Rabu, 17 November 2021

Bab 12 Wali yang Jumlahnya Bisa Di hitung

 Terjemahan kitab jami' karomatul aulia

(Karomahnya para wali)

Bab 12 Wali yang Jumlahnya Bisa Di hitung




1. Aqthab r.a. (radiyallahu ‘an/wm/semoga Allah meridhai mereka).

Mereka adalah para wali yang terkumpul dalam dirinya semua hal dan maqam, baik menerimanya secara langsung maupun karena warisan. Penggunaan nama ini meluas sehingga orang yang mempunyai salah satu maqam juga disebut Quthb. Di setiap zaman, wali tingkatan ini hanya ada satu. Pemimpin suatu negeri juga terkadang disebut Quthb negeri itu dan guru suatu kelompok juga terkadang disebut Quthb kelompok itu.


Akan tetapi Aqthab yang dimaksud di sini hanya ada satu setiap zamannya. Ia juga disebut Al-Ghaits (penolong), ia adalah pemimpin suatu golongan pada zamannya. Dari segi maqam, terkadang ia merupakan pemimpin kekuasaan yang memiliki kekuasan fisik dan kekuasaan batin, contohnya Abu Bakar, ‘Umar, Utsman, ‘Ali, Hasan, Mu’awiyah bin Yazid, Umar bin ‘Abdul’ Aziz, dan Al-Mutawakkil. Terkadang Quthb hanya mempunyai kekuasaan batin, tidak punya kekuasaan fisik, contohnya Ahmad bin Harun al-Rasyid dan Abu Yazid al-Busthami. Mayoritas Aqthab tidak mempunyai kekuasaan fisik


2. Aimmah r a. (para pemimpin). Dalam setiap zaman, jumlahnya tidak lebih dari dua, artinya tidak ada yang ketiga. Yang pertama bernama ‘Abdur Rabbi, yang kedua dinamakan ‘Abdul Malik, sedangkan Quthb adalah ‘Abdullah. Kedua Aimmah ini akan menggantikan Quthb apabila ia meninggal dan kedudukan keduanya seperti menteri. Salah seorang dari mereka hanya mengetahui alam malakut (alam kekuasaan/alam gaib/mikrokosmos), sedang yang satunya hanya mengetahui alam mulk (alam kerajaan/dunia jasmani/makrokosmos).


3. Autad r.a. Mereka hanya berjumlah empat, tidak kurang dan tidak lebih, dalam setiap zamannya. Kami pernah bertemu salah seorang dari mereka di kota Fes yang dikenal dengan nama Ibnu Ja’dun. Ia adalah seorang pekerja penumbuk daun pacar atau inai. Masing-masing dari keempat orang itu tinggal di di daerah timur, barat, selatan, dan utara. Arahnya dilihat dari Ka’bah. Sebagian mereka perempuan. Gelar mereka adalah ‘Abdul Hayyi, ‘Abdul ‘Alim, ‘Abdul Qadir, dan ‘Abdul Murid.


4. Abdal r.a. Jumlahnya ada tujuh tidak kurang tidak lebih. Allah menjaga mereka di tujuh wilayah. Setiap Badai (bentuk tunggal dari Badai) mempunyai daerah dan wilayah sendiri-sendiri. Salah satunya mengikuti jejak seperti Khalilullah (Nabi Ibrahim), yang kedua mengikuti jejak Al-Kalim (Nabi Musa), ketiga mengikuti jejak Harun r.a., yang keempat mengikuti jejak Idris a.s., yang kelima mengikuti jejak Nabi Yusuf r.a., keenam mengikuti jejak Isa a.s.. dan ketujuh mengikuti jejak Adam a.s. Disebut Abdal karena jika seorang Badai akan meninggalkan suatu tempat dan ingin mengangkat Badai untuknya di tempat itu yang menurutnya mengandung kemaslahatan dan usaha pendekatan diri kepada Allah, maka ia akan meninggalkan seseorang yang mirip dengan sosoknya di tempat itu.


Tak diragukan lagi. Badal yang ia tinggalkan terlihat seperti dirinya sendiri. Badal itu sendiri adalah sosok spiritualnya dengan tujuan untuk mengetahuinya. Setiap orang yang mempunyai kekuatan ini disebut Badal. Dan barangsiapa yang dijadikan Allah sebagai Badal di suatu tempat, tetapi ia tidak mengetahui apa-apa tentang itu, maka ia bukan yang dimaksud sebagai Abdal yang telah kami sebutkan.


Kami pernah bertemu dengan Abdal. Kami pernah melihat tujuh Badal di Mekkah dan bertemu mereka di belakang kerumunan pengikut Hanbali. Kami pernah berkumpul dengan mereka, tidak ada orang yang pernah saya lihat yang mempunyai akhlak sangat baik daripada mereka. Kami juga pernah bertemu Musa al-Baidrani di Asybiliyah tahun 586 H., ia mendatangi kami dan berkumpul dengan kami. Kami juga pernah bertemu Syaikh al-Jibal Muhammad bin Asyraf al-Rindi.


Teman kita juga ‘Abdul Majid bin Salamah pernah bertemu seseorang bernama Mu’adz bin Asyras, salah seorang pemimpin mereka dan ‘Abdul Majid menyampaikan salam Mu’adz untuk kami ‘Abdul Majid menanyakan kepadanya dengan apa para Abdal mendapatkan kedudukan itu. Lalu ia menjawab, “Dengan empat hal,” seperti yang disebutkan Abu Thalib al-Makki, yaitu lapar, bangun malam, diam, dan uzlah.


5. Nuqaba’ r.a. Di setiap zaman, mereka berjumlah 12 orang, tidak kurang tidak lebih, sama dengan jumlah galaksi (kumpulan bintang) dalam tata surya. Setiap Naqib (bentuk tunggal dari Nuqaba’) mengetahui khasiat dari satu galaksi. Allah memberi mereka pengetahuan tentang syariat-syariat yang diturunkan. Mereka mampu menyingkap isi hati dan kedengkian yang tersembunyi di dalam hati manusia, dan mengetahui tipu daya nafsu. Mereka juga mengetahui iblis padahal iblis sendiri tidak mengetahui dirinya.


Mereka bisa mengetahui bekas dan jejak seseorang di atas tanah, apakah itu jejak orang yang bahagia atau sengsara. Ulama yang mempunyai kemampuan semacam ini banyak. Jika mereka melihat jejak di padang pasir, lalu bertemu seseorang dan mengatakan bahwa orang itulah pemilik jejak kaki tersebut, ternyata apa yang mereka katakan itu benar. Jika mereka bukan wali Allah, lalu apa sehutanmu terhadap para Nuqaba’ yang dikaruniai Allah ilmu tentang jejak?


6. Nujaba r.a. Setiap zaman, jumlahnya hanya delapan, tidak kurang tidak lebih. Mereka adalah orang-orang yang tampak dalam diri mereka tanda-tanda diterimanya hal (kondisi spiritual yang diperoleh sebagai anugerah) mereka, meskipun mereka tidak mengusahakannya, tetapi justru kondisi spiritual itu yang menguasai diri mereka. Hanya orang yang kondisi spiritualnya berada di atas mereka yang bisa mengetahui keadaan mereka.


7. Hawariyyun r.a. Setiap zaman, jumlahnya hanya ada satu. Apabila yang satu itu meninggal, maka baru muncul yang lainnya. Pada masa Rasulullah Saw., orang yang mempunyai maqam (kedudukan spiritual yang diperoleh dengan usaha) ini adalah Zubair bin ‘Awwam. Banyak orang yang membela agama dengan menggunakan pedang, sedangkan Al-Hawariyyun adalah orang membela agama dengan menggunakan pedang dan hujjah. Ia dikaruniai ilmu, ketekunan beribadah, hujjah, kemahiran berpedang, keberanian, dan keteguhan. Maqamnya adalah mempertahankan kebenaran agama yang disyariatkan.


8. Rajabiyyun r.a. Jumlahnya ada empat puluh orang di setiap zaman, tidak kurang tidak lebih. Mereka adalah hamba-hamba yang halnya mengagungkan Allah. Mereka dinamakan Rajabiyyun, karena hal mereka hanya diperoleh pada bulan Rajab, sejak awal sampai akhir bulan. Setelah itu, mereka kehilangan hal ini, sampai datangnya bulan Rajab tahun berikutnya. Hanya sedikit orang yang mengetahui dan mengenal mereka. Mereka terpencar di beberapa tempat, tetapi mereka saling kenal. Ada yang bermukim di Yaman, Syam, dan Diyar Bakar.


Muhyiddin Ibnu’Arabi berkata, “Saya pernah berjumpa dengan salah seorang dari mereka di Danusiri, Diyar Bakar, dan tidak berjumpa dengan yang lainnya. Saya memang ingin sekali bertemu mereka. Sebagian mereka ada yang tetap mempunyai hal ini (Rajabiyyun) sepanjang tahun, ada juga yang memilikinya hanya selama bulan Rajab. Rajab yang kujumpai itu mampu melihat keadaan golongan Syi’ah Rafidhah yang sebenarnya dalam rupa babi, padahal ketika itu bukan bulan Rajab. Ini menunjukkan bahwa ia memperoleh hal Rajabiyyun sepanjang tahun.


Kemudian datanglah seorang Syi’ah Rafidhah, lalu Rajab itu berkata, ‘Bertobatlah kepada Allah, karena kamu termasuk golongan Syi’ah Rafidhah.’ Orang-orang takjub dengan kejadian tersebut. Apabila orang Syi’ah Rafidhah itu bertobat dengan sebenar-benarnya, maka Rajab itu melihatnya dalam rupa manusia, tetapi jika ia bertobat hanya di mulut saj a, maka Rajab itu tetap melihatnya dalam rupa babi, lalu berkata kepada orang Syi’ah Rafidhah itu, ‘Kamu bohong ketika mengatakan telah bertobat.’ Apabila orang Syi’ah Rafidhah itu berkata benar, maka Rajab itu akan berkata, ‘Kamu jujur.’ Akhirnya orang Syi’ah Rafidhah itu tahu bahwa Rajab itu benar, sehingga ia keluar dari mazhabnya.”


Ibnu ‘Arabi juga menceritakan bahwa hal seperti itu pernah terjadi pada dua orang yang berilmu dan adil dari kalangan mazhab Syafi’i Keduanya tidak dikenal sebagai orang Syi’ah dan memang tidak termasuk golongan Syi’ah, hanya saja pendapat keduanya cenderung ke golongan itu. Keduanya berpegang teguh kepada mazhab Syafi’i, tetapi menganggap buruk Abu Bakar dan ‘Umar serta mengagungkan ‘Ali sebagaimana kaum Syi’ah. Ketika keduanya melewati tempat seorang Rajab lalu mengunjunginya, Rajab itu mengusir mereka dari sisinya, karena Allah telah menyingkapkan batin keduanya di pandangan sang Rajab sehingga tampak dalam rupa babi, tanda yang diperlihatkan Allah bagi seorang Rajab untuk mengetahui pengikut mazhab Syi’ah Rafidhah.


Tahulah kedua orang itu bahwa sang Rajab itu mengetahui keyakinan mereka sebenarnya, padahal mereka terkenal sebagai saksi yang adil dan ahli hadis. Maka mereka berdua menanyakan hal tersebut kepada sang Rajab. Lalu dijawab, “Aku melihat kalian berdua dalam rupa babi. Itu tanda yang diperlihatkan Allah bagiku untuk mengetahui orang yang bermazhab Syi’ah Rafidhah.” Kemudian keduanya bertobat tetapi hanya dalam hati, tidak menampakkannya. Lalu Rajab itu berkata kepada keduanya, “Sekarang, kalian berdua telah meninggalkan mazhab tersebut, karenanya saya melihat kalian dalam rupa manusia.” Keduanya takjub dengan hal tersebut dan akhirnya bertobat kepada Allah.


Di hari pertama bulan Rajab, seorang Rajab merasa sangat berat seperti sedang memikul beberapa lapis langit, sehingga tidak dapat mengedipkan mata dan menggerakkan anggota badan. Ia hanya bisa berbaring dan sama sekali tidak mampu bergerak, berdiri, duduk, menggerakkan tangan dan kaki, atau mengedipkan mata. Keadaan tersebut berkurang sedikit demi sedikit pada hari kedua dan ketiga bulan Rajab. Lalu ia mengalami mukasyafah, tajaliyyat, dan mampu mengetahui hal-hal gaib. Akan tetapi ia masih tetap dalam keadaan berbaring. Setelah dua atau tiga hari, ia baru bisa berbicara sampai akhir bulan. Apabila bulan Rajab telah habis dan masuk bulan Syaban, ia bisa berdiri seperti terlepas dari jeratan.


Apabila ia seorang pekerja pabrik atau pedagang, ia bisa melakukan kegiatannya lagi karena telah lepas dari keadaan itu kecuali orang yang dikehendaki Allah tetap dalam keadaan tersebut. Keadaan para Rajab ini aneh dan tidak diketahui sebabnya dan hanya terjadi di bulan Rajab.


9. Khatmu r.a hanya ada satu sepanjang zaman. Dia hanya ada satu di dunia. Allah telah menutup kewalian umat Muhammad dengan kemunculannya. Tidak ada wali dari kalangan umat Muhammad yang lebih besar daripada dia. Di adalah penutup (khatm) terakhir yang dengannya Allah menutup kewalian yang ada dalam seluruh umat sejak Adam sampai wali yang terakhir. Dia adalah Isa a.s. Dialah penutup para wali sebagaimana ia juga merupakan penutup peredaran falak. Pada hari akhir nanti, Isa akan dikumpulkan di Padang Mahsyar sebagai rasul bersama rasul-rasul lainnya.


10. Tiga ratus wali yang mempunyai hati seperti Nabi Adam a.s., jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya. Sabda Nabi Saw. tentang tiga ratus orang yang mempunyai hati seperti Adam juga sabda beliau tentang orang-orang yang mempunyai hati seperti manusia-manusia yang agung (para nabi dan rasul) dan para malaikat, mengandung arti bahwa orang-orang seperti itu mempunyai hati yang sesuai dengan pengetahuan ilahiah. Ilmu-ilmu ilahiah masuk ke dalam hati, maka setiap ilmu yang masuk ke dalam hati orang besar, baik ia raja maupun rasul, berarti ilmu itu juga masuk ke dalam hati orang-orang yang mirip dengan hati raja dan rasul itu. Sebagaimana yang biasa diungkapkan oleh sebagian orang, “Si Zaid mempunyai langkah seperti si Ahmad.” Muhyiddin Ibnu ‘Arabi berpendapat bahwa dalam hadisnya, Rasulullah tidak menyebutkan tiga ratus orang yang berhati seperti Adam itu ada dalam umatnya saja atau ada di setiap zaman.


Dan kita hanya mengetahui mereka dalam setiap zaman dengan jalan mukasyafah. Setiap zaman tidak pernah kosong dari jumlah ini. Tiga ratus orang itu mempunyai tiga ratus akhlak ilahiyah. Barangsiapa berakhlak dengan salah satunya saja, maka ia akan mencapai kebahagiaan. Mereka adalah orang-orang yang terpilih dan sangat suka memanjatkan doa Nabi Adam a.s., Ya Tuhan kami, kami telah berbuat zalim kepada diri kami sendiri. Dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi. (QS Al-A’raf [7]: 22)


11. Empat puluh wali yang mempunyai hati seperti Nabi Nuh a.s., jumlahnya tidak kurang tidak lebih di setiap zaman. Hal ini dinyatakan dalam hadis Rasulullah Saw., dan beliau adalah rasul serta orang pertama yang mempunyai hati seperti Nuh a.s. Mereka sangat cekatan dan selalu memanjatkan doa Nabi Nuh a.s., Ya Tuhanku! Ampunilah aku, kedua orang tuaku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, dan semua orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan (QS Nuh [71]: 28).


Maqam mereka adalah mempunyai ghirah keagamaan yang merupakan maqam orang yang menempuh jalan sulit Segala sifat yang terpencar dalam diri empat puluh orang itu terkumpul dalam diri Nuh a.s., sebagaimana segala sifat yang terpencar dalam diri tiga ratus orang yang memiliki hati seperti Adam terkumpul dalam diri Adam a.s. Dalam menaiki tangga menuju tingkat tersebut, mereka berkhalwat selama tepat empat puluh hari, tidak lebih, sebagai khalwat pembukaan. Mereka berdalil dengan hadis Rasulullah Saw., “Barangsiapa membersihkan hati karena Allah selama empat puluh hari, maka akan keluar dari hatinya sumber-sumber hikmah melalui lisannya.”


12. Tujuh wali yang mempunyai hati seperti Nabi Ibrahim a.s., jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zaman. Hal ini dinyatakan dalam hadis Rasulullah Saw. Mereka selalu memanjatkan doa Nabi Ibrahim a.s., Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh (QS Al-Syu’ara’ [26]: 83). Maqam mereka selamat dari segala keraguan dan kebimbangan. Allah telah mencabut belenggu dunia dari hati mereka. Mereka tidak mempunyai buruk sangka terhadap orang lain bahkan mereka tidak mempunyai prasangka apa pun, karena mereka merupakan orang yang berilmu benar, sedangkan prasangka hanya ada pada orang yang tidak mempunyai ilmu.


Mereka tidak pernah berbuat jahat terhadap orang lain karena Allah telah memberikan hijab antara dia dan kejahatan yang biasa dilakukan manusia. Muhyiddin Ibnu ‘Arabi berkata, “Saya pernah bertemu dengan mereka. Saya belum pernah bertemu dengan orang yang lebih baik jalan, ilmu, dan kemurahannya daripada mereka. Di surga nanti, mereka duduk berhadapan di atas dipan-dipan dengan hati penuh persaudaraan, dan kehidupan surga yang bersifat maknawi telah tertanam dalam hati mereka.”


13. Lima wali yang mempunyai hati seperti Jibril a.s., jumlahnya tidak kurang tidak lebih setiap zamannya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. Mereka adalah raja dari orang yang menapaki jalan ini. Mereka memiliki ilmu yang dimiliki Jibril berupa kekuatan yang dilambangkan dengan sayap-sayap yang digunakan untuk naik turun langit. Akan tetapi, ilmu mereka tidak melampaui ilmu Jibril, karena Jibril lah yang memberikan pengetahuan tentang hal-hal gaib kepada mereka. Pada hari kiamat nanti, mereka akan berkumpul bersama Jibril di Padang Mahsyar.


14. Tiga wali yang memiliki hati seperti Mikail a.s., jumlahnya tidak kurang tidak lebih pada setiap zaman. Mereka dikaruniai kebaikan, rahmat, kasih sayang, dan belas kasih Allah. Mereka bertiga lapang dada, murah senyum, lemah lembut, penuh belas kasih, dan memiliki ilmu yang sebanding dengan kekuatan Mikail a.s.


15. Satu wali yang memiliki hati seperti Israfil a.s. di setiap zamannya. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadis Nabi Saw. Ia memiliki kekuasaan untuk memerintah dan melarang, serta tidak berai sebelah dalam memandang masalah. Abu Yazid al-Busthami termasuk orang yang memiliki hati seperti Israfil, dan dari golongan nabi adalah Isa a.s. Barangsiapa memiliki hati seperti Isa a.s., berarti ia juga seperti Israfil a.s., akan tetapi terkadang orang yang memiliki hati seperti Israfil tidak mesti memiliki hati seperti Isa a.s. Muhyiddin Ibnu’Arabi menyatakan bahwa salah seorang gurunya memiliki hati seperti Isa a.s. dan dia termasuk orang besar.


16. Para wali yang mempunyai hati seperti Dawud a.s., jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya, insya Allah saya akan membahas tentang mereka menurut kacamata spiritual saya. Hal, ilmu, dan tingkatan yang terpencar dalam diri mereka terkumpul dalam diri Dawud a.s. Saya pernah bertemu dan bergaul dengan mereka semua, serta belajar dari mereka. Tingkatan mereka tidak bisa ditentukan dengan jumlah tertentu.


17. Orang-orang gaib (rijalul ghaib). Mereka hanya ada sepuluh tidak kurang tidak lebih. Mereka adalah orang-orang yang khusyuk dalam shalat dan selalu berbicara dengan suara berbisik karena Allah selalu menyingkapkan diri-Nya (tajalli) ke dalam jiwa mereka, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga kamu hanya mendengar bisikan saja (QS Thaha [20]: 108).


Mereka adalah orang-orang yang tersembunyi dan tidak’dikenal. Allah telah menyembunyikan mereka di bumi dan langit-Nya, serta hanya Dia yang mengetahui dan menyaksikan keberadaan mereka, seperti dinyatakan dalam firman-Nya, Orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil mengajak mereka berbicara, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan (OS Al-Furqan [25]: 63). Mereka sangat pemalu, jika mereka mendengar seseorang berbicara dengan suara keras, urat leher mereka menonjol dan mereka merasa heran.


Para ulama terkadang mengartikan rijalul ghaib sebagai manusia yang tidak bisa dilihat dengan mata, terkadang didefinisikan dengan kelompok jin yang mukmin dan saleh, dan terkadang didefinisikan sebagai kelompok yang tidak memperoleh rezeki dan ilmu dari alam fisik, tetapi mengambilnya dari alam gaib.


18. Delapan belas wali yang menegakkan perintah Allah, jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih dalam setiap zaman. Mereka menegakkan perintah Allah dengan melaksanakan hak-hak-Nya dan menguatkan kejadian-kejadian yang biasa. Firman Allah tentang mereka adalah ayat, Katakanlah: “Allah (yang telah menurunkan Al-Qur’an),” kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qursan kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya (QS Al-Baqarah [2]: 91), dan ayat, Sesungguhnya aku telah menyeru mereka kepada iman secara terang-terangan (QS Nuh [71]: 8).


Salah satu dari golongan ini adalah guru kami Abu Madyan r.a. yang berkata kepada teman-temannya, “Perlihatkan kebenaran kalian kepada manusia sebagaimana mereka memperlihatkan kedurhakaan mereka. Perlihatkan nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah kepadamu, baik nikmat zahir berupa kejadian-kejadian luar biasa maupun nikmat batin berupa ma’rifat. Sesungguhnya Allah telah berfirman, Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah kamu menceritakannya (QS Al-Dhuha [93]: 11), dan Nabi Saw. telah bersabda, ‘Menceritakan karunia Allah adalah bentuk bersyukur.”‘


19. Delapan wali yang memiliki kekuatan ilahi Firman Allah tentang mereka adalah ayat, Mereka yang keras terhadap orang-orang kafir (QS Al-Fath [48]: 29). Mereka mempunyai nama-nama Tuhan yang dinyatakan dalam firman-Nya, Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh (QS Al-Dzariyat [51]: 58). Kecaman orang lain tidak mengganggu mereka dalam beribadah kepada Allah Swt.


Mereka juga terkadang disebut dengan orang-orang yang memiliki kekuasaan. Mereka terkenal sebagai orang yang selalu berpikiran positif. Di kota Fas, ada satu orang dari mereka bernama Abu ‘Abdullah al-Daqqaq yang pernah berkata, “Aku tidak pernah menggunjing orang, dan tak seorang pun yang bergunjing tentangku.” Muhyiddin Ibnu ‘Arabi menyatakan bahwa salah seorang gurunya termasuk dalam golongan mereka. 20. Di setiap zaman, ada lima wali, tidak kurang tidak lebih, yang mempunyai kekuatan seperti delapan orang dari kelompok sebelumnya, hanya saja mereka memiliki sifat lemah lembut yang tidak dimiliki kelompok sebelumnya. Maqam mereka mengikuti jejak para rasul Sifat mereka dijelaskan dalam firman Allah Swt., Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut (QS Thaha [20]: 44), dan firman-Nya, Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka (QS Ah Tmran [3]: 159).


Di beberapa negara, mereka menampakkan sikap lemah lembut meskipun mempunyai kekuatan. Akan tetapi di negara-negara nonArab, mereka menampakkan kekuatan mereka di samping bersikap lemah lembut, sama dengan kelompok sebelumnya. Sayyid Muhyiddin Ibnu ‘Arabi menyatakan bahwa ia pernah bertemu dengan sebagian dari mereka dan berguru kepada mereka. 21. Lima belas wali yang memiliki kelemahlembutan dan kasih sayang ilahiyah. Mereka dapat menguasai angin seperti Nabi Sulaiman yang dikisahkan dalam firman-Nya, Angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakinya (QS Shad [38]: 36).


Mereka mengasihi hamba-hamba Allah baik yang mukmin maupun yang kafir, dan memandang makhluk dari kesungguhan dan keberadaannya, bukan dari mata hukum dan peradilan. Allah tidak sedikit pun memberi mereka kewalian lahir berupa kekuasaan hukum maupun kerajaan karena dzauq dan maqam mereka tidak mencakup tugas mengatur makhluk, tetapi mereka dan makhluk-makhluk yang lain sama-sama dinaungi rahmat Allah yang universal sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu (QS Ah ‘Imran [3]: 156).


Saya pernah bertemu dengan sebagian mereka. 22. Di setiap zaman, ada empat wali, tidak kurang dan tidak lebih, yang memiliki sifat seperti yang dinyatakan dalam firman Allah Swt, Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan bumi juga diciptakan seperti itu, perintah Allah berlaku padanya (QS Al-Thalaq [65]: 12); Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang (QS Al-Mulk [67]: 3).


Mereka adalah orang-orang yang disegani dan bermartabat tinggi, seakan-akan keberuntungan selalu menyertai mereka. Mereka tidak takut dizalimi, justru takut dipuji-puji. Merekalah yang membentangkan pasak-pasak yang meliputi keadaan spiritual mereka. Hati mereka ada di langit, tidak dikenal di bumi. Di antara mereka ada yang memiliki hati seperti Nabi Muhammad Saw., ada yang memiliki hati seperti Nabi Syuaib a.s., ada yang memiliki hati seperti Nabi Shalih a.s, dan ada yang memiliki hati seperti Nabi Hud a.s.


Di antara mereka ada yang selalu diperha tkan oleh Izrail, ada yang diperhatikan oleh Jibril, ada yang diperhatikan oleh Mikail, dan ada yang diperhatikan oleh Israfil. Kedudukan mereka menakjubkan dan keadaan mereka aneh. Sayyid Muhyiddin berkata, “Ketika saya bertemu dengan orang-orang seperti itu di Damaskus, saya tahu bahwa mereka termasuk golongan empat orang ini. Sebelumnya saya pernah melihat dan bertemu mereka di Andalusia, tetapi saya tidak tahu bahwa mereka menduduki maaam ini Ketika itu, saya hanya menganggap mereka termasuk hamba-hamba Allah. Saya bersyukur kepada Allah yang telah membuat saya mengetahui maaam mereka dan menampakkan hal mereka kepada saya.”


23. Di setiap zaman, ada dua puluh empat wali, tidak kurang dan tidak lebih, yang mendapatkan fath (pembukaan / Allah menyingkapkan pengetahuan-pengetahuan dan rahasia-rahasia kepada mereka). Jumlah mereka sesuai dengan jumlah jam. Di setiap jam, ada satu orang yang dibukakan oleh Allah padanya tentang pengetahuan dan rahasia, baik kala siang maupun malam Mereka terpencar di muka bumi ini dan tidak pernah saling bertemu. Masing-masing menempati tempatnya sendiri tanpa berpindah sedikit pun.


Dua orang bertempat di Yaman, empat orang di negara-negara bagian timur, enam orang berada daerah barat, selebihnya terpencar di seluruh pelosok dunia. Sifat mereka dijelaskan dalam ayat, Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. (QS Fathir [35]: 2)


24. Di setiap zaman, ada tujuh wali, tidak kurang dan tidak lebih, yang memiliki tingkatan-tingkatan yang tinggi. Mereka berada dalam tingkat yang paling tinggi, mereka adalah para wali dan pemilik martabat yang tinggi. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Kamulah yang paling tinggi, dan Allah menyertaimu (QS Muhammad [47]: 35). Sebagian ahli tariqat yang berpendapat bahwa Abdal berjumlah tujuh orang menganggap golongan ini (orang-orang yang mempunyai tingkatan tinggi) sebagai Abdal, sebagaimana sebagian ahli tariqat yang berpendapat bahwa Abdal berjumlah 40 orang menganggap Rajabiyyun sebagai Abdal.


Hal ini disebabkan karena mereka tidak memperoleh pengetahuan dari Allah tentang berapa jumlahnya. Di setiap zaman, Allah mempunyai hamba-hamba pilihan yang menjadi perantara Allah dalam menjaga alam ini Ada berita bahwa jumlah mereka sekian, sebagaimana ada tingkatan-tingkatan wali yang tidak diketahui jumlah pastinya di setiap zaman, karena jumlah mereka bisa bertambah dan berkurang, seperti para Afrad, orang-orang yang tinggal di air, orang-orang yang amanah, para pencinta, dan para sahabat karib, ahlullah (kaum Allah), orang-orang yang berbicara dengan Allah, orang-orang yang bercakap-cakap dengan Allah, dan orang-orang sufi. 


Mereka semua orang-orang yang terpilih. Setiap tingkatan ini dijaga oleh orang-orang tersebut dalam setiap zamannya, tetapi jumlah mereka tidak bisa dibatasi sebagaimana yang telah kami sebutkan.


25. Dua puluh satu wali yang berada di lapisan paling bawah. Mereka adalah orang-orang yang memperoleh ruh dari Allah tanpa pengetahuan tentang ruh mereka sendiri. Jumlah mereka tetap setiap zamannya, tidak kurang tidak lebih. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (QS Al-Tin [95]: 5), yakni alam fisik Jadi, tidak ada yang lebih rendah daripada alam fisik.


Allah mengembalikan mereka ke alam fisik agar mereka menghidupkannya, karena pada dasarnya alam fisik itu mati kemudian ruh mereka ini yang menghidupkannya dengan dikembalikannya mereka oleh Allah ke alam fisik. Para wali tersebut hanya melihat apa yang dikehendaki oleh Allah dari ruh mereka. Mereka mampu menghadirkan Allah (ahlul hudhur) terus-menerus.


26. Tiga wali yang diberi kelapangan ilahiah dan kauniyah, dari kalangan laki-laki dan perempuan. Jumlahnya tetap di setiap zaman, tidak kurang tidak lebih. Mereka selalu mencari kebenaran dan menolong makhluk dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, bukan dengan kekejaman, kekerasan, dan pemaksaan. Mereka memanfaatkan karunia Allah dan memberi manfaat kepada para makhluk. Allah memberi mereka kemampuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyelesaikan masalahnya karena Allah, bukan karena selain-Nya. Syaikh Muhyiddin berkata, “Saya pernah bertemu dengan salah satu dari mereka di Asybiliyyah dan ia adalah orang bermartabat paling tinggi yang pernah saya temui. Namanya Musa bin ‘Imran, pemimpin zamannya.


Ia termasuk tiga wah yang tidak pernah meminta kepada makhluk Allah untuk memenuhi kebutuhannya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis Nabi, ‘Barangsiapa menerima satu hal dariku, maka aku akan bertemu dengannya di surga, dengan syarat ia tidak meminta apa pun kepada makhluk/ Ciri-ciri mereka adalah jika mereka menolong orang, mereka tampak lembut dan baik budi, seakan-akan mereka yang ditolong padahal justru yang menolong. Saya belum pernah bertemu orang yang lebih baik daripada mereka dalam bergaul dengan manusia.”


27. Tiga wah yang berjiwa ilahiyah yang maha pengasih. Jumlah mereka tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya. Mereka mirip dengan Abdal dalam sebagian sifatnya, tetapi mereka bukan Abdal. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan (QS Al-Anfal [8]: 35). Mereka memiliki keyakinan yang unik tentang firman Allah. Mereka adalah orang yang menerima wahyu Allah dan hanya bisa mendengar wahyu seperti bunyi rantai terjatuh di atas batu atau seperti dentingan lonceng, milah maaam mereka.


28. Di setiap zaman, ada satu wah, terkadang perempuan, yang mempunyai sifat Allah yang dinyatakan dalam Al-Qur’an, Dan Dialah yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya (QS Al-An’am [6]: 18). Ia bisa menguasai segala sesuatu kecuali Allah dan mempunyai kecerdasan, keberanian, dan keperkasaan. Ia selalu berkata benar dan menghukum secara adil. Sayyid Muhyiddin berkata, “Yang memiliki maqam ini adalah guru kami ‘Abdul Qadir al-Jabali di Baghdad.


Ia mempunyai kekuasaan dan kemampuan menegakkan kebenaran atas para makhluk. Kedudukannya agung dan cerita tentangnya populer. Saya belum pernah bertemu dengannya, tetapi saya pernah bertemu dengan kawannya yang sezaman dengan kita yang pernah dibimbing oleh ‘Abdul Qadir. Selain ‘Abdul Qadir, saya tidak tahu siapa yang menerima maqam ini sampai sekarang.”


29. Di setiap zaman, ada satu wali yang merupakan gabungan dari beberapa unsur. Ia menyerupai Nabi Isa a.s., yang terlahir dari malaikat dan manusia. Tidak diketahui apakah ia punya ayah seorang manusia, sebagaimana Bilqis yang menurut cerita dilahirkan dari jin dan manusia. Ia gabungan dari dua unsur yang berbeda. Ia adalah perantara Allah yang bertugas menjaga alam barzakh terus menerus. Di setiap zaman, pasti ada orang yang mempunyai maqam ini. Ia terlahir hanya dari sel telur ibunya berbeda dengan pandangan para ahli ilmu alam, tetapi Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.


30. Di setiap zaman, ada satu wali, terkadang perempuan, yang mengetahui detil-detil semua alam. Ia adalah orang yang mempunyai maqam aneh. Ia membingungkan sebagian ahli tariqat yang mengenalnya sebagai seorang Quthb, padahal ia bukan Quthb.


31. Satu wali yang maqamnya dinamakan saqiith rafraf anak dari saaqith ‘arsy. Sayyid Muhyidin berkata, “Saya pernah bertemu dengannya di kota Qouniyah. Tandanya ada dalam firman Allah, Demi bintang ketika terbenam (QS Al-Najm [53]: 1). Kesibukannya tidak membuat ia melupakan diri dan Tuhannya. Kedudukannya tinggi dan halnya agung. Ia bisa mempengaruhi hal orang yang melihatnya, sifatnya menakjubkan, memiliki banyak pengetahuan, dan sangat pemalu.”


32. Dua wali yang disebut sebagai orang-orang yang membutuhkan Allah. Mereka ada di setiap zaman di alam anfas (alam nafas; kehidupan itu sendiri). Mereka adalah para wali yang memiliki beberapa kedudukan, sebagaimana sebelumnya. Sifat keduanya dinyatakan dalam ayat, Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan sesuatu dari semesta alam (QS Ali ‘Imran [3]: 97). Allah menjaga maqam keduanya. Salah satu dari mereka mampu menyingkap alam syahadah (alam yang bisa diindra; alam kasat mata), dan semua orang yang ada di alam syahadah membutuhkan orang ini.


Sedangkan yang satunya mampu menyingkap alam malakut (alam gaib; alam bentuk-bentuk halus), dan setiap orang yang membutuhkan Allah di alam malakut membutuhkan orang ini. Yang menolong dua orang tersebut adalah ruh yang tinggi yang melaksanakan kebenaran. Jadi, jika ditambah dengan ruh tersebut, maka golongan ini terdiri dari tiga, dan jika dilihat dari sisi manusia, maka ada dua, terkadang dari kalangan perempuan. Ia kaya hati, membutuhkan Allah sedangkan Allah tidak membutuhkannya. Sayyid Muhyiddin berkata, “Kita hanya sedikit mengetahui perihal ketiga orang tersebut.’


33. Satu wali yang berulang-ulang menyebut nama Allah dalam hatinya di setiap tarikan nafas. Tidak ada wali yang lebih menakjubkan halnya daripada dia. Tidak ada ahli ma’rifah yang lebih mulia pengetahuannya daripada orang yang memiliki maqam ini. Ia takut dan bertakwa kepada Allah. Saya pernah bertemu dengannya dan berguru kepadanya. Sifatnya dinyatakan dalam firman Allah, Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS Al-Syura [42]: 11)); Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali (QS Al-Isra’ [17]: 6). Urat lehernya selalu menonjol karena takut kepada Allah. Demikianlah yang pernah kami saksikan.


34. Sepuluh wali yang bijak dan memiliki kelebihan. Jumlahnya tidak kurang dan tidak lebih di setiap zaman. Maqam mereka adalah mampu mencapai tujuan khusus dengan doanya yang selalu terkabul. Hal mereka adalah keimanan yang selalu bertambah kepada hal gaib dan yakin akan mendapatkan hal gaib itu. Tidak ada yang gaib bagi mereka, karena segala yang gaib dapat mereka saksikan. Segala keadaan mereka adalah ibadah.


Kemampuan mereka melihat hal gaib menambah keimanan mereka kepada hal gaib lainnya dan menambah keyakinan untuk bisa mengetahui hal gaib itu. Sifat mereka dinyatakan dalam firman Allah, Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan (QS Thaha [20]: 114); Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang telah ada (QS Al-Fath [48]: 4); Maka surah ini menambah iman mereka, sedang mereka merasa gembira (QS Al-Taubah [9]: 124); Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka jawablah bahwa sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permintaan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku (QS Al-Baqarah [1]: 186). ^


35. Dua belas wali yang disebut Al-Budala’, berbeda dengan Abdal. Jumlah mereka tidak kurang dan tidak lebih di setiap zamannya. Maqam mereka adalah mampu mencapai tujuan khusus dengan doanya yang selalu terkabul. Hal mereka adalah selalu bertambahnya keimanan dan keyakinan mereka kepada hal gaib. Mereka dinamakan Budala’ karena jika sembilan orang dari mereka sudah tidak ada, maka yang satunya menggantikan kedudukan dan tugas mereka.


36. Lima wali yang disebut para perindu (rijalul isytiyaq). Mereka adalah para pemimpin ahli tariqah. Melalui merekalah, Allah menjaga eksistensi alam Sifat mereka dinyatakan dalam Al-Qur”an/ Jagalah shalat-shalatmu, dan jagalah shalat umstha’ (QS Al-Baqarah [2]:238). Mereka tidak pernah meninggalkan shalat, baik siang maupun malam. Sayyid Muhyiddin berkata, “Shalih al-Barbari adalah salah seorang dari mereka. Saya pernah bertemu dan bersahabat dengannya, serta berguru kepadanya sampai ia wafat. Begitupula Abu ‘Abdillah di kota Fes adalah salah seorang dari mereka, dan saya pernah berteman dengannya.”


37. Enam wali di setiap zaman, tidak kurang dan tidak lebih. Salah satu dari mereka adalah anak Harun al-Rasyid yaitu Ahmad al-Sibti. Muhyiddin berkata, “Saya pernah bertemu dengan Ahmad al-Sibti ketika tawaf setelah shalat Jumat pada tahun 599 H. Ketika itu, ia sedang tawaf di Ka’bah. Saya bertanya kepadanya dan ia menjawab sambil tawaf. Ruhnya merasuk ke dalam tubuh saya yang sedang tawaf, seperti merasuknya Jibril ke dalam tubuh orang Badui. Mereka menguasai enam arah angin yang ditempati manusia. Saya juga diberitahu bahwa salah seorang dari mereka berasal dari Irzun, Romawi.


Saya mengenalnya secara langsung dan bersahabat dengannya. Ia menghormati saya dan sering memperhatikan saya. Saya juga pernah berjumpa dengannya di Damaskus, Swes, Maltiyah, dan Qusiri. Ia pernah membantu saya sebentar. Ia mempunyai ibu yang selalu diperlakukan dengan baik. Saya pernah menemuinya di Haran ketika ia sedang melayani ibunya. Saya belum pernah melihat orang yang memperlakukan ibu sebaik dia. Ia juga mempunyai harta yang diperolehnya di Damsiq.


Saya tidak tahu apakah ia hidup atau meninggal. Secara umum, di dunia ini tidak ada sesuatu yang jumlahnya terbatas, kecuali orang-orang dalam jumlah tertentu di setiap zaman yang dipilih oleh Allah untuk urusan tertentu pula.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar