Allah”, maka kegudahanku tenang, ketkutanku pun berhenti. Maka namamu menjadi penentram hatiku dan penenenag batinku. Inilah keberkahan atas diletakkannya namamu pada diriku. Lalu bagimana dengan keindahan tatapan pandanganmu kepadaku?.
Wahai Muhammad engkau seorang yang diutus untuk memberi rahmat ke seluruh alam raya ini. Tentu pada malam hari ini saya harus mendapatkan bagian dari rahmat tersebut. Bagian yang saya inginkan adalah engkau harus sanggup memberikan kesaksian kepada diri saya dengan terbebas dari neraka, dari apa yang diklaimkan kepada diriku oleh orang-orang yang biasa berbuat dosa dan yang biasa dibicarakan oelh orang-orang yang sering menipu.
Sebab sebagian kaum telah berbuat kekeliruan terhadap diriku. Mereka tersesat dan mengira bahwa saya memuat Dzat Yang tidak dpat dibatasi sama sekali, saya telah memikul Dzat Yang tidak bisa dikondisikan sama sekali dan dapat memahami Dzat Yang tidak bisa digambarkan dalam kondisi bagaimanapun.
Wahai Muhammad Tuhan Yang Dzat-Nya tidak dapat didefinisikan dan dibatasi, Sifat-Nya tidak dapat dihitung. Lalu bagaimana Dia butuh kepada saya, atau saya bawa? Apabila ar-Rahman (Maha Penyayang) adalah Nama-Nya, maka al-Istiwa (bersemayam) adalah Sifat-Nya, Sementara Sifat-Nya terkait dengan Dzat-Nya, lalu bagaimana Dia bersmbung dan terkait atau terpisah denganku. Saua bukanlah bagian dari-Nya, dan Dia bukanlah bagian dariku.
Wahai Muhammad, demi Keagungan-Nya, saya tidaklah dekat secara bersambung dan juga tidak jauh secara terpisah. Saya bukanlah makhluk yang sanggup membawa-Nya dan juga bukan yang sanggup mengumpulkan secara keseluruhan, tidak pula menemukan bandingan-Nya. Akan tetapi justru Dia mewujudkanku dari rahmat-Nya sebagai anugerah dan pemberian. Andaikan Dia menghanguskanku, tentu itu juga suatu anugerah dan keadilan-Nya.
Wahai Muhammad, saya adalah makhluk yang dibawa oleh Kekuasaan-Nya, yang diperlakukan dengan Kebijakan-Nya. Lalu bagaimana Dzat Yang membawa itu kemudian dibawa,
“Maka janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
(Qs. Al-Isra’ :36).
Kemudian rasulullah saw, menjawab dengan tutur kata kondisinya, “Wahay Arasy, untukmu dari ku. Maka sekarang saya berusaha melupakanmu, maka jangan memperkeruh kejernihanku, jangan merisaukan kesendirianku. Sehingga tidak ada waktu luang sedikit pun untuk mencerca kepadamu, tidak ada tempat untuk berbicara denganmu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar