Minggu, 07 November 2021

0348. Menjaga perasaan hati shekh

 terjemahan kitab

ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)

bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi

judul: 48 Menjaga Perasaan Hati Syeikh



Allah swt. berfirman dalam kisah Nabi Musa as. Bersma al-Khidhr as:


“Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepada ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah di ajarkan kepadamu”

(Qs. Al-Kahfi :66).



Al-Junayd berkata:

“Ketika Musa ingin berguru kepada Khidir, beliau menjaga syarat-syarat etika. Pertama, mohon izin dalam berguru, lantas al-Khidhr memberi syarat kepadanya agar tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak mengajukan protes atas keputusannya. Namun ketika Musa as. Mulai bertentangan terhadapnya, di biarkanlah sikapnya yang pertama dan kedua. Tetapi pertentangan untuk ketiga kalinya merupakan batas minim dari jumlah banyak dan awal dari batas banyak maka terjadilah perpisahan. Khidhr berkata:

“Inilah perpisahan antara aku dan antara kamu” (Qs. Al-Kahfi:78).



Rasulullah saw. bersabda:

“Orang muda yang tidak menghormati seorang guru (Syeikh) karena usianya, melainkan Allah akan menakdirkan baginya, kelak orang akan menghormati dirinya saat usianya sudah tua”

(H.r. Tirmidzi).



Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata:


“Awal segala perpisahan adalah pertentangan. Yakni, orang yang kontra dengan syeikhnya, berarti ia tidak menetapi tharikatnya. Hubungan antara keduanya telah terputus, walaupun keduanya terkumpul dalam satu bidang tanah. Barang siapa berguru kepada salah satu syeikh, kemudian dalam hatinya ada konflik, maka janji pertalian guru dan murid telah rusak, dan ia wajib bertobat”



Salah satu syeikh berkata:

“Menyakiti para guru, tidak ada lagi tobatnya”


Saya mendengar Abu Abdurrahman as-Sulamy berkata:

“Aku pergi ke Marw pada saat syeikhku, Abu Sahl ash-Sah’luky masih hidup. Sebelum aku keluar dulu, pada hari-hari Jum'at pagi selalu ada majelis Khtamul Qur’an. Tetapi ketika aku kembali, majelis tersebut telah tiada. Di ganti dengan suatu forum diskusi yang di pimpin oleh Abul Ghaffany. Kenyataan itu membuatku gelisah, dan aku berkata padaku: “Hai Abu Abdurrahman, apa yang di perbincangkan banyak orang tentang diriku?” Aku berkata padanya: “Mereka mengatakan; majleis Al-Qur’anul Karim telah di hilangkan dan di ganti majelis diskusi.” Lantas syeikh berkata : “Siapa saja yang berkata kepada gurunya : “Mengapa? Maka dia tak akan bahagia selamanya”



Ucapan yang populer dari al-Junayd antara lain:


“Aku memasuki rumah Sary as-Saqathy pada suatu hari. Dia memerintahkan sesuatu padaku, dan aku bergegas memenuhi kebutuhannya. Maka di saat aku kembali kepadanya, ia memberikan secarik kertas, sembari berkata : “Inilah kedudukan pemenuhamu atas kebutuhanku yang begitu cepat.”


Lalu kubaca pada kertas itu, ternyata di sana tertulis:


Aku mendengar orang yang berjalan di padang pasir menyanyi,

Aku menangis, dan tahukah engkau, mengapa?


Aku menangis karena ketakutan


Bila engkau memisahkan diriku


Bila engkau memisahkan ikatan-ikatan hatiku


Bila engkau menghindar dariku.”



Diriwayatkan dari Abul Hasan al-Hamdzany al-Alawy yang berkata:


“Suatu malam aku berada di tempat Ja’far al-Khuldy. Padahal waktu itu aku diperintah untuk menggantungkan burung di atas dapur. Hatiku sangat berkait dengan burung itu. Ja’far berkata padaku : “Bangunlah malam ini.” Aku merasa ada yang mengganjal dan aku pun pulang. Kukeluarkan burung dari dapur dan kuletakkan di sisiku. Tiba-tiba ada anjing masuk dari arah pintu. Anjing itu langsung meraih burung, di saat orang-orang yang hadir alpa. Ketika esok paginya aku datang ke Ja’far, sejenak pandang matanya tertuju padaku, dan berkata : “Siapa yang tidak menjaga perasaan hati para syeikh, ia akan dipaksa oleh anjing yang menyakitinya.”



Abdullah ar-Razy mendengar Abu Utsman Sa’id al-Hiry sedang menjelaskan sifat Muhammad ibnul Fadhl al-Balkhy, dan memuji-memijinya. Tiba-tiba Abdullah sangat rindu pada al-Balkhy, kemudian pergi berziarah padanya. Namun hatinya tidak berkenan pada Muhammad ibnul Fadhl. Lalu ia kembali ke Abu Utsman, dan Abu Utsman bertanya : “Bagaimana, Anda sudah menemuinya?” Abdullah menjawab : “Aku tak menemui apa-apa sebagaimana ku duga.” Lantas Abu Utsman berkata : “Karera Anda menganggapnya rendah. Dan tak seorag pun yang menganggap rendah seseorang melainkan ia terhalang dari sari faedah. Kembalilah padanya dengan penuh hormat.” Abdullah pun kembali kepadanya dan banyak mengambil manfaat dari ziarahnya itu.


Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata:


“Ketika penduduk Balkh mengusir Muhammad ibnul Fadhl dari daerahnya, dia mendoakan meraka : “Ya Allah, cegahlah kejujuran dari mereka.” Maka seteah itu tak seorang jujur pun yang muncul dari daerah Balkh.


Saya mendengar Ahmad bin Yahya al-Abiwady rahimahullah ta’ala berkata :


“Barangsiapa syeikhnya ridha, ia tidak akan menyimpang pada saat hidupnya, dengan maksud agar rasa ta’zimnya kepada syeikh tersebut tidak hilang. Apabila syeikh telah meninggal dunia Allah swt. akan menampakkan balasan ridhanya syeikh kepadanya. Namun, barangsiapa membuat hatinya syeikh berubah, maka ia tak akan menyimpang pada zaman syeikh tersebut hidup, karena ia tak ingin membelenggunya. Mereka senantiasa memiliki karakter untuk menghormati. Apabila syeikh tersebut meninggal dunia, maka pada saat itulah muncul suatu penyimpangan sepeninggalnya.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar