terjemahan kitab ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 1: prinsip tauhid pandangan kaum sufi
📥Judul: pendahuluan untuk bab pertama.
Ketahuilah, para syeikh golongan Sufi telah membangun kaidah-kaidah mereka di atas prinsip tauhid yang shalih. Mereka telah membuat kaidah ini jauh dari bid’ah, relevan dengan ajaran tauhid yang telah di wariskan oleh generasi Salaf dan Ahli Sunnah. Tak ada rekayasa atau penyimpangan di dalamnya. Mereka mengetahui yang menjadi Hak Allah, dan mereka telah membuktikan hal-hal yang menjadi predikat Wujud, dari segala yang tiada.
Oleh Karena itu al-Junayd r.a. beliau adalah pemuka tharikat ini berkata:
“Tauhid adalah menunggalkan Yang Maha Dahulu (qadim) dari yang datang kemudian (huduts)"
(✒️Narasi admin:
(Sebenarnya Bukan mahluk tapi Allah sendiri yang memanunggalkan, dengan cara memperkenalkan diriNya pada hambanya, sehingga hambanya menyaksikan ke-esahanya, tapi dalam penjelasan ini al junayd seolah mengatakan bahwa hamba mampu melakukanya, untuk kata kata al junaid itu maka ada 2 penjelasan yaitu:
1 yang di maksud al junaid di atas adalahmelakukan dalam bentuk upaya memfanah kan diri, sehingga hasil dari memfanahkan diri itulah manusia akan melihat ke esahan allah.
Menyaksikan Allah adalah hasilnya
Sedangkan memfanahkan diri adalah upayanya.
Dan ketahuilah bahwa Manusia hanya berusaha tapi ketentuan hasil hanya Allah-lah yang menentukan. Itulah sebabnya kami katakan tadi bahwa Allah sendirilah yang bisa memanunggalkan bukan manusia.
2. Penjelasan kedua segala sesuatu adalah wujud dari zat wajibul wujud, sehingga tiada diri yang ada hanya Al haq, sehingga semua yang di lakukan diripun adalah zat wajibul wujudlah yang melakukannya.
Penjelasan ini hanya dapat di mengerti bagi yang sudah wushul pada allah,
Dan bagi yang telah sampai pada pengertian yang ke 2 ini maka pengertian yang pertama di atas menjadi salah atau keliru bagi dirinya karna masi terdapat diri di sana (belum fana) pada tingkatan itu, dan memang pengertian ke dua inilah yang lebi benar dari yang pertama, sayangnya hanya manusia yang telah fana atau yang telah mati sebelu matilah dapat mengertinya.
Kembali ke terjemahan kitab:
Para Syeikh itu membangun aturan dasar tauhid dengan argumentasi yang jelas dan bukti yang layak.
Sebagaimana di katakan Ahmad bin Muhammad al-Jurairy r.a.
“Siapa yang berpijak pada ilmu tauhid yang tidak di dasari oleh pembuktian dari bukti argumentasinya, akan di sirnakan oleh bujuk yang mendahului dalam hasrat kebinasaan”
Maksud Syeikh ini, barang siapa bertaklid (menafikan / menentang / membantah / memungkiri) dan tidak merenungkan (tafaqur) terhadap dalil-dalil atau bukti bukti tauhid, ia gugur dari tradisi yang menyelamatkannya. Dan Ia akan terjerumus dalam jurang kehancuran. Sementara orang yang mau merenungkan tulisan dan keunggulan kalimat-kalimat tauhid maka ia akan menemukan kumpulan ucapan dan rinciannya yang memberikan kekuatan kontemplatif bahwasanya kalangan mana pun tidak bisa membatasi diri lewat angan angan dalam pembuktian (seperti yang di lakukan kalangan yang menolak ilmu tasawuf), dan tidak memasuki tahapan pencarian secara menyimpang (bagi yang ikhlas melakukanya karna Allah tanpa mengharap imbalan apapun baik pahala syurga karomah dan ilmu atau apapun itu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar