Minggu, 31 Oktober 2021

0106. Allah yang haq

 terjemahan kitab

ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)

bab 1: prinsip tauhid pandangan kaum sufi

judul ke 6: Allah SWT Yang Haq



Para Syeikh dari tharikat ini mengatakan soal tauhid. 

Sesungguhnya Al-Haq adalah 

Wujud, 

Qadim, 

Esa, 

Maha Kuasa, 

Maha Perkasa, 

Maha Kasih, 

Maha Menghendaki, 

Maha Mendengar, 

Maha Agung, 

Maha Luhur,

Maha Bicara, 

Maha Melihat, 

Maha Besar, 

Maha Hidup, 

Maha Tinggi, 

Maha Abadi 

dan segalanya bergantung kepada-Nya.


Allah Maha Mengetahui dengan sifat Ilmu, 

Maha Kuasa dengan sifat Qudrat, 

Maha Menghendaki dengan sifat Iradat, 

Maha Mendengar dengan sifat Sama’, 

Maha Melihat dengan sifat Bashar, 

Maha Bicara dengan Kalam, 

Maha Hidup dengan Hayat, 

Maha Abadi dengan Baqa’


Allah mempunyai Dua Hasta kekuasaan (Dua Yad) yang merupkan sifat-sifat yang dengannya menciptakan apa yang di kehendaki-Nya. Maha Suci Allah dari segala keharusan menentukan, dan hanya bagi-Nya wajah yang bagus.


Sifat-sifat Dzat-Nya hanya khusus bagi Dzat-Nya, tidak bisa di katakan bahwa sifat tersebut adalah Dia, dan bukan pula sifat-sifat tersebut sebagai bujukan bagi-Nya. Tetapi adalah sifat-Nya Yang Azali dan Abadi.


Allah adalah Tunggal Dzat-Nya. 

Yang tidak di samai oleh segala ciptaan, dan tidak di serupai oleh semua makhluk.

(laisa kamislihi saiun)


Allah bukan jasad, materi, benda dan bukan sifat baru, 

tidak tergambar oleh khayal, 

tidak terjangkau akal, 

tidak berpenjuru dan bertempat. 

Tiada waktu dan zaman yang berlaku bagi-Nya. 

Dan tidak ada penambahan dan pengurangan bagi sifat-sifat-Nya.


Allah tidak di khususkan oleh bentuk, tidak di potong oleh pangkal dan batas, tidak di tempati yang baru, 

tidak di dorong ketika berbuat. 

Tiada warna dan tempat bagi-Nya, 

dan tidak ada pula pertolongan untuk menolong-Nya.


Dari kekuasaanNya tidak muncul yang terkira, dan dari hukumNya tidak di ragukan karna penyimpangan. Dari Ilmu-Nya tidak tersembunyi oleh yang di ketahui-Nya. Dan Dia tidak di caci atas pekerjaan-Nya, bagaimana dia mencipta dan apa yang di cipta. Tidak bisa di katakan kepada-Nya: Di mana Dia, dan bagaimana Dia? Dan wujudpun tidak akan berupaya membuka-Nya, sehingga muncul kata-kata Kapan ada? Keabadian-Nya tidak ada pangkalnya, sehingga di katakan: 

“Melampaui awal dan zaman” 

Tetapi Allah tidak bisa di katakan: 

“Mengapa Dia berbuat terhadap sesuatu?” 

Kenapa, tidak ada sebab langsung terhadap pekerjaan-Nya”


Allah juga tidak bisa di pertanyakan: Apakah Dia? Karena Allah bukanlah jenis yang di tandai oleh sejumlah tanda bentuknya. 

Dia melihat bukan dengan cara berhadapan. 

Dan Dia melihat kepada selain Diri-Nya, bukan dengan penyerupaan. 

Dia mencipta, tidak dengan langsung dan mencoba-coba.


Dia memiliki Asmaul Husnah dan Sifat-sifat Luhur. Dia melakukan sesuai dengan kehendak-Nya, dan memberi kehinaan kepada hamba-Nya lewat hukum-Nya. Dalam kerajaan-Nya tidak ada yang berjalan kecuali atas kehendak-Nya, dan tidak terjadi dalam kerajaan-Nya melainkan yang telah di dahului Qada’. Apa yang di ketahui dari ciptaan-Nya, maka hal itu di kehendaki-Nya. Dan apa yang di ketahui sebagai sesuatu yang tidak terjadi dari apa yang memang Dia berkehendak untuk tidak terjadi.


Allah adalah Pencipta rezeki hamba-hamba-Nya, kebaikan dan keburukan rezeki itu. Allah pula yang menciptakan alam dari materi dan submateri. Allah yang mengutus utusan untuk para ummat bukan sebagai kewajiban bagi-Nya. Allah sebagai Dzat Yang di sembah manusia melalui lisan Para Nabi as, tidak seorang pun berpeluang untuk mencaci dan menentang-Nya. Dan Nabi kita Muhammad saw. ditetapkan melalui mukjizat yang nyata dan ayat-ayat yang cemerlang, yang tidak memberi keuzuran, dan memberi penjelasan meyakinkan serta mengenalkan mana yang mungkar.


Khulafaur Rasyidin yang menjaga kemilaunya Islam setelah wafat Nabi saw. selanjutnya dijaga oleh generasi yang memagari kebenaran dan penolongnya yang menjelaskan lewat hujjah agama melalui lisan para Auliya-Nya. Umat Nabi saw. terjaga dari kesesatan ketika melakukan “ijma”. Dan rekayasa kebatilan sirna melaui dalil-dalil yang di tegakkan. Semuanya di lakukan oleh para pejuang agama, karena firman Allah swt:

“Agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang-orang musyrik benci”

(Alquran surat. As-Shaff)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar