Terjemahan Syajaratul–Kaun
(Ibnu ‘Arabi)
Bab 7
Tanah Liat Asal Nabi
Kemudian bumi yang di atasnya di bangun Ka’bah dan langit yang lurus dengannya mengabulkan panggilan-Nya. Tanah yang di atasnya di bangun Ka’bah adalah tempat keimanan dari Bumi. Ketika Allah memerintah dengan “Genggaman-Nya” dari genggaman tanah untuk menciptakan Adam as.
Maka “Genggaman-Nya” mencakup tanah-tanah yang lain, yang jelek maupun yang baik. Sementara tanah liat yang menjadi benih Nabi Muhammad saw. Adalah tanah yang berasal dari tempat yang di atasnya di bangun Ka’bah, bagian bumi yang menjadi tempat iman kepada Allah SWT.
Tanah liat tersebut kemudian di campur dengan tanah liat yang menjadi asal mula Adam As. Sehingga tanah liat yang berasal dari Ka’bah ibarat suatu ragi yang menjadi unsur pematang berbagai unsur tanah. Andaikan tidak ada tanah tersebut, tentu mereka tidak akan sanggup menjawab kesaksiannya di saat mereka di minta kesaksian.
Inilah makna sabda Rasulullah saw:
“Aku telah menjadi seorang Nabi, sementara Adam masih berada di antara tanah dan air”
Sehingga segala yang wujud dan keberkahannya adalah berasal dari benih asal mula wujudnya.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi (tulang rusuk) mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab,’Tentu (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”
(Alqur-an surat. Al-A’raf : 172).
Akhirnya unsur ragi kenabian tersebut merembet dan mengalir ke bagian-bagian benih mereka. Sehingga dengan izin Allah lidah mereka dapat berbicara lancar untuk bertalbiah (menjawab panggilan Tuhan).
Orang yang tanah liatnya sanggup menerima unsur ragi kenabian tersebut sesuai dengan takdir Tuhan sebelumnya maka tanah yang berpadu dengan ragi akan tetap bersamanya, sampai terlihat dalam alam inderawi dan tampak pada alam bentuk.
Makna tersebut muncul sebagai realisasi terhadap pengakuan. Kemudian cahaya makna spiritual tersebut menyinari bagian jasad yang lurus dengannya, sehingga jasad juga akan bersinar terang setelah kegelapan.
Anggota-anggota tubuhnyapun mendapat penerangan karena petunjuknya, lalu ia berbuat ketaatan. Sedangkan orang yang tanah liatnya jelek dan tidak sanggup menerima ragi kenabian, ragi tersebut hanya mampu mempengaruhi sekedar kesaksian dan berucap pengakuannya di saat kesaksian di hadirat Tuhan.
Sementara waktu yang akan di tempuhnya masih cukup lama, sehingga ragi tersebut rusak akibat rusak tanah liatnya, maka seakan-akan ia ibarat sesuatu yang di titipkan lalu di tarik kembali, karena ia bukan ahli untuk menjaganya, dan kemudian di tinggalkannya. Yang demikian itu adalah iman di hati orang-orang kafir, sementara iman hanya bisa menetap di hati orang orang mukmin.
Itulah makna sabda Rasulullah saw:
“Setiap bayi yang di lahirkan selalu di lahirkan dalam kondisi fitrah, yang Allah menciptakan manusia pada fitrah tersebut”
Fitrah tersebut adalah karena mereka sama-sama beriman dalam kesaksiannya kepada Allah sebagai Tuhan, sebagaimana firmannya:
“Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, “Tentu (Engkau Tuhan kami)”
(Alqur-an surat. Al-A’raf: 172).
Meraka sama-sama menjawab dan mengucapkan kesaksianya, karena merembetnya ragi tersebut pada bagian-bagian benih mereka.
Sememtara telah berlalu dalam Ilmu Allah dan pelaksanaan Takdir-Nya, maka barang siapa tetap dalam pengakuan tersebut ia tidak akan berubah menjadi ingkar dan kufur.
Sedangkan apa yang terjadi pada “Pohon kejadian” dari perkembangan, pertumbuhan, bunga, buah-buah pikiran, kentalnya kerinduan, kuatnya perasaan, jernihnya rahasia hati nurani, angin sepoi-poinya istighfar, perkembangan apa pun, mulai dari segala kegiatan (amal), pembersihan kondisi spiritual, perkembangan daun apa pun, dari pelatihan spiritual, munajat hati, bisikan rahasia hati,musyahadah ruh, apa saja yang tumbuh dari bunga-bunga hikmah, kelembutan ma’rifat, apapun yang naik ke atas dari hembusan nafas yang baik, apa pun yang terjadi dari daun kedamaian, angin kesenangan dan apapun yang menancap pada akar dari tingkatan orang-orang khusus dan kedudukan orang yang lebih khusus, tingkatan orang-orang jujur, munajat orang-orang yang dekat dengan-Nya, musyahadah orang-orang yang mencintain-Nya.
Semua itu berasal dari pembuahan “dahan” Muhammad saw. Yang di sinari dari cahayanya, bersumber dari perkembangan sungai Kautsyarnya, di campur dengan sari-sari makanan kebaikannya, di didik dalam ayunan petunjuknya. Oleh karena itu, keberkahannya merata dan rahmatnya meliputi seluruh makhluk.
“Kami tidak mengutusmu kecuali untuk rahmat seluruh alam”
(Alqur-an surat. Al-Anbiya: 107).
Karenanya Allah membentangkan tempat tinggal akhirat, karenanya allah menundukkan siang dan malam, menggariskan apa yang telah di tentukan, membatasi apa yang hendak di batasi, mengingatkan dengan menyebutnya, memberi perhatian terhadap rahasia dan kedudukannya, mengambil perjanjian untuk membenarkannya dan berpegang teguh dengan tali hakikatnya. Sementara mahkota syariatnya mulia di atas para pengikut dan pendukungnya.
Kemudian dengan kenabian Muhammad saw, Allah menutup kenabian para nabi, dengan Kitab yang di turunkan kepadanya mengakhiri Kitab-kitabNya, kerosulannya menutup kerosulan para Rosul alaihi salam. Barang siapa berlindung dengan perlindungan syariatnya akan selamat, yang berpegang teguh dengan agamanya akan di lindungi.
Ketika Adam As. Tawasul denganya, ia selamat dari cercaan. Ketika ia pindah ke tulang rusuk al-Khalil Ibrahim, akhirnya api yang hendak membakarnya padam seketika dan menjadikannya selamat. Ketika di titipkan kepada tulang rusuk Ismail as. Maka ia di tebus dengan binatang kurban.
Dengan demikian buah dari dahan kelompok orang-orang bagian kanan adalah:
“Dia mencintai mereka, dan mereka pun mencintainya”
(Alqur-an surat. Al-Ma’idah: 54).
Sedangkan buah dari dahan kelompok orang-orang kelompok kiri adalah:
“Dan Allah tidak akan menghukum mereka, sementara engkau berada di tengah-tengah mereka”
(Alqur-an surat. Al-Anfal:33).
Sementara buah dari dahan kelompok orang-orang yang masuk Islam lebih awal dari dekat dengan Allah (as-sabiqun al muqarobbin) dalah:
“Muhammad adalah utusan Allah, sementara orang-orang yang bersamanya bertindak keras terhadap orang-orang kafir, tapi penuh kasih sayang di kalangan mereka sendiri”
(Alqur-an surat. Al-Fath: 29).
Maka keberkahannya telah merata di seluruh ufuk dan kalimatnya telah sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar