Selasa, 16 November 2021

NASIHAT KE - 34 Perilaku Para Ulama

 Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 34

Perilaku Para Ulama


Saudara-saudaraku! Apabila engkau melihat kebanyakan orang senang memamerkan ilmunya, perilaku mereka saling melecehkan satu sama lain, hati mereka saling bertentangan, dan jiwa mereka saling berbeda, hendaklah engkau merahasiakan urusanmu dengan berbagai cara, serta jadikanlah dirimu tidak suka terhadap popularitas dan perdebatan, senang akan ketidak tenaran, menyukai tindakan mengasingkan diri dan menyendiri; di tengah masyarakat merasa terasing; dan senang kepada kesunyian dan sikap diam. Tidak ada seorang pun yang mempunyai kesalahan melainkan Allah akan meminta pertanggungjawabannya tentang apa yang dikehendaki dengan kesalahn itu. Oleh karena itu, wahai saudara-saudara, janganlah kalian coba-coba mengajukan diri untuk dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT, terutama dalam hal yang engkau tidak memiliki kepentingan terhadapnya.

Saudara-saudaraku! Bilamana engkau terpaksa menampakan sedikit ilmumu, hendaklah engkau lakukan itu karena Allah semata dan berdiskusilah seperlunya untuk memberikan penjelasan kepaa para murid, karena jika tidak, dikhawatirkan termasuk katagori menyembunyikan ilmu.

Sebenarnya, saling bertanya itu sering terjadi juga pada masa orang-orang terdahulu, tetapi setiap orang di antara mereka hanya menghendaki jawaban seperlunya dari yang lain. Bahkan di antara mereka terdapat orang yang sangat luas ilmu pengetahuannya, banyak memahami bermagai masalah, sementara tetangganya sendiri tidak mengetahui kemampuannya. Di antara sahabat ada yang bekata :“Aku memperhatikan tiga ratus orang badui, tidak seorang pun di antara mereka kecuali menginginkan jawaban secukupnya dari mufti.”

Jika di antara kalian  ada yang menonjolkan urusannya dan menampakkan ilmunya kemudian ia mendapat tanggapan negatif serta dianggap bodoh dan salah, maka, dalam kondisi seperti ini tidak ada jaminan bahwa tidak akan timbul kesombongan, kemarahan dan dendam pada dirinya. Dan kalaupun pendapatnya ditanggapi positif, tetapi masih tidak ada jaminan untuk tidak timbul fitnah, sikap berlagak dan bangga pada dirinya. Apabila ia mengeluarkan pendapat tanpa didasari ilmu pengetahuan, maka lebih tidak ada jaminan bahwa ia tidak terjerumus pada kekeliruan. Demikian pula bila ia memaksakan diri berpendapat, padahal Allah SWT tidak menyukai tindakan tersebut. Oleh karena itu, dapatkanlah keselamatan bersama sikap diam dan tidak terkenal. Kemudian, bagaimana bila engkau sudah terlanjur tersohor, disegani dan dihormati, pendapat dan pemikiranmu diperhatikan dan didengar, masyarakat bersikap ridha atas keridhaanmu dan akan marah dengan kemarahanmu, maka dalam kondisi demikian barangkali engkau secara tidak sadar terlibat kebencian kepada orang-orang yang tidak sependapat denganmu, atau terlalu berlebih-lebihan dalam bersikap loyal kepada orang-orang yang sependapat denganmu, padahal Yang Maha Mengetahui segala yang gaib selalu memantau setiap perubahan isi hatimmu. Maka, alangkah besarnya fitnah yang menimpa seorang hamba kecuali orang yang dilindungi oleh Allah SWT! Inilah perbedaan keutamaan antara dua orang, salah satunya senang menonjolkan ilmunya dan menyediakan diri untuk bermacam-macam fitnah sehingga kadangkala ia selamat, kadang kala pula ia celaka! Sementara yang lain menyembunyikan keadaannya sehingga ia selamat berkat karunia dan perlindungan Allah SWT.

Sesungguhnya pada perilaku para pendahulu kita yang salih terdapat teladan yang patut ditiru karena mereka senang terhadap ketidakpopuleran dan lebih mengutamakan menutupi jati diri mereka dari pandangan orang lain. Padahal mereka adalah pemimpin. Maka, bagaimana dengan orang-orang yang serba kekurangan sedangkan ilmu mereka terkungkung dalam perhiasan dan kebanggaan. Saudara-saudaraku! Hendaklah kalian berusaha untuk tiak menonjolkan diri dan tidak ingin menjadi populer karena orang-orang yang gemar menonjolkan ilmunya itu banyak jumlahnya. Nah, sekarang siapa yang suka terhadap pahala dan siapa pula yang suka menyediakan diri terhadap siksa.?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar