Terjemahan kitab Al-mashaya Lil Ibnu arobi (Wasiat / pesan pesan Ibnu arabi)
Bab 29 Sedekah Dan Orang-Orang Yang Bersedekah
Hendaklah engkau bersedekah, karena Allah telah menyebutkan orang-orang yang bersedekah, baik laki-laki atau perempuan. Ada sedekah wajib dan sedekah sunat. Termasuk sedekah wajib adalah zakat, dan sedekah sunat adalah sedekah yang dikeluarkan secara sukarela. Sedekah wajib menghilangkan sifat bakhil dari dirimu, dan sedekah sunat mengantarkanmu pada derajat paling tinggi. Dengan sedekah, engkau dibalur dengan sifat-sifat kemuliaan dan kedermawanan. Waspadalah dan berhat-hatilah engkau dalam menghadapi kebakhilan.
Kemudian, di dalam hartamu, terdapat kewajiban tambahan selain zakat yang diwajibkan. Jika engkau melihat saudaramu dalam kesusahan dan engkau tidak memberikan kelebihan dari hartamu kepadanya, maka ia dan keluarganya akan binasa, sekiranya ia memiliki keluarga atau memang sendirian. Pastikan engkau menolongnya dengan memberikan sebagian dari hartamu, entah dalam bentuk hibah atau berupa pinjaman. Engkau harus memberinya. Pemberian itu adalah sedekah. Aku pernah mendengar sebagian ulama kita di Sevilla (sebuah kota di Andalusia atau Spanyol Muslim) menuturkan sebuah hadis: “Apakah ada yang lainnya?”
Yaitu selain zakat yang dwajibkan. “Rasulullah saw., menjawab (Tidak ada) kecujali (yang engkau keluarkan) secara sukarela.”
Ahli fiqih itu berkata kepadaku, “Maka, yang demikian itu wajib atas dirimu.” Aku membenarkannya. Allah menamai manusia sebagai mutashaddiq (yang memberi sedekah) dan menamai pemberian itu sebagai shidqah(sedekah), yang wajib maupun yang sunah, lantaran ia memberikannya kesengsaraan atas dirinya. Pada mulanya dan asal-usul kejadiannya, manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan berkeluh kesah. Jika mendapatkan kesengsaraan, ia gelisah, dan jika memperoleh kebaikan, ia kikir lantaran berwatak bakhil.
Mengani orang ini Allah SWT berfiman:
“Dan manakala mendapat kebaikan, ia amat kikir
(QS. Al-Ma’arij, 70:21).
Tentang keutamaan sedekah dan waktu mengeluarkannya, Rasulullah saw., bersabda:
“Hendaklah engkau bersedekah di saat engkau dalam keadaan bakhil lantaran takut mendapati kefakiran dan mengangankan kehidupan serta kekayaan.”
Allah Swt berfirman:
“Dan barangssiapa dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS. Al-Hasyr, 59:9) dan QS At-Taghabun, 64:16), yaitu, mereka yang selamat.
Sebab, jika manusia memiliki kekayaan dan mengangankan kehidupan, maka ia akan takut menghadapi kefakiran dan kehilangan harta yang digenggamnya karena pengaruh waktu dan angan-angannya sepanjang hidupnya. Hal itu menyebabkan dirinya bersikap bakhil atas harta yang dimilikinya, tidak mau bersedekah, dan tidak memberikan kebaikan yang telah Allah neugerahkan kepadanya atas orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Karena itu, ia menimbun hartanya, tidak menginfakkannya, dan tidak pula menunaikan zakatnya yang – disebabkan oleh harta itu pula – perut, dahi dan punggungnya bakal disetrika, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah tentang mereka. Pada hari emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahanam. Lalu disetrika dengannya dahi-dahi mereka, perut, dan punggung mereka, dan (kemudian dikatakan) kepada mereka:
‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Maka rasakanlah sekarang (akibat dan) apa yang kamu simpan itu.”
(QS. At-Tawbah, 9:35).
Ketika ia menahan hak yang wajib darinya berupa zakat dan pinjaman, maka – disebabkan pentingnya – pemberian ini pun dinamakan sedekah. Bahkan dikatakan, rumhshidq, yaitu tulang punggung. Rasulullah saw., membuat perumpamaan orang yang bakhil dan orang yang suka bersedekah: “Perumpamaan orang yang bakhil dan orang yang suka bersedekah itu ibarat dua orang yang memiliki jubah dari besi yang merusakkan kedua tangan hingga lehernya.” Setiap kali orang yang suka bersedekah memberikan sedekah, jubahnya pun mengembang hingga menutup jari-jarinya dan menghapus bekasnya. Dan setiap kali orang yang bakhil itu terpaksa memberikan sedekah, maka setiap lingkaran pun mengerut dan mengambil tempatnya.
Berhati-hatilah engkau dalam menghadapi kebakhilan, karena kebakhilan itu menjatuhkanmu dan menyeretmu ke lembah kebinasaan di dunia dan di akhirat. Kebakhilan itu tidak membuatmu mulia dan dipercaya kecuali dengan menggunakan ilmu. Jika engkau mengetahui bahwa rezekimu tidak dimakan dan tidak dapat menghidupi orang lain, kendati penghuni langit dan bumi berkumpul untuk menghalangi antara engkau dan rezekimu, niscaya mereka tidak akan mampu. Jika engkau mengetahui bahwa rezeki orang lain berada dalam kekuasaanmu, hendaklah engkau menyerahkan kepadanya sehingga ia bisa makan dan dapat hidup dengannya.
Jika penghuni langit dan bumi berkumpul untuk menghalangi orang itu dari rezeki yang ada dalam penguasaanmu, maka mereka tidak akan mampu. Serahkanlah hartanya kepadanya, jika pemberi peringatan mengingatkanmu untuk bersedekah. Dengan begitu, engkau memiliki sifat kemuliaan dan pujian yang baik. Engkau hanya memberikan kepadanya apa yang menjadi miliknya berupa hak di sisi Allah, dan engkau pun terpuji. Jika engkau mengetahui hal ini, maka mudah bagimu untuk mengeluarkan apa yang engkau miliki.
Dengan berbuat demikian, engkau menjadi orang mulia dan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang suka bersedekah. Jika engkau mengeluarkannya dengan keraguan dan dengan susah payah, dan dirimu mengikutinya, maka dengan itu engkau melihat bahwa engkau memiliki keutamaan atas orang yang engkau beri ketenangan. Berhati-hatilah engkau agar jangan bersikap masa bodoh dalam menghadapi seseorang, sebagaimana engkau suka agar orang lain pun tidak bersikap masa bodoh kepadamu.
Di dalam ta’awudz-nya, Rasulullah saw., bersabda:
“Dan aku berlindung kepada-Mu dari tidak mengetahui dan tidak diketahui.” Barangsiapa bertindak kepadamu dengan ilmu, maka ia telah berlaku adil kepadamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar