Terjemahan kitab risalatul qusyairiyah (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 5: para tokoh sufi
judul ke 65. Al-Harits al-Muhasiby
Abu Abdullah - Al-Harits bin Asad al-Muhasiby (wafat 243 H./857 M.), Sungguh, tidak ada orang yang terpandang di zamannya sehebat al-Muhasiby dalam bidang ilmu, wara’, muamalat dan tingkah laku. Asli dari Bashrah dan meninggal di Baghdad.
Di kisahkan, bahwa al-Muhasiby mewarisi tujuh puluh ribu dirham dari mendiang ayahnya. Tidak sedirhampun di ambilnya. Di sebutkan, karena ayahnya berbicara dengan kekayaan. Demi kewara’an, ia tidak mengambil harta warisannya, dan berkata:
“Sebuah riwayat yang shahih dari nabi saw. yang bersabda:
“Tidak saling mewarisi sedikit pun, sebuah keluarga yang memiliki dua agamanya berbeda”
(H.r. Abu Dawud).
Muhammad bin Masruq berkata:
“Ketika al-Harits al-Muhasiby wafat, sebenarnya sangat membutuhkan dirham, tetapi sama sekali ia tidak mengambil sedikit pun peninggalan ayahnya berupa harta dan ladang”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengisahkan, bahwa al-harits al-Muhasiby bila menjulurkan tangannya untuk meraih makanan yang di sana ada kadar syubhatnya, jari-jemarinya bergerak, dan mengeluarkan keringat. Maka ia urung mengambil makanan itu.
Abu Abdullah bin Khafif berkata:
“Ikutilah lima tokoh dari kalangan syeikh kita: Al-harits al-Muhasiby al-Junayd bin Muhammad, Abu Muhammad Ruwaym; Abul Abbas bin Atha’ dan Amr bin Usman al-Makky sebab mereka itulah yang mengintegrasikan (menghubungkan) antara ilmu (syariat) dan hakikat”
Di antara ucapan al-Muhasiby:
“Barang siapa meluruskan batinnya melalui muraqabah dan ikhlas, Allah swt, akan menghiasi lahiriahnya dengan mujahadah dan mengikuti Sunnah”
Riwayat dari al-Junayd:
“Suatu hari aku berjalan bersama al-harits al-Muhasiby. Tiba-tiba muncul rasa lapar. Aku berkata kepadanya, Paman, kita masuk rumah, untuk mendapatkan makanan”
Beliau menjawab:
“Ya”
Maka aku masuk ke dalam rumah dan mencari sesuatu yang dapat ku hidangkan. Di dalam rumah memang ada makanan yang di bawa dari pesta perkawinan kalangan tertentu. Aku hidangkan makanan tersebut kepadanya. Ia mengambil sesuap, kemudian ia kunyah beberapa kali. Tiba-tiba ia berdiri menuju suatu gang, lantas memuntahkan makanan itu, lalu pergi begitu saja.
Beberapa hari kemudian ketetika aku menemuinya, dan bertanya, mengapa memuntahkan makanan itu. Al-Harits menjawab:
‘Sebenarnya saat itu aku amat lapar, dan aku ingin menyenangkanmu dengan ikut makan. Namun antara diriku dengan Allah swt. muncul alamat, untuk tidak menikmati makanan yang ada syubhatnya. Itulah yang membuatku tidak jadi menelannya. Dari mana anda dapat makanan itu? Aku katakan:
“Itu makanan dari tetangga dekat yang mengadakan pesta perkawinan.
Aku melanjutkan:
“Hari ini Anda bersedia makan?
Ia menjawab:
“Ya”
Lantas ku hidangkan makanan kering yang ada pada kami. Dan ia pun memakannya.
Kemudian berkata:
“Bila engkau menyuguhkan makanan kepada seorang fakir, hidangkanklah makanan padanya seperti makanan ini”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar