Tidak jarang sebagai sesama ikhwân yang mempunyai hubungan emosional, para
khalifah ini mengadakan pertemuan-pertemuan zikir dan tawajjuh. Pertemuan-pertemuan
ini (zikir dan tawajjuh) selain berfungsi melestarikan ajaran Tuan Guru, juga sebagai perekat
jaringan di kalangan para khalifah dan pengikut tarekat yang bisa menjadi perkumpulan
kooperatif. Suatu jaringan yang rapi terdiri dari Syaikh, khalifah, dan anggota tarekat
yang dalam hal ini menunjukkan bahwa tarekat bisa menjadi organisasi sosial dan
mempunyai potensi politik.
Setelah wafatnya Syaikh Abdul Wahab Rokan, bentuk jaringan ini semakin kuat
dan nyata melalui peran khalifah, upacara yang disebut hul berlangsung meriah setiap
tahunnya dalam rangka memperingati hari wafatnya Tuan Guru. Pada acara hul ini hadir
para Syaikh, khalifah, pengikut dan simpatisan tarekat Naqsyabandiyah Babussalam, baik
yang berasal dari tanah air maupun mancanegara dan diperkirakan mencapai puluhan
ribu orang. Peringatan hul ini diisi dengan membaca kembali riwayat hidup dan perjuangan
Syeh Abdul Wahab Rokan, berzikir, tawajjuh, dan ceramah agama, yang sebelumnya
didahului dengan melakukan suluk selama empat puluh hari.
Dengan demikian, ciri tradisional tarekat terbukti mampu membentuk rasa
solidaritas sosial dan sebagai jaringan pemersatu masyarakat tarekat. Dalam pertemuan
hul ini terjadi proses saling tukar informasi. Mereka bukanlah kelompok marjinal, eksklusif
atau terasing dari masyarakatnya, bahkan sebagian mereka adalah tokoh-tokoh masyarakat
yang berperan sebagai aktor dalam proses perubahan karena keterlibatan dalam kehidupan
sosial menjadi keniscayaan bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar