terjemahan kitab
Al Mawafiq Wal Mukhotobat
(Asy Syeikh Muhammad Bin Abdul Jabbar An-Nafri)
Bab 58 Apa Yang Dikatakan Allah Kepada Hambanya
( 1 )
Telah Ku ciptakan makhluk-makhluk, maka hendaknya engkau menjunjung tinggi ciptaan Ku. Jangan berlaku kejam terhadap ciptaan Ku, bagaimana kiranya jika diperlakukan yang demikian menimpa pada dirimu? Jka demikian perilakumu, Aku lah yang akan bertindak kejam atasmu.
(2)
Jangan hendaknya engkau berlaku kejam atas siapa pun dengan zat dirimu. Ingatlah!! Keperkasaan itu bukan kepunyaanmu; Keperkasaan itu adalah milik Ku sendiri.
(3)
Aku ditegakkan berdiri di dalam sesuatu, maka oleh Nya aku di bawah kepada ‘nama-nama’, akupun ditegakkan berdiri dalam nama-nama itu, lalu aku dibawa pula ke “arti mankna-arti makna” itu, setelah itu aku dibawa pula ke “arti makna-arti makna” itu, setelah itu aku dibawa kepada “diriku” dan ditegakkan berdiri pula di dalamnya.
Dari “diriku” aku dibawa ke “dunia” akupun ditegakkan berdiri pula di dalamnya, dari “dunia” aku dibawa ke “syirik dan kufur” Dan kata Nya : “ Bila kemauna-kemauanmu berkisar dalam lingkaran itu, jangan diharap engkau dapat masuk ke Hadirat Ku.... dan Ia berkata “Tengoklah kepada “kemauan keras-kemauan keras” itu! Maka kulihat “kemauan keras” yang tidak berdiri di antara kedua tangan ya, akan berdiri di antara kedua tangan iblis.... mau ataupun tidak.... dan aku lihat iblis melambai sambil menyeru kepada “kemauan-kemauan keras” itu kepada dirinya masing-masing.
Lambaian itu pun disetujui, maka berdirilah di anatara kedua tangannya dalam keadaan terhijab dengan diri dirinya sendiri.
Ia berkata kepadaku: “Aku yang memanggil “kemauan-kemauan keras” itu kepada Ku bukan kepada dirinya masing-masing, maka janganlah engkau masuk ke Hadirat Ku kecuali bila “kemauan-kemauan keras” itu keluar dari diri dirinya.
Ia bertuturkata kepada Ku : “Seorang Wali itu, ialah mereka yang berdiri tegak di antara kedua tangan Ku, tiada beranjak tiada pula beringsut.
(4)
Aku telah diteguhkan berdiri tegak di dalam “kesempurnaan” maka aku melihat di dalamnya berhimpunan “Ke Maha Besaran) (Al Jalal) dan “Ke Maha Indahan: (Al Jamal)
• Sifat-sifat Al Jamal, pada Allah, dapat engkau temui dalam:
Ar Ra’uf – Maha Penyayang dan Maha Pengasih.
Al Wadud – Maha Mencintai
Al Khaliem – Maha tetap dapat menahan amarah.
Al Kariem – Yang melimpahkan Karunia kepada makhluk-makhluk tanpa diminta sebelumnya.
Al Afu-wu – Maha memberi maaf.
Al Ghaffar – Maha menutupi kesalahan hamba-hamba Nya dengan pengampunan dosa mereka.
Al Mannan – Maha pemberi Karunia.
Al Khannan – Maha Kasih Sayang.
Ash Shobur - Maha sabar
Asy Syakur – Maha pembalas jasa hamba Nya.
Ar Rozzaq – Maha pemberi Rizki.
Dan Sifat-sifat Al Jalal pada Allah, dapat engkau temui dalam:
Al Jabbar – Yang perkasa memaksa akan kehendaknya.
Al Muntaqiem – Maha kuasa menindak dengan siksa.
Al Aziz – Maha kaut tak terkalahkan oleh apapun
Al Muta’al – Yang mencapai puncak ketinggian
Al Muatakabbir – Yang patut dipuja karena ke Agungann Nya
Al Muahimin – Maha menaungi hamba-hambanya
Al Jalil – Yang mempunyai sifat kebenaran
Al Adhiem – Maha Luhur
Al Kabier – Maha Besar
Al Muiz – Yang meninggikan derajat siapa yang dikehendaki
Al Qibidh – Maha kuasa menyempitkan
Al Khofidz – Maha kuasa merendahkan
Dana Maha Kesempurnaan Allah, adalah di dalam himpunan antara Maha Santun (Al Khulum) dan Maha Memiliki Kekuasaan ( Al Jabbarut), berkait antara dua sifat yang saling berlawanan menjadi dalam satu ketunggalan, hingga tiada ada pada Nya berlawanan dan tiada pula tebagi-bagi. Maka Dia Yang Maha Sejahtera (As Salam) yang pada Nya tiada perlawanan dan perselisihan.
( 5 )
Bila engkau telah mengenal Daku dengan Ku, tidak lagi perkenalan dengan Ku itu akan dapat ditambah oleh sesuatu (Karena Aku lah yang membawamu sampai kepada puncak makrifat, yang dikemudiannya tiada lagi tambahan).
( 6 )
Engkau sendiri yang Ku maukan dari sekian banyak apa yang telah Ku Ciptakan, maka hendaknya engkau pun demikian juga!. Hanya kepada Ku sendiri arahkan kehendakmu, bukan mengarah ke lain dari Ciptaan Ku.
(7)
Batas yang dapat dicapai oleh penglihatan mata hati, ialah mengenal apa yang dikehendaki oleh Nya (Nabi Musa .as. menyanggah tindakan-tindakan Al Khidr di saat melobangi perahu (Qs. Al Kahfi 18:71) karena ia tidak diberi penglihatan mata hati seperti halnya Al Khidr, yang mana penglihatannya sudah mencapai apa yang dikehendaki Nya dan memahami maksud dan persoalan raja yang main rampas perahu secara paksa).
(8)
Mengerutkan kekuasaan bagi Allah SWT, adalah satu cara lisan mencari jalan keluar bila engkau telah mencapai makrifat, dan telah engkau ketahui hak kekuasaan penguasa itu adalah milik Allah semata, maka engkaupun akan angkat tangan dari ikut campur tangan dan akan gugur segala kepengurusan).
(9)
Menziarahi para orang yang sudah “mendapat” sedangkan pada dirinya tiada mendapatkan, itu berarti suatu pelanggaran (berkumpulnya seorang ahli tasauf tanpa ada padanya “zauqiah) (hal-hal yang menyangkut rasa dalam hal ikhwal mereka, adalah merupakan suatu pelanggaran)).
(10)
Tinggalkan dirimu ! Dalam engkau meninggalkan dirimu, engkau akan memperoleh kemenangan-kemenangan atasnya (bila engkau merasa cukup, sudah tidak lagi membutuhkan pada dirimu, walau dirimu dalam kebinasaan sekali pun, itulah arti kemenangan atas dirimu).
(11)
Luput ketinggalan suatu nasib bersama keluputan dari keridaan, adalah merupakan suatu penyakit.
(12)
Ada kebiasaan yang bersumber dari dosa-dosa yang dilakukan kelompok manusia-manusia, dapat membentuk arca-arca sembahan, yang mana sumber kekuasaan arca-arca itu atas manusia-manusia disebabkan karena kebiasaan yang dilakukan berulang kali. Misalnya apa yang dilakukan oleh orang-orang Samiri yang telah membentuk – dari perhiasan-perhiasan yang dicuri oleh Bani Israel – berupa se ekor anak sapi yang dapat mengeluarkan suara lenguhan.
(13)
Hai hamba ! Bila engkau mengenal Aku, maka tinggalkanlah apa-apa selain Ku, sekalipun ap yang selain Ku itu pernah melihat Ku, dan tinggalkan pula apa yang pernah dilihatnya, walaupun dengan Ku ia datang... Ha hamba! Bila engkau merasakan ketentraman dengan perkenalan kepada selain Ku, maka hendaklah engkau campakan perkenalanmu kepada Ku itu di balik punggungmu.
(14)
Syarat keridaan itu ialah penilaian sama antara penolakan dan pemberian.
(15)
Ilmu itu lisan lahir, dan makrifat itu lisan bathin
(16)
Hukum kenyataan itu seluruhnya adalah ketakutan... Dan bahaya itu mendapingi setiap hukum (karena segala yang nyata dari apa yang lahir itu akan berkesudahan pada kelenyapan.(17)
Ilmu minuman jiwa makrifat itu minuman hati Hukum itu minuman akal dan Kepuasan itu minuman Ruh
(18)
Kejahilan itu lintasan hati di dalam ilmu Ilmu itu lintasan hati di dalam karifat Makrifat itu lintasan hati di dalam perkenalan pekenalan itu lintasan hati di dalam waqwah Waqwah itu kesudahan, tiada lagi bahaya dan tiada pula lintasan hati.
(19)
Akal itu merupakan alat bagi ilmu Ilmu itu merupakan alat bagi makrifat makrifat itu merupakan alat bagi perkenalan dan perkenalan itu bukanlah alat dan bukan pula waqwah itu alat. Setiap ala mempunyai dua tangan,tangan pertama bertugas memegang dan yang lainnya melepaskan. Memegang dan melepaskan itu menunjukan tanda-tanda pertentangan, maka bila tanpa alat tiada pula pertentangan.
(20)
Sesungguhnya Aku mempunyai hamba-hamba yang lancar berbicara, namun mereka itu tidak berbicara dan enggan diajak oleh sipapun untuk berbicara.... Ku katakan padanya: “Tetapkan sikapmu; berbicaralah kepada Ku saja! Terhadap selain Ku sedapat mungkin jangan berbicara.... engkau pun akan menjadi hamba Ku yang pandai bicara.... dan Ku jadikan bagimu suatu syafaat.
Aku pun mempunyai hamba-hamba pendiam, mereka melihat ke Maha Agungan Ku, mereka tidak sanggup berkata-kata, mereka melihat ke Indahan Ku, tiada juga mereka bertasbih; Keindahan Ku membuatnya terpesona hingga terus menerus berdiam diri, Akupun mendatanginya, Ku keluarkan dia dari “maqam diam ke pada Ku”.... Hendaklah engkau diam demi untuk Ku” ... sekuat kemampuanmu... niscaya engkau menjadi “hamba Ku” yang pendiam.
Terhadap hambaku yang pendiam, ku terima sebelumm penghentian dan Ku hantar ke kediaman rumahnya.... dan dialah yang pertama yang Ku panggil bila Aku telah datang.
Antara ucapan dan diam itu adalah suatu dinding pembatas (Barzkh) di dalamnya adalah liang kubur. Bagi akal dan budi, di dalamnya juga kubur dan juga “sesuatu-sesuatu”.
(21)
Ketahuilah! Kuajak engkau berbicara, supaya engkau dapat melihat, bukan untuk berbicara ... Katakanlah padamu ... inilah penglihatanmu! Agar engkau memperoleh bukti di dalam makrifatmu kepada Ku; Bukan untuk engkau pamerkan atas Ku kepada siapa yang tidak melihat Ku.
Ketahuilah! Petunjuk Ku bukan berada di tangan Mu... maka bila Aku mengajak mu bertutur kata, niscaya engkau dapat melihat Ku Bila engkau melihat... tiadalagi pembicaraan.
(22)
Siapa yang tidak naik atasnya Nur Cahaya Ku, maka ia dalam api... dan siapa-siapa yang naik atasnya Nur Cahaya Ku, maka ia akan dapat melihat Ku.
(23)
Hati-hati yang tetap teguh adalah hati-hati yang bermaqam di Hadirat.... ia tidak hadir mudik dengan pelbagai lintasan hati, karena sesungguhnya ia sudah melihat Ku sebelum KUN (Jadilah) yakni sebelum Aku menyatakan dan sebelum akau berbuat, maka setelah tiba KUN dan telah datang lintasan-lintasan hati, Aku telah menghentikannya di dalam maqam Hadirat.
(24)
Lemparkan apa yang dengannya Aku rahasiakan, dan lemparkan apa yang dengannya Aku nyatakan..... Engkau adalah lebih mulia atas Ku daripada apa yang telah dan akan Ku katakan kepadamu, maka bagaimmana engkau memikul dan membawanya kepada Ku, sedangkan engkau lebih perkasa di sisi Ku daripada apa yang telah dan akan engkau katakan kepada Ku Maka janganlah engkau menjadi kendaraan bagi selain Ku, niscaya engkau di dampingi oleh derita dan malapetaka yang akan berembunyi di dalam afiat itu. Jadilah engkau untuk Ku, bukan untuk tutur kata Ku (yakni keikhlasan dalam menuju zat ... untuk Zat Allah jangan ada sessuatu yang lain).
(25)
Alah berseru kepada hambanya yang dikatakan – yang ia kikir atas maqam manapun -... Wahai hamba Ku! “Engkau akan dipanggil oleh setiap ariff kepada makrifatnya Sedangkan itu adalha hak Ku atasnya maka janganlah engkau keluar dari makrifatmu berpindah ke makrifatnya, itu adalah hak Ku atasmu.
(26)
Segala kenyataan yang telah nyata itu maqamnya berada di belakangmu... di balik hatimu... maka dudukanlah masing-msing itu di maqamnya...
Setelah itu mermaqamlah untuk Ku da engkau akan didatangi oleh “Beridi sendiri” (Qoyyumiati), maka engkau akan ditegakkan berdiri untuk Ku, dan engkau akan selalu beregang pada Ku.... Ketahuilah! Bahwa engkau amat mulia bagi Ku dari segala apa yang Ku nyatakan, dan dari apa yang Ku katakan kepadamu, juga engkau amat perkasa bagi Ku dari apa yang telah engkau katakan kepada Ku”.
(27)
Aku mempunyai di sisi Tuhan ku suatu maqam, dimana tiada lagi di dalamnya “perintah” maupun “larangan” . Itulah maqam di mana ku lihat Tuhanku di dalamnya. Di dalamnya kau tidak lagi Kemalaikatan, tiada pula aku dipengaruhi jin dalam kedudukan selayaknya jin; tidak pula aku dipengaruhi oleh hruf dalam kedudukan sebagai huruf, tidak pula oleh alam semesta dalam bentuk alamiahnya.
(28)
Barang siapa yang telah melihat Ku, jika saja berdosa maka dosanya lebih besar dari alam semesta; dan beritakan tentang siksanya, bahwa derita siksanya adalah seluruh penderitaan.
(29)
Ia bertutur kata kepadaku: “Tidak Ku kirim kepadamu ilmu-ilmu dan tidak pula makrifat-makrifat, bahkan Aku mengutusmu agat segaa sesuatu itu menjadi untukmu “kekuasaan” (Rabbaniah) melaksanakan pengiriman.... Hendaklah engkau berdiri di Hadirat Ku, niscaya Aku lah yang langsung memerintahmu dengan segala sesuatu, dan tidaklah aku memerintah sesuatu terhadap kepadamu.
(30)
Aku telah dihentikan berdiri di dalam Hadirat Nya. Dia adalah abadi demi keabadian, kekal demi kekekalan, aku pun telah meluhat tirai dan tabir-tabir, segala rupa penghijab, semua menghampar menutupi wajah-wajah siapa saja yang memohon kepada Nya. Aku telah melihat pula bagaimana kesemuanya itu tersingkap bagi wajah siapa saja yang berserah diri kepada Nya.
(31)
Bila engkau telah melihat kepada Ku, ketahuilah bahwa penglihatan itu karena mata manusiawai, bukan hukum manusiawi (yang tidak lengah sedikitpun walau sebagai tawanan dari kebutuhan manusiawi). Dan bila engkau tidak dapat melihat kepada Ku, itu adalah dikarenakan pandangan mata manusiawi.
(32)
Bila engkau memberantas kebutuhan itu dengan sesuatu kelengahan, niscaya kebutuhan itu makin jadi. Bila engkau memberantas kelengahan dengan keinginan-keinginan, akan bertambahlah kelengahan itu.
(33)
Bila engkau tinggal menetap di dalam penglihatanmu kepada Ku, niscaya engkau akan membenci dirimu sendiri sebagaimana engkau membenci musuhmu.
(34)
Segala persoalan-persoalan dapat engkau ketahui, lalu dapat engkau saksikan menurut kadar yang engkau ketahui, kecuali persoalan yang mengenai ketuhanan, pertama-tama engkau dapat menyaksikan kemudian baru negkau dapat mengetahui ilmu-ilmu, Nya.
(35)
Bila engkau telah melihat Ku, niscaya segala ilmu dan makrifat akan menjadi kayu bakar bagi api KU, dan apabila engkau menginginkan, akan Ku sertakan pula engkau dengannya.
(36)
Sekali-kali engkau tidak dapat mengenal Ku, bila engkau tidak melemparkan hawa nafsumu, sekalipun hawa nafsu itu didatangkan oleh tangan Ku.
(37)
Sekli-kali engkau tidak dapat menyaksikan Dau untuk selama-lamanya dengan arti makna, karena artimaknamu itu tidak dapat memiliki kecuali dirinya sendiri., dan engkau akan menyaksikan Daku dengan penyaksian Ku semata.
(38)
Segala apa yang nyata seluruhnya berbatas, batas-batas itu adalah gambar-gambar lukisan, gambar-gambar lukisan itu beraneka ragam, aneka ragam itu saling serupa menyerupai dan saling lawan berlawanan, yang saling lawan berlawanan itu beramah-tamah satu sama lainnya serta bersimpang siur.
Adapun yang dilahirkan itu bersama-sama ilmu-ilmunya adalah merupakan hijab Ku, dan tidak Ku beri nama kepada kenyataan-kenyataan itu untuk memperkenalkan melainkan untuk menjadi hijab Ku.
Bila nama-nama itu dibuang, niscaya akan tertembus oleh pandangan dan bila pandangan dapat menembus berarti dapat mengenal.
(39)
Maulaya! Tiada Ilmu mu bebas merdeka dengan melaksanakan perintah Mu, maka ilmu itu tentang Mu dalam kebutaan. Bila engkau beri petunjuk, itulah karunia Mu Bila engkau menghijabnya, itulah hijab Mu (alasan) itu semua adalah kepunyaan Mu, maka ilmu itu tidak dapat menyaksikan kecuali kejahilan.
Para ulama Nya ... berjalan dengan Nya di dlam Nur Cahaya Nya.
(40)
Sejauh-jauh kemauan keras itu masih berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari, dan siapa yang merusaknya, maka jadilah rusak. Maka tiada jalan keluar untuk menidadakan pemikiran tentangnya sama sekali, karena sesungguhnya ia adalah asal penderitaan yang dialami oleh manusia menurut susunan manusiawinya.
(41)
Hakekat segala sesuatu itu adalah samar, karena tiadanya kesanggupan. Manusia itu lenah, tiada daya uneuk mengetahui dirinya, dan ia selalu luput untuk mencapai manfaat atau mudharrat ... dan ilmu tentang Tuhannya sangat lemah sekali.
Ilmu-ilmu tak dapat dicapai oleh lawannya sama sekali.
Para kekasih Nya tiada sengsara, dengan pengetahuan ilmu-ilmunya.
Tuhan Maha Tinggi yang meninggi, tak dapat diperkenalkan dengan susunan huruf.
Maka.... Maha Agunglah Puja Puji Nya.
(42)
Hai hamba! Teguhkanlah akal budimu di dalam ketenangan dan ketentraman, lihatlah baik-baik apa yang menjadi penyebab akal budimu tenang dan tenteram, itulah artinya sampai, maka lihatlah tempat sampainya itu, itu adalah merupakan mutiaranya, lihatlah para mutiara itu, maka itulah mata yang mampu melihat. Bila sampainya adalah siwa, niscaya akan keheranan pada mulanya dan rugi setelah kesudahannya.
Bila dengan zikir sampainya dan penglihatan pada Nur Cahay Ku tempat bergantungnya, maka akan tetap dalam keteguhan, tiadalah ia akan berpaling, dan luruslah mata hatinya, maka tidak dikuatirkan lagi akan tergelincir.
(43)
Siapa yang beramal utuk memperoleh pahala, niscaya ia akan letih dengan masuknya harapan-harapan, barangsiapa yang beramal karena takut siksa, niscaya ia akan letih dengan sangka baik dan barang siapa beramal demi Wajah Allah, tiada letih baginya.
(44)
Ketika ahli Penglihatan (Ar- Ru’yah) mengatakan, bahwa dirinya telah kehilangan padangandan tidak lagi melihat siwa maka sesungguhnya yang mereka maksudkan adalah hilangnya penglihatan terhadap siwa dari apa yang nyata dari kenyataan-kenyataan itu, umpamakan ilmu itu berbentuk dari sebuah kitab, dan kitab itu dari seorang guru, dan guru itu dari suatu madrasah,,, bukan demikian yang diucapkan, tetapi ilmu itu dari Allah, dan mereka sudah kkehilangan urut-urutan dari sebab musabab. Maka segala apa yang nyata pada sisi mereka adalah Al Haq Ta’ala semata, sekalipun menyata dari berbagai jurusan.
(45)
Seluruh ketakutan itu berkaitan dengan perselisihan, tidak cocok dengan pendengaran telinga, tidak cocok dengan penglihatan mata, tidak cocok dengan apa yang dijinaki oleh akal budi... Karena tiada jalan keluar untuk meniadakan ketakutan itu daripada manusia samak sekali karena tiadanya jalan menuju kepada kesempurnaan.
(46)
Bukti dalil keyakinan itu ada empat.... penglihatan nikmat, ketakutan hijab, penerimaan perkenalan dan perpaling daripada siwa. Pasak bagi hawa nafsu itu ada empat pula.... kekikiran, keserakahan, kesombongan dan panjang angan-angan.
(47)
Keserakahan itu mengiri segala sesuatu kecuali makrifat, dan makrifat itu meniadakan segala sesuatu itu kecuali ketakutan.
(48)
Keyakinan dan taqwa itusaling berdampingan, apabila salah satu gaib, niscaya gaib pula yang lain. Kesabaran dan kerelaan itu adalah berdampingan, bila salah satu gaib, yang lain gaib pula. Dan Khalwah (tapa menyepi menyendiri) dan ibadah itu berdampingan, bila salah satu gaib, gaib pulalah yang lain.
(49)
“Ilahi” Telah musnah segala kenyataan-kenyataan, maka tiada yang dapat bertahan berhadapan dengan keabadian Mu, dan telah terbentang di hamparan bagian-bagian yang terakhir, maka tiadalah kuasa bertahan di hadapan sifay Qiam Mu (berdiri Mu sendiri).
(50)
Hai hamba! “Siapa yang telah paham tentang Ku, niscaya Ku buat perhitungan kepadanya tentang air dan jiwa.
(51)
Hai hamba ! “Bila Aku mengajak berkenalan, Aku hampir tidak lagi menerima suatu uzur (alasan) apapun.
(52)
Hai hamba! “Perkenalan dengan apa yang tak dapat dikatakan itu sifatnya adalah mengharuskan; dan perkenalan dengan apa yang dapat dikatakan itu sifatnya adalah menuntut.
(53)
Tiada perkenalan melainkan dengan karunia dan anugrah dari Allah, maka bila ia memperkenalkanmu, niscaya engkau ditegakkan berdiri, apabila engkau ditegakkan berdiri, niscaya Ia memberikan apa yang dapat engkau saksikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar