Selasa, 16 November 2021

NASIHAT KE - 41 Mengikhlaskan ketaatan

 


Terjemahan Kitab

“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)

IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”


NASIHAT KE - 41

Mengikhlaskan ketaatan


Sahabat-sahabtku! Kalian bertanya-tanya tentang orang yang suka ketidaktenaran dan suka menyembunyikan amal kebajikannya, mereka itulah ulul albab (orang-orang berakal) yang telah diberi oleh Allah SWT faedah dari perbendaharaan ilmu-Nya.


Karena hal yang paling dominan pada niat, tekad hati, kehendak dan cita-citaa mereka adalah agar tidak ada yang mengetahui selain Allah SWT tentang sesuatu yang terpuji dalam urusan mereka. Apa yang mereka sembunyikan dilakukan berdasarkan petunjuk, dan apa yang mereka kemukakan dilakukan dengan kebenaran.

Dan dalam hal ini, mereka itu bermacam-macam; di antara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena takut terhadap tipu daya musuh yang bakal menjerumuskannya kepada finah, menghapuskan amal pebuatan dan menggagalkan segala daya upaya oarng-orang yang beramal.


Seandainya orang berilmu yang selalu berjaga-jaga ini menemukan cara lain untuk menyembunyikan amal perbuatannya dari dirinya dan musuhnya, tentu akan ia lakukan itu karena takut terhadap musuh-musuh agamanya serta merasa lemah dalam berusaha menghadapi dirinya sendiri dan musuhnya tersebut, sehingga ia tidak akan mendapatkan keselamatan.

 Kemudian di anatara mereka ada yang sengaja menyembunyikan amal perbuatannya karena lebih mengutamakan ketidaktenaran dan sangat menyukai keutamaan pahala kerahasiaan, di ssamping untuk mencari keselamatan diri, maka ia rahasiakan segala keadaannya dengan segenap kemampuan.

 Orang seperti ini, apabila urusannya mulai diketahui orang di suatu tempat, ia akan lari dengan agamanya ke temepat lain yang tidak dikenal oang selagi ia masih bisa menemukan cara untuk melakukannya. Kadang kala, karena sesuatu dan lain hal, ia terpaksa menampakan sebagian pendapatnya demi sesuatu kebutuhan orang lain.


 Tetapi hal itu pun hanya ia tampakkan seperlunya, sekedar memenuhi kebutuhan untuk menganbil dan memberi manfaat, seraya memohon dengan segenap kerendahan hati kepada Allah SWT agar dia diberi keselamatan dari fitnah yang terkandung pada sesuatu yang telah nampak darinya itu, seperti yang dilakukan oleh mereka yang menyukai ketidaktenaran, sehingga iapun akan mendapatkan dua kali lipat pahala; Pahala kecintaan kepda ketidaktenaran dan pahala kerahasiaan.

 Demikian jalan keselamatan dari fitnah melalui perlindungan dan dukungan dari Allah SWT.


Kemudian, di antara mereka ada pula yang memelihara substansi faedah, dengan meluruskan perbuatannya, membersihkan keadaannya, menghindari dosa-dosa dan kesia-siaan, membebaskan diri dari keburukan, mensucikan diri dari kekotoran, menhana anggota tubuh dari semua larangan dan akibat-akibatnya, menolak yang haram dan syubhat, menjauhi umpatan, meminimalkan keinginan, mencukupkan kebutuhan ala kadarnya, dan membukakan tutup dari hatinya degan renungan dan i’tibar, sehingga jelaslah baginya ganjarannya di dunia dan akhirat, baik yang berupa kebahagiaan maupun penderitaan.


 Ia pun kian bersungguh-sungguh dalam berlari, tidak menyisakan dan tidak pula ciut dalam mencari apa yang ia harapkan. Ia disibukan oleh hal tersebut sehingga tidak peduli dengan kenikmatan dunia, karenanya ia rela menaggung lelah dan karenanya pula ia kuat menelan pahit. Ia berjuang di jalan Allah melawan musuhnya sehingga tidak sekejap pun berpaling ke arah kemaksiatan yang didketahuinya, juga tidak ingin tetap sedetik pun pada kekeliruan yang dikenalnya.


IA ber istighfar dari setiap kemaksiatan yang belum diketahuinya, tidak terhadap keteledoran jiwanya dalam menggapai keridhaan Allah, dan tidak pula mengabaikan dirinya sendiri sehingga ia menjadi lalai kepada Tuhannya. Ia meningkatkan diri dengan ilmunya, dan beramal di bawah ancaman dengan hati yang yakin kepada ancaman Allah SWT, seraya berlari dari segala yang dibenci oleh Allah, dalam keadaan khusyuk , khawatir dan takut terhadap siksaan dan azab-Nya.


 Ia juga beramal di atas janji-Nya dengan hati yang yakin kepada pahala dari Allah SWT, dalam keadaan senang, ikhlas, sungguh-sungguh dan bulat. Ia beramal dibawah jaminan Allah untuk menanggung rizki dengan hati yang yakin pada ketetapan janji-Nya seraya berserah diri, percaya sepenuhnya serta berpegang teguh kepada-Nya.

 Terhadap apa yang diujikan kepadanya dari berbagai hal yang tidak menyenangkannya. Ia hadapi dengan sabar, ridha serta dengan pengenalan tentang betapa baiknya perhatian dan pilihan Allah SWT untuk dirinya. Terhadap silih bergantinya kenikmatan yang diterimanya, ia hadapi dengan pengetahuan tentang betapa besarnya nikmat tersebut, serta betapa tidak berartinya syukur yang ia jalankan; ia tidak menganggap rendah sessuatu karena ingin mendapatkan cinta dari Tuhannya dan tidak pula mengganggap cukup apa-apa yang ia kerjakan untuk Tuhannya.


Kemudian, untuk kecintaan Allah, ia hadapi dengan sikap zuhud di dunia dan ia utamakan cinta tersebut daripada dirinya dalam keadaan senang terhadap musibah, gembira kepada hal-hal tidak disukai, terjaga dari kelalaian, perkataannya adalah zikir, diamnya adalah pikir, pandangannya adalah pelajaran, ia mengenal hal yang disukai dan yang dibenci, mengetahui keutamaan tidak populer, menyembunyikan amal perbuatan, dan menegetahui kebutuhan hamba-hamba yang lain kepada batas-batas agama sehinga ia berusaha memenuhi kebutuhan mereka secukupnya karena takut terhadap perbuatan menyembunyikan ilmu dari orang yang berhak mengetahuinya, seraya bersikap hati-hati dalam membimbing mereka bila mereka memintanya; namun ia bersikap sabar dan penuh perhatian apabila ia diperingatkan oleh orang lain.


 Sebab, telah sampai kepada kami bahwa Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Dawud a.s. “ Apabila menjadi baik melalui tanganmu salah seorang diantara hamba-hamba-Ku, Aku tulis engkau termasuk seorang jahid (orang yg diuji). Siapa yang aku tulis namanya sebagai jahid pasti tidak ada rasa keterasingan dan kekurangan pada dirinya.


 Dan kalau saja engkau mengembalikan kepada-Ku seorang hamba yang lari dari Ku, itu lebih Aku sukai daripada engkau menjumpai-Ku dengan membawa ibadah tujuh puluh orang yang benar dan tulus.” Maka, berbahagialah orang yang yakin dalam membimbing oang-orang lain kepada Tuhan mereka, ia bekerja dengan hati-hati karena Allah atas dirinya, memberi nasihat karena Allah kepada makhluk-Nya, dan ia menjalankan perintah Allah di tengah hamba-hamba-Nya.

 Ia beramal dengan ilmu yang berguna serta dengan sikap wara’ yang tulus. Ia bersabar di tengah mereka terhadap tindakan menyakitkan, menahan serta membalas marah mereka dengan cara yang terbaik, manis muka, ramah tamah, ringan tangan, pemurah dan dermawan, penuh akrab dan bersahabat, rendah hati, lemah lembut dalam bergaul dengan mereka, halus dalam mengingatkan, dan tidak jemu-jemu emgningatkan mereka tentang pertolongan Sang Maha Pemurah; tentang keabadian kekasih-Nya; tentang silih bergantinya kenikmatan yang dibalas dengan sedikit syukur dari hamba-hamba-Nya.

 Ia mengingtakan mereka dengan sikap santun Tuhan, tetapi juga memperingatkan mereka tentang datangnya kemurkaan-Nya. Mewanti-wanti mereka tentang kebencian Allah dan balasan-Nya. Menganjurkan mereka supaya menampakkan kecintaan kepada Allah SWT melalui apa-apa yang dicintai-Nya. Karena Allah ia mencintai mereka, dan karena Allah pula ia benci dan marah kepada mereka. Ia bekerja dalam keridhaan Allah untuk hamba-hamba-Nya serta tidak pernah meninggalkan perintah Allah kepada dirinya dan pada semua keadaan. Dia mengenal Rabb-nya dan mengikuti jejak Nabi Muhammad, saw. Karena biliaulah tempat panutan. Ia bersikap lurus dalam urusannya dan diberi taufik dalam hal yang dirahasiakan dan dipublikasikannya, baik dalam perbuatan maupun ucapannya. Sungguh, terdapat beberapa atsar yang mengungkapkan tentang kriteria orang seperti ini.

Telah sampai kepada kami bahwa sebagian pembaca Alquran memahami ayat berikut : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, beramal salih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang berserah diri.” (Fushshilat, 33). Inilah kekasih Allah, pilihan-Nya, hasil seleksi-Nya,dan inilah orang yang paling dicintai Allah SWT di antara penghuni bumi, dikabulkan doanya di dunia. Ia mengajak orang lain kepada Allah SWT melalui aktifitas dakwah dan beramal salih untuk memenuhi seruan-Nya, seraya berkata : “Sesungguhnya aku termasuk di antara oarng-orang Islam.” Dan itulah khalifah Allah.

Saudaraku! Inilah sifat para rasul dan para khalifah yang mendapat petunjuk. Atribut demikian tidak cocok untuk kita dan juga tidak untuk orang yang sama dengan kita, maka janganlah sampai nekgau tidak mengetahui permasalahanmu. Ingatlah apa yang kau ketahui tentang keburukan dirimu dan waspadalah terhadap kelalaian yang telah memperdayakanmu. Maka, jika Tuha  mau mengambil tindakan, tentu engkaulah orang yang lebih utama untuk dikutuk daripada diteladani.

 Terimalah nasihat orang yang prihatin terhadap nasibmu, rahasiakanlah urusanmu dengan berbagai usaha serta senangilah ketidakpopuleranmu. Sesungguhnya orang-orang salih dahulu senantiasa memperihatinkan keselamatan, padahal mereka adalah orang-orang pilihan yang hidup pada zaman pilihan pula, sedangkan kalian termasuk di antara sisa-sisa umat di tengah-tengah hiruk pikuk dunia. Seandainya orang-orang pilihan tersebut sempat menjumpai zaman kalian sekarang, pastilah mereka orang yang paling kencang larinya dan lebih jauh melangkahnya.

 Di antara orang-orang yang memiliki ilmu ada yang berkata : “Seandainya salah seorang salih dari orang-orang yang terdahulu dibangkitkan dari kuburnya lalu ia melihat kepada pembaca-pembaca Alquran di antaramu, niscaya ia tidak mau berbicara dengannya dan tentu ia akan berkata kepada semua orang bahwa mereka tidaklah beriman kepada hari hisab.” Sedang tokoh lain berkata : “Tidak ada kebaikan pada zikir jika diumumkan”, Wahai kaum, senangilah ketidakpopuleran dan jangan merasa optimis dengan keselamatan. Semoga Allah mengaruniai kita dengan keselamatan dalam segala hal. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar