Terjemahan kitab risalatul qusyairiyah (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 5: para tokoh sufi
judul ke 57. Al-Fudhail bin ‘Iyadh
Abu Ali – al-Fudhail bin ‘Iyadh (105-187 H./723-803 M.), berasal dari Marw. Ada yang mengatakan, ia di lahirkan di Samarkand, kemudian besar di Abiward, wafat di Mekkah bertepatan pada bulan Ramadhan.
Al-Fudhail bin Musa berkata:
“Al-Fudhail suatu hari kehilangan jejak di sebuah lorong antara Abiward dan Sarkhas. Faktor yang menyebabkan tobatnya, bahwa Fudhail pernah jatuh cinta kepada seorang gadis. Ketika ia memanjat dinding agar dapat menemuinya, tiba-tiba ada suara seorang qari membaca ayat :
"Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyu’ hati mereka mengingat Allah”
(Qs.Al-Hadid :16).
Seketika itu ia berkata “Tuhanku, sekarang saja”
Kemudian Fudhail pulang, dan kegelapan malam menuntunnya pada suatu reruntuhan. Ternyata di tempat itu banyak orang berkumpul. Salah seorang di antara mereka berkata:
“Kita berangkat!”
Akan tetapi sebagian lain berpendapat:
“Kita tunggu saja sampai pagi. Sebab Fudhail berada di tengah jalan, ia akan terputus nanti dengan kita”
Lalu Fudhail bertobat dan mengikuti mereka. Akhirnya Fudhail berada di tanah Mekkah, hingga wafatnya”
Di antara ucapannya:
“Bila Allah swt. mencintai seorang hamba, Dia memberinya kesusahan yang banyak. Tetapi bila Allah swt membencinya, dunia si hamba itu di leluasakan”
Ibnul Mubila Fudhail wafat:
hilanglah segala kesedihan”
Al-Fudhail berkata:
“Bila dunia dengan segala isinya di tawarkan kepadaku, aku tak akan peduli. Bahkan aku akan menganggapnya kotor, sebagaimana kalian merasa jijik melihat bangkai, jika mengenai pakaian kalian ketika sedang berjalan”
“Bila aku harus bersumpah bahwa aku ini orang yang riya’, lebih ku senangi di banding aku harus bersumpah bahwa aku bukanlah orang yang riya”
“Tidak beramal karena takut tertuju kepada manusia itupun masi termasuk riya’, Sedangkan beramal karena manusia termasuk syirik”
Abu Ali ar-Razy berkata:
“Aku menemani Fudhail tiga puluh tahun, tidak pernah ku lihat ia tertawa atau tersenyum, kecuali pada hari kematian anaknya, Ali. Aku bertanya, mengapa tertawa dan tersenyum? Allah Mencintai seseorang , itulah yang menyebabkan aku juga mencintai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar