Terjemahan kitab risalatul qusyairiyah
(Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 5: para tokoh sufi
judul 13. Abu Yazid Al-Bisthamy
Abu Yazid – Thayfur bin Isa al-Bisthamy (188-261 H./804-875 M.). Kakeknya seorang Majusi namun telah masuk Islam. Ia merupakan salah satu dari tiga bersaudara:
Adam, Thayfur dan Ali. Mereka semua ahli zuhud dan ibadat. Sedangkan yang paling agung budinya di antara mereka adalah Abu Yazid.
Abu Yazid pernah di tanya:
“Bagimana Anda dapat sampai pada tahap ini?”
Ia menjawab : “Dengan perut yang lapar dan tubuh yang melepaskan perkara dunia dan akhirat karna hanya menginginkan Allah semata”
Di antara ucapannya:
“Aku bermujahadah selama tiga puluh tahun. Tidak ada yang lebih memberatkan diriku, kecuali ilmu dan melaksanakannya. Kalau bukan karena adanya perbedaan pandangan antar Ulama, tentu aku masih muncul. Sedangkan perbedaan di antara para ulama merupakan rahmat, kecuali dalam masalah konsentrasi (tajrid) tauhid”
Di katakan:
“Abu Yazid al-Bisthamy tidak akan wafat, kecuali seluruh kandungan Al-Qur’anul Karim tampak jelas”
Abu Yazid berkata: “Kami pergi untuk menemui seseorang yang populer kewaliannya. Orang tersebut juga terkenal zuhudnya. Lalu kami menuju kepada orang itu. Ketika ia keluar dari rumah dan masuk masjid, ia meludah yang bersesuaian dengan arah kiblat. Kami langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam kepadanya. Ku katakan, bahwa orang itu tidak mampu bersikap amanat dalam menjaga adab Rasulullah saw. Lalu bagaimana ia di percaya atas apa yang di kaitkan dalam simbol dirinya?”
Ia berkata:
“Aku berhasrat untuk memohon kepada Allah swt. agar di beri kecukupan biaya makan dan isteri. Lantas aku berkata pada diri sendiri, ‘Bagaimana aku memohon kepada Allah swt. dengan permohonan semacam ini, padahal Rasulullah saw. tidak pernah memohonnya?’ Lalu aku tidak memohon. Namun, Allah swt. justru mencukupi diriku dan biaya hidup isteri. Bahkan aku tidak peduli apakah yang berada di hadapanku itu wanita ataukah tembok”
Ketika di tanya awal mula zuhudnya, ia berkata:
“Bagi orang yang zuhud tidak mempunyai tempat” Lalu di tanya: “Mengapa?” Ia menjawab : “Sebab, sejak tiga hari aku berada dalam zuhud, ketika hari ke empat aku keluar dari zuhud. Pada hari pertama, aku zuhud dari dunia dan seisinya. Pada hari kedua, aku zuhud dari akhirat dan seisinya. Sedang hari ke tiga, aku zuhud dari segala hal selain Allah swt. Kemudian hari keempat, tidak tersisa sama sekali pada diriku kecuali Allah swt. Aku benar-benar memahaminya. Lantas hatiku berbisik: “Wahai Abu Yazid, janganlah takut bersama Kami!” Akupun berkata: “Inilah yang kuharapkan” Lalu ada suara berbisik : “Engkau telah menemukan, engkau telah menemukan”
Abu Yazid di tanya:
“Apa yang paling berat dalam penempuhan Anda di jalan Allah?” Ia menjawab: “Tidak dapat di sebutkan.” Di tanya lagi: “Apa yang teringan yang Anda pernah temui dalam diri Anda, dari diri Anda sendiri?” Ia menjawab: “Kalau yang ringan itu, memang benar terjadi. Aku pernah berdoa agar di beri kemudahan dalam taat. Namun tidak di kabulkan, malah aku terhalang dari air selama setahun”
Di katakannya pula:
“Sejak tiga puluh tahun aku shalat, sementara keyakinanku dalam hati di setiap shalat, terasa seakan-akan aku ini orang Majusi. Aku ingin sekali memotong tali pengikatku”
Di antara ucapannya:
“Bila anda sekalian melihat seseorang di beri karamah-karamah, bahkan dapat terbang di udara, maka Anda sekalian jangan tertipu, sampai Anda benar-benar menyaksikan bagaimana orang tersebut menjalankan perintah dan menjauhi larangan, menjaga hukum-hukum serta menunaikan syariat”
Pamanku meriwayatkan tentang al-Bisthamy dari ayahnya, yang berkata:
“Abu Yazid pernah pergi suatu malam menuju surau untuk dzikir kepada Allah SWT. sembari bersandar di dinding surau. Hingga dini hari, ternyata tidak berdzikir. Aku bertanya kepadanya perihal keadaan seperti itu. Ia berkata: “Aku teringat akan kata-kataku sendiri semasa kecil dulu. Itulah yang membuatku malu untuk berdzikir kepada Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar