đź’ Terjemahan Kitab
“AN-NASHA’IH” (NASIHAT-NASIHAT SUFI)
IMAM ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD “AL-MUHASIBI”
đź”°MUQODDIMAH
Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiimi
Kepada-Nya kita memohon pertolongan
Segala puji bagi Allah, (Dia) Yang Awal, sebelum ada segala sesuatu, dan (Dia jualah) yang Menciptakan segala sesuatu. Segala Puji Bagi Allah yang (tiada) Akhir sesudah (akhir) segala sesuatu, dan yang Mewarisi (tempat kembali) segala sesuatu . Segala Puji bagi Allah Yang Tampak bagi segala sesuatu, dan Yang memelihara segala sesuatu. Segala Puji Bagi Allah Yang Tersembunyi di balik Segala sesuatu, dan Yang meliputi dari belakang segala sesuatu. Semoga Allah melimpahkan Shalawat kepada Musthafa, sebagai Penutup Para Nabi, juga kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Berkata Asy-Syeikh al-Imaam al-Aalim az-Zaahid al-Wara’, Al- Haarits bin Asad al-Muhaasibi, ra. Sebagai petuah kepada saudara-saudaranya sesama Mukmin sekaligus sebagai pembinaan moral bagi para Murid, yakni orang-orang yang berharap kepada Allah SWT bahwa:
“Telah sampai kepada kami bahwa umat ini akan terpecah menjadi lebih dari tuju puluh golongan, salah satu di antaranya ialah kelompok yang selamat”
Hanya Allah saja yang mengeteahui seluruhnya.
Setiap saat dalam umurku, aku (Asy-Syeikh al-Imaam al-Aalim az-Zaahid al-Wara’, Al- Haarits bin Asad al-Muhaasibi, ra) senantiasa memikirkan perpecahan di antara umat. Aku mencari metode yang jelas dan jalan yang terarah. Aku menuntut ilmu serta amal, dan mencari dalil utuk jalan ke akhirat dengan bimbingan para Ulama. Aku telah banyak memahami tentang Firman Allah “Azza wa Jalla melalui takwil para Fuqahaa. Aku merenungkan keadaan umat , dan memikirkan mazhab-mazhab serta aliran-aliran mereka, sehingga aku pun memahami hal sedemikian sesuai dengan kemampuanku. Aku berpendapat ternyata perselisihan di antara mereka merupakan samudra yang amat dalam, tiada sedikit jumlah orang yang tenggelam di dalamnya, hanya sebagian kecil saja yang selamat. Lalu aku juga melihat setiap kelompok di antara mereka, selalu merasa yakin tentang keselamatan orang yang mau mengikuti mereka, dan kelompok yang celaka itu adalah yang tidak sejalan dengan mereka.
Aku melihat, bahwa manusia ada beberapa macam yaitu:
◾Di antara mereka ada yang mengetahui perkara akhirat, namun untuk menemukan manusia seperti ini (yang telah Syuhud pada allah) cukup sulit, karena keberadaannya memang langka.
◾Lalu di antara mereka ada yang bodoh. Tentu saja menjauhi mereka merupakan keuntungan.
◾Dan di antara mereka ada yang berlagak seperti ulama, tetapi ia di mabukan olah dunia dan lebih memprioritaskan dunia.
◾Kemudian, ada lagi penyandang ilmu yang berhubungan dengan Agama, namun dengan ilmunya, ia mencari penghargaan dan kedudukan, dan Agamanya ia manfaatkan untuk meraih kehormatan dunia (ulama su', kiyai su', ustad su').
◾Ada pula yang menyandang ilmu, tetapi ia tidak mengetahui tekwil mengenai apa yang di sandangnya itu.
◾Lalu di antara mereka pula, ada yang berlagak sebagai Zahid, tetapi ia mengkomersialkan kebaikan yang justru tidak pernah mencukupinya.
◾Di antara mereka ada yang di anggap memiliki akal dan kecerdasan tapi ia kehilangan sikap Wara’ dan ketaqwaan.
◾Di antara mereka ada yang saling mencintai sehingga mereka bersatu berdasarkan hawa nafsu (semata), dengan dunia mereka saling menukar, dan kepada jabatannya mereka mencari.
◾Selanjutnya, di antara mereka ada yang merupakan setan dalam rupa manusia; terhadap akhirat mereka menghalangi, kepada dunia mereka berlomba-lomba memperebutkannya, Mereka bersegera dalam mengumpulkan dunia dan gemar memperbanyaknya.
Lantas, aku pun menyelidiki dan menimbang-nimbang diriku di antara meraka, maka sempitlah dadaku, sehingga aku pun bertekad untuk mencari bimbingan dari orang-ornag yang mendapat petunjuk demi mencari kebenaran dan petunjuk.
Aku mencoba mencari tuntunan melalui ilmuku. Aku berfikir; dan lama menimbang-nimbang, sehingga akhirnya jelaslah bagiku di dalam Kitabullah, di dalam Sunnah Nabi-Nya, dan di dalam Ijma’ umat bahwa mengikuti hawa nafsu itu membutakan hati terhadap petunjuk, menyesatkannya dari kebenaran serta memperpanjang keberadaannya dalam kebutaan.
Maka mulailah aku mengikis keinginan rendah dari hatiku, lalu berhenti dari perselisihan umat, kembali mencari kelompok yag selamat dalam keadaan penuh kewaspadaan terhadap keinginan nafsu yang rendah dan dari kelompok yang celaka; berhati-hati dari sikap terburu-buru menerima sesuatu sebelum mendapatkan penjelasan. Dan aku pun mencari jalan keselamatan untuk kebahagiaan diriku.
Jalan keselamatan. Kemudian aku menemukan melalui Ijma” umat dalam Kitabullah yang di turunkan, bahwa cara menempuh jalan keselamatan adalah dengan Taqwa kepada Allah SWT. Melaksanakan segala yang fardhu, bersikap Wara” baik terhadap yang halal, yang haram, maupun terhadap seluruh hukum; dan bersikap ikhlas kepada Allah SWT dalam menaati-Nya serta meneladani Rasul Nya saw.
Maka aku pun mempelajari yang fardhu dan yang sunnah itu dari para ulama yang mendalami hadis, dan di sini aku juga menemukan kesepakatan dan perbedaan. Hanya saja mereka umunya bersepakat bahwa ilmu tentang segala yang fardhu dan sunnah itu berada di tangan para ulama yang mengenal Allah serta perintah-Nya, yang memahami tentang Allah dengan keridhaan-Nya, yang bersikap Wara” dari segala yang di larang-Nya, yang meneladani jejak Rasulullah saw, dan lebih mengutamakan akhirat dari pada dunia. Mereka inilah yang berpegang pada perintah Allah SWT. Dan Sunnah Rasul-Nya.
Lalu aku mencari mereka di tengah-tengah umat dan menyusuri jejak mereka demi menimba ilmu dari mereka. Namun aku menemukan bahwa jumlah mereka amat sedikit di antara yang sedikit, bahkan ilmu mereka pun mulai terkikis. Kondisinya persis sebagaimana yang telah di gambarkan oleh Rasulullah swat. Melalui sabda beliau yaitu:
“Mulanya Islam itu (di anggap) asing dan akan kembali (di anggap) asing seperti semula, maka beruntunglah orang yang (di anggap) asing (karna ilmu agama Islamnya itu)”
Mereka adalah kaum yang menyendiri dengan Agama meraka, sehingga amat besarlah bencana yang menimpaku karena kehilangan petunjuk jalan yang suci. Padahal aku khawatir kalau tiba-tiba kematian menjemputku sedang aku masih dalam keadaan bimbang pada usiaku akibat perpecahan di antara umat.
Lantas aku memutuskan untuk mencari salah seorang di antara mereka, yang tidak ada jalan lagi buatku kecuali harus menemukannya. Aku tidak mau lengah dalam kewaspadaan, tidak pula dalam nasihat. Akhirnya Yang Maha Pengasih terhadap hamba-hambanya mentakdirkan aku untuk berjumpa dengan sekelompok kaum yang memiliki tanda-tanda ketakwaan, panji-panji ke Wara’ an dan lebih mengutamakan akhirat dari pada dunia pada diri mereka. Aku mendapatkan arahan dan wejangan mereka sesuai dengan perilaku para Imam yang mendapat petunjuk. Mereka sepakat menasihati umat, tidak memberikan peluang kepada seseorang untuk berbuat maksiat, tidak pula membuat orang frustasi dari Rahmat-Nya. Mereka senantiasa rela dengan kesabaran dalam susah dan senang, rela dengan takdir dan bersyukur atas segala nikmat. Mereka mengajak hamba-hamba mencintai Allah dengan mengingatkan mereka terhadap Pertolongan dan Kebaikan kebaikan allah serta menganjurkan mereka untuk kembali Ke pada allah. Mereka memahami benar perkara perkara Ke Agungan Allah dan ke Maha Kuasa an-Nya. Mengerti tentang Kitab dan Sunnah-rosulNya, mendalam ilmu Agama-Nya, serta mengerti apa apa yang di sukai dan yang di benci. Mereka menjaga diri dari bid’ah dan hawa nafsu, meninggalkan langkah yang terlalu jauh dan sikap ekstrim. Mereka membenci perdebatan dan pertengkaran. Mereka menghindari umpatan, aniaya dan riya. Mereka melawan hawa nafsunya, melakukan instropeksi terhadap diri mereka, mengendalikan tubuh mereka, dan bersikap hati-hati dalam hal makanan, pakaian dan semua kondisi mereka. Mereka menjauhi subhat, dan meninggalkan syahwat. Mereka puas dengan kecukupan dalam makanan, bersedikit dalam hal yang mubah, zuhud terhadap yang halal, khawatir terhadap hisab, takut terhadap hari yang di janjikan, sibuk dengan Tuhan mereka, dan mencela diri mereka dengan tidak melibatkan orang lain. Setiap orang di antara mereka mempunyai urusan yang cukup merepotkan mereka. Mereka adalah orang yang mengerti tentang perkiraan akhirat dan situasi di hari kiamat, mengetahui tentang keberlimpahan pahala dan kepedihan siksa. Itulah yang membuat mereka senantiasa sedih dan gelisah, dan itu pula yang melupakan mereka dari urusan dunia serta kenikmatannya.
Mereka telah menyebutkan beberapa moralitas agama dan menetapkan beberapa batasan wara” yang membuat dada orang sepertiku menjadi sempit. Sehingga tampaklah kepadaku keutamaan mereka dan jelaslah bagiku kesetiaan mereka, dan aku pun yakin bahwa merekalah yang benar-benar beramal untuk jalan akhirat dan meneladani Rasulullah saw. Akhirnya aku menjadi tertarik kepada madzab mereka demi mencari manfaat dari mereka, menerima etika mereka dan ingin mengikuti mereka. Maka Allah SWT. Pun membukakan untuk ku suatu ilmu yang telah jelas di hadapan ku akan bukti-buktinya. Dia Anugerah-Nya telah menerangiku dan akupun berharap keselamatan bagi mereka yang mendekatinya atau bergabung dengannya. Aku meyakini pertolongan bagi orang-orang yang mengamalkannya dan melihat kejanggalan pada orang yang menyalahinya. Aku melihat karat bertumpuk menutupi hati orang yang tidak mau mengerti dan mengingkarinya. Dan aku melihat hujah yang besar bagi orang yang memahaminya. Akhirnya aku berpendapat bahwa bergabung serta mengamalkan hukum-hukum-Nya adalah wajib untuk ku. Aku yakini itu di dalam hati, aku berniat dengan nurani dan aku jadikan ia dasar untuk agama ku agar aku bangun di atasnya amal perbuatan dan menguasai keadaan.
Aku memohon kepada Allah “Azza wa jlla” semoga mengaruniakan kepada ku kesyukuran terhadap nikmat yang telah Dia berikan kepada ku. Semoga Allah SWT memberiku kekuatan untuk melaksanakan hukum-hukum Nya yang telah aku kenal, seiring dengan pengenalanku akan keteledoran terhadap hal demikian, karena aku sadar bahwa aku tidak mampuh mencapai kesyukuran yang sempurna selama-lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar