Senin, 08 November 2021

0563. Ma’ruf al-Karkhy

 Terjemahan kitab risalatul qusyairiyah (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)

bab 5: para tokoh sufi

judul ke 63. Ma’ruf al-Karkhy



Abu nahfudz – Ma’ruf Fairuz al-Karkhy (wafat 200 H./815 M.), salah seorang tokoh besar di kalangan syeikh Sufi, yang doanya sangat mustajabah, di mana kuburnya pun di jadikan allah pelantara penyembuh orang sakit.



Bahkan penduduk Baghdad berkata:

“Kuburan Ma’ruf merupakan obat yang mujarab”

(Maksudnya adalah tempat mustajab terijabahnya doa pada Allah dalam perkara memintah kesembuhan dari sakit)



Ma’ruf adalah budak yang di merdekakan Ali bin Musa ar-Ridha ra. Dan merupakan Guru Sary as-Saqathy.


Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata:

“Ma’ruf al-Karkhy berasal dari keluarga Nasrani. Lalu oleh kedua orangtuanya Ma’ruf di serahkan kepada seorang pendidik, ketika masih kecil.


Saat pendidik itu mengajari ma’ruf:

“Katakanlah Allah adalah Tritunggal. (Tritunggal ini adalah ajaran nasrani atau keristen”

Lalu Ma’ruf membantahnya:

Tidak, tetapi Dia adalah Satu”


Lantas si Guru itu pun memukulinya sampai luka parah. Ma’ruf lari menghilang. Kedua orang tuanya berkata:

“Siapa tahu Ma’ruf kembali ke pangkuan kita, terserah agama apa yang di peluknya, dan kita mengikutinya saja”


Ternyata Ma’ruf masuk Islam di hadapan Ali bin Musa ar-Ridha, dan kembali pulang. Ketika mengetuk pintu rumahnya, dari dalam terdengar seruan:

“Siapa itu?” “Ma’ruf” jawabnya. “Kamu datang memeluk agama apa?” tanya kedua orang tuanya. “Memeluk agama Hanif (Islam) kata Ma’ruf.

Lantas kedua orang tuanyapun masuk Islam.



Say as-Saqathy pernah bermimpi melihat Ma’ruf al-Karkhy berada di bawah Arasy. Kemudian Allah swt. berfiman kepada para malaikat-Nya:

“Siapakah orang ini?”


Para Malaikat itu menjawab:

“Engkau lebih Maha Tahu wahai Tuhan”


Lalu Allah swt. berfirman:

“Ini adalah Ma’ruf al-Karkhy. Ia mabuk karena mencintai-Ku, dan tidak akan sadar kecuali bertemu dengan-Ku”



Di antara ucapan Ma’ruf:

“Salah satu dari murid-murid Dawud ath-Tha’y berkata kepadaku, ‘hati-hatilah, jangan meninggalkan amal! Sebab beramal itu mendekatkan dirimu pada ridha Tuhanmu"


Aku bertanya:

“Amal apa itu?

Ia menjawab:

“Melanggengkan ketaatan kepada Tuhanmu, khidmat kepada sesama Muslim dan memberi nasihat kepada mereka”



Muhammad ibnul Husain, bercerita tentang Ma’ruf dari ayahnya:

“Aku melihat Ma’ruf dalam mimpi setelah ia wafat.

Aku bertanya:

“Apa yang telah di lakukan Allah swt. atas diri Anda?”

Ma’ruf menjawab:

“Allah telah mengampuniku.

Aku bertanya:

“Apakah itu karena zuhud dan wara’ Anda?”

Ia menjawab:

“Bukan. Tapi karena aku menerima sepenuhnya nasihat Ibnus Sammak selalu dalam kefakiran serta mencitai orang-orang fakir”



Nasihat Ibnu Sammak sebagaimana di ceritakan oleh Sary as-Saqathi:

“Aku mendengar Ma’ruf berkata:

“Ketika aku sedang melintasi jalan di Kufah, aku berhenti pada seorang laki-laki bernama Ibnus Sammak yang sedang memberi nasihat kepada orang-orang. Di sela-sela pembicaraannya Ibnu Sammak berkata:

“Siapa pun yang menentang Allah dengan sepenuhnya, Allah swtpun akan menentangnya secara serentak.

Barang siapa menghadap kepada Allah swt. melalui hatinya, Allah akan menerima dia dengan rahmat-Nya, dan seluruh wajah-wajah makhluk akan menerimanya. Barang siapa menghadap Allah hanya sekali-kali, Allah swt, pun mencurahkan rahmat-Nya sewaktu-waktu”


Kata-kata tersebut benar-benar berkesan di hatiku. Lantas aku menghadap kepada Allah swt. dan meninggalkan apa yang ku miliki, namun tetap berkhidmat kepada tuanku, Ali bin Musa ar-Ridha. Kejadian di atas ku laporkan kepada tuanku, lantas ia berkata:

“Nasihat itu sudah cukup bagimu, bila engkau masih minta nasihat”



Ketika menjelang wafatnya, Ma’ruf di minta:

“Berwasiatlah!”

Ma’ruf menjawab:

“Bila aku tiada, sedekahkan semua pakaianku. Aku ingin keluar dari dunia, persis seperti aku lahir ke dunia, dalam keadaan telanjang (maksudnya bukan di kubur tanpa kain kafan tapi adalah tanpa memiliki harta lagi karna semua hartanya sudah di sedekahkan)”



MA’ruf sedang berjalan bertemu dengan seorang penjual air. 

Padahal kala itu Ma’ruf berpuasa. Kontan saja penjual air itu menyodorkan dan Ma’ruf pun meminumnya. “Bukankah Anda berpuasa?”

Ma’ruf menjawab:

”Benar, tetapi aku berharap akan doanya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar