Terjemahan Syajaratul–Kaun
(Ibnu ‘Arabi)
Bab 8
Hati Nurani Ibarat 'Arasy
Sementara itu Allah menjadikan hati nurani ibarat ‘Arasy, karena ‘Arasy-Nya yang berada di langit sudah di kenal, sementara ‘Arasy-Nya yang ada di bumi di huni. Sebab ‘Arasy hati nurani lebih utama dari pada ‘Arasy yang ada di langit.
“Arasy yang ada di langit tidak cukup dengan-Nya, juga tidak memuat dan tidak dapat memahami-Nya. Sedangkan ‘Arasy yang ada di bumi setiap saat akan di lihat-Nya, tajali (menampakkan Diri) dan menurunkan kemuliaan-Nya dari langit untuknya.
Allah berfirman dalam Hadis Qudsi-Nya:
“Langit dan bumi-Ku tidak akan cukup memuat-Ku, sementara hati hamba-Ku yang mukmin akan cukup ‘memuat-Ku”
Di alam akhirat Allah swt, menjadikan surga dan neraka. Surga untuk tempat kenikmatan, sementara neraka untuk tempat siksaan. Surga sebagai gudang kebaikan, sedangkan neraka sebagai gudang kejelekan. Demikian pula Allah menjadikan kebaikan yang menjadi tempat kemuliaan hati nurani, maka Dia jadikan sebagai surga hamba-Nya yang mukmin, sebab di surga adalah tempat musyahadah (menyaksikan), tajali (menampakkan Diri), munajat (berbisik) dan sumber berbagai cahaya.
Sementara Dia menjadikan nafsu yang menduduki posisi neraka, sebab nafsu merupakan sumber segala kejahatan, tempat munculnya godaan, pelindung setan dan tempat kegelapan.
Allah juga menjadikan Lauh Mahfuzh dan al-Qalam sebagai salinan Kitab yang mencatat alam dan penciptaannya, apa yang telah dan bakal terjadi sampai hari Kiamat.
Sementara malaikat adalah yang bertugas menyalin apa yang di perintahkan, menghapus dan menetapkan, mematikan dan menghidupkan, menambah dan mengurangi. Maka demikian pula lisan adalah ibarat al Qalam, sementara dada adalah ibarat Lauh Mahfuzh.
Maka apa yang di ucapkan lisan pada dasarnya telah di tulis oleh pikiran dalam lembaran dada. Apa yang di turunkan keinginan hati nurani ke dada maka akan di ungkapkan oleh lisan di mana ia sebagai penerjemah.
Sedangkan alat indera di jadikan sebagai utusan hati yang bakal menyalin apa yang telah di peroleh.
Misalnya, pendengaran adalah utusan yang bertugas sebagai mata-mata.
Sedangkan mata adalah utusan yang bertugas untuk melindungi
dan lisan sebagai penerjemah.
Dalam diri manusia di ciptakan sesuatu yang menunjukan tentang Ketuhanan Yang memelihara (Rububiyyah) dan membenarkan kerosulan Nabi Muhammad saw. Struktur dan bentuk manusia seperti ini butuh kepada yang mengatur, yaitu ruh (jiwa). Sementara Dzat Yang Mengatur adalah Maha tunggal, sedangkan ruh tidak dapat di lihat, tidak dapat di pertanyakan dalam kondisi bagaimana, tidak berpihak pada sesuatu yang ada pada jasad.
Sementara itu tidak sesuatupun yang bergerak dalam tubuh ini melainkan di sebabkan oleh perasaan dan keinginannya. Jasad tidak akan sanggup merasakan dan tidak bisa menyentuh kecuali karenanya.
Itu semua menunjukan bahwa berbagai alam ini pasti memerlukan Sang Pengatur dan Sang Penggerak. Sementara Sang Maha Pengatur harus Maha tunggal, Maha tahu terhadap apa yang terjadi di Kerajan-Nya, Maha kuasa untuk menciptaknnya. Dia tidak dapat di pertanyakan bagaimana, tidak dapat di persamakan dengan apapun, tidak dapat di lihat, tidak berpihak, tidak dapat di bagi-bagi. Tidak dapat di sentuh, tidak dapat di rasa dan tidak dapat di ambil, bahkan semuanya dalam kaidah.
“Tidak ada sesuatupun yang sama dengan-Nya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“
(Alqur-an surat. Asy-Syura:11).
Ketika Rasul yang di utus kepada makhluk-Nya ada dua: zhahir dan batin, maka Rasul yang zhahir adalah Muhammad saw. Sedangkan Rasul yang batin adalah Jibril as. Yang datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa wahyu untuk di sampaikan kepada kaumnya, sementara mereka tidak dapat merasakan dan tidak mengetahui. Demikian pula yang mengatur struktur dan bentuk manusia ini, yakni ruh (jiwa), memiliki dua utusan : dhahir dan batin.
Utusan yang batin adalah keinginan (al-iradah) yang sama dengan posisi Jibril as, yang memberikan wahyu (inspirasi) kepada lisan (ini adalah keininanya orang yang sudah tidak ada keinginan selain Allah semata), sementara lisan akan mengungkapkan dan menerjemahkan keinginan, di mana posisi utusan zhahir ini sama dengan Rasulullah Muhammad saw.
(Tapi lidahpun tidak akan menerjemahkan jika hati Masi menginginkan segala sesuatu selain allah, karna keinginan ilahiya tidak akan sampai pada orang yang masi menginginkan sesuatu selain allah maka lidah tidak punya bahan untuk di terjemahkan)
Kemudian dalam diri Anda di ciptakan sesuatu yang dapat menunjukan kebenaran kenabian dan kejujuran kerosulannya. Dalam diri Anda juga di ciptakan sesuatu yang dapat menunjukan kebenaran syariat yang beliau bawa dan pengikut Sunnahnya.
Maka jari jemari pada setiap tangan dan kaki jumlahnya lima, demikian pula jumlah sendi-sendi syariat Islam, di mana rukun Islam ada lima.
Sehingga Rasulullah saw. Bersabda:
“Islam di dirikan di atas lima perkara:
◾Syahadat (kesaksian), bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Utusan Allah,
◾mendirikan shalat,
◾memberikan zakat,
◾pergi haji ke Baitullah al-Haram
◾dan puasa Ramadhan”
(Hadis riwayat. Bukhari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar