Tidak terlalu berlebihan kalau disebutkan Syaikh adalah pemimpin spritual,
menduduki posisi elit dalam tarekat, dan selalu mendapat kesetian dari berbagai lapisan
pengikutnya. Kesetiaan yang menuntut penyerahan total tersebut merupakan tradisi
yang dituntut dari setiap murid. Apapun keputusan Syaikh, selalu diterima murid sebagai
sesuatu yang sakral, karena adanya keyakinan bahwa Syaikh selalu memperoleh petunjuk
dan barakah dari Allah.
Syaikh Abdul Wahab Rokan sebagai figur dan tokoh tarekat yang dihormati di Kerajaan
Langkat memanfaatkan posisi berharga itu untuk menjalankan misi dakwahnya. Ia memakai
strategi dengan menjalin hubungan baik dengan sejumlah raja-raja Melayu, seperti penguasa
Kerajaan Bilah, Panai, Kota Pinang, Asahan, Deli dan Langkat, semuanya terletak di pesisir
Timur Sumatera Utara. Bahkan, Sultan Musa Mu‘azzamsyah dari Kerajaan Langkat dikenal
sebagai murid Syaikh Abdul Wahab Rokan dan sultan diangkatnya sebagai khalifah. Di
kerajaan-kerajaan ini ajaran syariat dan tarekat benar-benar diamalkan, dan hingga
saat ini pun tarekat Naqsyabandiyah di pesisir Timur Sumatera Utara, Riau dan sebagian
Malaysia masih berafiliasi ke Babussalam.
Di samping hubungan baik dengan penguasa, Syaikh Abdul Wahab Rokan
menyampaikan dakwah Islam dengan pendekatan hubungan tali kekeluargaan. Untuk
itu, ia menikah hampir di setiap tempat yang dikunjunginya, tentu saja dalam melakukan
penikahan tersebut selalu mematuhi hukum syariat. Dengan banyak dan tersebarnya
keluarga sudah barang tentu akan memberikan kemudahan kepadanya dalam menyampaikan
dakwah terutama mengembangkan ilmu tarekat.
Masih dalam rangka pengembangan dakwah, Syaikh Abdul Wahab Rokan membangun
sebuah percetakan yang menerbitkan brosur-brosur dakwah dan buku-buku agama
tidak kurang dari delapan ribu eksemplar, dengan sepuluh judul, suatu jumlah yang cukup
besar saat itu. Dengan adanya percetakan ini nama Babussalam semakin lebih tersiar
ke berbagai kerajaan.48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar