terjemahan kitab
ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi
judul: 39 Tasawuf
Kesucian (Shafa”) adalah sifat terpuji dalam setiap ucapan, Lawanan sifatnya yakni kekotoran yang tercela.
Dari Yazid bin Abu Ziyad, dari Abu Juhaifah yang menuturkan: “Pada suatu hari rasulullah saw. keluar menemui kami dengan roman wajah yang berubah, lalu beliau bersabda:
“Kesucian dunia telah lenyap, yang tinggal hanya kekotoran. Hari ini, kematian adalah penghargaan bagi setiap Muslim.”
(H.r. Daraquthi, namun riwayat dari Jabir)
Kata Sufi telah menjadi sebutan umum bagi kelompok ini.
orangnya di sebut Sufi
kelompoknya di sebut Sufiyah.
Orang yang berusaha menjadi Sufi di sebut mutashawwif,
dan jumlahnya di sebut mutashawwifah.
Tidak ada bukti etimologis ataupun analogis dengan kata lain dalam bahasa Arab yang bisa di turunkan dari sebutan Sufi. Penafsiran yang paling masuk akal adalah bahwa Sufi banyak serupa dengan laqab (gelar).
Ada orang-orang yang mengatakan bahwa kata Sufi di ambil dari kata
souf (atau bulu).
Jadi Tashawwuf (tasawuf) di gunakan dengan artian “memakai kain bulu” sebagaimana kata taqammus digunakan dengan arti “memakai baju” (qamis). Itu hanya satu pandangan saja. Tapi sesungguhnya kaum Sufi tidak mencirikan dirinya dengan memakai pakaian dari bulu.
Ada pendapat mengatakan bahwa kaum Sufi berhubungan dengan serambi (Shuffah) masjid Rasulullah saw. Tetapi kata Shuffah tidaklah di hubungkan dengan Sufi.
Kelompok lain mengatakan bahwa kata Sufi berasal dari kata shafa’, yang berarti “kemurnia”. Pengertian kata Sufi dan shafa’ tidaklah mungkin di tinjau dari sudut bahasa. Sebagian orang mengatakan bahwa kata Sufi berasal dari shaff, yang berarti barisan, seakan-akan di katakan hati mereka ada di barisan depan dalam muhadharah di hadapan Allah swt. Ini memang benar dalam arti. Namun kata Sufi tidak bisa menjadi bentuk fa’il dari kata shaff.
Kesimpulannya, kelompok ini begitu terkenal sehingga tidaklah perlu mencari analogi atau penurunan akar kata untuk sebutan bagi mereka. Setiap orang yang berbicara tentang arti tasawuf, selalu bertanya, apa arti tasawuf?” Dan siapa yang di sebut Sufi?” Setiap ungkapan selalu di kaitkan dengan pengamalamannya sendiri. Kami akan menyebutkan sebagian ucapan mereka secara sekilas saja:
Ketika Muhammad al-Jurairiy di tanya tentang tasawuf, dia menjelaskan: “Tasawuf berarti memasuki setiap akhlak yang mulia dan keluar dari setiap akhlak yang tercela”
Al-Junayd di tanya soal Tasawuf, ia menjawab: “Tasawuf artinya Allah mematikan dirimu dari dirimu, dan menghidupkan dirimu dengan-Nya”
Al-Husain bin Manshur (al-Hallaj), ketika di tanya tentang Sufi menjawab : “Kesendirianku dengan Dzat, tak seorangpun yang menerimanya, dan juga tak menerima siapapun”
Abu Hamzah al-Baghdady berkata:
“Tanda Sufi yang benar adalah:
dia menjadi miskin setelah kaya,
hina setelah mulia,
dan dia bersembunyi setelah terkenal. Tanda seorang Sufi palsu adalah dia
menjadi kaya setelah miskin,
menjadi obyek penghormatan tinggi setelah mengalami kehinaan,
dan dia menjadi masyhur setelah tersembunyi”
Amr bin Utsman al-Makky al-Qashshab mengatakan:
“Tasawuf adalah akhlak mulia, dari orang yang mulia, di tengah-tengah kaum yang mulia”
Ketika di tanya tentang tasawuf, Sumnun berkata: “Tasawuf berarti engkau tidak memiliki apa pun, tidak pula di miliki oleh apa pun”
Ruwaym di tanya tentang tasawuf: “Tasawuf artinya menyerahkan diri kepada Allah dalam setiap keadaan apapun yang di kehendaki-Nya”
Al-Junayd di tanya tentang Tasawuf: “Tasawuf adalah engkau berada semata-mata bersama Allah Swt. tanpa keterikatan apa pun”
Ruwaym bin Ahmad berkata: “Tasawuf di dasarkan pada tiga sifat: memeluk kemiskinan dan kefakiran, mencapai sifat hakikat dengan memberi, dengan cara mendahulukan kepentingan orang lain atas kepentingan diri sendiri dan meninggalkan sikap menentang dan memilih (tidak memilih, hanya menerima yang di pilihkan Allah)”
Ma’ruf al-Kahkhy menjelaskan : “Tasawuf artinya memihak pada hakikat-hakikat, dan memutuskan harapan dari semua yang ada pada makhluk”
Hamdun al-Qashshar berkata : “Bersahabatlah dengan para Sufi, karena mereka melihat alasan-alasan untuk memaafkan perbuatan-perbutan yang tak baik, dan bagi mereka perbuatan-perbuatan baik pun bukan sesuatu yang besar, bahkan mereka bukan menganggapmu besar karena mengerjakannya”
AL-Kharraz menjawab, ketika di tanya tentang tasawuf: “Mereka adalah kelompok manusia yang mengalami pelapangan, yang mencampakkan segala milik mereka sampai mereka kehilangan segala-galanya. Kemudian mereka di seru oleh rahasia-rahasia yang lebih dekat di hatinya: “Ingatlah!” Menangislah kalian karena Kami”
Al-Junayd berkata:
“Tasawuf adalah perang tanpa kompromi”
Dia berkata pula:
“Para sufi adalah anggota dari suatu keluarga yang tidak bisa di masuki oleh orang-orang selain mereka”
Selanjutnya dia juga menjelaskan lagi: “Tasawuf adalah dzikir bersama ekstase yang di sertai penyimakan, dan tindakan yang di dasari Sunnah”
Al-Junayd menyatakan:
“Kaum Sufi adalah seperti bumi, selalu semua kotoran di campakkan kepadanya, namun tidak menumbuhkan kecuali segala tumbuhan yang baik"
Dia juga mengatakan:
“Seorang Sufi adalah bagaikan bumi, yang di injak orang saleh maupun pendosa, Juga seperti mendung memayungi segala yang ada, “Seperti air hujan, mengaliri segala sesuatu.” Dia melanjutkan: “Jika engkau melihat seorang Sufi menaruh kepedulian kepada penampilan lahiriahnya, maka ketahuilah wujud batinnya rusak”
Sahl bin Abdullah berkata: “Sufi adalah orang yang memandang darah dan hartanya tumpah secara gratis”
Ahmad an-Nury berkata: “Tanda seorang Sufi adalah dia merasa rela manakala tidak punya, dan peduli orang lain ketika mereka punya”
Muhammad bin Ali al-Kattany menegaskan:
“Tasawuf adalah akhlak yang baik. Barang siapa yang melebihimu dalam akhlak yang baik, berarti ia melebihimu dalam tasawuf”
Ahmad bin Muhammad ar-Rudzbary mengatakan:
“Tasawuf adalah tinggal di pintu sang kekasih sekalipun engkau di usir”
Dia juga mengatakan:
“Tasawuf adalah sucinya taqarrub setelah kotornya kejauhan dari-Nya”
Di katakan: “Orang yang paling kotor adalah seorang Sufi yang amat kikir”
Di katakan: “Tasawuf adalah tangan yang kosong dan hati yang baik”
Asy-Syibly mengatakan: “Tasawuf adalah duduk bersama Allah swt. Tanpa hasrat”
Di katakan: “Sufi adalah orang yang mengisyaratkan dari Allah swt, sedangkan manusia mengisyaratkan kepada Allah swt”
Asy-Syibly mengatakan:
Sufi terpisah dari manusia dan bersambung dengan Allah swt. sebagaimana di firmankan Allah swt. kepada Musa:
“Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku”
(Qs. Thaha :41).
Dan memisahkannya dari yang lain. Kemudian Allah swt. berfirman kepadanya:
“Engkau tidak akan melihat-Ku”
Asy-Syibly juga mengatakan: “Para Sufi adalah anak-anak di pangkuan Tuhan Al-Haq”
Katanya: “Tasawuf adalah kilat yang menyala” Dan “Tasawuf terlindung dari memandang makhluk”
Ruway berkata: “Para Sufi akan tetap penuh dengan kebaikan selama mereka bertengkar satu dengan yang lain. Tapi segera setelah mereka berdamai, maka tak ada lagi kebaikan pada mereka”
Al-Jurairy mengatakan: “Tasaswuf berarti kesadaran atas keadaan-keadaan diri sendiri dan berpegang pada adab”
Al Muzayyin menegaskan: “Tasawuf adalah kepasrahan kepada Al-Haq”
Askar an-Naksyaby menyatakan: “Seorang Sufi tidaklah di kotori oleh sesuatu pun, tapi menyucikan segala sesuatu”
Di katakan: “Pencarian tidaklah meletihkan sang Sufi, dan hal-hal duniawi tidaklah mengganggunya”
Ketika Dzun Nuun al-Mishry di tanya tentang orang-orang Sufi, dia menjawab: “Mereka adalah kaum yang mengutamakan Allah swt. di atas segala-galanya dan yang di utamakan oleh Allah swt. di atas segala makhluk yang ada”
Muhammad al-Wasithy mengatakan : “Mula-mula para Sufi di beri isyarat, kemudian menjadi gerakan-gerakan, dan sekarang tak ada sesuatupun yang tinggal selain kesedihan”
An-Nury di tanya tentang Sufi, dan dia menjawab: “Sufi adalah manusia yang menyimak pendengaran dan yang mengutamakan sebab-sebab yang di ridhai”
Abu Nashr as-Sarraj ath-Thausy berkata: “Aku bertanya kepada Ali-al-Hushry.’ Siapakah, menurutmu sufi itu?”
Dia menjawab: “Yang tidak di bawah bumi dan tidak di naungi langit.” Dengan ucapannya, menurut saya, ini al-Hushry merujuk pepada nuansa keleburan”
Di katakan: “Sufi adalah orang yang manakala di suguhi dua keadaan atau dua akhlak yang baik, dia akan memilih yang lebih baik di antaranya”
As-Syibly ditanya: “Mengapa para Sufi itu di sebut sufi?”
Dia menjawab: “Hal itu karena adanya sesuatu yang membekas pada jiwa mereka. Jika bukan demikian halnya, niscaya tidak akan ada nama yang di lekatkan pada mereka”
Ahmad ibnul Jalla’ di tanya:
“Apakah yang di sebut Sufi?” Dia menjawab: “Kita tidak mengenal mereka melalui prasyarat ilmiah, namun kita tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang miskin, sama sekali tak memiliki sarana-sarana duniawi. Mereka bersama Allah swt. tanpa terikat pada suatu tempat, tetapi Allah swt. tidak menghalanginya dari mengenal semua tempat. Karenanya di sebut Sufi”
Abu Ya’qub al-Mazabily menjelaskan: “Tasawuf adalah keadaan di mana semua atribut kemanusiaan terhapus”
Abul Hasan as-Sirwany mengatakan: “Sufi adalah yang bersama ilham, bukan dengan wirid-wirid yang menyertainya”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata: “Yang terbaik untuk di ucapkan tentang masalah ini adalah: “Inilah jalan yang cocok kecuali bagi kaum yang jiwanya telah di gunakan Allah swt. untuk menyapu kotoran binatang”
Abu Ali pada suatu hari menyatakan : “Seandainya sang fakir tak punya apa-apa lagi yang tersisa selain ruhnya, dan ruhnya itu di tawarkannya kepada anjing-anjing di pintu ini, niscaya tak seekor pun yang akan menaruh perhatian kepadanya”
Syeikh Abu Sahl ash-Sha’luky berkata : “Tasawuf adalah berpaling dari sikap menentang ketetapan Allah swt”
Al-Hushry berkomentar: “ Sang Sufi tiada setelah ketiadaannya, dan tidak pula tiada setelah keberadannya” Ucapan ini tidak mudah di pahami.
Kata-kata: “Dia tiada setelah ketiadaannya” berarti bahwa setelah cacat-cacatnya hilang, cacat-cacat itu tidak akan kembali. Perkataan: “Tidak pula dia tiada setelah keberadaanya” berarti bahwa dia sibuk bersama Allah swt. tidak akan gugur karena gugurnya makhluk. Seluruh peristiwa dunia tidaklah mempengaruhinya.
Dikatakan : “Sang Sufi terhapuskan dalam kilasan yang diterimanya dan Allah swt.”
Di katakan pula: ‘Sang Sufi terkungkung dalam pelaksanaan Rububiyah dan tertutupi melalui pelaksanaan ubudiyah”
Juga di katakan: “Sufi itu tidak berubah. Tapi seandainya dia berubah, dia tidak akan ternodai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar