Tampilkan postingan dengan label 📒Terjemahan kitab An-nasho'ih (Wasoya). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 📒Terjemahan kitab An-nasho'ih (Wasoya). Tampilkan semua postingan

NASIHAT KE - 41 Mengikhlaskan ketaatan

 


Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 41

Mengikhlaskan ketaatan


Sahabat-sahabtku! Kalian bertanya-tanya tentang orang yang suka ketidaktenaran dan suka menyembunyikan amal kebajikannya, mereka itulah ulul albab (orang-orang berakal) yang telah diberi oleh Allah SWT faedah dari perbendaharaan ilmu-Nya.


Karena hal yang paling dominan pada niat, tekad hati, kehendak dan cita-citaa mereka adalah agar tidak ada yang mengetahui selain Allah SWT tentang sesuatu yang terpuji dalam urusan mereka. Apa yang mereka sembunyikan dilakukan berdasarkan petunjuk, dan apa yang mereka kemukakan dilakukan dengan kebenaran.

Dan dalam hal ini, mereka itu bermacam-macam; di antara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena takut terhadap tipu daya musuh yang bakal menjerumuskannya kepada finah, menghapuskan amal pebuatan dan menggagalkan segala daya upaya oarng-orang yang beramal.


Seandainya orang berilmu yang selalu berjaga-jaga ini menemukan cara lain untuk menyembunyikan amal perbuatannya dari dirinya dan musuhnya, tentu akan ia lakukan itu karena takut terhadap musuh-musuh agamanya serta merasa lemah dalam berusaha menghadapi dirinya sendiri dan musuhnya tersebut, sehingga ia tidak akan mendapatkan keselamatan.

 Kemudian di anatara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena lebih mengutamakan ketidaktenaran dan sangat menyukai keutamaan pahala kerahasiaan, di ssamping untuk mencari keselamatan diri, maka ia rahasiakan segala keadaannya dengan segenap kemampuan.

 Orang seperti ini, apabila urusannya mulai diketahui orang di suatu tempat, ia akan lari dengan agamanya ke temepat lain yang tidak dikenal oang selagi ia masih bisa menemukan cara untuk melakukannya. Kadang kala, karena sesuatu dan lain hal, ia terpaksa menampakan sebagian pendapatnya demi sesuatu kebutuhan orang lain.


 Tetapi hal itu pun hanya ia tampakkan seperlunya, sekedar memenuhi kebutuhan untuk menganbil dan memberi manfaat, seraya memohon dengan segenap kerendahan hati kepada Allah SWT agar dia diberi keselamatan dari fitnah yang terkandung pada sesuatu yang telah nampak darinya itu, seperti yang dilakukan oleh mereka yang menyukai ketidaktenaran, sehingga iapun akan mendapatkan dua kali lipat pahala; Pahala kecintaan kepda ketidaktenaran dan pahala kerahasiaan.

 Demikian jalan keselamatan dari fitnah melalui perlindungan dan dukungan dari Allah SWT.


Kemudian, di antara mereka ada pula yang memelihara substansi faedah, dengan meluruskan perbuatannya, membersihkan keadaannya, menghindari dosa-dosa dan kesia-siaan, membebaskan diri dari keburukan, mensucikan diri dari kekotoran, menhana anggota tubuh dari semua larangan dan akibat-akibatnya, menolak yang haram dan syubhat, menjauhi umpatan, meminimalkan keinginan, mencukupkan kebutuhan ala kadarnya, dan membukakan tutup dari hatinya degan renungan dan i’tibar, sehingga jelaslah baginya ganjarannya di dunia dan akhirat, baik yang berupa kebahagiaan maupun penderitaan.


 Ia pun kian bersungguh-sungguh dalam berlari, tidak menyisakan dan tidak pula ciut dalam mencari apa yang ia harapkan. Ia disibukan oleh hal tersebut sehingga tidak peduli dengan kenikmatan dunia, karenanya ia rela menaggung lelah dan karenanya pula ia kuat menelan pahit. Ia berjuang di jalan Allah melawan musuhnya sehingga tidak sekejap pun berpaling ke arah kemaksiatan yang didketahuinya, juga tidak ingin tetap sedetik pun pada kekeliruan yang dikenalnya.


IA ber istighfar dari setiap kemaksiatan yang belum diketahuinya, tidak terhadap keteledoran jiwanya dalam menggapai keridhaan Allah, dan tidak pula mengabaikan dirinya sendiri sehingga ia menjadi lalai kepada Tuhannya. Ia meningkatkan diri dengan ilmunya, dan beramal di bawah ancaman dengan hati yang yakin kepada ancaman Allah SWT, seraya berlari dari segala yang dibenci oleh Allah, dalam keadaan khusyuk , khawatir dan takut terhadap siksaan dan azab-Nya.


 Ia juga beramal di atas janji-Nya dengan hati yang yakin kepada pahala dari Allah SWT, dalam keadaan senang, ikhlas, sungguh-sungguh dan bulat. Ia beramal dibawah jaminan Allah untuk menanggung rizki dengan hati yang yakin pada ketetapan janji-Nya seraya berserah diri, percaya sepenuhnya serta berpegang teguh kepada-Nya.

 Terhadap apa yang diujikan kepadanya dari berbagai hal yang tidak menyenangkannya. Ia hadapi dengan sabar, ridha serta dengan pengenalan tentang betapa baiknya perhatian dan pilihan Allah SWT untuk dirinya. Terhadap silih bergantinya kenikmatan yang diterimanya, ia hadapi dengan pengetahuan tentang betapa besarnya nikmat tersebut, serta betapa tidak berartinya syukur yang ia jalankan; ia tidak menganggap rendah sessuatu karena ingin mendapatkan cinta dari Tuhannya dan tidak pula mengganggap cukup apa-apa yang ia kerjakan untuk Tuhannya.


Kemudian, untuk kecintaan Allah, ia hadapi dengan sikap zuhud di dunia dan ia utamakan cinta tersebut daripada dirinya dalam keadaan senang terhadap musibah, gembira kepada hal-hal tidak disukai, terjaga dari kelalaian, perkataannya adalah zikir, diamnya adalah pikir, pandangannya adalah pelajaran, ia mengenal hal yang disukai dan yang dibenci, mengetahui keutamaan tidak populer, menyembunyikan amal perbuatan, dan menegetahui kebutuhan hamba-hamba yang lain kepada batas-batas agama sehinga ia berusaha memenuhi kebutuhan mereka secukupnya karena takut terhadap perbuatan menyembunyikan ilmu dari orang yang berhak mengetahuinya, seraya bersikap hati-hati dalam membimbing mereka bila mereka memintanya; namun ia bersikap sabar dan penuh perhatian apabila ia diperingatkan oleh orang lain.


 Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s. “ Apabila menjadi baik melalui tanganmu salah seorang diantara hamba-hamba-Ku, Aku tulis engkau termasuk seorang jahid (orang yg diuji). Siapa yang aku tulis namanya sebagai jahid pasti tidak ada rasa keterasingan dan kekurangan pada dirinya.


 Dan kalau saja engkau mengembalikan kepada-Ku seorang hamba yang lari dari Ku, itu lebih Aku sukai daripada engkau menjumpai-Ku dengan membawa ibadah tujuh puluh orang yang benar dan tulus.” Maka, berbahagialah orang yang yakin dalam membimbing oang-orang lain kepada Tuhan mereka, ia bekerja dengan hati-hati karena Allah atas dirinya, memberi nasihat karena Allah kepada makhluk-Nya, dan ia menjalankan perintah Allah di tengah hamba-hamba-Nya.

 Ia beramal dengan ilmu yang berguna serta dengan sikap wara’ yang tulus. Ia bersabar di tengah mereka terhadap tindakan menyakitkan, menahan serta membalas marah mereka dengan cara yang terbaik, manis muka, ramah tamah, ringan tangan, pemurah dan dermawan, penuh akrab dan bersahabat, rendah hati, lemah lembut dalam bergaul dengan mereka, halus dalam mengingatkan, dan tidak jemu-jemu emgningatkan mereka tentang pertolongan Sang Maha Pemurah; tentang keabadian kekasih-Nya; tentang silih bergantinya kenikmatan yang dibalas dengan sedikit syukur dari hamba-hamba-Nya.

 Ia mengingtakan mereka dengan sikap santun Tuhan, tetapi juga memperingatkan mereka tentang datangnya kemurkaan-Nya. Mewanti-wanti mereka tentang kebencian Allah dan balasan-Nya. Menganjurkan mereka supaya menampakkan kecintaan kepada Allah SWT melalui apa-apa yang dicintai-Nya. Karena Allah ia mencintai mereka, dan karena Allah pula ia benci dan marah kepada mereka. Ia bekerja dalam keridhaan Allah untuk hamba-hamba-Nya serta tidak pernah meninggalkan perintah Allah kepada dirinya dan pada semua keadaan. Dia mengenal Rabb-nya dan mengikuti jejak Nabi Muhammad, saw. Karena biliaulah tempat panutan. Ia bersikap lurus dalam urusannya dan diberi taufik dalam hal yang dirahasiakan dan dipublikasikannya, baik dalam perbuatan maupun ucapannya. Sungguh, terdapat beberapa atsar yang mengungkapkan tentang kriteria orang seperti ini.

Telah sampai kepada kami bahwa sebagian pembaca Alquran memahami ayat berikut : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, beramal salih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang berserah diri.” (Fushshilat, 33). Inilah kekasih Allah, pilihan-Nya, hasil seleksi-Nya,dan inilah orang yang paling dicintai Allah SWT di antara penghuni bumi, dikabulkan doanya di dunia. Ia mengajak orang lain kepada Allah SWT melalui aktifitas dakwah dan beramal salih untuk memenuhi seruan-Nya, seraya berkata : “Sesungguhnya aku termasuk di antara oarng-orang Islam.” Dan itulah khalifah Allah.

Saudaraku! Inilah sifat para rasul dan para khalifah yang mendapat petunjuk. Atribut demikian tidak cocok untuk kita dan juga tidak untuk orang yang sama dengan kita, maka janganlah sampai nekgau tidak mengetahui permasalahanmu. Ingatlah apa yang kau ketahui tentang keburukan dirimu dan waspadalah terhadap kelalaian yang telah memperdayakanmu. Maka, jika Tuha  mau mengambil tindakan, tentu engkaulah orang yang lebih utama untuk dikutuk daripada diteladani.

 Terimalah nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu, rahasiakanlah urusanmu dengan berbagai usaha serta senangilah ketidakpopuleranmu. Sesungguhnya orang-orang salih dahulu senantiasa memperihatinkan keselamatan, padahal mereka adalah orang-orang pilihan yang hidup pada zaman pilihan pula, sedangkan kalian termasuk di antara sisa-sisa umat di tengah-tengah hiruk pikuk dunia. Seandainya orang-orang pilihan tersebut sempat menjumpai zaman kalian sekarang, pastilah mereka orang yang paling kencang larinya dan lebih jauh melangkahnya.

 Di antara orang-orang yang memiliki ilmu ada yang berkata : “Seandainya salah seorang salih dari orang-orang yang terdahulu dibangkitkan dari kuburnya lalu ia melihat kepada pembaca-pembaca Alquran di antaramu, niscaya ia tidak mau berbicara dengannya dan tentu ia akan berkata kepada semua orang bahwa mereka tidaklah beriman kepada hari hisab.” Sedang tokoh lain berkata : “Tidak ada kebaikan pada zikir jika diumumkan”, Wahai kaum, senangilah ketidakpopuleran dan jangan merasa optimis dengan keselamatan. Semoga Allah mengaruniai kita dengan keselamatan dalam segala hal. Amin ya Rabbal ‘alamin.

NASIHAT KE - 40 Bencana-bencana Ilmu

 Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 40

Bencana-bencana Ilmu



Saudara-saudaraku! Kaliab bertanya tentang keadaan orang-orang yang menampakan ilmu pengetahuan dan kebajikan mereka, tetapi mereka juga senang dengan ketidakpopuleran : Apa yang mereka kehendaki dengan rahasia itu? Ikhwanku, kalian bertanya tentang keinginan yang bertolak belakang, kemauan yang berbeda-beda, dan pemahaman yang tidak sama. Berikut akan aku kemukakan sebagian dari keadaan mereka seraya berharap karunia dan bimbingan Allah SWT. Yaitu bahwa di antara mereka ada yang memperlihatkan ilmu dan amalnya dengan tujuan untuk mendapatkan kehormatan di dunia. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal demikian. Di antara mereka ada yang lemah pemikirannya, tidak mengikuti arah dan tujuan dari ilmunya, sedikit pengetahuannya tentang penyakit-penyakit jiwa dan sedikit pula pengenalannya terhadap perangkap-perangkap setan. 


Ia menampakan sebagaian besar ilmu dan amalnya karena menginginkan pahala dalam membimbing orang lain, sehingga tidak sedikit di antara orang seperti ini yang tenggelam dalam fitnah dan kebodohan lalu terjerumus dalam perangkap setan sedang ia tidak menyadari. Kemudian, diantara mereka ada pula yang berlagak pintar di dalam dirinya, mengaku memiliki ilmu dan kecerdasan untuk menghadapi perangkap-perangkap setan sehingga ia terang-terangan menonjolkan sebagian besar ilmu dan amal kebajikannya supaya ia ditiru oleh orang lain, dengan harapan agar dia juga mendapatkan pahala orang yang mengikutinya. Maka, untuk itu ia mempersiapkan dirinya secara optimal dan menghabiskan waktu siang dan malamnya, ia pompa semangatnya sedang ddirinya sangat senang terhadap hal tersebut. Lalu nafsunyapun tidak tinggal diam, untuk memberinya angan-angan bahwa apa yang dilakukannya termasuk yang tertinggi nilainya di sisi Allah, dan ia akan diberi pehala atas usaha dan kegembiraannya lantaran orang-orang mau berkumpul di sekitarnya untuk mendapatkan manfaat yang diberrikan Allah kepada mereka melalui perantaraan dirinya berdasarkan prasangka dari dalam hatinya. Ia yakin bahwa ia bertindak demikian sesuai dengan kapasitas keilmuannya, dan dia pun sanggup mengendalikan dirinya menurut perkiraannya. Ia melihat keutamaan hanyalah dengan memperlihatkan apa yang terbaik di antara ucapan dan perbuatannya. Ia mengangankan kebulatan niat pada urusannya dan mencoba untuk mencegah fitnah dari dirinya, dan ia pun berupaya untuk meniadakan bencana yang mungkin timbul dari ilmunya seraya berharap kejujuran dan keikhlasan dalam segala keadaannya.


Namun, apa-pun yang ia angan-angankan jangan-jangan orang semacam inilah yang dimaksudkan oleh setan melalui ucapannya, berikut : “Siapa yang menyangka bahwa ia dengan ilmunya dapat mencegah dirinya dariku, maka dengan kebodohannya ia telah masuk perangkapku.” Tentu saja presikat bodoh lebih cocok untuk orang yang bertipe semacam ini bila ia mengaku sudah merasa mumpuni dalam ilmunya, merasa kuat pada akal dan perbuatannya, serta berlagak pintar melalui perkataan dan perbuatannya. Padahal tujuannya adalah untuk mengukuhkan eksistensi dirinya di tengah masyarakat dan untuk mencari pembenaran bagi tindakannya supaya ia menjadi tenar dan terkenal. Itulah angan-angannya, sementara ia tidak menyadairnya.


Atau, boleh jadi nasib orang yang bertipe semacam ini akan sama dengan nasib orang-orang terperdaya pada zaman dahulu. Sebagaimana telah sampai kepada kami bahwa salah seorang filsuf telah membaca tigaratus enam puluh buku, namun Allah SWT menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi pada zaman itu : Katakan kepadanya : Sesungguhnya dirimu telah memenuhi bumi dengan kemunafikan, dan Allah tidak menerima sedikitpun dari kemunafikanmu itu.” Mungkin saja ia mengalami kecapian dan kelelahan untuk menampakkan ilmunya, sedangkan upayanya untuk menarik perhatian orang kepadanya tidak mendapatkan hasil yang setimpal dan juga tidak memberikan pengaruh baik kepanya. 


Atau barangkali ia terlalu sibuk dengan urusan itu sehingga melupakan hal-hal penting yang semestinya wajib ia tunaikan untuk orang lain. Padahal, bersamaan dengan itu, dirinya tidak menguasai betul retorika berbicara, namun ia mengira bahwa itulah hikmah yang mengalir melalui lidahnya.

 Nah, jangan-jangan hal demikian Cuma pembenaran dari dirinya terhadap tindakan dan ucapannya, sedang ia tidak menyadari! Atau mungkin ia merasa yakin benar tanpa ragu bahwa orang orang yang menerimanya itu karena mereka suka kepada ilmunya, ridha kepadanya karena kejujuran, keikhlasan dan kehebatan ilmunya. 


Dan ia pun menduga, seandainya bukan karena itu, tentu mereka tidak mau menerima apa-apa darinya, padahal sesungguhnya dia telah dijerumuskan oleh setan, sedang dirinya tidak merasakan! Atau, barangkali pula ia hanya mau menghormati orang yang mau membenarkan tindakannya, dan hanya mau berbuat baik kepada orang yang memuji urusannya, tetapi sebaliknya justru menarik diri dari orang yang berseberangan paham dengannya, bersikap kasar kepada orang yang mengambil faedah darri orang lain selain dirinya; mendurhakai orang yang tidak sejalan dengan keinginan nafsunya; dan merasa tersinggung dengan orang yang menolak kata-katanya dengan sikap penuh  keangkuhan dan kemarahan demi membela dirinya, padahal ia telah terperdaya sedang ia tidak menyadari!.



Kemudian dari itu, di kalangan teman-temannya, barangkali ia tidak memandang sama dalam menghargai mereka. Ia lebih mengutamakan sebagian di antara  merreka daripada sebagian yang lain. Barangkali hanya yang bersikap lebih baik kepadanya, yang lebih cocok dengan keinginan hawa nafsunya, yang lebih mengagumi dan lebih menganggap indah kesibukannya di antara mereka, itulah mungkin yang patut di hormati dan dihargai menurut penilaiannya. Sikap semacam inilah yang termasuk di antara hal terenbunyi di balik jiwa, padahal orang berilmu dalam kelalaian terhadapnya sedang ia tidak merasakan! Atau barangkali ia telah menghabiskan umurnya atau sebagian dari umurnya dalam kepalsuan, demi untuk mendapatkan imbalan dari orang lain, padahal ia terperdaya sedang ia tidak menyadari! Atau barangkali ia terlanjur jauh dalam omongannya, sehingga banyak orang yang mengingkari dan mencela perbuatannya, sebanyak orang gyang mendukung perbuatannya dan mau berbaik sangka kepadanya sebagaimana ia berbaik sangka kepada dirinya, di samping masih banyak pula yang tidak mengetahui tentang dirinya sebagaimana ia tidak mengetahui tentang penyakit-penyakit jiwanya. Lebih celaka lagi, ternyata ia tidak menyadari tentang berbeda-bedanya tanggapan orang kepadanya, ia hanya tahu dan sangat takjub kepada orang-orang yang mau menerima dan mendengarkannya. 


Padahal itulah bencana ilmu, sedang ia tidak merasakan! Dan orang yang berjiwa seperti ini, bila ia sudah berhasil mencapai cita-citanya kepda kebenaran dan kepopuleran, biasanya akan mudah menganggap remeh sesuatu yang tidak berhubungan dengannya, menganggap bodoh orang yang tidak memahami ilmunya dan melecehkan orang yang tidak mau seperti dirinya, padahal orang-orang yang berjiwa demikian tidak mengetahui bahwa mereka terperdaya, namun mereka tidak menyadari! Ingat, sesungguhnya setan selalu menganggap tidak berarti keberhasilan yang telah ia lakukan dalam meneipu manusia, sehingga ia senantiasa memperbarui perangkap-perangkapnya yang mematikan.


Selanjutnya, barangkali ia mendatangi orang besar dan terpandang di antara mereka sebagai juru nasihat baginya, sehingga terlintas di dalam hatinya, ucapan : “Engkau telah diberi bagian dari ilmu dan al hamdu lillah engkau telah mengambil bagian itu, lalu kenapa engkau sedih terhadap ketenaran, takut terseret kepada fitnah dan takut beramal dengan ilmu. Celakalah dirinya, sesungguhnya ia telah ditipu dan di dorong kepada kebinasaan sedang ia tidak menyadari! Ketika itu setiap orang memisahkan diri dari pemuka-pemuka mereka pada kelompok yang mereka ikuti sejak dirinya belum bisa apa-apa, dan ia memisahkan diri karena merasa telah meraik cukup ilmu dan ibadah, padahal ia tidak mengetahui bahwa sesungguhnya ia telah diperdaya.


 Sebab, tatkala itu, setanlah yang berperan besar memperselisihkan di antara keinginan mereka, memisahkan kekompakan meraka, memecahbelah persatuan mereka, dan menjadikan meraka berkelompok-kelompok. Setan menghiasi setiap kelompok pada urusannya, dan memebnarkan di mata mereka keadaan kelompok lain sehingga jadilah mereka saling menyesatkan, saling menunjukan kesalahan, dan saling mengemukakan argumentasi di antara mereka sebagaimana layaknya orang yang memberi nasihat. Akhirnya, terjebaklah mereka semua dalam tipu muslihat sedang mereka tidak menyadari! Atau barangkali suatu kelompok akan menonjolkan apa yang ada di dalam jiwa mereka, mencari-cari kesalahan, membongkar aib, bersuka ria dengan ghibah, mengumbar ucapan palsu, serta saling melempar tuduhan. Sebagian dari mereka menuduh sebagian lain dalam pekara besar, bahkan sampai kepada saling menganggap kafir dan sesat. Itulah di antara bencana ilmu, semoga Allah SWT melindungi kita sekalian dari musibah yang menimpa mereka.


Saudara sekalian! Seandainya tiap-tiap golongan di antara mereka menyibukan diri, membawa dan menempatkan diri mereka pada tempat-tempat yang membuat mereka bisa mengambil faedah dari orang lain, dan benar-benar menuntut ilmu dari para ahlinya, tentu mereka berhak untuk mendapatkan pahala. Tetapi celakalah mereka, karena setan telah berhasil menyeret mereka ke lembah kebencian. Setan telah menipu mereka dengan umpan-umpan kebaikan, dan telah berhasil menjebak mereka di jantung kejahatan. 


Sesungguhnya setan benar-benar telah menjatuhkan mereka dengan tipu dayanya pada dasar jurang yang dalam. Setan telah mengumpulkan mereka pada sebuah kapal yang terombang-ambing oleh ombak, sedang mereka tidak menyadari perangkap setan itu serta buta terhadap penyakit-penyakit jiwa, kecuali orang yang diberi perlindungan oleh Allah SWT. Demi Tuhan, seandainya mereka dibangunkan dari lelap kelalaian, diingatkan akan buaian hawa nafsu, apalagi bila mereka mengenal tentang penyakit-penyakit hati serta keinginan-keinginan tersembunyi, lalu merenungi keadaan mereka dan menasehati diri mereka, tentu mereka akan menyadari bahwa ketidakbenaran dan menyembunyian kebajikan adalah perbuatan paling utama dan paling dekat kepada Allah SWT.


 Dan merekapun akan mendapatkan jiwa-jiwa mereka merasa sesak karena telah terbongkar kejahatannya, telah terlanjur menganggap bagus apa yang nampak di anatara amal kebajikannya, telah terlanjur manjauhi perbuatan yang murni, telah terlanjur membenci sebagian besar di antara hak-hak Tuhan-nya, telah terlanjur menganggap rendah sikap wara’ dalam semua keadaan, telah terlanjur memaksa akal mereka bergumul dengan kotoran syahwat, dan yang lebih parah lagi, karena telah terlanjur menagguhkan inabah dari keburukan rahasianya. Mereka merasa bahwa kini mereka telah terjebak dalam lingkaran penyakit-penyakit jiwa di mana ilmu mereka tidak mampu mendeteksinya, namun mereka belum juga tersadar dari buaian hawa nafsu untuk mengetahui betapa butuhnya mereka kepada inabah dari perbuatan yang mereka anggap baik, lalu mencari pahala untuk diri mereka. Kalau begitu, barangkali siksaan lebih layak untuk mereka terima.


Ingatlah apa yang telah aku sebutkan untuk kalian di antara penyakit-penyakit jiwa dan perangkap-peangkap setan, karena di antara perkataan dan pebuatan yang tersembunyi pada diri kita terdapat hawa nafsu serta keinginan rendahnya. Oleh karena itu, terimalaha nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu, dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oelh Yang Maha Mentahui, Allah-lah yang menjadi saksi atas apa-apa yang engkau kerjakan.

 Semoga Allah SWT memberikan taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui tuntunan Muhammad saw, keluarga dan sahabat-sahabatnya. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

NASIHAT KE - 39 Berlomba-lomba Mengerjakan Kebajikan dan Mendekatkan Diri Kepada Allah Melalui Ketaatan Hati

 


Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 39

Berlomba-lomba Mengerjakan Kebajikan dan Mendekatkan Diri Kepada Allah Melalui Ketaatan Hati


Saudaraku! Apabila orang lain mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjalankan berbagi macam kebajikan yang lahir seperti Haji, Jihad, Puasa, Shalat, Sedekah, Zakat, Membaca Alquran, dan lain sebagainya, hendaklah engkau bersaing dengan mereka dalam melaksanakan amalan-amalan tersebut, namun jadikanlah keinginan terbesar untuk melakukan ketaatan hati yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak juga oleh malaikat, dan memang tidak ada yang mampu mengetahuinya selain Yang Maha Tahu terhadap segala yang gaib. Sedikit perbuatan kebajikan yang dilakukan dengan cara ini adalah besar sekali nilainya.

Rasulullah saw. Bersabda : DZikir yang tidak dapat ditulis oleh pencatat amalan melebihi zikir yang dapat dicatat olehnya sebanyak tujuh puluh kali lipat.

” Ingat, ber taqarrub-lah kepada Allah dengan ketaatan hati karena di sana dapat di kenal Keagungan Allah SWT, Kebesaran-Nya, Ketinggian-Nya, dan Kemahakuasaan-Nya SWT. Ingat! Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sesuatu yang dicintai-Nya dan demi-Nya. Ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan sangat mencintai-Nya, mencintai dan membenci karena-Nya. Ber-Taqarrub-lah kepada Allah dengan mengenal Karunia-Nya yang indah, nikmat-Nya yang lahir dan batin, perbuatan-Nya yang bagus serta pemberian-Nya yang terus menerus sesering keburukan yang muncul dari diri kita.

Ingat, ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan perasaan takut akan kehilangan nikmat, serta sangat malu terhadap keteledoran dalam bersyukur. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan perasaan takut dari azab Allah serta rasa prihatin terhadap keimananmu. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sangat takut kepada-Nya, dengan pengharapan yang sesunggunya kepada-Nya, ketentraman dalam mengingat-Nya, bermunajat kepada-Nya, kerinduan kepada-Nya, serta keinginan untuk berada di sisi-Nya. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan keyakinan, tawakal kepada-Nya, percaya kepada-Nya, pasrah kepada-Nya, akrab dengan-Nya, dan memutuskan diri dari segala sesuatu untuk-Nya.

Ingat, ber-Taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan kerendahan dan kelembutan, tawadhu, khusyuk, dan khudhu^. Ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan sikap santun, tabah, menahan amarah, dan menelan kepahitan. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan kelapangan dada dan menghendaki kebaikan bagi umat serta tidak menyukai keburukan bagi mereka. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sikap welas asih, kasih sayang, dan memelihara perasaan terhadap orang-orang Islam. Ingat, ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan sikap dermawan, pemurah, dengan kemuliaan, ihsan, dan kejujuran serta menepati janji. Ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah dengan perasaan kaya di dalam jiwa. Qana’ah, menerima apa adanya, rela terhadap harta sekedar kebutuhan dan kebersahajaan. Ingat, ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah dengan peneguhan, penelitian, perlahan-lahan dan petimbangan. Ber-taqarrub-lah kepada Allah dengan menganggap banyak curahan nikmat-Nya kepadamu, meremehkan kebajikan dan menghinakan dirimu, merasa besar dalam kedurhakaanmu, dan berduka cita terhadap keteledoranmu dalam menjalankan perintah Tuhan. Bertaqarrub-lah engkau dengan merenungkan Kitab-Nya, merahasiakan di kala melaksanakan hudu-nya, dan bersikap ikhlas dalam mengerjakan amal perbuatan karena-Nya.

Ber-taqarrub-lah dengkau dengan berjuang melawan setan untuk agamamu, melawan hawa nafsu dalam hatimu, menyelidiki keadaan jiwamu, bertakqa dalam segala hal serta menyesali segala yang terlewatkan, Ingat, sukalah engkau terhadap akhlak yang mulia dan ber-taqarrub-lah kepada Allah SWT dengan menunaikan amanat kepada orang yang menghinatimu, berlaku baik kepada orang yang berbuat jahat kepadamu dan tidak mementingkan diri sendiri sekalipun engkau sangat memerlukannya.

Bertaqarrub-lah kepada Allah dengan mengutamakan kerendahan daripada ketinggian, mengutamakan kesulitan kepada Allah atas kemudahan dan mengutamakan kemiskinan atas kekayaan. Maka, dimanakah posisimu terhasdap hal demikian? Kemudian, ber-taqarrub-lah engkau kepada Allah SWT dengan sikap senang kepada musibah dunia, dan senang kepada perhatian Allah serta ujian-Nya ketika ia mengujimu. Ber-taqarrublah engkau kepada Allah dengan mengingat kematian, hari kebangkitan, lamanya menanti dalam waktu yang panjang, mengingat apa yang bakal di jawab ketika di tanya, mengingat ketika menghadap serta ketika menyeberang di atas jembatan (Shirath).


Sahabatku! Senanglah engkau terhadap apa yang aku kemukakan kepadamu di antara amal perbuatan hati dan ketaatannya, karena yang mampu mengenalnya hanya sedikit sedang yang menjalankannya sengat langka. Bukankah telah datang kepada kita berita-berita dari Allah SWT dan Rasulullah saw. Tentang keutamaan amal hati.

Allah SWT berfirman : “Tidaklah aku memandang kepada ucapanmu, juga tidak kepada amal perbuatanmu, tetapi aku memandang kepada niat dan hatimu.” Maka, hati yang niatnya  sesuai dengan kecintaan-Ku, niscaya Aku jadikan isinya Tasbih, Tahlil , dan taqdis.”

Sesungguhnya ketatan anggota tubuh bersama hati adalah pengabaian akan ketaatan anggota tubuh. Maka janganlah engkau sia-siakan bagianmu di antara amal perbuatan hati, karena di sana terdapat keteguhan dan keutamaan yang besar.

Wahai kaum yang menghendaki kebaikan! Terhadap apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepadamu, syukurilah! Dan terhadap segala yang engkau teledor mengerjakannya, bersedihlah! Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang. Yang satu memperbanyak amal perbuatan lahir, tetapi barangkali ia cacat dalam perbuatan batinnya. Sedang yang lain juga memperbanyak berbagai macam kebajikan, tapi tidak lupa ia meyakini bencana dan keburukan batinnya sambil mencari kesenangan Allah SWT.

Maka yang terakhir ini lebih berbobot daripada temannya yang pertama, dan lebih tinggi nilainya di sisi Allah SWT. Demikianlah keutamaan ilmu, akal serta keutamaan niat dan kehendak yang dapat membedakan di antara amal ibadah. Kadang kala antara dua orang mempunyai kesamaan di dalam wara’, akal dan kebajikan, tetapi yang satu lebih tajam akalnya daripada yang lain dan ia lebih berehasarat terhadap kesukaan Allah, dan lebih jelas dalam menggapai ridha-Nya. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kepada kita sekalian ilmu yang berguna dan akal yang tajam, sesungguhnya Dia Maha Pemurah, Mahamulia, Maha Pengasih dan Penyayang.

NASIHAT KE - 38 Menyelidiki Hati dan Menyibak Kedurhakaannya

 Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 38

Menyelidiki Hati dan Menyibak Kedurhakaannya


Saudara-saudaraku! Apabila orang lain mampu menahan diri dari dosa-dosa yang dilakukan anggota tubuh yang lahir, hendaklah engkau merendahkan pandangan, bersikap diam dari ghibah, menahan diri dari aniaya, menjauhkan diri dari dosa-dosa, dan membebasskan diri dari menggunakan dan mengkonsumsi barang haram dan jadikalah dirimu orang yang paling utama meninggalkan hal-hal tersebut. Setelah itu, selidikilah dosa-dosa hatimukarena ia merupakan penyebab kecelakaan yang paling menentukan.

Rasulullah saw. Bersabda : “Di dalam tubuh anak manusia terdapat segumpal daging. Bila rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya; ketahuilah, ia adalah hati.” Selanjutnya Beliau saw. Berssabda pula : “Siapa yang memperbaiki urusan “dalam”-nya, niscaya Allah akan memperbaiki urusan “luar”-nya, siapa yang memperbaiki batinnya, Allah akan memperbaiki lahirnya.” Seorang tokoh berkata : “Rahasia-rahasia yang tersembunyi dari padangan manusia di sisi Allah nampak jelas, maka carilah penawarnya, dan tidak ada penawarnya kecuali engkau bertobat dan berlaku adil.” Sulaiman as. Berkata : Barangsiapa yang rusak bagian dalam tubuhnya, akan rusak pula bagian luar tubuhnya.”

Ingat, renungkanlah, betapa besarnya kedurhakaan hati. Di antaranya ialah : Keragu-ragguan, syirik, kemunafikan dan kufur. Dan di antaranya lagi ialah salah paham terhadap Allah SWT, merasa aman dari azab Allah, serta putus asa dari rakhmat-Nya.

Juga termasuk dosa hati itu ialah : Meremehkan dosa-dosa, menunda innabah, tidak merasa terancam dengan bertumpuknya dosa, terus menerus melakukan maksiat, juga congkak dan riya’. Kemudian, di antaranya lagi ialah : ‘ujub’ nafiq, senang kemegahan, cinta perhiasan, dan bangga di dunia. Lalu, diantaranya pula ialah merasa gengsi, sombong,angkuh, takut miskin, dan lari dari perbuatan halal yang diridhai dan dicintai oleh Allah, sedang si hamba menjauhinya. Kemudian, di antara maksiat hati adalah akrab denga orang-orang kaya dan merendahkan diri kepada mereka, tetapi menjauhi orang-orang miskin serta lari dari mereka.

Di antara dosa hati yang lain adalah melanggar janji, khianat, dan tidak setia. Kemudian dosa yang lainnya ialah iri, dengki, dendam, gembira atas kesusahan orang, permusuhan, kebencian, buruk sangka, mencari kesalahan orang, menyimpan keburukan, dan menantang bencana. Di anatarnya juga ialah menuruti hawa nafsu dan menyalahi kebenaran, senang dengan hawa nafsu, cinta dan benci karenanya. Juga termasuk dosa hati ialah sikap sikap kasar, memutuskan silaturahmi, keras hati dan sedikit rasa kasih sayang. Yang lain ialah panjang angan-angan, ambisi, serakah, tamak, dan thiyarah (Menganggap sesuatu sebagai alamat buruk atau pembawa sial).

Kemudian yang temasuk dosa hati ialah sikap berlebih-lebihan terhadap harta dan menyambut gembira terhadap duia. Yang termasuk dosa hati lainya ialah mengaanggap sedikit rizki yang diterma dan melecehkan kenikmatan. Kemudian dosa yang lain ialah mengaanggap besar dunia dan bersedih atas yang luput darinya. Lalu di antara dosa yang lain ialah merasa menyesal terhadap luputnya keinginan dan sikap serakah dalam memuaskan keinginan rendahnya.

 Juga, di antara dosa-dosa hati ialah menganggap remeh pengetahuan Allah SWT terhadap keburukannya dan sedikit rasa malunya terhadap pengetahuan Allah tentang keburukan tersebut.

Telah sampai kepada kami bahwa Ibnu Abbas r.a, telah berkata : Wahai oarng yang berdosa! Janganlah engkau merasa aman karena tidak beriman dan janganlah merasa aman dari kegetolan berbuat dosa, karena sedikit rasa malu terhadap yang di kanan dan yang di kiri... yakni malaikat.... ketika engkau berlumur dosa adalah lebih buruk daripada dosa itu sendiri bila engkau mengetahui dan mengerjakannya. Dan keterkejutanmu terhadap angin yang berhembus dan menghempaskan pintumu sedang engkau berlumur dosa; ketidaktakutan hatimu kepada pandangan Allah kepadamu justru lebih buruk daripada dosa itu sendiri bila engkau mengerjakannya.” 


Maka, renungkanlah ungkapan ini wahai orang yang terperdaya. Sesungghnya engkau mengira bahwa dirimu, ketika melakukan dosa, merasa malu kepada manusia, tetapi aku melihat dirimu tidak merasa malu terhadap malaikat pencatat. Engkau menyembunyikan dosa dari padangan makhluk, namun kau aku lihat engkau tidak merasa terancam dengan pandangan Rabbul alamin. Engkau menginginkan, berdasarkan dugaanmu, pahala orang-rang yang jujur berdampingan dengan para Rasul. Tidak malukah dirimu? Celakalah engkau! Alangkah besar kebodohan itu! Sebab, engkau tidak merasa malu terhadap malaikat Allah, juga tidak perduli terhadap pandangan Yang Mahaperkasa kepadamu. Wahai kaum, renungkanlah apa yang telah aku kemukakan kepadamu berupa maksiat-maksiat hati, lalu selidikilah yang tersembunyi di antara dosa-dosanya, keinginan maksiatnya, keburukan perasaannya, dan kehalusan hasrat rendahnya.

Saudara-saudaraku, berusahakeraslah untuk meniadakan hal-hal yang bertentangan dengan keridhoan Allah dari dalam hati kamu. Apa yang dihindarkan darimu, maka pujilah Allah atasnya dan apa yang diujikan kepadamu bersegeralah melakukan inabah dan perpindahan, kemudian rendahkan dirimu kepada Allah SWT untuk memohon perlindungan dan maaf dari-Nya, Karena Allah SWT mengetahui yang rahasia maupun yang lahir darimu, mengetahui apa yang kau kemukakan dan apa yang kau sembunyikan; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang ada di dalam dada.

Saudara-saudaraku! Bila kau selamat dari dosa-dosa hati, berarti engkau selamat dari azab Allah SWT. Namun bila engkau terus menerus berada dalam kekejian hati, maka alangkah sedikitnya perhatian anggota tubuhmu kepada kebaikan? Inilah perbedaan antara dua orang, yang satu bersikap wara’ terhadap maksiat yag ia ketahui, tetapi mungkin saja ia tidak menyadari akan dosa hati, yang juga meliputi dosa besar yang bisa saja ia kerjakan tanpa ia sadari. Sedangkan yang lain mengenali akan keinginan rendah nafsunya, menyelidiki kondisi hatinya, menjauhi hatinya kebencian Allah dalam perkara yang lahir dan perkara yang batin. Tentu saja yang terakhir ini lebih berbobot ketimbang yang pertama. Semoga Allah SWT memberikan taufik kepada kita dalam kebaikan. Amin ya Rabbal alamin.

NASIHAT KE - 37 Hal Yang Tersembunyi di Dalam Jiwa Tidak ada yang Mengetahuinya Selain Allah SWT.

 Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 37

Hal Yang Tersembunyi di Dalam Jiwa Tidak ada yang Mengetahuinya Selain Allah SWT.


Saudaraku! Apabila orang lain merasa tersinggung karena hinaan, mereka menghindarinya, bahkan mendendam kepada orang yang menghina, ingat, hati-hatilah terhadap Allah SWT. Berusahalah melawan nafsumu untuk bisa menerima hinaan itu, karena di situ terdapat kebebasan dan kejujuran, isnya Allah.

Selidikilah jiwamu ketika mendapatkan hinaan, sebab ia memiliki rasa tidak suka dan rasa pahit yang cepat meresap ke dalam hati, di antaranya ialah adanya perasaan tersinggung yang dirasakan jiwa, yang tidak selamat darinya kecuali segelintir orang saja!

Saudaraku! Bila engkau diuji dengan ketidak sukaan pada celaan, berusahalah melawan nafsumu dengan cara bersabar, ridha dan menghilangkan marah, karena lari dari celaan orang, akan diiringi oleh kebencian dan oleh dendam kesumat terhadap orang yang mencela dan menghina. Bahkan lari dari hinaan itu akan menyeret kepada sikap angkuh, semoga Allah meberikan perlindungan kepada kita semua dari hal demikian.

Orang yang lari dari hinaan hanyalah orang yang merasa besar, padahal ia tidak merasa sadar akan kebusukan diri sendiri, dan mengira bahwa ia tidak pantas menerima apa yang dihinakan kepadanya.

 Berikut aku akan mengungkapkan perumpamaan bagi bagi orang seperti itu, yaitu seperti seorang pembersih WC yang terkena kotoran, lalu ada yang menegurnya : Hai polan! Engkau terkena kotoran, bersihkan dulu dirimu.” Tetapi ia tersinggung dengan teguran itu, dan bersikap angkuh bahkan marah-marah kepada orang yang menegurnya. Maka demi Allah, orang yang berlumuran dengan dosa-dosa itu lebih kotor daripada kotoran itu sendiri, dan keadaannya lebih buruk daripada tukang pembersih WC tadi. Apalah artinya perasan tersinggungnya, sedangkan ia memang lebih berhak untuk mendapatkan hinaan, baik  secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan di dunia dan akhirat! Inilah keadaan yang paling merugikan jika mereka menyadari. Alangkah tidak pantasnya ia merasa besar pada dirinya kalau ia menjadi hina di sisi Tuhan-nya.

Saudaraku! Apabila engkau diuji dengan mendapatkan kehinaan lalu jiwamu merasa jijik terhadapnya, hendaklah engkau tidak buru-buru marah kepada orang yang menghinamu, tetapi kembalikan kepada diri sendiri dengan cara merenung dan berpikir. Pahamilah ucapanku kepadamu. Tidakkah engkau tahu bahwa orang yang menghinamu itu tidak lepas dari tiga golongan. Adakalanya orang yang menghinamu itu sebagai penasihat bagimu, karena rasa keprihatinanya melihat keadaanmu. Nah, orang seperti ini merupakan karunia terbesar buatmu, yang wajib engkau dengarkan nasihatnya. Maka, alasan apa yang mmembuatmu merasa tersinggung dengan nasihat orang yang memperihatinkan keadaanmu? Bepa besar bencana yang menimpamu bila engkau marah-marah kepada orang yang memberikan nasihat kepadamu.

Golongan kedua ialah orang yang bukan penasihatmu, tetapi ia menghinamu karena hal-hal yang ia kenal dan ketahui darimu sehingga membeberkannya untuk menjelek-jelekanmu. Perbuatannya memang dapat merusak agamanya, namun dirimu tetap harus menerima kebenaran jika apa yang dikemukakannya benar adanya. Tiggalkan kemarahanmu kepadanya dan bersegeralah melakukan inabah dari aib-aibmu sebelum dibongkar pada hari kiamat sebagaimana engkau telah kehilangan muka di dunia. Sebab, bila engkau memperhatikan keadaanmu, tentu kesibukan terhadap diri sendiri tersebut akan melupakan kemarahanmu kepada orang yang menghinamu. Tapi bila dirimu merasa enggan untuk menerima kebenaran karena keangkuhanmu, berarti dirimu ditimpa bencana dengan menolak kebenaran dari Tuhan lantaran sikap sombongmu itu, dan tetunya dirimu berada di jurang kemurkaan Yang Maha Perkasa SWT. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari hal demikian.

Sedangkan yang ketiga ialah tipe orang yang bersikap berani kepada Allah dengan kebohongan yang dibuat-buatnya, serta kepalsuan yang diumbarnya untuk menjelek-jelekkan dirimu. Tentu orang semacam ini akan menerima akibat perbuatannya terhadap dirinya sendiri. Adapun aniaya yang engkau derita akibat ulahnya, juga kepalsuan yang ditebarkannya tentangmu, maka akan menjadi tebusan terhadap kesalahan dan keteledoranmu, atau engkau akan mendapatkan pahala yang besar.

Kawanku! Raihlah manfaat dari hinaan dan celaan! Sebab, telah sampai kepada kami bahwa seorang tokoh berkata : Kebaikan yang engkau dapatkan dari musuhmu justru lebih besar daripada kebaikan yang engkau dapatkan dari temanmu, karena teman itu mendoakanmu, adakalanya doanya diterima adakalanya tidak, sedangkan musuh menyakiti dan mengumpat-umpatmu. Itu menjadi kebaikan yang dibayarnya kepadamu berupa maaf yang murni, kaena ketidakreaannya kepadamu sampai-sampai ia mengatakan, Ya Allah, binasakanlah. Sedangkan engkau megatakan , Ya, Allah perbaikilah, kembalikanlah, dan berilah tobat kepadanya. 

Maka lantaran itulah ditulis kebaikan untukmu. Inilah beberapa manfaat yang dapat engkau raih dari musuhmu, dan di hari kiamat kelak engkau akan mendapatkan limpahan kebaikan yang engkau tuntut darinya. Jadi, orang yang menghina dan hinaannya ternyata lebih berguna bagimu daripada orang yang memuji serta pujiannya.“Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (Az-Zumar, 9).

Saudaraku! Segeralah memberi maaf kepada orang yang melecehkan dan mencaci-makimu tatkala engkau sendiri sesungguhnya amat butuh kepada maaf dari Allah SWT. Jauhilah sikap dendam terhadap orang yang menghinamu, karena tidaklah kesalahannya terhadapmu lebih besar daripada kesalahan di antara dirimu dan Tuhanmu. Dan jika engkau menuntut orang yang menghinamu dan menghukumnya, sesungguhnya dirimu juga belum tentu aman bahwa Allah SWT tidak akan menuntut dan menghukummu. Kalau sudah demikian, tentu saja dirimu lebih buruk keadaannya di antara dua orang. Dan kalau memang benar dirimu bersih malaikat dari dosa-dosa atau setingkat para Rasul daam hubungan mereka dengan Tuhan, pastilah engkau harus mengikuti kecintaan Allah SWT; karena Dia mengharuskan maaf, dan memuji orang yang menahan marah serta memaffkan orang lain. Nah, bagaimana dengan dirimu, padahal di dalam dirimu terdapat keburukan yang Allah SWT Maha Mengetahuinya?

Janganlah sampai engkau terperdaya oleh setan, dengan megnira bahwa dirimu teraniaya sehingga engkau terpaksa harus berssandar pada amarah, enggan untuk menerima hinaan, bersikap angkuh, serta mendendam kepada orang yang melakukannya. Jika engkau memang merasa bebas dari apa-apa yang dituduhkan kepadamu, sesungguhnya engkau memiliki keburukan lain yang ditutupi Allah dari pengetahuanmu. Hendaklah engkau tidak memandang diri sendiri suci dari dosa dan kesalahan, dan janganlah melakukan pembelaan terhadap diri sendiri dengan pembelaan jahiliyah, sehingga Allah membiarkan dan merendahkanmu karena memang engkau pantas menerimanya. Sehingga keburukanmu, busuknya kekejianmu, hitamnya corengan di mukamu akan menjadi sesuatu yang menyibukkanmu dari perhatian kepada orang yang mencelamu.

Renungkanlah apa yang engkau dengar wahai orang yang dirinya merasa besar. Ketahuilah bahwa Allah SWT mengetahui orang yang berakal, bagaimana ia mampu mengambil pelajaran dari pujian dan hinaan bila dicoba dengan hal tersebut. Dia mengetahui bahwa pujian dan sanjungan tiak layak untuk diterima oleh orang seperti kita karena memang kita tidak berhak untuk mendapatkan penghargaan apapun. Allah SWT juga mengetahui di dalam diri kita terdapat banyak keburukan. Oleh karena itu, hinaan tentu lebih pantas untuk kita terima daripada penghargaan dalam bentuk pujian, sanjungan dan sebagainya.

Nah, orang yang berakal sangat membenci penghargaan daripada penghinaan, karena tahu tentang daya rusaknya terhadap agama, dan ia tahu bahwa Allah tidak suka kepada orang yang menyukainya. Orang berakal, apabila ia dicoba dengan mendapatkan penghinaan, ia yakin bahwa keburukan yang ada pada diri kita sebenarnya jauh lebih besar daripada sekedar hinaan dan celaan itu. Oleh sebab itu, melakukan inabah dari semua keburukan kita lebih utama daripada sikap cepat merasa tersinggung atas omongan orang yang melecehkan kita.

Seorang juru nasihat yang membimbing kita serta mengetahui cacat pada diri kita seharusnya mendapatkan kecintaan dan ucapan terima kasih dari kita. Adapun orang terperdaya yang dirinya merasa besar, ia tidak mendapatkan pelajaran dari pujian juga tidak dari caci makian. Engkau lihat dia merasa puas dengannya, ia menyukai hal yang merusak agamanya dan merasa tersinggung oleh penghinaan seakan-akan ia tidak pantas untuk menerimanya. Ia membenci juru nasihat yang memberitahukan kepadanya akan aibnya padahal yang memuji dan yang mencaci sama-sama berbahayanya dalam agama bagi orang yang mencari pujian sedang ia tidak merasakan. Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang. Salah satunya merasa tersinggung mendengar penghinaan padahal dialah orang yang paling pantas untuk menerimanya, sedangkan yang lain rela menerima celaan padahal ia adalah orang yang paling bersih darinya.

Saudaraku, bila engkau memahami apa yang telah aku utarakan kepadamu dan menyadarinya, hendaklah engkau menjaga diri, mengambil pelajaran dari keburukan, memandang kepada keadaannya, dan melakukan inabah kepada Tuhanu dari keburukan-keburukanmu. Hendaklah engkau memiliki kesibukan yang membuatmu melupakan kemarahan terhadap orang lain. Berhati-hatilah kepada Allah dan berhati-hatilah terhadap akibat dendam kesumat dan kemarahan terhadap orang yang menghina, berdoalah dengan kerendahan hati kepada Allah SWT dalam keabadian perlindungan serta kesempurnaan nikmat-Nya. Pasti engkau akan selalu dalam kebaikan selama engkau berada dalam lindungan Allah SWT, menyadari pertolongan-Nya, beramal untuk bersyukur kepada-Nya, mengakui kejahatan dan kekurangan, tunduk kepada kebenaran serta bersikap tawadhu kepada Allah. Sebab, hal demikian sangat jelas akan mengantarkanmu kepada keridhaan Allah dan akan menyampaikanmu kepada tindakt sanjungan dan pujian Allah SWT, dari malaikat-Nya pada hari kiamat dan dari golongan wali-awali-Nya.

Berikut aku akan menyebutkan kepadamu tentang beberapa sifat yang terkandung dalam pujian dan celaan yang termasuk di antara rahasia-rahasia jiwa para ahli ibadah menurut prasangka mereka. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dengan mengenalinya. Yaitu bahwa di antara ahli ibadah tersebut terdapat orang yang beramal dengan bermacam-macam kebajikan karena Allah, ia tidak menghendaki yang lain selain Allah, dan tidak menyukai pujian dari manusia. Apabila ia di coba dengan pujian, segera ia menepis kesukaannya kepada pujian tersebut dari hatinya. Dan semua itu adalah bagus. Di situ terdpat bukti keikhlasan, hanya saja yang aku khawatirkan terhadap ahli ibadah ini adalah perangkap-perangkap yang termasuk rahasia jiwa yang sungguh sangat sulit bagi orang seperti aku untuk melepaskan diri darinya. Hal demikian karena aku menduga bahwa ahli ibadah tadi. Bila dipuji dan disanjung, ia tidak menemukan kebencian pada dirinya sebagaimana ia bersedih dalam penghinaan, serta tidak pula menyikapi orang yang memujinya dengan kemarahan sebagaimana ia lakukan terhadap orang yang mencelanya. Barangkali, baginya, bergaul dengan orang yang suka mencela, dan berbicara dengannya walau satu kali saja. Barangkali saja ia mau menanggung beban orang yang memuji dan memenuhi kebutuhannya dengan sikap ceria, namun sebaliknya, baranggkali ia tidak berusaha demikian terhadap orang yang mencelanya dan tidak bermurah kepadanya.

Barangkali memutuskan hubungan dengan orang yang mencelanya lebih gampang baginya daripada meninggalkan orang yang memujinya. Barangkali juga dosa besar yang dilakukan oleh orang yang memujinya ia rasakan lebih ringan di hatinya daripada dosa kecil yang dilakukan oleh orang yang mencelanya, bahkan mungkin yang terakhir ini malah lebih besar, menurut dia, daripada dosa besar yang dilakukan oleh orang yang suka memujinya.

Ketahuilah bahwa ini semua dan seumpamanya termasuk di antara hal-hal yang tersembunyi du dalam jiwa. Sedangkan ahli ibadah tersebut berada dalam keadaan lalai dari kekeliruan karena meremehkanya. Tidakkah pernah sampai kepadamu bahwa seseorang belum menjadi sempurna hakikat keimanannya hingga orang yang mencela dan memujinya sama-sama kedudukannya di depan matanya. Nah. Barngkali si ahli ibadah tadi tidak pernah menyamaratakan antara orang yang mencela dan memuji dalam kebajikan dan penghormatan kepada keduanya serta tidak pula menyamaratakan keduanya dalam perasaan marah. Dan kalau begitu adanya, maka si tukang ibadah tadi masih memiliki nilai minus dalam hakikat kejujuran sedang ia tidak merasakan. Bilama mana perlu, engkau boleh bertanya kepada si ahli ibadah tadi tentang dirinya dan hendaklah ia menjawabnya dengan benar. Apakah ia merasakan dalam pujian dan penghargaan seperti ia merasakan kebencian dalam penghinaan? Apakah ia rela menerima penghinaan seperti kerelaannya menerima pujian? Apakah ia menyikapi orang yang mencelanya sama seperti menyikapi orang yang memujinya? Dan apakah rasa ringan di hatinya terhadap orang yang mencela sama seperti perasaan terhadap orang memujinya? Maka jika ia menduga bahwa orang yang mencela dan memuji kedua-duanya sama kedudukannya, demikian pula dengan pujian dan celaan yang diterimanya. Maka, jika dapat dibuktikan di dalam diri si ahli ibadah tadi akan kebenaran pengakuannya, tentu dialah pemimpin di zaman kalian jika memang benar keadaannya demikian.

Selanjutnya, Allahlah yang akan meminta pertanggungjawabannya dalam pengakuannyatadi. Mudah-mudahan ia mau menarik pengakuannya ketika menyadari bahwa dirinya bakal diminta petanggungjawaban. Tetapi, seandainya ahli ibadah tadi mengakui bahwa pujian dan celaan tidak sama menurutnya, niscaya kejujurannya itulah yang terbaik baginya, juga bagi kita. Dan pengakuan yang tulus lebih selamat baginya, juga bagi kita, karena ternyata orang yang memuji dan yang mencela tidak pernah sama menurutnya. Semoga Allah memberikan taufik kepda kita sekalian dalam kejujuran pada semua situasi.

Sahabatku! Berikut aku akan menyebutkan kepadamu tentang keadaan orang yang jujur ketika mendapatkan pujian dan hinaan serta celaan, semoga Allah memberikan manfaat kepada kita dalam mengenalnya. Yaitu bahwa akhlak orang yang jujur dan keridhaannya terhadap hinaan dan celaan dapat menjadi kebaikan untuk dirinya dariapda keridhaannya terhadap pujian, karena pujian itu membahayakan dan tidak berguna. Kemudian, dinatara akhlak orang yang jujur adalah bersikap lembut kepada si pencela, menyayanginya serta banyak mendoakannya demi menghapuskan dendam dari hatinya, bahkan lebih mengutamakannya dalam memenuhi kebutuhannya. Nah, apakah engkau dapat menduga bahwa ahli ibadah tadi mampu berbuat demikian? Kethuilah bahwa hal demikian lebih utama untuk disukai oleh ahli ibadah karena akan bermanfaat baginya di akhirat dan akan menambah kebaikannya, terlebuh lagi hal itu tidak akan mengurangi rizki seseorang, bahkan akan menambah manfaat baginya di akhirat dan akan menambah kebaikannya. Tetapi aku mengira bahwa ahli ibadah tadi akan berkata : “Tidak ada kebutuhan untukku dalam celaan dan pujiannya.” Kalau begitu sikapnya, dimana kejujurannya? Apa alasanmu tentang ketidaksukaanmu pada hinaan yang justru beguna untukmu di akhirat, seandainya dirimu benar-benar sedang mencari kebaikan. Inilah suatu kebaikan yag engkau dapatkan tanpa usaha, tanpa rasa lelah dan capek. Tetapi jika engkau menduga bahwa dirimu marah terhadap orang yang mencela dan menghinamu itu, karena kedurhakannya kepada Allah, ia berani melecehkanmu sehingga engkau tidak melihat orang yang lebih banyak dosanya dan lebih besar kesalahannya daripada orang yang mencela dan menghinamu itu. Nah, kalau begitu, kenapa engkau tidak memarahi dirimu sendiri ketika engkau mencela hamba-hamba Allah yang lain? Ingat, itulah yang dimaksudkan dengan hal-hal yang tersembunyi di dalam jiwa, sedang engkau dalam keadaan lalai.

Ketahuilah bahwa hal yang semestinya lebih utama untuk dibenci dan tidak disukai oleh ahli ibadah ialah kecenderungan dirinya kepada pujian dan orang yang memujinya karena lebih berbahaya terhadap ibadahnya, apalagi bila pujian itu tidak bisa menambah manfaat bagi dunianya, tidak pula pernah menambah rizki sedikitpun, bahkan ia berbahaya terhadap agama. Nah, apa alasan ahli ibadah tersebut bila ia tidak membenci pujian? Padahal telah sampai kepada kita bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Pangkal dari sikap tawadhu ialah bahwa dirimu tidak suka dihubungkan dengan kebajikan dan ketakwaan.”

Celakalah dirimu wahai ahli ibadah! Sebenarnya orang yang suka memuji lebih pantas untuk engkau tinggalkan daripada orang yang mencelamu, karena celaan mengandung kebaikan; sedangkan orang yang memujimu justru mendorongmu kepada fitnah dan menyebabkan ibadahmu menjadi rusak. Bahkan Rasulullah saw. Sendiri pernah melarang hal demikian, melalui sabdanya : “Celakalah dirimu, engkau telah memotong punggungnya, seandainya ia ... yakni orang yang dipuji.... mendengarkanmu, tentu ia tidak memperoleh kemenangan sampai hari kiamat.”

Ucapan Rasul saw. Tersebut adalah kebenaran karena Beliau merasa prihatin terhadapmu dan ibadahmu, sedang orang yang suka memujimu tidak mengindahkan larangan Rasulullah saw. Terhadap sikap suka memuji tersebut. Ia tidak memperdulikanmu sekalipun dirimu bakal tidak mendapatkan kemenangan selama-lamanya. Nah, orang semacam inilah yang pantas untuk ditinggalkan karena ia telah mendurhakai Rasulullah saw, sedang engkau sendiri, kenapa tidak mengindahkan bencana yang bakal menimpamu. Karena engkau tidak merasa gelisah dan tidak membenci orang yang memujimu wahai ahli ibadah, bahwa pujiannya akan menghapuskan ibadahmu, bahkan barangkali engkau tidak akan mendapatkan kemenangan bersama pujian itu selamanya. Kenapa engkau tidak mengindahkan hal demikian? Juga kenapa peringatan Rasulullah saw. Tidak membuatmu gentar dann tidak bersedih karena pujian? Kalau begitu, dimana kejujuranmu?

Celakalah dirimu, tidakkah pernah sampai kepadamu bahwa Ka’ab ra. Pernah berkata : Kalian tidak akan mendapatkan kemuliaan di akhirat sampai kau anggap rendah dirimu dan perbuatanmu, juga sampai kalian tidak menyukai pujian serta tidak memperdulikan celaan.”

Wahai orang yang terperdaya! Cukuplah sebagai kebodohan bila engkau marah kepada orang yang menghinamu, pdahal di balik hinaannya kepadamu itu justru ada kebaikan, sebaliknya, engkau suka kepada orang yang suka memuji padahal ia mengantarkanmu kepada kebinasaan. Engkau bersikap angkuh dari hinaan padahal dirimu memang pantas menerimanya, sedangkan celaan itu justru berguna bagimu di akhirat tetapi dirimu tidak menyukainya. Engkau menyenangi sanjungan padahal tidak pantas menerimanya, bahkan ia berbahaya terhadap agamamu sedang dirimu tidak merasa pernah bersedih. Kalau begitu, dimana kejujuranmu? Celakalah dirimu bila ketikdaksukaanmu terhadap celaan karena engkau merasa bersih dari keburukan, dan bahwa kegemaranmu terhadap pujian karena dirimu merasa berhak untuk mendapatkannya. Maka ketika itu engkau memang pantas untuk menjadi bahan tertawaan orang lain seperti objek ejekan mereka, dan dirimu pasti mendapatkan kebencian dari Tuhan.

Wahai orang yang banyak beribadah, renungkanlah apa yang telah aku sebutkan kepadamu menyangkut hal-hal yang tersembunyi di dala jiwa, apakah engkau mendapati sedikit di antaranya pada dirimu atau engkau merasa bahwa dirimu bersih dari semuanya? Atau justru sebaliknya, dirimu tempat berkumpul semuanya? Kemudian renungkanlah pula apa yang telah kami sebutkan kepadamu di antara akhlak orang yang jujur ketika mendapatkan pujian dan celaan, adakah sedikit di antaranya pada dirimu? Ataukah dirimu telah menyempurnakan semuanya? 

Wahai orang yang banyak beribadah, sesungguhnya dirimu termasuk orang yang miskin di akhir zaman dan termasuk sisa-sisa umat. Oleh karena itu, aku tidak yakin engkau akan memu meninggalkan orang yang memujimu. Sebaliknya, aku juga tidak yakin engkau sanggup berbuat baik kepada orang yang menghina dan mencelamu pada masamu sekarang. Hanya Allahlah yang memberrikan karunia kepada orang yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya apa yang telah kami sebutkan tadi, yakni sebagian dari akhlak orang yang jujur, sangat jauh dari orang-orang seperti kita. Maka, hendaklah dirimu, wahai orang yang banyak beribadah, tidak merasa takjub terhadap pengharagaan apapun kepadamu, serta tidak merasa senang terhadap pujian dengan kebatilan. Hendaklah urat lehermu tidak mengembung karena marah terhadap cercaan, dan hendaklah engkau tidak mendendam kepada orang yang mencercamu hingga melampiaskannya dan memuaskan dadamu. 

Maka, jika engkau mampu mengendalikan dirimu dari hal-hal demikian tadi, sungguh engkaulah seorang imam pada masamu dan menjadi satu-satunya yang pernah ada pada zamanmu. Wahai orang yang banyak beribadah, ketahuilah, jika engkau pada mulanya benar-benar hanya menghendaki Allah SWT, sedangkan dirimu masih sangat jauh dari kejujuran pada setiap keadaan, maka jauh sekali dari itu! Dan, alangkah jauhnya dirimu dari orang-orang yang jujur! Oleh karena itu, wahai saudaraku, berjuanglah melawan nafsumu dalam membenci pujian dan menerima celaan. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, kepada-Nya lah kami memohon perlindungan, maaf, ampunan, serta kemenangan. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia.

Saudara-saudaraku! Melalui etika-etika seperti inilah hendaknya kalian mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena hal demikian lebih jelas dalam menggapai ridha-Nya daripada ibadah yang dilakukan dala  keadaan tidak mengetahui tentang perkara-perkara yang telah disebutkan tadi.

Saudaraku! Sesungguhnya manusia, terhadap pujian dan celaan, ada beberapa macam tipe. Di antara mereka ada yang menginginkan pujian dan ia pun beramal kebajikan karena suka kepadanya. Maka tipe ini adalah yang celaka, kecuali bila Allah SWT mau menerima tobatnya. Dan di antara mereka ada pula yang tidak menghendaki pujian. Tetapi bila ia diuji dengan pujian, segera rasa senang menyusup ke dalam relung hatinya sehingga ia pun berusaha untuk menghilangkannya.

 Tipe ini berada pada jalan mujahadah. Sesekali ia jatuh, sesekali ia berdiri namun diharapkan ia mendapatkan kebaikan, dan tipe ini berada dalam bahaya. Lalu di antara mereka ada pula yang apabila diuji dengan pujian, ia tidak merasa gembira dengannya karena tahu akan bahayanya, hanya saja ia tidak menyimpan kebencian di dalam dirinya. Yang tidak menemukan kegelisahan terhadap pujian tersebut. Tipe ini berada dalam kebaikan insya Allah, dan selebihnya ia perlu mengikatkan keikhlasannya. Kemudian tipe lainnya adalah apabila ia dicoba dengan pujian, hal itu akan menyessakkan dadanya dan ia pun membencinya di dalam dirinya, hanya saja ia tidak mampu marah terhadap orang yang memujinya. Tipe ini berada dalam kebaikan, hanya diharapkan untuknya semoga ia sampai kepada kejujuran. Sedangkan tipe berikutnya ialah apabila ia diuji dengan pujian, ia marah terhadap hal tersebut, juga marah kepada orang yang memuji. Dan tipe inilah, dalam bab tentag pujian berada dalam jalan petunjuk. Hanya tinggallah baginya bagaimana ia bersikap dalam bab tentang celaan.

Ingat, bahwasanya manusia, ketika mendapatkan hinaan dan celaan, ada beberapa tipe pula. Di antara mereka, apabila dicela, ia marah terhadap orang-orang yang mencelanya dan mendendamnya, lalu mencari jalan untuk melampiaskan dendam tersebut, maka, tipe orang yang angkuh seperti ini adalah celaka, kecuali bila Allah mau menerima tobatnya. Dan di antara mereka, apabila dicoba dengan celaan, ia merasa sebal kepada orang yang mencelanya karena ingin menampakan sikap wara’ –nya yang didasarkan atas perhiasan dan riya’, serta mencari-cari alasan untuk menolak apa yang dikatakan tentang dirinya, sedangkan api celaan menyala-nyala di dadanya sehingga ia pun berniat untuk menjelekkan orang yang mencelanya itu dan menginginkan kecelakaannya.

 Tipe ini tidak berbeda dengan yang pertama, hanya saja bobot celakanya di bawah yang pertama. Lalu di antara mereka ada lagi yang bila diuji dengan celaan, ia merasa tersinggung dengannya hanya saja ia telan pahitnya karena takut akan dihina lebih banyak lagi, namun kebencian terhadap orang yang mencela tetap bersemayam di hatinya. Kemudian di antara mereka ada pula, apabila dicoba dengan celaan, ia tidak menyukainya dan  marah karenanya. Tetapi ia berusaha untuk bersabar menghadapinya karena menginginkan pahala. Dan dia juga tidak mendendam kepada orang yang mencelanya, hanya saja hatinya merasa berat menghadapi orang yang mencelanya itu. Tipe ini berada pada jalan mujahadah; ia sering jatuh namun kemudian berdiri tegak kembali. Kemudian di antara mereka ada lagi yang apabila diuji dengan celaan, segera kebencian menyusup ke dalam hatinya, namun ia segera kembali dan terjaga lalu menyadari bahwa ia memang pantas untuk menerimanya. Hanya saja keadaan orang yang mencela di hatinya tidak sama dengan keadaan orang yang tidak mencelanya. Tipe ini berada dalam kebaikan, dan yang tersisa pada dirinya ialah bagaimana bisa mencapai kejujuran. Lalu berikutnya, tipe orang yang bila diuji dengan celaan, ia tidak memebencinya tetapi bersikap tawadhu dan mengakuinya, ia juga memperlakukan orang yang mencelanya sama dengan orang yang tidak mencelanya. Orang seperti ini berada di tengah-tengah perjalanan dan diharapkan ia bisa sampai ke terminal kejujuran. Terakhir, di antara mereka ada yang berkata di dalam hatinya tentang kebenaran, bahkan ia kembali membenci diri, dan apabila ia diuji dengan celaan, ia rela menerimanya seraya menyadari bahwa ia memang pantas menerimanya, bahkan sekalipun lebih dari itu. 

Sedangkan apa-apa yang dipalingkan darinya, ia mengetahui bahwa itu merupakan tirai Allah SWT. Celaan bagi orang seperti ini adalah keuntungan, karena dengan celaan itu ternyata dirinya menjadi orang paling tawadhu, paling merasa hina, dan lebih selamat untuk agamanya, sehingga jadilah celaan itu kebaikan baginya tanpa perlu usaha dan susah payah. Namun tipe ini hanya ada satu pada masanya.

Sementara itu, seluruh tipe di atas, baik keetika berhadapan dengan pujian ataupun celaan, selalu berpindah-pindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, setiap saat dan hari serta setiap bulan dan tahun. Lalu yang berpindah-pindah tersebut ada yang melangkah maju dan ada pula yang justru berbalik mundur. Maka selidikilah tipe-tipe tersebut, di mana gerangan engkau demi berupaya melakukan mujahadah terhadap dirimu. Karena, telah sampai kepada kami bahwa riya’ itu ada tujuh puluh pintu lebih.

 Diriwayatkan bahwa Riya’ lebih tersembunyi daripada semut yang merayap di atas batu. Akalku tidak bisa membayangkan tentang merayapnya semut, maka bagaimana dengan sesuatu yang lebih halus daripada itu. Kiranya apa yang telah kami sebutkan tadi cukup memadai bagi orang yang beramal. Nah, bagaimana keadaan orang yang banyak beribadah di antaramu, bisakah ia menjalankan sebagiannya? Dan bagaimana pula dengan semua yang kami sebutkan tadi? Semoga Allah memberikan karunia kepada kita sekalian dengan kejujuran dalam semua keadaan.

NASIHAT KE - 36 Senang Terhadap Pujian, Bencana Bagi Yang Memuji dan Dipuji

 Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 36

Senang Terhadap Pujian, Bencana Bagi Yang Memuji dan Dipuji


Saudara-saudaraku! Apabila orang lain senang terhadap sanjungan dan jiwa mereka menjadi puas karenanya, ingat, takutlah kepada Allah bila dirimu juga sukan akan hal itu, dan hendaklah engkau takut pula akan bahaya darinya. Memang, di dalam pujian tersimpan rasa manis yang akan cepat meresap ke dalam hati, sedangkan tempat-tempatnya di dalam jiwa memang telah ada. Oleh karena itu, tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit. Memang pada mulanya seseorang di antaramu tidak mengerjakan kebajikan karena Allah SWT, tetapi ketika pada dirinya mulai nampak keutamaan, dan ia disanjung dan hormati serta dikagumi, nah, ketika itulah setan datang menysupkan rasa manisnya pujian ke dalam hatinya, suatu rasa manis yang cocok dengan selera nafsunya, maka saat itu menjadi puaslah jiwanya. Wahai pemuja sanjungan, pujian, kekaguman dan kehormatan! Sesungguhnya engkau telah dijerumuskan sedangkan dirimu suka akan hal itu, padahal hal tersebut termasuk kotoran jiwa sedangkan engkau berada dalam keadaan lalai.

Berikut akan ku kemukakan kepadamu sebuah contoh bagi orang yang senang dengan pujian. Perumpamaannya ialah seperti seorang yang diejek dan dikatakan kepadanya : “Sesungguhnya kotoran yang keluar dari perutmu memiliki bau harum seperti parfum.” Sebenarnya orang yang terperdaya itu tahu bahwa keadaannya tidak seperti apa yang dikatakan, dan Allah SWT mengetahui tentang kebusukan kotoran yang ada di dalam perut, tetapi karena kebodohannya ia rela saja menerima hinaan dan ejekan tersebut meski ia menyadari bahwa sesungguhnya apa yang dikatakan kepadanya tidak benar sama sekali, karena tidak ada yang keluar dari perutnya keccuali kotoran dan kebusukan. Meskipun demikian, ia pun menyenanginya dan tetap menganggap hal itu adalah pujian. Nah, demikian pula keadaannya dengan orang yang tercemar dengan dosa-dosa, bahka ia lebih kotor dan lebih bau daripada kotoran itu sendiri, dan ia lebih cocok untuk menerima hinaan di dunia dan akhirat. Sesungguhnya ia rela dengan pujian tersebut karena kebodohannya. Semoga sudah seharusnya ia menerima murka Allah SWT. Maka siapa yang lebih merugi daripadanya jika ia mengetahuinya.

Saudara-saudaraku! Apabila engkau diuji dengan sanjungan dan pujian, berjuang keraslah engkau untuk meniadakannya dari hati dengan membencinya serta merasa takut akan akibatnya. Rasulullah saw. Mengkhawatirkanmu terhadap pujian itu dan melarang untuk saling memuji, karena Beliau saw. Tahu bahwa pujian itu banyak mudaratnya. Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah SWT jika senang terhadap pujian yang dilontarkan kepadamu, dan janganlah engkau terperdaya oleh setan beserta para wakilnya yang terdiri dari golongan manusia. Sebab, mereka berprasangka bahwa apabila mereka betul-betul menginginkan keridhaan Allah melalui amal kebajikan, tentu amal perbuatan mereka tidak akan mampu dirusak oleh kesenangan dan kesukaan terhadap pujian, karena hal semacam ini termasuk qiyas iblis, sedang pendapat-pendapatnya merupakan fitnah bagi para wakilnya. Celakalah bagi yang memuji dan dipuji, mengapa mereka tidak mengetahui petunjuk sehingga mereka tidak menyukai celaan, padahal sesungguhnya itu tidak membahayakan diri mereka. Jusutru mereka akan diberi ganjaran pahala karenanya; dan sebaliknya, justru kegemaran terhadap sikap saling memuji di antara mereka sangat bertentangan dengan waisat-wasiat Rasul saw.  Sungguh mereka adalah orang-orang yang bodoh secara nyata. Celakalah dirimu wahai orang yang terperdaya. Tidakkah engkau ketahui bahwa seorang tokoh ilmu pengetahuan berkata : “Siapa yang suka terhadap pujian sesungguhnya setan dengan tenang dapat masuk ke dalam perutnya.” Engkau telah dicela oleh tokoh ini lantaran kesenanganmu terhadap pujian. Sesungguhnya engkau layak untuk mendapatkan murka lantaran kesenangan dan kerelaanmu terhadap pujian dan sanjungan dari orang lain. Engkau mengetahui kebajikan tetapi tidak mengamalkannya. Seorang tokoh ilmu lainnya berkata : Apabila ada yang mengatakan kepadamu bahwa orang yang paling baik dalah dirimu, padahal --- demi Allah ... sebenarnya dirimu adalah yang paling buruk bila ternyata pujian lebih kau sukai daripada celaan.

Perhatikanlah wahai orang yang terperdaya! Apakah engkau mendapati dirimu senang serta merasa puas dengan pujian dan sanjungan, apakah engkau mengakrabi orang yang memujimu bila ia keliru dalam memujimu; dan apakah engkau tidak menyukai celaan bila ternyata celaan benar adanya? Apakah engkau akan marah kepada orang yang mencela jika ia memang benar? Maka jika engkau memang demikian, tentu engkau adalah seburuk-buruk orang. Sekalipun memperbanyak ibadah, namun dirimu tetap termasuk di antara orang-orang yang senang terhadap pujian dan sanjungan, bahkan lebih buruk daripada orang yang suka kepada pujian dan sanjungan, bahkan lebih buruk daripada orang yang suka kepada pujian tetapi ia mengakui kejahatan dan dosa-dosanya, karena ia lebih bisa diharapkan untuk mengemban amanat dan lebih dekat kepada maaf daripada dirimu. Sebab, engkau telah mengira bahwa kerelaanmu dan kesenganmu terhadap sanjungan tidak akan mencelakakanmu! Sesungguhnya telah sampai kepada kami sebuah hadis, yang belum aku ketahui betul tentang kesahihan sanadnya, tetapi jika hadis itu sahih, tentu merupakan ancaman kemalangan bagimu, yaitu bahwa seseorang telah memuji orang lain dengan kebaikan di hadapan Rasulullah saw. Dan Rasul saw. Menegurnya : Andaikan temanmu ada di sini, dan ia menerima dengan senang apa yang telah engkau ucapkan, lalu dia mati dalam keadaan seperti itu, ia akan masuk neraka.” Wahai orang yang terperdaya, inilah balasan bagi orang yang menutupi perbuatan kebajikannya dengan keridhaan terhadap pengakuan dari orang lain. Celakalah dirimu! Sesungguhnya banyak di antara para sahabat terdahulu yang menghendaki Allah dalam amal kebajikan seperti yang engkau kehendaki menurut prasangkamu. Padahal! Maha Sempurna Allah, jauh sekali bila engkau akan seperti mereka atau mereka akan serupa dengan mu, karena mereka memang tepat untuk mendapatkan pujian dan sanjungan. Namun Rasulullah saw. Masih mengkhawatirkan mereka dari bahaya pujian dan melarang mereka darinya sekalipun mereka memiliki keutamaan dan ketakwaan. Beliau saw. Berkata kepada orang yang memuji : Celaka dirimu! Engkau telah memotong punggungnya, andaikan ia mendengarkanmu tentu ia tidak akan memperoleh kemenangan sampai hari kiamat.” Dan beliau juga berkata kepada yang lain : Janganlah kalian saling memuji, lemparlah mukanya dengan tanah.” Ingat, Rasulullah saw. Mengatakan ini karena khawatir terhadap orang yang disanjung, bahwa ia akan senang terhadap sanjungan dan rela dengannya, sehingga akan berbahaya bagi agamnya dan barangkali ia tidak akan memperoleh kemengan selamanya. Maka Rasul saw. Pun memperingatkan mereka terhadap fitnah pujian sebelum fitnah itu menimpa diri mereka. Sedangkan dirimu, bila dipuji engkau senang dan rela menerimanya karena menduga bahwa hal itu tidak membahayakanmu, maka celakalah dirimu! Alangkah bodohnya dirimu terhadap bahaya yang diketahui oleh Rasulullah saw. Di balik pujian!

Perhatikanlah keadaan para sahabat ra. Sesungguhnya mereka lebih tahu tentang Allah SWT dan lebih takut kepada-Nya daripada mu, serta lebih ikhlas dalam perbuatan mereka, sedangkan bersama itu mereka takut terhadap pujian dan membencinya, bahkan mereka marah terhadap orang yang memuji karena takut terhadap fitnah dalam pujian itu. Sedangkan dirimu berani mengira bahwa sikap menerimamu terhadap pujian tidak akan membahayakan, seakan-akan engkau memiliki kejujuran dan keikhlasan yang lebih kuat daripada orang-orang terdahulu dan seakan-akan dirimu lebih mampu untuk menolak fitnah daripada mereka. Engkau dusta wahai orang-orang yang terperdaya!

Telah sampai kepada kami bahwa beberapa orang sahabat ra. Tidak menyukai pujian dan akan marah kepada orang yang memuji. Salah seorang khalifah ditanya oleh seseorang tentang sesuatu lalu orang itu berkata kepadanya : “Engkau, wahai Amirul Mu’minin, lebih baik daripadaku dan lebih mengetahui.” Mendengar itu sang khalifah pun menjadi marah dan berkata : “Aku tidak menyuruhmu untuk memberikan pengakuan kepadaku.” Dikatakan kepada salah seorang sahabat : “Manusia akan senantiasa baik selama Allah mengekalkan dirimu.” Lantas sahabat tersebut menjadi marah karena ucapan orang yang memujinya, dan ia berkata : “Sungguh aku mengiramu seorang peramal dan apa yang membuatmu tahu bahwa ia akan menutup pintunya dari keluarganya dalam kebaikan.” Juga telah sampai kepada kami bahwa seseorang telah memuji salah seorang salaf, lantas yang dipuji pun menjadi marah dan berkata : “Ya Allah, hamba-Mu ini telah mendekatkan diri kepada ku dengan kebencian-Mu, maka aku pun menjadikan-Mu sebagai saksi atas kebencciannya.”

Nah, ternyata orang-orang pilihan tersebut sangat tidak menyukai pujian dan mereka marah terhadap orang yang memuji karena takut terhadap bahanya, sedangkan engkau suka dengan pujian karena tidak membahayakanmu. Alangkah jauhnya kemiripanmu dengan mereka! Para sahabat membenci pujian sedangkau engkau senag kepadanya! Mereka marah kepada yang memuji yang jujur dalam pujiannya sedangkan engkau suka terhadap orang yang memuji yang dusta serta berlebihan dalam pujiannya ke padamu! Mereka menerima dengan senang akan celaan padahal mereka adalah orang yang paling suci dari celaan, sedangkan engkau marah dan menjauhi celaan padahal engkau lebih layak untuk mendapatkannya daripada orang lain! Mereka menyayangi orang yang menghina mereka dan memaffkannya, sedangkna dirimu menjadi dendam terhadapnya! Dan ini semua termasuk kekotoran jiwa bagi orang-orang yang banyak beribadah, sementar engkau dalam kelalaian, dan engkau telah diperdaya sedang engkau tidak merasa!.

Wahai orang yang terperdaya! Adakah engkau melihat dirimu sangat menginginkan, dan bekerja dengan ikhlas untuk meraih pahala dari Allah SWT, lalu setelah itu engkau ambil bagianmu dalam kegembiraan terhadap pujian, sanjungan dan penghargaan di dunia agar dirimu sekaligus mendapat pahala yan cepat dan yang lambat. Kalau begitu sungguh buruk apa yang ditawarkan oleh nafsumu itu. Dan janganlah engkau coba-coba menyeret kami kepada fitnah, wahai orang yang terfitnah! Ketahuilah, urusan mana yang lebih cocok untuk agama kami.  Kami khawatir dan bersikap hati-hati terhadap apa yang telah diperingatkan oleh Rasulullah saw. Berupa bahaya pujian; Kami berjuang keras untuk meniadakan kegembiraan di hati kami terhadapnya bila kami diuji; serta memohon ampunan kepada Allah darinya; atau kami harus berpegan kepada pendapatmu bahwa sikap senang dan menerima pujian itu tidak berbahaya, sehingga kami pun mau mengakui ucapan orang yang terperdaya, rela kepada pujiandan merasa puas terhadap keridhaanmu dan kesenanganmu kepadanya, lalu bersama dengan itu engkau juga mengira bahwa diri mu termasuk orang yang ikhlas, padahal barangkali saja justru dirimu mendapatkan tempat yang buruk di sisi Allah tanpa ada pengakuan dan sanjungan. Ingatlah apa yang aku katakan kepadamu, karena aku ini memberikan nasihat kepadamu; Hendaklah dirimu membenci sanjungan serta takut terhadap fitnah yang ada padanya. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatmu darinya. Bila engkau merasa manisnya pujian dan senang kepadanya, berusaha keraslah untuk meniadakan hal demikia dari dalam dirimu, lalu beristighfarlah kepada Allah dari kesenanganmu terhadap pujian, bagaikan orang yang bertobat dari dosa-dosa. Kemudian jadikanlah dirimu setelah mujahadah dan bertobat itu merasa takut bahwa engkau tidak murni dalam bertobat, serta tidak bersungguh-sungguh dalam bermujahadah. Karena, engkau belum mampu untuk sampai kepada kebencian terhadap segala bentuk pujian dan penghargaan, juga belum sampai kepada sikap mampu memarahi orang yang memuji sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabt ra. Terdahulu. Setelah itu, jadilah engkau mengetahui tentang keburukanmu bila engkau suka kepada pujian, merasa takut akan siksaan bila engkau rela kepadanya; dan sekali lagi merasa khawatir kalau-kalau dirimu di sisi Allah SWT termasuk orang-orang yang menyenangi hal tersebut. Sesungguhnya pengetahuanmu tentang hal tersebut lebih berguna bagimu daripada ibadah dalam kebodohan tentang apa-apa yang telah kami paparkan.

 Wahai orang yang suka beribadah! Kenapa engkau senang kepada dunia, padahal dunia merupakan penjara bagi orang beriman, karena ia tidak bergembira karenanya, tidak mendapatkan kenikmatan padanya, dan tidak merasa kenikmatan padanya, dan tidak merasa ketentraman dengannya. Sesungguhnya dunia itu tempat ujian dan fitnah, tempat duka cita dan kegelisahan. Berkata Adam as. “ Kami memohon kepada Allah SWT keturunan, tetapi Iblis telah menyandera kami dengan kesalahan, maka tidak seharusnya kami bersuka ria, dan memang tidak seharusnya selain menangis dan merasa sedih.

 Saudara-saudara, memang buruk sakli citranya bagi orang yang berakal sehat untuk merasa gembira terhadap perhiasan dan aksesoris dunia, maka bagai mana pantas untuk dipuji yang batil dan terperdaya? Oleh karena itu, pahamilah apa yang aku katakan kepadamu wahai orang suka beribadah tapi senang dengan pujian. Karena, walaupun engkau telah melaksanakan ibadah sampai burung-burung menjadi jinak kepadamu, binatang-binatang buas, binatang-binatang melata, dan seluruh penghuni bumi juga disanjung oleh malaikat, senang bertetangga denganmu dan menyanjung amal perbuatanmu, mereka menunjukan sikap mereka kepadamu, dan engkaupun kagum terhadap kebaikan dirimu. Nah, apakah engkau sempat berfikir untuk dirimu atau untuk orang lain agar berpegang dengan hal itu, atau engkau menjadi terlena dengan pujian makhluk sebelum datang masanya engkau menghadap Allah SWT? Sebab, pada saat itu akan jelaslah bagimu bagaimana akhir dari perjalananmu, dan engkau pun akan tahu keridhaan Allah SWT atau malah kebencian-Nya terhadapmu, sehingga akhirnya pun barangkali dirimu bakal menikmati kenikmatan abadi, atau malah akan mengalami siksaan yang amat pedih!.

Saudaraku! Berhati-hatilah kepada Allah SWT, jangan sampai engkau terbuai oleh sanjungan! Berapa banyak hal yang di anggap adil menurut manusia tidaklah adil di mata Allah SWT dan tidak disukai-Nya. Berapa banyak orang yang getol beribadah ternyata bakal menjadi bahan bakar api neraka, dan ibadahnya menjadi sia-sia belaka karena mereka telah terperdaya oleh Iblis. Berapa banyak orang yang di kala pagi beriman tetapi di sore hari ia menjadi kafir dan di cabut imannya, sedangkan dirinya tidak merasa!.

Orang berakal yang takut akan tercabut imannya selalu merasa tidak aman dan merasa tikda bergembira terhadap pujian batil dan tipuan! Bahkan andaikan sampai turun kepadamu wahyu bahwa dirimu mendapatkan pujian di sisi Pemilik Arsy, hendaklah bertambah rasa takut dan khawatirmu, renungkanlah urusanmu!

Katakanlah dengan jujur! Dengan apa dirimu menjadi terpuji di kalangan penghuni langit, padahal dirimu tidak berhak untuk itu? Maka jika engkau beranggapan bahwa hal tersebut kau dapatkan karena diriu sendiri dan memang karena usahamu sendiri, berarti engkau telah mengaku-ngaku perkara yang amat besar, dan engkau telah lupa akan kemurahan nikmat Allah SWT terhadapmu. Sebab, seandainya bukan karena nikmat-Nya, pastilah dirimu tidak akan terpuji dan mendapatkan petunjuk.

Saudaraku! Karunia Allah kepadamu lebih besar lagi! Usaha keras untuk bersyukur darimu adalah mesti. Takut dan khawatir akan kehilangan nikmat tersebut memang sudah sepantasnya dan seharusnya. Bukankah para malaikat dan para nabi pun sangat khawatir akan hal itu! Mereka berrkata :Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami ( Alu Imran, 8). Nah, bagaimana dengan dirimu, bukankah engkau orang yang sering teledor dalam menjalankan kewajiban, padahal dirimu akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat dan akan dituntut. Tentu saja kesedihan lebih layak untukmu daripada kegembiraan, apalagi gembira karena sanjungan palsu dan penuh tipuan!.

Saudaraku! Renungkanlah apa yang aku katakan kepadamu; Siapa lagi yang menjadikanmu mendapatkan sanjungan dan pujian kalau bukan Dia yang telah menghiasimu dengan tindakan yang elok, dan yang menjadikanmu seuka pada hal-hal yang terpuji. Siapa yang bermurah kepadamu dengan pertolongan yang nyata, pemberian yang banyak, kenikmatan yang meyakinkan, serta karunia yang terpuji dan jelas? Nah, apakah yang memberikan hal tersebut lebih pantas untuk mendapat pujian, sanjungan dan kesyukuran, ataukah dirimu sendiri yang menjadikanmu berhak untuk itu? Celaka dirimu, siapa yang lebih berhak untuk mendapatkan pujian, sanjungan dan kesyukuran selain Dia yang bermurah kepadamu sehingga engkau harus bersaksi tentang Wahdaniyah-Nya. Dia yang telah menjadikanmu sibuk dengan ketaatan, menjagamu dari kemaksiatan, memalingkan dirimu dari kesenangan semu serta tipu daya musuhmu, yang melindungimu dari keinginan jiwa yang rendah, yang menutupi keburukanmu dan menampakan keindahan, serta menjadikan dirimu dengan mnutupinya terhormat dan tersanjung di kalangan masyarakat. Saudaraku, apakah Sang Pemberi akan hal-hal tersebut kepadamu lebih pantas untuk mendapatkan pujian dan kesyukuran, ataukah dirimu yang dijadikan berhak mendapatkan keistimewaan tapi suka menyuruh kepada keburukan, menghalangi dari kebaikan, memotivasi dalam kemaksiatan, yang melapaui batas dalam kesesatan, yang kufur dan sombong dalam kemewahan, yang putus asa dalam kesusahan, yang melupakan bagusnya karunia, dan yang mengabaikan kesyukuran atas segala nikmat, nah, jadi siapa yang  lebih berhak untuk mendapatkan pujian? Da, bagaimana mungkin orang yang begini sifatnya berhak mendapatkan pujian?

Saudaraku! Hati-hatilah terhadap Allah SWT! Berbuat maksimallah dakam kesyukuran, dan takutlah terhadap kehilangan kenikmatan dan tercabutnya keimnanan. Janganlah engkau mengira bahwa dirimu berhak mendapatkan pujian sehingga Allah akan membinasakanmu, menghilangkan kenikmatan darimu, dan merobek tirai darimu sehingga tersibaklah keburukanmu pada seluruh makhluk. Betapa besar musibah yang akan menimpamu bila engkau menukar pujian Raja yang Maha tinggi dengan sikap rela terhadap pujian hamba-hamba yang rendah; bila engkau lebih mengutamakan kedudukan di dunia paripada derajat yang lebih tinggi; dan bila engkau turun dari kedudukan tinggi di sisi Allah kepada kedudukanyang paling rendah.

Celakalah dirimu! Pikirkanlah apa yang telah diperbuat oleh setan untuk memperdayamu. IA menghendaki engkau menerima sanjungan hamba agar engkau tidak menjadi tersanjung dan ter puji di Sisi Allah SWT. Celaka dirimu, sebaik-baik umat adalah apabila ia dicoba dengan pujian, ia menjadi benci dan merasa di sulitkan. Apabila ia mendapat hal tersebut di dalam dirinya, ia memohon ampunan kepada Allah dan memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan apa yang diujikan kepadanya, serta melarang orang yang memuji untuk kembali memujinya. Bahkan mereka sampai melapor kepada Rasulullah saw. Tentang apa yang mereka alami dan beliau saw. Pun menyuruh mereka beristighfar dan berlindung dari keburukannya. Orang-orang yang memiliki keutamaan dan ketakwaanlah yang berhak mendapatkan pujian di langit dan bumi. Mereka tidak suka mendapatkan penghargaan, pujian dan sanjungan di dunia, dan membencinya karena takut terhadap bahaayanya. Padahal banyak orang yang terperdaya sangat senang pada pujian dan rela dengannya seolah-olah mereka pantas untuk menerimanya, padahal mereka adalah sejauh-jauh manusia dari kepantasan. Orang-orang bodoh itu pasti akan dikembalikan kepada Tuhan lalu akan diperlihatkan kepada mereka dosa-dosa dan keburukan mereka sehingga mereka akan dibalas sesuai dengan perbuatan mereka, atau akan mendapatkan ampunan dari Yang Maha Pemurah dan karunia-Nya. Ikutilah jejak umat pilihan, janganlah engkau menerima pujian, jangan menyediakan diri untuk menerima kebencian, dan berusaha kersaslah untuk membenci apa yang dicobakan kepaamu berupa manisnya pujian dengan menghindarinya seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mendapat petunjuk. Itulah perbedaan keutamaan antara dua orang ! Salah satunya membenci pujian padahal ia berhak untuk menerimanya, sedangkan yang lain menyukai pujian padahal ia tidak pantas untuk menerimanya. Semoga Allah memberi perlindungan kepada kita sekalian dari keburukannya.  Amiin.





NASIHAT KE - 35 Amal Perbuatan Yang Baik

 


Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 35

Amal Perbuatan Yang Baik


Saudaraku! Apabila orang lain senang menonjolkan amal kebajikan mereka agar mereka diteladani, hendaklah engkau merahasiakan perbuatanmu dengan berbagai cara, karena fitnah itu besar adanya dan perjuangan di dalamnya cukup keras. Sebenarnya kita ini bukanlah pribadi yang layak untuk diteladani dan memang tidak cocok untuk itu, karena yang demikian adalah milik para khalifah yang mendapat petunjuk dan pemuka-pemuka umat Islam. Mereka hanya menampakan sedikit dari amal perbuatan mereka yang banyak untuk memberikan pendidikan moral terhadap umat dan membimbing mereka. Oleh akrena itu, janganlah engkau coba-coba mempopulerkan diri karena sesungguhnya setan, dalam setiap usaha seseorang yang menonjolkan ilmu dan pendapatnya, mempunyai beberapa perangkap yang ia pergunakan untuk menjebak banyak orang, dengan cara memperindah di mata mereka usaha tersebut agar mereka ditiru oleh orang lain. Maka orang-orang pun senang menampakkan ilmu dan kebajikannya karena antusias terhadap pahala dari orang-orang yang mengikuti jejak mereka, padahal mereka tidak sadar terhadap apa yang telah menimpa mereka berupa jebakan-jebakan setan sehingga mereka pun ditimpa oleh berbagai macam bencana sedang mereka tidak merasakan.

Wahai kaum yang takut akan fitnah, orang yang mewariskan ilmu seraya bersikap mawas diri, yang khawatir dari musuhnya, dan yang bersikap wara’ dalam segala keadaannya, belum tentu bisa selamat dari tipu daya setan. Maka, bagaimana nasibnya dengan orang yang terperdaya ketika ia senang mengumumkan dan memamerkan amal perbuatannya. Ingat, janganlah engkau mengajukan diri terhadap fitnah dan bencana. Maka jika engkau merasa tidak dibutuhkan dan tidak perlu diikuti, hendaklah kalian menyembunyikan urusanmu dengan berbagai cara. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT akan memberikan naungan di bawah ‘asyi-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, kepada seseorang yang bersedekah dengan tangan kananna sedangkan tangan kirinya hampir saja tidak mengetahuinya. Seorang tokoh berkata : “Kami mendapati sekelompok orang, dimana tidak ada di atas bumi ini suatu perbuatan terbuka yang tidak mampu mereka kerjakan dalam kerahasiaannya selamanya. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Manakala Allah menciptakan bumi dan dibentangkan untuk penghuninya, lalu menciptakan gunung dan Dia jadikan sebagai pasak bagi bumi, para malaikat berkata : ‘Allah tidak menciptakan suatu ciptaan yang lebih sulit daripada gunung,. Maka Allah pun menciptakan besi untuk memotong gunung, lalu menciptakan api untuk melelehkan besi, kemudian memerintahkan air untuk memadamkan api, lantas memerintahkan angin untuk menumpahkan air. Sehingga para malaikat pun berselisih pendapat dan berkata : ‘Kita bertanya kepada Rabb ‘Azza wa Jalla : Wahai Rabb, alangkah sulitnya apa yang telah Engkau ciptakan di antara ciptaan-Mu. ‘ Rabb berfirman : “Aku tidak menciptakan suatu ciptaan yang lebih sulit daripada anak manusia ketika ia bersedekah dengan tangan kanannya dan ia sembunyikan dari tangan kirinya; maka inilah yang tersulit di antara yang Aku ciptakan.” Juga telah sampai kepada kami bahwa perbuatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi melebihi perbuatan yang dilakukan secara terang-terangan sebanyak tujuh puluh kali lipat. Inilah perbedaan keutamaan di antara dua orang, salah satunya senang menampakkan apa-apa yang ada pada dirinya karena berambisi terhadap pahala pdahal ia telah diperdaya oleh setan dan diajukannya kepada siksaan. Sedangkan yang lain sangat merendahkan dirinya dan menganggap dirinya bukanlah pribadi yang patut untuk ditiru dan diteladani. Maka, waspadalah

NASIHAT KE - 34 Perilaku Para Ulama

 Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 34

Perilaku Para Ulama


Saudara-saudaraku! Apabila engkau melihat kebanyakan orang senang memamerkan ilmunya, perilaku mereka saling melecehkan satu sama lain, hati mereka saling bertentangan, dan jiwa mereka saling berbeda, hendaklah engkau merahasiakan urusanmu dengan berbagai cara, serta jadikanlah dirimu tidak suka terhadap popularitas dan perdebatan, senang akan ketidak tenaran, menyukai tindakan mengasingkan diri dan menyendiri; di tengah masyarakat merasa terasing; dan senang kepada kesunyian dan sikap diam. Tidak ada seorang pun yang mempunyai kesalahan melainkan Allah akan meminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dikehendaki dengan kesalahn itu. Oleh karena itu, wahai saudara-saudara, janganlah kalian coba-coba mengajukan diri untuk dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT, terutama dalam hal yang engkau tidak memiliki kepentingan terhadapnya.

Saudara-saudaraku! Bilamana engkau terpaksa menampakan sedikit ilmumu, hendaklah engkau lakukan itu karena Allah semata dan berdiskusilah seperlunya untuk memberikan penjelasan kepaa para murid, karena jika tidak, dikhawatirkan termasuk katagori menyembunyikan ilmu.

Sebenarnya, saling bertanya itu sering terjadi juga pada masa orang-orang terdahulu, tetapi setiap orang di antara mereka hanya menghendaki jawaban seperlunya dari yang lain. Bahkan di antara mereka terdapat orang yang sangat luas ilmu pengetahuannya, banyak memahami bermagai masalah, sementara tetangganya sendiri tidak mengetahui kemampuannya. Di antara sahabat ada yang bekata :“Aku memperhatikan tiga ratus orang badui, tidak seorang pun di antara mereka kecuali menginginkan jawaban secukupnya dari mufti.”

Jika di antara kalian  ada yang menonjolkan urusannya dan menampakkan ilmunya kemudian ia mendapat tanggapan negatif serta dianggap bodoh dan salah, maka, dalam kondisi seperti ini tidak ada jaminan bahwa tidak akan timbul kesombongan, kemarahan dan dendam pada dirinya. Dan kalaupun pendapatnya ditanggapi positif, tetapi masih tidak ada jaminan untuk tidak timbul fitnah, sikap berlagak dan bangga pada dirinya. Apabila ia mengeluarkan pendapat tanpa didasari ilmu pengetahuan, maka lebih tidak ada jaminan bahwa ia tidak terjerumus pada kekeliruan. Demikian pula bila ia memaksakan diri berpendapat, padahal Allah SWT tidak menyukai tindakan tersebut. Oleh karena itu, dapatkanlah keselamatan bersama sikap diam dan tidak terkenal. Kemudian, bagaimana bila engkau sudah terlanjur tersohor, disegani dan dihormati, pendapat dan pemikiranmu diperhatikan dan didengar, masyarakat bersikap ridha atas keridhaanmu dan akan marah dengan kemarahanmu, maka dalam kondisi demikian barangkali engkau secara tidak sadar terlibat kebencian kepada orang-orang yang tidak sependapat denganmu, atau terlalu berlebih-lebihan dalam bersikap loyal kepada orang-orang yang sependapat denganmu, padahal Yang Maha Mengetahui segala yang gaib selalu memantau setiap perubahan isi hatimmu. Maka, alangkah besarnya fitnah yang menimpa seorang hamba kecuali orang yang dilindungi oleh Allah SWT! Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang, salah satunya senang menonjolkan ilmunya dan menyediakan diri untuk bermacam-macam fitnah sehingga kadangkala ia selamat, kadang kala pula ia celaka! Sementara yang lain menyembunyikan keadaannya sehingga ia selamat berkat karunia dan perlindungan Allah SWT.

Sesungguhnya pada perilaku para pendahulu kita yang salih terdapat teladan yang patut ditiru karena mereka senang terhadap ketidakpopuleran dan lebih mengutamakan menutupi jati diri mereka dari pandangan orang lain. Padahal mereka adalah pemimpin. Maka, bagaimana dengan orang-orang yang serba kekurangan sedangkan ilmu mereka terkungkung dalam perhiasan dan kebanggaan. Saudara-saudaraku! Hendaklah kalian berusaha untuk tiak menonjolkan diri dan tidak ingin menjadi populer karena orang-orang yang gemar menonjolkan ilmunya itu banyak jumlahnya. Nah, sekarang siapa yang suka terhadap pahala dan siapa pula yang suka menyediakan diri terhadap siksa.?

NASIHAT KE - 33 Memanfaatkan Ilmu Serta Mensyukuri Nikmat

 


Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 33

Memanfaatkan Ilmu Serta Mensyukuri Nikmat


Saudara-saudaraku! Apabila orang lain bersyukur kepada Tuhan mereka hanya dengan lidah saja, sedangkan mereka tetap mengabaikan batasan-batasan nikmat, dan teledor terhadap tata cara syukur yang sebenarnya, ingat, bahwa hal demikian itu tercela. Berhati-hatilah kepada Allah dan pergunakanlah setipa kenikmatan untuk bersyukur sesuai dengan keadaannya, sebab bersyukur adalah wajib bagi hamba pada setiap kenikmatan. Bersyukurlah kepada Allah terhadap apa-apa yang telah Dia karuniakan  kepada kalian, termasuk lidah, dengan banyak membaca Alquran dan berzikir. Namun, apabila engkau agak ceroboh dalam hal ini, paling tidak janganlah sampai engkau pegunakan lidah tersebut untuk menyelami berbagai jenis perbuatan dosa seperti perbuatan orang yang penah aku lihat. Dalam kaitan ini, Rasulullah saw. Bersabda : “Tidak ada ucapan lain bagi kita selain ‘Ah kamu! Dan ‘celaka kamu!.” Apakah manusia akan ditelungkupkan di neraka hanya karena mengumpat orang lain dengan lisannya?”.

Bersyukurlah kepada Allah SWT atas nikmat penglihatan yang dikaruniakan-Nya kepadamu untuk memandang kepada kebenaran sebagai rasa syukur atasnya. Maka jika engkau melakukan sebaliknya, maka takutlah kepada Allah bila engkau menggunakan penglihatan itu untuk memandang hal-hal yang haram, sehingga engkau menjadi durhaka kepada Allah dengan kenikmatan-Nya, seperti perbuatan orang yang pernah aku lihat. Karena, telah sampai kepada kami bahwa siapa yang tidak menahan pandangannya dari hal-hal yang haram, akan dipakaikan celak pada kedua belah matanya dari api jahanam. Ingat, bersyukurlah kepada Allah atas nikmat pendengaran yang telah Dia beikan untuk mendengarkan Alquran, zikir serta nasihat yang baik. Namun, jika hal itu kau abaikan, paling tidak malulah engkau kepada Allah bila kau gunakan pendengaran tersebut untuk hal-hal yang memanjakan hawa nafsu dan untuk omongan-omongan yang batil seperti perbuatan orang yang perrnah aku saksikan. Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat tangan yang dibentangkan-Nya untuk menggapai kebaikan. Dan jika engkau mengabaikan hal itu, hendaklah engkau malu menggunakan tanganmu untuk berbuat zalim dan aniaya seperti perbuatan orang yang pernah aku lihat.

Telah sampai kepada kami bahwa zalim di dunia adalah kegelapan di akhirat, dan merupakan rentetan kemalangan. Diriwayatkan bahwa Nabi Dawud as. Melihat suatu tempat antara bumi dan langit, iapun berkata : Wahai Tuhan ku, apa ini? Tuhan berfirman : “Itu kutukan-Ku yang yang Aku masukkan ke dalamnya rumah setiap orang yang berbuat zalim.” Ingat. Takutlah dari hal demikian! Bersyukurlah kepada Allah terhadap nikmat kaki untuk melangkah menuju ketaatan. Namun, jika engkau mengabaikan hal itu, takutlah kepada Allah bila engkau melangkah dengan kaki itu menuju perbuatan dosa seperti orang yang pernah aku lihat. Karena, sesungguhnya Allah SWT telah berfirman :“Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dulu mereka kerjakan (An Nur : 24). Maka, bagaimana dengan dirimu dalam keadaan terborgol di kaki dan terbelenggu di leher. Ingat, takutlah kepada hal itu. Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat makanan yang telah diberikan-Nya kepada kalian, dan takutlah bila engkau menjadi kuat lantaran makanan itu untuk melakukan sesuatu yang tidak diseukai oleh Yang Maha Pemberi Rizki. Sebab Allah SWT telah berfirman : “Hamba-Ku, berkat nikmat-Ku engkau menjadi kuat untuk berbuat durhaka kepada-Ku.”Sehingga. Layaklah kiranya bila Allah SWT menyiksanya di neraka.

Wahai kaum! Janganlah engkau mendurhakai Allah dengan menggunakan nikmat-Nya, dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat pakaian yang diberikan-Nya kepada mu supaya ia menjadi lusuh dalam keridhoan Si Pemberi nikmat. Namun, jika engkau mengabaikan hal itu, malulah bila engkau menjadikan pakaian itu lusuh dalam hal-hal yang tidak disukai Si Pemberi pakaian, sehingga tidak ada jaminan keamanan untuk mu bahwa tidak akan dipakaikan kepadamu gamis dari aspal dan lempengan api neraka di hari kiamat. Ingat, takutlah engkau kepada hal demikian, dan bersyukurlah kepada Allah terhadap segala karunia yang telah kau terima dari-Nya, supaya kau habiskan pada jalan yang Maha Pemberi karunia. Namun, jika engkau kikir terhadap karunia itu, hendaklah engkau malu kepada Allah bila kau habiskan karunia-Nya pada tempat yang tidak disukai-Nya sehingga engkau mendurhakai Allah SWT dengan nikmat_nya, seperti perbuatan orang yang pernah aku lihat. Telah sampai kepada kami, apabila seorang hamba diberi rizki oleh Allah berupa harta yang halal tetapi ia keluarkan pada jalan yang haram, maka Allah SWT akan berkata : Bawalah ke neraka!” sehingga ia akan tinggal di neraka sesuai dengan kehendak Allah.

Kemudian bersyukurlah engkau kepada Allah SWT atas apa-apa yang telah Dia karuniakan kepadamu berupa keimanan kepada-Nya dengan berusaha keras untuk mencapai ridha-Nya serta meningkatkan usaha dalam mencari kesukaan-Nya sebagai tanda syukur untuk mengharggai karunia-Nya yang telah diberikan kepadamu. Namun, jika engkau tidak kuasa untuk mencapai ridha-Nya, takutlah engkau kepada Allah bila sampai mengabaikan batasan-batasan keimanan, karena tidak ada jaminan bagimu untuk tidak tercabut imanmu karena sikap menganggap entheng batasan-batasannya. Dan bersyukurlah engkau kepada Allah atas nikmat ilmu yang telah Dia karuniakan kepadamu sehingga engkau dapat mencapai keridhaan-Nya. Kerjakanlah keutamaan-keutamaan yang dianjurkan kepadamu di antara kecintaan Allah SWT itu. Namun, jika engkau tidak kuasa berbuat demikian, hendaklah engkau takut kepada Allah bila sampai meninggalkan apa yang diwajibkan kepadamu.

Telah sampai kepada kami bahwa di antara orang yang sangat keras siksaannya di hari kiamat ialah orang berilmu yang dijaidkan oleh Allah tidak bermanfaat dengan ilmunya.” Kemudian, janganlah lupa pula bersyukuur kepada Allah SWT atas nikmat akal yang dikaruniakan-Nya kepadamu untuk berfikir, merenung, meyakini kebaikan niat, dan mengambil pelajaran. Namun, bila engkau mengabaikan hal demikian, hendaklah engkau berhati-hati terhadap Allah dan takut akan niat yang buruk, menyimpan keburukan, menyimpan iri, dengki, permusuhan, serta sifat-sifat buruk lainnya. Jangan lupa bersyukur kepada-Nya atas nikmat akal yang telah Dia karuniakan kepadamu tersebut supaya engkau mengagungkan-Nya, meninggikan-Nya, memuliakan-Nya, merasa malu kepada-Nya, merasa takut kepada-Nya, merasa segan kepada-Nya, serta menaati-Nya sesuai dengan pemahamanmu terhadap keagungan, kebesaran, dan kemahakuasaan-Nya SWT. Namun, bila tidak ssanggup melakukan itu, hendaklah engkau takut kepada Allah SWT bila engkau sampai menjadi seperti orang-orang yang tidak mempu mengagungkan-Nya, dan menaati-Nya, bahkan engkau menganggap enteng beberapa perkara-Nya. Takutlah engkau wahai kaum, bila kembali kepada kebidihan serta engkau mengetahui dan mengerti sehingga akal dan ilmu tersebut kembali kepadamu dengan membawa bencana. Dan ingat, bahwa ini semua dan seumpamanya termasuk di antara keutamaan ilmu, akal, niat serta kehendak. Dan ini pulalah perbedaan diantara keutamaan ilmu, akal, niat serta kehendak. Dan ini pulalah perbedaan di antara hamba-hamba. Kadang kala terdapat dua orang yang sama dalam ketaatan dan ke wara’an, sedangkan salah satunya lebih kuat pemahamannya dan lebih keras usahanya untuk mencapai kecintaan Allah dan lebih jelas dalam mencapai ridha-Nya. Semoga Allah memberikan kepada kita sekalian kemampuan untuk mengelola nikmat dan mensyukurinya, sesungguhnya Da Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Amin ya Rabbal ‘alamin.

NASIHAT KE - 32 Keinginan Memenuhi Kewajiban Ketika Mengeluarkan Harta Serta Sebagai Tanda Syukur Kepada Allah SWT.

 Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”



NASIHAT KE - 32

Keinginan Memenuhi Kewajiban Ketika Mengeluarkan Harta Serta Sebagai Tanda Syukur Kepada Allah SWT.


Saudaraku-saudaraku! Apabila orang lain mengeluarkan harta yang halal di jalan kebaikan dengan dugaan bahwa hal demikian akan melipatgandakan pahala, ingat, berkehendaklah engkau dalam harta yang keu keluarkan itu untuk memenuhi kewajiban terhadap Allah dan terhadap sesama makhluk. Juga, keluarkanlah hartamu sebagai tanda syukur terhadap nikmat, tanda takut dari sikap kikir terhadap Allah SWT, serta tanda khawatir terhadap pertanyaan ketika terjadi hisab’. Oleh karena itu, keluarkanlah harta kalian demi untuk membebaskan diri, karena, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah menurunakn wahyu kepada salah seorang Nabi-Nya : “Sesungguhnya perumpaam sedekah itu seperti seseorang yang membunuh orang lain, maka akeluarga korban menuntut untuk membunuhnya. Si pelaku berkata : “Aku akan menebus diriku, hingga ia pun membayar tebusannya sedikit demi sedikit sampai ia mampu membebaskan dirinya dari pembunuhan.”

Wahai kaum yang menginginkan keselamatan! Demi Allah, demikian dengan kalian, dan siapa orang telah membunuh dirinya dengan dosa-dosa. Oleh karenanya, keluarkanlah harta yang halal demi untuk menebus diri kalian sebelum hal itu tidak diterima dari kalian. Aku berpendapat, siapa yang mengeluarkan harta dengan keyakinannya untuk mengharapkan pahala kebaikannya lebih besar daripada rasa takutnya, maka ia justru tidak memperoleh pahala apa-apa. Sebab, barangkali saja hanya sedikit sekali kekuatannya terhadap pertanyaan-pertanyaan dari Allah yang ditujukan kepadanya tentang keterlibatannya dalam harta yang halal berdasarkan prasangkanya. Padahal hal demikian adalah tipu daya serta kebodohan yang besar. Maka dari itu, jadilah kalian di antara orang-orang yang memiliki pandangan.

Saudaraku! Sebagaimana engkau berharap agar kebaikanmu diterima, demikian pula hendaknya engkau khawatir akan tidak diterimanya kebaikanmu itu. Sesungguhnya Allah SWT berfirman :Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa (Al MA’idah, 27) Di antara tokoh berilmu berkata : “Persetan dengan dunia, yang halal darinya bakal di hisab sedangkan yang haram darinya mendapatkan sangsi.” Rasulullah saw. Bersabda : “Barang siapa yang diseleldiki secara mendalam di kala hisab’ pasti ia akan disiksa.”

Sesungguhnya Allah SWT memuji orang-orang yang takut : Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka (Al Mu’minun, 60) Ahli tafsir berkata : “Yaitu orang-orang yang berpuasa, orang-orang shalat, orang-orang yang bersedekah, dan orang-orang yang takut bakal tidak diterima hal tadi dari meraka.” Saudara-saudara, contohlah orang-orang bertakwa tersebut dalam kekhawatiran terhadap amal perbuatanmu, Sesungguhnya diantara sahabat pilihan dahulu, ada yang berangan-angan supaya diterima darinya satu kebajikan saja, karena kekhawatirannya bila tidak akan diterima darinya, karena Allah berkata : “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa (Al MA’idah, 27).

Saudara-saudara! Bersyukurlah kepada Allah SWT karena Dia telah mengilhamimu untuk mengeluarkan harta dan telah menjagamu dari kekikiran. Minta maaflah dari usahamu yang menurut perkiraanmu halal. Alangkah bahagianya orang-orang yang diringankan bebannya sehingga lebih cepat berlalu, dan alangkah sengsaranya orang-orang yang berat bebannya sehingga tertahan. Demikianlah perbedaan keutamaan antara dua orang. Yang satu mencari pahala dalam pengeluarannya melalui harta yang halal sesuai dengan dugaannya, namun ia melupakan pertanyaan yang bakal diajukan Allah kepadanya. Padahal, bila Allah SWT memberlakukan hisab terhadapnya, tentu akan menyulitkan dirinya. Sementara yang lain mengeluarkan harta sepeti itu juga, hanya saja ia dibebani oleh ketakutan terhadap dialog dengan Tuhan ketika hisab, sehingga cita-citanya selalu ingin lepas dari kewajiban yang harus dipenuhinya pada harta yang halal, seraya berharap maaf dan ampunan dari Allah SWT, karena memang Allah telah memberikan beberapa kewajiban pada harta yang halal. Adapun harta yang haram, maka tidak ada jalan baginya selain lari kepada Yang Maha Pengasih, serta melepaskan diri dari semuanya dan membiarkannya untuk pemburunya.

Saudara-saudaraku! Renungkanlah apa yang telah engkau dengar. Ketahuilah bahwa amal perbuatan hamba di sisi Tuhan bertingkat-tingkat. Oleh sebab itu, nilai dan kedudukan mereka di sisi-Nya lebih tinggi yang satu daripada yang lain, sesuai dengan pemahaman mereka tentang Allah Mereka mengetahui bagaimana berbuat untuk-Nya. Sebab kebanyakan orang berbuat kebaikan hanya untuk mengharapkan pahala, dan kalau tidak ada pahalanya tentu mereka merasa berat untuk melaksanakan kebaikan tersebut. Wahai kaum, perbanyaklah amalan sunnah untuk menyempurnakan yang wajib, sebab telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT berfirman : “Aku tidak memperhatikan hak seorang hamba sebelum hamba tersebut memperhatikan hak-Ku. Juga, dari salah seorang tokoh ilmu pengetahuan disebutkan : Sesungguhnya tidak akan sampai kepada hati seorang hamba ruh Allah, sedang dari sisi hamba tersebut Allah mempunyai hak yang belum dipenuhi olehnya.” Ingat, utamakanlah niat dalam memenuhi seluruh hak Allah dalam segala urusan, janganlah engkau menyibukkan hati dengan hakmu pada-Nya, dan contohlah orang-orang yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Melalui sabdanya, berikut : Ingatlah, sesungguhnya oang-orang yang berilmu adalah orang yang mengerti tentang Allah dan fuqaha’ adalah pilihan Allah di antara makhluk-Nya.” Pahamilah penanaman moral oleh Rasulullah saw. Tersebut. Bilamana engkau telah menyempurnakan kewajiban dengan amalan sunnah dan mencoba menghilangkan kejahatan dengan amalan sunnah dan mencoba menghilangkan kejahatan dengan kebaikan, kemudian engkau mempunyai amalan yang melebihi pemenuhan terhadap hak-hak Allah, sesungghnya yang demikian merupakan simpanan untukmu di sisi Tuhan SWT dan sebagai penyempurna terhadap apa-apa yang ada di sisi-Nya jika dalam memenuhi hak-hak-Nya engkau masih memiliki kekurangan. Alangkah celakanya orang yang lalai pada hari ditegakkan hisab’ ! Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita semua. Amin ya Rabbal ‘alamin.