terjemahan kitab
ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi
judul: 9 Raja'
“Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang di janjikan) Allah itu pasti datang”
(Alqur-an surat. Al-Ankabut ayat 5)
Al-‘Ala’ bin Zaid menuturkan: “Aku menemui Malik bin Dinar dan menemukan Syahr bin Hausyab bersamanya. Ketika Syahr dan aku pergi meninggalkan Malik, aku berkata kepada Syahr:
“Semoga Allah merahmatimu, berilah aku nasihat dan perkayalah jiwaku. Semoga Allah memberimu kekayaan” Ia menjawab. Dengan senang hati bibiku Ummu Darda’ menceritakan kepadaku melalui Abu Darda’, bahwa Rasulullah saw. mengabarkan bahwasanya malaikat Jibril as. Mengatakan: “Allah swt. berfirman:
“Wahai hambaKu, selama engkau menyembahKu, berharap akan bertemu denganKu, dan tidak menyekutukan Aku, niscaya Aku akan mengampuni apapun dosa yang tengah engkau lakukan. Bahkan sekalipun engkau datang dengan membawa keburukan dan dosa sebesar bumi, Aku akan mengampunimu, dan tidak mempedulikan (berapa banyak dosa yang telah engkau lakukan)”
(Hadis riwayat. Thabrani).
Anas bin Malik mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, bahwasanya Allah swt. berfirman (dalam hadis Qudsi) yaitu:
Keluarlah dari neraka, wahai kalian yang dalam hatinya masih terdapat iman walaupun sebesar biji gandum”
Kemudian Dia akan memerintahkan:
“Aku bersumpah demi keagungan-Ku, bahwa perlakuan-Ku terhadap manusia yang beriman kepada-Ku walaupun sesaat saja di siang hari ataupun malam, tidak akan sama perlakuan-Ku terhadap orang yang tidak pernah beriman kepada-Ku”
(Hadis riwayat Bukhari, Muslim).
Harapan (atau Roja’) adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang di inginkannya terjadi di masa yang akan datang, sebagaimana halnya takut berkaitan dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Karena itu, harapan berlaku bagi sesuatu yang di harapkan oleh seseorang akan terjadi. Hati menjadi hidup oleh harapan-harapan melenyapkan beban hati.
Perbedaan antara harapan dan angan-angan (atau tamany) adalah bahwa angan-angan membuat seseorang menjadi malas. Orang yang hanya berangan-angan sesuatu tidak akan pernah berusaha untuk membulatkan tekad (untuk mencapai apa yang di angankannya). Hal yang sebalikya juga berlaku atas diri seseorang yang memiliki harapan. Harapan adalah sifat yang terpuji, tetapi angan-angan adalah sifat tercela.
Para Sufi telah berbicara banyak tentang harapan. Syah al-Kirmany berkata: “Tanda-tanda harapan adalah taat yang baik”
Ibnu Khubaiq menjelaskan Ada tiga macam harapan:
◾Ada manusia yang melakukan amal baik; dengan harapan amal perbuatannya itu akan di terima oleh Allah swt.
◾Ada lagi orang yang melakukan amal buruk, kemudian bertobat harapannya adalah memperoleh pengampunan.
◾Akhirnya ada orang yang tertipu diri sendiri, yang terus melakukan dosa, sambil berkata: “Aku berharap untuk memperoleh pengampunan” Bagi orang yang tahu bahwa dirinya melakukan amal buruk, takut selayaknya lebih berkuasa atas dirinya dari pada harap”
Dikatakan: “Harapan adalah mengandalkan kemurahan dari Yang Maha Pemurah dan Maha mencintai”
Di katakan pula: “Harapan adalah melihat kegemilangan Ilahi dengan mata keindahan”
Juga di katakan: “Harapan adalah kedekatan hati kepada kemurahan Tuhan”
Di katakan pula: “Harap adalah kesenangan hati terhadap keutamaan tobat seseorang”
Di katakan juga: “Harapan berarti melihat pada kasih sayang Allah subhanahu wata'alah Yang Maha Meliputi”
Abu Ali ar-Rudzbary berkomentar : “Takut dan harap adalah seperti sepasang sayap burung. Manakala kedua belah sayap itu seimbang, si burung pun akan terbang dengan sempurna dan seimbang. Tetapi manakala salah satunya kurang berfungsi, maka hal ini akan menjadikan si burung kehilangan kemampuannya untuk terbang. Apa bila takut dan harap keduanya tidak ada, maka si burung akan terlempar ke jurang kematiannya"
Ahmad bin Ashim al-Anthaky di tanya: “Apakah tanda adanya harapan pada seorang hamba?” Ia menjawab: “Tandanya adalah manakala ia menerima nikmat anugerah (ihsan), ia terilhami untuk bersyukur, penuh harap akan penuhnya rahmat Allah swt. di dunia ini dan penuhnya pengampunan-Nya di akhirat”
Abu Utsman al-Maghriby berkata : “Barang siapa mendorong dirinya untuk berharap saja, maka ia akan terjerumus ke dalam kemalasan, dan barang siapa mendorong dirinya kepada takut saja, maka ia akan terjerumus pada keputusasaan. Yang patut adalah, ada waktu untuk berharap dan ada waktu untuk takut; keduanya mempunyai tempatnya sendiri”
Bakr bin Salim as-Sawwaf menuturkan: “Kami pergi mengunjungi Malik bin Anas pada petang hari menjelang kematiannya, kami bertanya : “Wahai Abu Abdullah, bagaimana keadaanmu? Ia menjawab: “Aku tidak tahu apa yang harus ku katakan kepadamu selain ini: “Kamu akan melihat dengan mata kepalamu sendiri ampunan dari Allah swt. dalam ukuran yang melampaui khayalanmu” Kami menunggunya sesudah itu sampai kami menutupkan matanya setelah ia meninggal dunia”
Yahya bin Muadz menegaskan: “Harapan yang ku taruh kepada-Mu karena berbuat dosa nyaris lebih mengalahkan dari pada harapanku kepada-Mu di sertai amal. Ini di sebabkan, manakala aku melakukan amal baik, aku mendapat diriku mengandalkan pada ketulusanku dalam melakukannya. Tapi bagaimana aku bisa menjaga amalku dari kekurangan, sedangkan aku adalah makhluk yang bersifat penuh kekurangan?” Sebaliknya, manakala aku melakukan dosa, aku mendapati diriku mengandalkan ampunan-Mu. Bagaimana Engkau tidak akan mengampuni dosa-dosaku, sedangkan Engkau adalah Dzat Yanga Maha Pemurah?” Beberapa orang sedang berbicara kepada Dzun Nuun al-Mishry saat menjelang ajalnya. Dzun Nuun mengajarkan kepada mereka: “Janganlah kalian memperdulikan aku, sebab aku telah terpesona oleh kelembutan Allah subhanahu wata'alah kepada diriku”
Yahya bin Mu’adz berkata: “Wahai Tuhanku, anugerahkanlah untukku yang termanis dalam hati berupa harapan kepada-Mu. Kata-kata paling sedap yang keluar dari lidahku berupa pujian kepada-Mu. Saat yang ku anggap paling berharga adalah saat aku akan berjumpa dengan-Mu”
Di temukan dalam salah satu kitab tafsir bahwa Rasulullah saw. datang menemui para sahabat melalui pintu bani Syaibah. Beliau mendapati mereka sedang tertawa-tawa. Beliau lalu bersabda:
“Apakah kalian tertawa-tawa?” Seandainya kalian mengetahui apa yang ku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis”
Beliau lalu meninggalkan mereka, kemudian kembali lagi, seraya menyampaikan wahyu. Sabdanya:
“Jibril turun membawa firman Allah subhanahu wata'alah. Beritahukanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku Maha Pengampun dan Maha Penyayang”
(Alqur-an surat. Al-Hijr ayat49).
Di riwayatkan oleh Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Allah subhanahu wata'alah tertawa ketika hamba-hamba-Nya di timpa keputus-asaan, sedangkan rahmatnya dekat dengan mereka.” Aisyah bertanya: “Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita swt. benar-benar tertawa?
Beliau menjawab: “Demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, Dia benar-benar tertawa” Aisyah mengatakan: “Apakah Dia tidak akan menjauhkan kita dari kebaikan jika Dia tertawa?”
Ketahuilah, bahwa tertawa adaah sifat yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan-Nya. Ia adalah ungkapan kemurahan-Nya. Hal ini adalah sebagaimana perkataan: “Bumi menertawakan tanaman” (yang berarti bumi mengeluarkannya). Tertawanya Allah pada keputus asaan manusia adalah tanda anugerah-Nya, sebagai tanda kelemahan penantian para makhluk kepada-Nya.
Di katakan, ada seorang Majusi yang meminta kepada Ibrahim as. Agar di izinkan menginap di rumahnya. Ibrahim berkata kepadanya: “Kalau kamu masuk Islam, aku mau menjadikanmu sebagai tamuku” Orang Majusi menjawab: “Jika aku memeluk Islam, bagaimana mungkin engkau akan berbuat kebajikan kepadaku?” Kemudian sang Majusi itu berlalu, lantas Allah swt. berfirman kepada Ibrahim: “Wahai Ibrahim, engkau tidak mau memberinya makan kecuali jika ia mau mengubah agamanya? Padahal Aku memberi makanan kepadanya selama 70 tahun, sedang ia dalam kekafirannya. Jika engkau menerimanya satu malam saja, bagaimana dengan dirimu?” Mendengar itu Ibrahim lalu mengejar si orang Majusi itu dan mengundangnya menjadi tamunya.
Ketika si orang Majusi itu bertanya kepada Nabi Ibrahim as. Mengapa berubah pikiran, beliau pun mengatakan kepada si Majusi apa yang di dengarnya dari Allah swt. Si orang Majusi itu bertanya : “Beginikah cara Dia memperlakukan aku? Berikanlah Islam kepadaku!” Lalu ia masuk Islam.
Saya mendengar Abu Bakr bin Aykib berkata: “Suatu malam aku bermimpi bertemu Abu Sahl as-Sha’luky, dengan keadaannya yang indah sekali. Aku bertanya : “Bagaimana Anda mendapatkan semua ini?”
Ia menjawab: “Dengan husnudzan-ku kepada Allah swt”
Malik bin Dinar meriwayatkan soal mimpinya, bertemu dengan ash-Sha’luky: “Apa yang telah Allah berikan kepada Anda hingga seperti ini?” Ia menjawab: “Aku datang kepada Tuhanku swt. dengan dosa yang sangat banyak, namun Allah swt. menghapusnya lewat sangkaan baikku kepada-Nya”
Di riwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Allah swt. berfirman: “Aku adalah sebagaimana yang di sangka oleh hamba-Ku, dan Aku ada bersamanya mana kala ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam Diri-Ku, Jika ia mengingat-Ku di tengah kumpulan orang banyak, maka Aku akan mengingatnya di tengah kumpulan yang lebih baik dari itu. Jika ia datang kepada-Ku sejarak satu jengkal, Aku akan mendatanginya sejarak satu hasta. Jika ia melangkah kepada-Ku satu hasta, Aku akan melangkah kepadanya dua hasta. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari”
(Hadis riwayat Bukhari).
Di ceritakan bahwa pada suatu ketika Ibnul Mubarak sedang bertempur melawan salah seorang tentara kafir (non Arab). Ketika tiba waktunya bagi si orang kafir itu untuk sembahyang, ia meminta waktu kepada Ibnul Mubarak. Ibnul Mubarakpun membiarkannya mengerjakan ibadatnya. Ketika tentara kafir itu sedang bersujud ke matahari, Ibnu Mubarak merasakan keinginan untuk menikamnya dengan pedangnya. Namun tiba-tiba Ibnul Mubarak mendengar sebuah suara di angkasa yang berseru:
“Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti akan di minta pertanggung jawabannya”
(Alqur-an surat. Al-Isra’ ayat:34).
Maka Ibnul Mubarak pun menyarungkan kembali pedangnya. Ketika si penyembah berhala selesai bersembahyang, ia bertanya kepada Ibnul Mubarak : “Mengapa Anda mengurungkan niat Anda?” Ibnul Mubarak mengatakan kepadanya tentang suara yang di dengarnya. Si penyembah berhala berseru: “Betapa sempurnanya Tuhan Yang memarahi wali-Nya demi membela musuh-Nya!” Lalu ia pun masuk Islam dan menjadi seorang Muslim yang sangat baik”
Di katakan: “Allah menjadikan manusia melakukan dosa ketika Dia menamakan Diri-Nya “Yang Maha Pengampun”.
Di katakan: “Seandainya Allah berfirman:
“Aku tidak akan mengampuni dosa niscaya tidak seorang Muslim pun yang akan pernah berbuat dosa. Sebab ketika Dia berfirman: “Allah tidak akan mengampuni (manusia yang ) menyekutukannya”
(Alqur-an surat. An-Nisa ayat 48).
Kaum Muslimin lalu ingin sekali mendapatkan ampunan-Nya”
Ibrahim bin Adham – semoga Allah merahmatinya, dia berkata: “Pada suatu ketika aku menunggu waktu luang dan tenangnya orang di sekitar Ka’bah. Saat itu adalah malam yang gelap gulita dan hujan turun dengan derasnya. Akhirnya tempat itupun sepi, aku lalu mulai melakukan thawaf, sambil bedoa : “Ya Allah, lindungilah aku dari dosa, lindungilah aku dari dosa!”. Lalu aku mendengar suara yang mengatakan: “Wahai Ibnu Adham, engkau meminta kepada-Ku untuk melindungimu dari dosa, sebagaimana doa orang –orang yang lain. Tapi jika Aku jadikan kamu semua tanpa dosa, lantas kepada siapa aku harus bersikap Maha Pengasih?”
Ketika Abul Abbas bin Suraij menderita sakit yang akhirnya membawanya pada kematian, bermimpi bahwa hari Kebangkitan telah tiba. Allah Yang Maha Kuasa bertanya mana para ulama itu?” Semua ulama, termasuk diriku, maju ke depan. Allah swt. bertanya: “Apakah yang telah kalian lakukan dengan ilmu yang telah kalian amalkan?” Kami semua menjawab: “Wahai Tuhan, kami telah berbuat lalai dan kami telah berbuat jahat”
Maka Allah subhanahu wata'alah pun mengulangi lagi pertanyaan-Nya seolah-olah Dia tidak menyukai jawaban yang telah kami berikan dan menghendaki jawaban yang lain. Maka aku pun maju dan menjawab: “Mengenai diriku, maka catatan dalam halaman lembaranku tidaklah mengandung dosa menyekutukan sesuatu dengan-Mu dan Engkau telah berjanji bahwa Engkau akan mengampuni semua Dosa selain itu” Lalu Allah swt. berfirman:
“Pergilah kamu semua. Aku telah mengampunimu!”
Abul Abbas pun meninggal dunia tiga malam setelah mimpinya ini.
Pada suatu ketika ada seorang pemabuk yang mengumpulkan sekelompok para pemabuk temannya. Ia memberikan uang empat dirham kepada salah seorang budaknya dan menyuruhnya pergi membeli buah-buahan. Si budak pergi, dan di tengah jalan ia melewati majelis Manshur bin ‘Ammar, saat di mana yang di sebut belakangan ini sedang meminta kepada orang banyak untuk memberikan sedekah kepada beberapa orang pengemis, dengan mengatakan : “Barang siapa memberikan empat dirham, aku akan memanjatkan empat doa untuknya”
Si Budak memberikan uang empat dirham yang di bawanya kepada Mansur, dan kemudian ia pun di tanya: “Doa apa yang engkau inginkan dariku”
Si Budak menjawab: “Aku ingin bebas dari tuanku” Manshur mendoakan hal itu, lalu bertanya lagi: “Apa lagi?”
Si budak menjawab: “Aku ingin agar Allah memberiku ganti uang empat dirham itu.” Manshur mendoakan hal itu, dan bertanya kembali: “Apa lagi?”
Si Budak menjawab: “Aku ingin agar Allah mengampuni dosaku, dosa tuanku, dosamu dan dosa semua orang yang ada di rumah tuanku itu” Manshur mendoakan hal itu. Si budak lalu pulang ke rumah tuannya.
Ketika tuannya bertanya kepadanya mengapa ia pulang terlambat, si budak menceritakan apa yang telah di lakukannya. Tuannya bertanya: “Dan doa apa saja yang kamu mintakan?”
Si budak menjawab: “Saya minta di doakan supaya bebas dari perbudakan” Tuannya berkata : “Kamu telah ku bebaskan. Dan apa permintaanmu yang kedua?”
Si budak menjawab: “Agar Allah memberi saya ganti uang empat dirham itu” Tuanya berkata : “Ini, ku beri engkau uang empat ribu dirham. Lalu, apa permintaanmu yang ke tega?”
Si budak menjawab: “Agar Allah menyadarkan tuan untuk segera bertobat.” Tuannya mengatakan : “Aku bertobat kepada Allah swt. Apa permintaanmu yang ketiga ?”
Si budak mengatakan: “Agar Allah mengampuni Anda, saya, orang-orang yang ada di rumah ini, dan juga Manshur” Si tuan berkata. “Ini adalah permintaan yang berada di luar kemampuanku untuk memenuhinya”
Malam itu, ketika si tuan tidur, ia bermimpi mendengar sebuah suara yang mengatakan: “Engkau telah melakukan apa yang berada dalam batas kemampuanmu. Apakah engkau mengira bahwa Aku tidak akan melakukan apa yang berada dalam kemampuan-Ku? Ku ampuni dosamu, dosa budakmu itu, dosa Manshur bin ‘Ammar dan dosa semua orang yang berkumpul di rumahmu”
Di katakan bahwa Rabah al-Qaysi mengerjakan Haji beberapa kali. Suatu ketika ia berdiri (dekat Ka’bah) di bawah talang air dan berdoa: “Wahai Tuhanku, aku menghadiahkan sejumlah sekian dan sekian dari ibadat Hajiku kepada Rasulullah saw. sepuluh ibadat Haji bagi sepuluh orang sahabat beliau, dua ibadat haji untuk kedua orang tuaku, dan sisanya untuk semua kaum Muslimin” Di hadiahkannya semua ibadat hajinya tanpa menyisakan satu pun bagi dirinya sendiri. Kemudian ia mendengar suara bisikan yang mengatakan: “Inilah orang yang menunjukkan kemurahan hatinya kepada Kami! Aku ampuni dosamu, dosa kedua orang tuamu, dan dosa semua orang yang memeluk Islam”
Muhammad bin Abdul Wahhab ats-Tsaqafy menuturkan: “Pada suatu hari aku melihat iringan keranda yang di pikul oleh tiga orang laki-laki dan seorang wanita. Aku maju dan menggantikan si wanita. Kami terus berjalan menuju ke kuburan. Kami melaksanakan shalat untuk simayit, lalu menguburkannya. Setelah itu aku bertanya kepada si wanita: “Apa hubungan Anda dengan orang yang meninggal ini?” Ia menjawab: “Ia anakku.” Aku bertanya: “Apakah Anda tidak punya tetangga?” Ia menjawab: “punya, tetapi mereka semua memandang hina anakku yang meninggal itu” Aku bertanya: “Mengapa?” Ia menjawab: “Karena ia seorang banci” Aku merasa kasihan kepada wanita itu.
Ku ajak ia ke rumahku dan ku beri sedikit uang, gandum dan pakaian. Dalam tidurku malam itu, aku bermimpi melihat seseorang datang kepadaku. Wajahnya berseri bagaikan bulan purnama. Ia berpakaian putih dan mengucapkan terima kasih kepadaku. Ketika aku bertanya siapa dirinya, ia menjelaskan: “Aku adalah seorang banci yang anda kuburkan tadi siang. Tuhanku telah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku di sebabkan hinaan orang-orang kepadaku”
Saya mendengar Syeikh Abi Ali ad daqqaq berkata: “Abu Amr al-Bikandy sedang melewati sebuah jalan pada suatu hari, bersamaan itu pula menjumpai sekelompok orang beramai-ramai menyerukan pengusiran terhadap seorang pemuda dari lingkungan mereka karena perbuatan perbuatannya yang tidak bermoral. Sementara tampak seorang wanita di tempat itu sedang menangis, konon adalah ibu sang pemuda. Abu Amr merasa kasihan kepadanya, lalu meminta kepada orang banyak itu agar mengampuni si pemuda. “Bebaskanlah pemuda ini demi aku. Jika ia mengulang perbuatannya sekali lagi, maka lakukanlah apa yang kalian kehendaki terhadapnya” Mereka lalu melepaskan pemuda itu, dan Amr pun pergi.
Beberapa hari kemudian, Abu Amr al-Bikandy melalui jalan itu lagi dan mendengar suara tangis wanita dari balik sebuah pintu. Abu Amr berkata dalam hati: “Barangkali si pemuda mengulangi lagi perbuatan dosanya, dan mereka telah mengusirnya dari lingkungan ini. Abu Amr lalu mengetuk pintu rumah si wanita dan bertanya apa yang telah terjadi pada si pemuda. “Ia meninggal!” jawabnya. Ketika Abu Amr bertanya kepadanya bagaimana keadaannya menjelang akhir hayatnya, si ibu menjawab: “Menjelang sakaratul maut ia sempat mengatakan padaku. “Janganlah ibu memberi tahukan kepada pra tetangga kita tentang kematianku.
Sebab, setelah mereka menderita karena aku, mereka akan senang atas kemalanganku dan tidak mau menghadiri pemakamanku. Jika Ibu menguburkanku, inilah cincinku yang tertulis Bismillah, pendamlah bersamaku. Jika selesai menguburkan diriku, pintalah syafaat dari Tuhanku buat diriku!” Aku melakukan seperti yang di wasiatkannya. Dan sepulang dari penguburannya, aku mendengar suaranya: “Pergilah Ibu! Aku telah datang ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah”
Di katakan bahwa Allah mewahyukan kepada Daud as. Yaitu: Katakanlah kepada manusia bahwa Aku menciptakan mereka bukan dengan tujuan agar Aku memperoleh manfaat dari mereka, tapi Ku ciptakan mereka supaya mereka memperoleh keuntungan dari-Ku”
Ibrahim al-Atrusy berkata: “Kami sedang duduk-duduk di tepi Sungai Tigris bersama Ma’ruf al-Karkhy ketika segerombolan pemuda melewati kami dengan sebuah perahu. Mereka memukul-mukul rebana, minum anggur dan bermain-main dengan penuh hura-hura. Kami bertanya kepada Ma’ruf, Tidakkah engkau lihat bagaimana mereka secara terang-terangan bermaksiat kepada Allah swt?
Berdoalah kepada Allah agar Dia menghukum mereka!” Ma’ruf lalu mengangkat tangannya dan berdoa: “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menjadikan mereka bersenang-senang di dunia ini, jadikanlah mereka bersenang-senang di akhirat nanti!” Kami bertanya penasaran. Tapi kami memintamu untuk berdoa memohonkan hukuman bagi mereka!” Ia menjawab: “Jika Dia menjadikan mereka bersenang-senang di akhirat, berarti Dia telah mengampuni mereka”
Abu Abdullah al-Husain bin Sa’id mengabarkan: “Bahwa Yahya bin Aktsam al-Qadhi adalah seorang sahabatku. Ia mencintaiku dan akupun mencintainya. Setelah ia meninggal, aku ingin bertemu dengannya dalam mimpi agar aku bisa bertanya kepadanya apa yang telah di perbuat Allah swt. terhadap dirinya. Suatu malam akupun bermimpi bertemu dengannya, dan aku bertanya kepadanya. Ia menjawab: “Allah telah mengampuni dosaku. Tetapi Dia memarahiku dengan kata-kata-Nya: “Wahai Yahya! Kau telah berbuat kejahatan kepada-Ku di dunia. “ Aku menjawab : Itu memang benar, wahai Tuhanku.
Aku mengandalkan sebuah hadis yang di sampaikan kepadaku dengan riwayat Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda:
“Engkau telah berfirman: “Aku malu menghukum seseorang yang telah berambut putih di neraka” Lalu Allahpun berfirman : “Aku mengampunimu wahai Yahya, dan benar Nabi-Ku itu. Tetapi engkau telah berlaku dosa kepada-Ku ketika di dunia”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar