Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub
Al-Muqarrib Ila Hadrah ‘Allam Al-Ghuyub Fi‘Al-Tashawwuf
Al-Hujjah Al-Islam Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali
Bab 3 Antara Sabar Dan Sakit
Barangsiapa yang menghendaki selamat dari siksa Allah, yang ingin memperoleh pahala dan Rahmat, serta ingin dimasukkan dalam surga-Nya, maka seharusnya ia mencegah keinginan nafsu dari kesenangan duniawi, selalu sabar dalam penderitaan dan bencana. Allah SWT berfirman:
"Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. (QS.3 Al Imran:146)".
Sabar ditinjau dari berbagai segi:
Sabar selalu taat kepada Allah.
Sabar mencegah larangan Allah.
Sabar pada pukulan pertama ketika ada bencana.
Barangsiapa yang sabar melakukan ketaatan kepada Allah, artinya Allah memberikan 300 tingkat surga kelak pada hari akherat. Dan setiap tingkatnya seluas antara bumi dan langit.
Barangsiapa yang sabar mencegah tidak melakukan larangan Allah, artinya Allah memberikan 600 tingkat surga kelak di hari akherat, dimana setiap tingkatnya seluas antara langit ke-7 dan bumi ke-7 pula.
Barangsiapa yang sabar menghadapi musibah, artinya Allah memberikan 700 tingkat di surga, dimana setiap tingkatnya seluas antara Arsy dan bumi.
Diriwayatkan Nabi SAW bersabda dengan membawa Firman Allah SWT:
"Tidak ada seorang hamba yang terkena musibah dan masih berpegang teguh kepada-Ku, kecuali Aku akan memberikannya sebelum ia meminta. Dan tidak ada seorang hamba yang kena musibah, lalu ia bergantung selain dari-Ku, kecuali Aku selalu menutup pintu-pintu langit".
Maka jelas wajib bagi yang berakal senantiasa bersabar menghadapi bencana. Seharusnya tidak mengadukan bencana kepada sesama manusia, agar ia selamat dari siksa dunia dan akherat. Dan bencana yang paling berat ialah bencana yang dilimpahkan kepada para Nabi dan Wali.
Kata Imam Junaid Al Baghdadi:
"Bencana merupakan penerang bagi orang-orang yang bijak, gerakan kebangkitan bagi orang-orang yang mencari ridho Allah, kebajikan buat orang mukmin dan kebinasaan buat orang-orang yang lupa (akan Dzat-Nya). Bukankah tak ada seorang mukmin pun yang mampu merasakan manisnya iman kecuali dia memperoleh timpahan bencana, kemudian ia ridho dan bersabar".
Sabda Nabi SAW:
"Barangsiapa yang sakit semalam serta sabar dan ridho kepada Allah SWT, maka dosa-dosanya bersih laksana baru dilahirkan oleh ibunya".
Ketika kalian sakit, janganlah mengharap sembuh. Kata Dhuhak:
"Barangsiapa yang tidak kena musibah atau kesusahan selama 40 hari, maka ia menurut Allah tidak memperoleh kebajikan".
Melalui Mu'adz bin Jabal RA, Rasulullah SAW bersabda:
Ketika seorang hamba mukmin memperoleh bencana, maka Dia berfirman kepada malaikat sebelah kiri-Nya:
"Ambilkan alat tulis untuknya".
Kemudian Dia berfirman kepada malaikat sebelah kanan-Nya:
"Tuliskan untuk hamba-Ku ini suatu kebajikan yang ia lakukan".
Ada hadits Nabi Muhammad SAW:
Bilamana hamba Allah sakit, Dia mengutus dua malaikat dan berfirman:
"Lihatlah apa yang diucapkan oleh hamba-Ku".
Malaikat berkata:
"Dia mengucapkan Alhamdulillah...., dan ucapan itu dilaporkan kepada Allah".
Dia adalah Dzat yang lebih Mengetahui. Dia berfirman:
"Seandainya Aku mematikan hamba-Ku ini, niscaya Aku masukkan ke surga. Dan andai Aku menyembuhkan, maka Aku wajib mengganti daging yang lebih baik melalui darah yang lebih baik daripada darah yang dulu, serta Aku melebur semua kejahatannya".

Diceritakan, bahwa pada zaman dahulu dikalangan Bani Israil, ada seorang laki-laki fasik, dia terus menerus melakukan kefasikannya, hingga meresahkan penduduk negerinya, namun mereka tidak memiliki kekuatan dan keberanian untuk menghentikan kdurhakaannya.
Mereka hanya melakukan perlawanan dengan berdoa dan merendahkan diri kepada Allah, hingga akhirnya Allah menurunkan wahuyu kepada Nabi Musa as. : “Hai musa, di tengah-tengah kaum Bani Israil terdapat seorang pemuda durhaka yang meresahkan mereka, namun mereka tidak kuasa untuk mengusirnya. Mereka khawatir terkena api neraka, sebab ulah kefasikannya, maka usirlah dia,”
Kemudian datanglah Nabi Musa menemui pemuda fasik itu dan mengusirnya. Lalu pemuda itu pergi meninggalkan desa tempat tinggalnya ke desa yang lain. Tetapi dia juga diusir dari desa itu, sehingga harus berpindah ke desa yang lain. Dia terus diusir dari desa ke desa, sampai akirnya dia terusir ke suatu hamparan padang pasir yang sangat panas. Tak ada tumbuh-tumbuhan, burung-burung dan tidak ada pula mahluk-mahluk yang lain.
Ditengah-tengah gurun pasir yang panas itu dia jatuh sakit tanpa ada seorang pun yang menolongnya. Dia terbaring di atas pasir yang panas sambil menyandarkan kepalanya pada bait-bait padang pasir yang kering kerontang, dia berkata: “ Seandainya ibuku berada di atas kepalaku, tentu ia akan merasa kasihan kepadaku dan menangisi kenistaanku, sekiranya ayah ada disini, tentu ia akan membantuku dan mengurus segala keperluanku, andai istriku ada di sisiku, tentu ia kan menangisi kepergianku, dan seandainya anak-anakku hadir di sini, tentu mereka akan menagisi jenazahku dan berdoa : ‘Ya Allah, ampunilah ayahku yang terusir dan tidak berdaya ini, dia terbuang jauh dari desa ke desa hingga terlempar jauh kepadang pasir yang ganas ini.
Dia keluar dari dunia menuju akhirat dengan membawa penyesalan dan keputusasaan yang teramat dalam.’ Selanjutnya pemuda itu berkata, Ya Allah, Engkau telah memisahkan aku dari kedua orang tuaku, dari anak-anak dan istriku, tapi janganlah Engkau putuskan aku dari rahmat-Mu. Engkau telah membakar hatiku, karna berpisah dengan mereka, tapi janganlah Engkau bakar aku dengan Api neraka-Mu, sebab kefasikan.
Kemudian Allah swt mengutus seorang bidadari yang menyerupakan diri seperti ibunya, seorang bidadari yang menyerupakan diri seperti istrinya, dan anak-anak yang menyerupai anak-anaknya, serta seorang malaikat yang menyerupakan diri seperti ayahnya.
Mereka semua duduk di sisinya dan menangisinya. Si Pemuda itu berkata : “Ini ayah ku, ibu, dan istri serta anak-anakku, semua datang kepadaku.” Maka hatinya menjadi terhibur dan gembira. Lalu dia menghembuskan nafas yang terakhir, mati dalam keadaan suci dan terampuni.
Kemudian Allah swt menurunkan wahyu kepada Nabi Musa as. “Hai Musa, pergilah ke padang begini…. dan ditempat begini….., karena ditempat itu telah mati seorang wali dari wali-wali-Ku. Datanglah kepadanya, uruslah jenazahnya dan makamkanlah ia.”
Ketika nabi Musa sampai ke tempat tersebut, dia melihat ternyata jenazah itu, adalah jenazah seorang pemuda fasik yang diusirnya dari negeri dan kampung halamannya atas perintah Allah swt. Yang lebih mengherankan lagi, jenazah itu dikelilingi oleh bidadari yang bermata jeli. Lalu nabi Musa berkata : “Wahai Tuhanku, bukankah ini adalah jenazah pemuda gasik yang aku usir dari negeri dan kampung halamannya atas perintah-Mu?”
Allah swt berfirman: “Hai Musa, benar dia memang pemuda itu, tetapi aku telah merahmati dan mengampuninya, sebab dia adalah orang yang terusir dan tak berdaya. Di Tengah kesendiriannya, karena terusir dari negerinya dan terpisah dari Ayah, Ibu, istri dan anak-anaknya, dia menderita sakit, dia merintih kesakitan dan hanya mengadu keapada-Ku, maka aku mengutus seorang bidadari yang menyerupai ibunya, seorang bidadari yang menyerupai istrinya, seorang malaikat yang menyerupai ayahnya.
Semua merasa iba atas keterasingan dan ketidaberdayaannya di tempat yang terpencil itu. Karena apabila ada seseorang yang mati dalam keterasingan di tempat yang terpencil, maka penghuni langit dan bumi menangis karna merasa ibu kepadanya. Maka bagaimana aku tidak menyayanginya, sementara aku adalah Tuhan yang paling penyayang di antara para penyayang.
Apabila seorang terisolir dari keluarganya dalam keadaan naza’ (kritis atau koma), maka Allah swt berfirman: “Hai malaikat-malaikat-Ku, orang terasing ini adalah pengembara yang meninggalkan anak-anak, keluarga dan orang tuanya. Ketika dia mati, tidak seorangpun yang menangis dan bersedih atas kematiannya.” Kemudian Allah swt memerintahkan malaikat untuk menyerupai ayahnya, ibu dan anak-anaknya, sehingga ia membuka matanya dan dapat melihat kedua orang tuanya, anak dan keluarganya, kemudia hatinya menjadi tenang. Setelah itu barulah ia menghembuskan nafasnya dalam keadaan tenang dan gembira.
Kemudian ketika jenazahnya diusung kepemakaman, para malaikat ikut mengirinya dan mendoakan di atas kuburannya sampai hari kiamat. Hal yang demikian itu, sesuai dengan firman Allah swt: “Allah maha lembut terhadap hamba-Nya (QS. Asy-Syura:19)
Ibnu Atha’ berkata: “Seorang hamba dapat dilihat kebenaran dan kepura-puraan di saat ia dalam kondisi susah dan lapang. Barangsiapa yang bersyukur di saat dalam keadaan lapang dan berkeluh kesah dalam keadaan sulit, maka ia termasuk orang yang bohong.” Seandainya ilmu seluruh manusia berkumpul pada seseorang, lalu dia berkeluh kesah atas musibah yang menimpanya, maka ilmu dan amalnya tidak bermanfaat baginya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis qudsi bahwa Allah berfirman: “Barangsiapa yang tidak rela denga qada’-Ku dan tidak bersyukur atas pemberian-Ku, maka hendaklah dia mencari Tuhan selain Aku.”
Diceritakan dari Wahab bin Manabbih, bahwa ada seseorang nabi yang mengabdi kepada Allh swt selama 40 Tahun. Kemudian Allah swt berfirman kepadanya: “Sesungguhnya aku mengampunimu.” Nabi itu berkata: “Wahai Tuhanku, mengapa Engkau harus mengampuni-Ku, sementara aku tidak pernah berbuat dosa sama sekali.” Maka Allah memerintahkan satu urat tubuhnya berdenyut dan bereaksi yang membuatnya kesakitan dan tidak bisa tidur semalaman.
Ketika pagi hari datang, ia mengadukan kepada malaikat perihal sakit yang dideritanya semalaman sebab denyutan satu urat dari tubuhnya itu. Malaikat itu lalu berkata: “Ketahuilah bahwa tuhan berfirman kepada Anda: ‘Sesungguhnya pahala ibada selama 50 Tahun tidak bisa mengimbangi rintihan dan keluhan anda semalam, hanya karena sakit yang disebabkan oleh satu urat saja dari tubuh anda.’ “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar