terjemahan kitab
ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi
judul: 6 Zuhud
Nabi saw. bersabda:
“Apa bila kamu sekalian melihat seseorang yang telah di anugerahi zuhud berkenaan dengan dunia dan ucapan, maka dekatilah ia, karena ia di bimbing oleh hikmah.”
(Hadis riwayat Abu Khallad dan di-Takhrij oleh Abu Nu’im dan Baihaqi).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan: “Pada umumnya banyak orang berbeda pendapat berkenaan dengan zuhud. Sementara orang ada yang mengatakan, ‘Zuhud bersangkutan dengan perkara yang haram saja, sebab perkara yang halal di terima Allah subhanahu wata'alah. Apa bila Allah swt. memberikan berkat kepada hambaNya berupa harta yang halal dan hamba itu bersyukur kepadaNya atas berkat itu, maka ia meninggalkan menurut upayanya, tanpa harus mengajukan hak izin untuk mengekangnya”
Sebagian yang lain mengatakan : “Zuhud terhadap perkara yang haram adalah suatu kewajiban, sementara zuhud terhadap perkara yang halal adalah suatu keutamaan. Apa bila hamba yang berzuhud miskin, tetapi sabar terhadap keadaannya, bersyukur serta merasa puas atas segala sesuatu yang telah di anugerahkan Allah swt. kepadanya maka hal itu lebih baik ketimbang berusaha menimbun kekayaan berlimpah di dunia”
Allah subhanahu wata'alah. telah menghimbau ummat manusia untuk bersikap zuhud berkenaan dengan perolehan kekayaan, melalui firmannya:
“Katakanlah, Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa”
(Alqur-an surat. An-Nisa’ ayat 77).
Banyak ayat lainnya yang dapat di jumpai berkenaan dengan tidak berharganya dunia dan seruan untuk bersikap zuhud terhadapnya.
Sebagian orang yang mengatakan : “Apa bila seorang hamba membelanjakan harta dalam ketaatan kepada Allah swt. bersabar, dan tidak mengajukan keberatan terhadap larangan-larangan syariat untuk di lakukannya dalam menghadapi kesulitan hidup, maka adalah lebih baik baginya bersikap zuhud terhadap harta yang di halalkan"
Sebagian yang lain berkomentar : “Seyogyanya bagi seorang hamba memutuskan untuk tidak memilih meninggalkan yang halal dengan bebannya, dan tidak pula berusaha memenuhi keperluan-keperluannya harta yang halal, ia harus bersyukur kepada-Nya. Apabila Allah subhanahu wata'alah menentukan dirinya berada pada batas kecukupan hidup, maka hendaknya tidak memaksakan diri mencari kemewahan, karena kesabaran merupakan suatu yang paling utama bagi pemilik harta yang halal”
Sofyan attsauri berkata: “Zuhud terhadap dunia adalah membatasi keinginan untuk memperoleh dunia, bukannya memakan makanan kasar atau mengenakan jubah dari kain kasar.
as-Saqathy menegaskan:
“Allah subhanahu wata'alah menjauhkan dunia dari para auliya’-Nya, menjauhkan dari makhluk-makhluk-Nya yang berhati suci, dan menjauhkannya dari hati mereka yang di cintai-Nya lantaran Dia tidak memperuntukkannya bagi meraka”
Zuhud di singgung secara tidak langsung di dalam firman-Nya:
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang di berikan-Nya kepadamu”
(Alqur-an surat. Al-Hadid ayat 23).
Sebab sang hamba tidak gembira atas apa yang di milikinya di dunia, dan tidak pula bersedih atas apa yang tiada di milikinya.
Abu Utsman berkata: “Zuhud alah hendaknya Anda meninggalkan dunia dan kemudian tidak peduli dengan mereka yang mengambilnya”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan: “Zuhud adaah hendaknya Anda meninggalkan dunia sebagaimana adanya ia, bukan berkata “Aku akan membangun pondok Sufi (ribath) atau mendirikan masjid”
Yahya bin Mu’adz mengatakan : “Zuhud menyebabkan kedermawanan berkenaan dengan hak milik, dan cinta yang mengantarkan pada semangat kedermawanan”
Ibnul Jalla’ berkomentar: “Zuhud adalah sikap Anda memandang dunia ini hina di mata Anda, maka berpaling darinya akan menjadi mudah bagi diri Anda”
Ibu Khafif berkata: “Pertanda zuhud adalah adanya sikap tenang ketika berpisah dari harta milik” Di katakannya pula : “Zuhud adalah ketidaksenangan jiwa pada dunia, dan melepaskan urusan hak milik itu”
An-Nashr Abadzy berkata: “Orang zuhud selalu asing di dunia dan seorang ahli ma’rifat (arif) adalah orang asing di akhirat”
Dari ucapan annashr abdzi ini mengisyaratkan bahwa:
Orang Zuhud itu melepaskan dunia.
Dan orang makrifat itu melepaskan akhirat dan semata mata hanya menginginkan allah subhanahu wata'alah.
Di katakan: “Bagi orang yang benar-benar bersikap zuhud, maka dunia akan menyerahkan diri kepadanya dengan penuh kerendahan dan kehinaan” Oleh sebab itu, di katakan: “Apa bila sebuah topi jatuh dari langit, ia akan jatuh di atas kepala seseorang yang tidak menghendakinya”
Al-Junayd mengajarkan: “Zuhud adalah kekosongan hati dari sesuatu yang tangan tidak memilikinya”
Ulama salaf berbeda pendapat soal zuhud. Sufyan ats-Tsaury; Ahmad bin Hanbal; Isa bin Yunus dan lain-lainnya menegaskan bahwa zuhud di dunia berarti membatasi angan-angan dan keinginan. Ungkapan sebagaimana mereka tegaskan, cenderung di pahami sebagai faktor-faktor penyebab zuhud, sekaligus sebagai faktor pembangkit zuhud dan makna esensial yang mencakup disiplin zuhud itu sendiri.
Abdullah ibnul Mubarak berkomentar: “Zuhud adalah tawakal kepada Allah swt. di padu dengan kecintaan kepada kefakiran (karna allah subhanahu wata'alah).
Syaqiq al-Balkhy dan Yusuf bin Asbat juga mengatakan demikian. Jadi, ini juga merupakan satu dari tanda-tandan zuhud, lantaran si hamba tidak mampu merelakan kecuali dengan tawakkal kepada Allah subhanahu wata'alah.
Abdul Wahid bin Zaid memberikan penjelasan: “Zuhud, adalah menjauhkan diri dari apa pun yang memalingkan Anda dari Allah subhanahu wata'alah"
Ketika Al-Junayd bertanya soal zuhud, Ruwaym menjawab: “Zuhud adalah meremehkan dunia dan di (iringi) menghapus bekas-bekasnya dari hati”
As-Sary berkata: “Kehidupan seorang zahid tidak akan baik apa bila dirinya terpalingkan dari kepedulian terhadap jiwanya, dan kehidupan seorang ‘arif tidak akan baik apa bila terlalu mementingkan jiwanya (dirinya sendiri)”
Al-Junayd berkata: “Zuhud adalah mengosongkan tangan dari harta dan mengosongkan hati dari kelatahan (melepaskan dan mencari dunia berulang kali tapi hendaklah tegas pada diri bahwa tujuan hanya pada Allah semata)”
Di tanya tentang zuhud, asy-Syibli menjawab : “Zuhud adalah hendaknya Anda menjauhkan diri dari segala sesuatu selain Allah subhanahu wata'alah.
Yahya bin Mu’adz berkata: “Tidak akan sempurna zuhud seseorang, kecuali memiliki tiga karakter ini:
Berbuat tanpa di serta keterikatan,
berbicara tanpa di setai ambisi, dan kemudian tanpa adanya kekuasaan atas orang lain”
Abu Hafs mengatakan:
“Tidak ada zuhud kecuali dalam perkara yang halal, dan di dunia ini tiada yang halal, karena tiada pula zuhud”
(✒️Tambahan admin:
Untuk orang di tingkat ini,
Zuhud itu menentukan kehalalan sesuatu yang di dapatkanya di dunia, jika tidak Zuhud, baik sewaktu berusaha maupun sewaktu mendapatkanya, maka hasil yang di dapatkan itu menjadi haram baginya, orang seperti ini sudah merasa bahwa segala sesuatu yang di dapatkanya baik harta tahta dan wanita, baik makanan pakaian dan kendaraan ataupun rumah, itu semua adalah haram baginya jika dia tidak merasa bahwa allah sendiri yang memberi kepadanya tanpa pelantara. Seolah allah telah berkata padanya:
"dan mulai saat ini maka kami haramkan segala sesuatu bagimu kecuali yang dari tangan kami" sehingga dia sangat menjaga zuhudnya, dan jikapun di berikan maka semua itu hanya akan menjadi sesuatu yang selalu menggoda dan menghijabnya pada allah, sehingga yang penting baginya bukan pemberiaNya, tapi yang penting baginya hanyalah bersama allahNya)
Kembali keterkenalan kitab:
Abu Utsman berkata: “Allah subhanahu wata'alah memberi seorang zahid sesuatu lebih dari pada sekedar yang di inginkannya, dan Dia memberikan sesuatu kepada hamba yang di cintai-Nya kurang dari yang ia inginkan, Dia memberi hamba yang mustqim sesuai yang di inginkannya”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Orang zuhud adalah yang mengusik hidung Anda dengan bau cuka, tetapi kaum ‘arif menyebarkan keharuman minyak kasturi”
Hasan al-Bashry berkata: “Zuhud di dunia, hendaknya Anda membenci muatan dan pendukungnya.”
Seseorang bertanya kepada Dzun Nuun al-Mishry: “Kapan orang dapat menjauhkan diri dari dunia?” Dzun Nuun menjawab: “Ketika orang menjauhkan diri dari Nafsu”
Muhammad ibnul Fadhl mengatakan: “Sikap memprioritaskan orang lain bagi kaum zuhud adalah pada waktu mereka berkecukupan, sedangkan kaum ksatria adalah pada waktu sangat membutuhkan”
“Dan mereka (kaum Ansor) mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan”
(Alqur-an surat. Al-Hasyr ayat 9).
Al-Kattany mengatakan: “Sesuatu yang tidak di tentang oleh orang Kufah, tidak oleh orang Madinah, orang Irak, juga tidak oleh orang Syria, adalah zuhud terhadap dunia, kedermawanan dan berdoa supaya ummat manusia mendapatkan kebaikan”
Artinya, tidak seorangpun yang mengatakan bahwa hal-hal ini tidak terpuji”
Seseorang bertanya kepada Yahya bin Mu’adz: “kapankah saya akan memasuki kedai tawakal, mengenakan jubah zuhud dan duduk dalam majelis bersama kaum zuhud?” Yahya menjawab : “Ketika Anda tiba pada suatu keadaan dalam olah ruhani (riyadhah) dalam diri Anda secara rahasia, sehingga sampai pada batas ketika Allah memutuskan rezeki kepada Anda sebelum tiga hari (tapi anda) tidak merasakan lemah. Tetapi apabila tujuan ini tidak tercapai, maka duduk di atas karpet kaum zuhud hanyalah kebodohan, dan saya tidak dapat menjamin bahwa diri Anda tidak akan terhinakan di tengah-tengah mereka”
(Tambahan admin:
Maksud duduk di atas karpet kaum zuhud hanyalah kebodohan itu bukan bermaksud yang tidak Zuhud maka tidak boleh duduk di sana.
Karfet orang zuhud itu hanya pengibaratan untuk tempat berkumpulnya para Zahid (orang orang yang Zuhud) dan tempat berkumpulnya itu tidak harus di karpet, sesuai dengan sifat zuhudnya maka duduk di tanah tanpa alaspun mereka bersediah.
Tapi jika sebelum Allah memutuskan rezeki kepada Anda sebelum tiga hari (tapi anda) tidak merasakan lemah. Maka itu artinya belum sampai pada tingkatan Zuhud yang sebenarnya, sehingga di saat berkumpul dengan para ahli Zuhud maka orang yang seperti ini harus mengakui kebodohannya dan bersediah belajar pada mereka para ahli Zuhud)
kembali ke terjemahan kitab:
Bisyr al-Hafi menegaskan: “Zuhud adalah seorang raja yang tidak menempati suatu tempat selain hati yang kosong”
(Tambahan admin: jika hati Masi di penuhi bayang bayang dunia, kehendak keinginan, angan angan dan hayalan maka itu belum zuhud) kembali ke terjemahan kitab:
Muhammad ibnul Asy’ats al-Bikandy berkata:
“Barang siapa berbicara tentang zuhud dan menyeru manusia kepada zuhud di samping juga (tidak) menginginkan sesuatu yang mereka miliki, maka Allah swt. akan melepaskan kecintaan pada akhirat dari hatinya”
Di katakan: “Manakala seorang hamba menjauhkan diri dari dunia, maka Allah swt mempercayakan dirinya kepada malaikat yang menanamkan kebijaksanaan di dalam hatinya”
(Di utus malaikat sebagai guru baginya)
Seorang Sufi di tanya:
“Mengapa Anda menolak dunia”
Ia menjawab: “Karena ia telah menolakku”
(Tambahan admin:
Ini sudah benar tapi yang lebih benar lagi adalah karna hanya menginginkan Allah-lah aku menolak dunia karna hanya dengan melepas dunialah aku bisa wushul atau hudhur pada allah.
Yang lebi benar lagi adalah hanya karna Allah semata bukan karna apapun lagi, tanpa sebab tanpa akibat selain allahlah sebabnya dan allah pulalah akibatnya ) kembali ke terjemahan kitab:
Ahmad bin Hanbal memberikan penjelasan:
“Ada 3 macam (atau 3 tingkatan) zuhud:
1️⃣Bersumpah menjauhi perkara yang haram (dan melakukanya adalah zuhud kaum awam.
2️⃣Bersumpah menjauhi sikap berlebih-lebihan dalam perkara yang halal (dan melakukanya adalah zuhud kaum terpilih (Khawash).
3️⃣ bersumpah menjauhi apa pun yang memalingkan sang hamba dari Allah swt. (dan melakukanya) adalah zuhud kaum ‘Arifin”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan:
“Salah seorang Sufi di tanya: “Mengapa Anda menolak dunia?” Di jawab sang Sufi:
“Karena aku menarik diri dari kemewahan dan menolak menginginkannya walau cuma sedikitpun”
Yahya bin Mu’adz berkata:
“Dunia ini bagaikan pengantin wanita. Orang yang menerimanya akan membelai rambutnya penuh kelembutan. Sedang bagi si zahid, di dalamnya akan tampak kusam, mengacak-acak rambutnya, dan membakar gaunnya. Kaum ‘Arifin, senantiasa sibuk dengan Allah swt. tidak sedikitpun menoleh pada sang pengantin wanita”
As-Sary berkata:
“Aku melaksanakan seluruh aturan zuhud dan di anugerahi segala sesuatu yang ku minta dalam doa, kecuali zuhud terhadap masyarakat. Aku belum mencapai ini, dan akupun belum sanggup menanggungnya”
Di katakan:
“Kaum zuhud telah mengucilkan diri dan berkumpul hanya dengan sesama mereka saja, sebab mereka menjauhi nikmat-nikmat sementara, demi nikmat-nikmat yang abadi (yaitu bersama allah)”
An-Nashr Abadzy berkomentar : “Zuhud adalah memelihara darah kaum zahidin dan menumpahkan darah kaum ‘Arifin”
(Tambahan admin:
☀️"Zuhud adalah memelihara darah kaum zahidin" maksudnya
Manusia yang di perbudak nafsu itu hakikatnya mati sehingga dengan Zuhud Menjadikan orang orang menjadi mengenal allah (orang yang mengenal Allah hakikatnya hidup).
☀️"dan menumpahkan darah kaum ‘Arifin" maksudnya adalah:
Membuat kaum Arifin selalu bersama allah yang di ibaratkan telah mati yaitu mati dari segala urusan duniawi.
Hatim al-Asham mengatakan : “Kaum zuhud menghabiskan isi dompetnya sebelum dirinya, dan orang yang berperilaku zuhud menghabiskan dirinya sebelum dompetnya”
Al-Fudhailbin ‘Iyadh berkata : “Allah subhanahu wata'alah. menempatkan seluruh kejahatan dalam satu rumah dan menjadikan kecintaan kepada dunia sebagai kuncinya. Dia menempatkan seluruh kebaikan di rumah yang lain dan menjadikan zuhud sebagai kuncinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar