📓terjemahan kitab sirrul asror
📄bab 5. Ilmu Dan Perkembangan Kerohanian
Ilmu pengetahuan zahir mengenai benda-benda yang nyata di bagi 12 bagian dan ilmu pengetahuan batin juga di bagi 12 bagian. Bagian-bagian tersebut di bagikan di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar kemampuan dan kesanggupan mereka.
untuk tujuan yang berkaitan dengan perkara ilmiah mengenai ini di buat dalam 4 bagian.
Bagian pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kewajiban dan larangan berhubungan dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini (ini di sebut ilmu syariat)
Ke dua menyentuh soal pengertian atau maksud bagian dalam serta tujuan kepada peraturan-peraturan tersebut dan bagian ini di namakan bidang kerohanian yaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tidak nyata.
Ke tiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang di namakan kearifan.
Ke empat mengenai hakikat bagian dalam pada hakikat yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.
Nabi s.a.w bersabda,
“Agama ialah pohon,
kerohanian adalah dahannya,
kearifan (makrifat) adalah daunnya,
kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Quran dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan perumpamaan²nya mencakup semuanya itu”.
Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat di artikan sebagai: ulasan terhadap Al-Quran yaitu keterangan dan perincian bagi faedah pemahaman orang awam, sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang tersirat yang harus di selami melalui tafakur yang mendalam serta memperoleh ilham sebagaimana yang di alami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba-hamba Allah yang khusus lagi teguh, terus menerus (istiqomah) di dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang mengharuskan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan pikiran mereka menjulang pada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan terus seperti ini yang tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka. Hati yang teguh dalam suasana ini berkesesuaian dengan bagian kalimat tauhid “La ilaha illa Llah”, yang merupakan pengakuan terakhir keesaan.
“Dia jualah yang menurunkan Kitab kepada kamu. Sebagiannya adalah ayat-ayat yang hukumnya sebagai ibu-ibu bagi Kitab, dan (sebagian) yang lain adalah ayat-ayat yang di perlukan takwil. Adapun orang-orang yang di hati mereka ada kesesatan mencari-cari apa yang di takwil darinya karna hendak membuat fitnah dan karna hendak membuat takwilnya sendiri padahal tidak mengetahui takwilnya melainkan Allah dan orang-orang yang teguh kuat di dalam ilmu berkata, ‘Kami beriman kepadanya (karna) semua itu dari Tuhan kami’, dan tidak mengerti melainkan orang-orang yang mempunyai pikiran”. (Al-qur-an Surat Imraan, ayat 7)
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin.
Hamba Allah yang sejati berkewajiban melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Dia juga harus menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. dasar penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang bertentangan dengan nyata. Pada peringkat kerohanian ego yang khianat itu menggalakkan seseorang supaya mengakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan kebenaran yang sejati), walaupun itu adalah risalah nabi dan fatwa wali yang telah di ubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat ego mencoba menggalakkan seseorang supaya mengakui kewalian dirinya sendiri dan ego juga menyeret seseorang pada perbuatan mengakui dirinya adalah tuhan. itu adalah dosa paling besar yaitu menganggap diri sendiri sebagai sekutu dengan Allah.
Allah berfirman:
“Tidakkah engkau perhatikan orang yang mengambil hawa nafsunya sebagai tuhan..”
(Al-qur-an Surat Furqaan, ayat 43).
Tetapi peringkat kebenaran sejati itu sangat berbeda. Ego dan iblis tidak bisa sampai ke sana. bahkan malaikat juga tidak sampai ke sana. siapa saja kecuali Allah, jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w pada waktu di peringkat ini, “Jika aku melangka satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu”.
Hamba Allah yang sejati bebas dari perlawanan egonya dan iblis karna dia di lindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.
“iblis berkata: Oleh itu demi kemuliaan-Mu, aku akan sesatkan mereka semuanya, kecuali di antara mereka hamba-hamba-Mu yang di bersihkan”. (Al-qur-an Surat Shad, ayat 82 & 83).
Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni karna sifat-sifat keduniaannya tidak akan meninggalkannya sehingga hakikat menjadi nyata dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Kejahilannya hanya akan meninggalkannya bila dia menerima pengetahuan tentang Zat Allah. Ini tidak dapat di capai dengan pelajaran, hanya Allah tanpa pelantara yang mampu mengajarkannya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, maka Dia karuniakan ilmu yang dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Khaidhir. Kemudian manusia dengan kesedaran yang di perolehnya sampai kepada peringkat makrifat di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya yang dia kenal.
Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat kekasih Allah yaitu Nabi Muhamamd s.a.w. Dia di mampukan allah berbicara dengan baginda nabi muhammad s.a.w mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhirnya dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang di kasihi. Allah menggambarkan suasana ini:
“Karna Barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka beserta orang-orang yang di beri nikmat dari nabi-nabi, siddiqin, syuhada dan salihin dan Alangkah baiknya mereka ini sebagai sahabat dekat”. (Surah Nisaa’ ,ayat 69).
Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang bisa di harapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir hanyalah syurga; di sana semua yang dapat di lihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak perduli bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang bisa di lihat dan di percayai, tapi ilmu itu tidak membantu seseorang untuk masuk pada suasana kesucian dan mulia, yaitu kedekatan / perjumpaan / kebersamaan dengan Allah, karna seseorang itu harus terbang ke tempat tersebut, dan untuk terbang perlu dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu sayap pertamanya adalah pengetahuan zahir dan sayap keduanya adalah pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang di temui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk pada kesucian kehampiran dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana saja kau bisa menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.
Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesedaran terhadap hakikat. Sesiapa yang berpuas hati dengan salah satu dari yang demikian akan terhalang dari kurniaan Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak bisa maju ke depan lagi. mereka tidak bisa terbang lebih tinggi. Walaupun tujuan mereka adalah kehampiran dengan Pencipta mereka tidak lagi bisa sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.
Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang benar, menerima rahmat dan kurniaan dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah syurga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali. r.a berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam posisinya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan masanya dan umurnya di dalam sia-sia”.
Orang yang berilmu harus menyadari bahwa bayi roh yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang sebenarnya. yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui terus menerus menyedari tentang keesaan – tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang berbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah. Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada awal dan tidak ada akhir. Bayi hati terbang meninggalkan padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah di lihat mata sebelumnya, tiada siapa bercerita mengenainya, tiada siapapun yang bisa menggambarkannya. Tempat yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan mereka tidak ada apa apa lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang tinggal dengan seseorang? jawabnya: Tidak ada apa-apa!
Nabi. s.a.w bersabda, “Seseorang perlu di lahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat”.
Ia adalah kelahiran maksud dari perbuatan dan kelahiran rohani dari jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan rahasia manusia. Ia lahir dari percampuran pengetahuan tentang agama dan kesedaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari percampuran dua tetes air.
“Sesungguhnya Kami telah jadikan manusia dari setetes (mani) yang bergiliran, yang Kami berikan percobaan kepada mereka, yaitu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (Surah Insaan, ayat 2).
Bila maksud menjadi nyata dalam kewujudan ia menjadi mudah untuk melepas bagian yang dangkal dan masuk ke dalam laut penciptaan dan membenamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Seluruh alam kebendaan ini hanyalah satu tetes jika di bandingkan dengan alam kerohanian. Hanya bila semua ini di fahami maka kekuatan kerohanian dan cahaya keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, memancar ke dalam dunia tanpa perkataan dan tanpa suara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar