📓terjemahan: kitab misikat al anwar
📄bab: 3 hijab antara allah dan mahluk
📌judul: 4 Orang-orang Yang Terhijab Oleh Cahaya-Cahaya Murni
Mereka terdiri dari berbagai aliran yang tak mungkin kucakup bilangan mereka semua. Cukup ku sebutkan tiga jenis saja, yaitu:
1.
Orang-orang yang benar-benar mengetahui tentang makna sifat-sifat yang di kaitkan dengan Allah Swt, berdasarkan pen-tahkik-kan. Mereka menyadari bahwa penyebutan sifat-sifat kalam (firman), iradah (kehendak), qudrah (kemampuan, kecakapan), ‘ilm (pengetahuan), dan sebagainya yang di kaitkan dengan Allah Swt, tidaklah sama dengan penyebutan untuk diri manusia.
Karena itu, mereka enggan men-ta’rif-kan (mendefinisikan)-Nya dengan sifat-sifat ini. Sebaliknya, mereka hanya mau men-ta’rif-kan-Nya dalam hubungan antara DIA dan makhluk-Nya saja seperti yang di lakukan oleh Musa a.s. ketika menjawab pertanyaan Fir’aun “Apa itu Rabbul ‘Alamin?” Demikian itulah mereka lalu menyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Tersucikan dari makna sifat-sifat ini adalah DIA yang menggerakkan langit ini dan men-tadbir-kannya.
2.
Orang-orang yang pikirannya lebih maju dan tingkatannya lebih tinggi dari yang sebelum ini, yaitu mereka yang menyadari tentang adanya kemajemukan di langit, dan bahwa “penggerak” setiap langit secara khusus adalah makhluk lain yang di sebut malaikat. Malaikat ini jumlahnya banyak. Keadaan mereka di bandingkan dengan cahaya-cahaya Ilahiyah seperti bintang di antara cahaya-cahaya indriawi.
Kemudian tampaklah bagi mereka bahwa lelangit ini berada dalam lingkup falak lainnya, yang dengan gerakannya, segala sesuatunya ikut bergerak satu kali, tiap sehari semalam. Maka Al-Rabb (Tuhan Maha Pengatur dan Pemelihara) adalah Penggerak “jirm (benda, jisim) paling utama” yagn mencakup falak-falak semuanya. Hal ini berdasarkan pengertian bahwa DIA wajib di nafikan dari segala bentuk kemajemukan.
3.
Orang-orang yang tingkatannya lebih tinggi lagi dan kelompok sebelum ini. Mereka menyatakan bahwa perbuatan “menggerakkan benda-benda sacara langsung” sepatutnya merupakan suatu bentuk pelayanan untuk Rabbul ‘Alamin, ibadah kepada-Nya serta ketaatan seorang hamba di antara hamba-hamba-Nya. hamba yang disebut “malaikat” ini, kedudukannya dalam hubungannya dengan cahaya-cahaya Ilahiah yang murni, seperti bulan dengan cahaya-cahaya indrawi.
Berdasarkan hal ini kata mereka maka Al-Rabb adalah Al-Mutha” yang di taati oleh si “penggerak”. Dengan begitu, Al-Rabb Swt, mempunyai penggerak-penggerak utama sarta semuanya, dengan cara mengeluarkan perintah, bukannya dengan cara menanganinya secara langsung. Untuk menjelaskan hal itu sampai kepada hakikatnya , tidaklah mudah, bahkan tidak terjangkau oleh sebagian besar pemahaman umum, di samping tak terpenuhi oleh buku seperti ini. Ringkasnya, orang-orang tersebut di atas semuanya telah ter-hijab oleh cahaya-cahaya murni.
4.
Adapun “orang-orang yang telah sampai di akhir perjalanan” (al-washilun) mereka itu ialah yang tersingkap pula bagi mereka bahwa yang di sebut al-mutha (yang di taati) ini, bagaimana pun masih memiliki suatu sifat yang berlawanan dengan Keesaan yang murni dan Kesempurnaan yang mutlak, di sebabkan suatu rahasia tersembunyi, yang buku ini tak cukup memiliki kemampuan untuk menyingkapkannya. Adapun kedudukan al-mutha ini dalam hubungannya dengan Al-Wujud Al-Haqq (yakni Allah Swt.) adalah seperti matahari dengan cahaya murni atau bara api dalam hubungannya dengan substansi api yang murni.
Oleh sebab itu, orang-orang ini pun beralih dari “yang menggerakkan lelangit” serta “yang memerintahkan penggerakkannya”; dan sampailah mereka ke suatu Maujud Yang Maha Tersucikan dari segala sesuatu yang dapat terjangkau oleh bashar (penglihatan mata), para penglihat maupun bashirah (mata hati) mereka. Mereka mendapati-Nya sebagai Yang Mahaqudus dan Maha Tersucikan dari segala yang telah kami lukiskan sebelumnya ...
Kemudian dari itu, orang-orang inipun terbagi lagi dalam beberapa bagian. Di antara mereka ada yang mengalami keadaan yang menyebabkan terbakarnya segala yang pernah di serap oleh penglihatannya, lalu ia sendiri menjadi larut dan luluh kendati masih terus menatap “Keindahan” dan “Kekudusan” di samping menatap dirinya sendiri dalam “keindahan” yang diraihnya dengan telah mencapai Hadhrat Ilahiyyah. Dengan demikian, luluhlah segala yang dapat terlihat di hadapan Yang Maha Melihat.
Masih ada lagi sekelompok lainnya yang melampaui keadaan orang-orang tersebut, yaitu mereka yang termasuk khawasul-khawash (yang khusus di antara yang khusus). Mereka ini yang “terbakar” oleh cahaya-cahaya wajah-Nya yang Tertinggi lalu tenggelam dalam gelombang “Kekuatan Keagungan”, sehingga diri mereka larut dan luluh sama sekali. Karena itu pula mereka tidak lagi memiliki perhatian sedikit pun ke arah diri mereka sendiri disebabkan kefanaan diri mereka itu. Di saat itu tiada sesuatu pun yang masih tertinggal kecuali Yang Mahatunggal lagi Mahabesar, sehingga makna firman-Nya:
“Segala suatu binasa kecuali wajah-Nya” dapat dirasakan oleh mereka dengan dzauq dan hal. Hal itu telah kami isyaratkan dalam Bab Pertama buku ini, dan telah kami sebutkan pula bagaimana mereka menyebut tentang Ittihad (kebersatuan, keadaan menyatu dengan-Nya), dan bagaimana anggapan mereka tentang itu. Nah, inilah akhir perjalanan “orang-orang yang telah sampai”. Di antara mereka ada pula yang tidak menjalani pendakian dan mi’raj dengan cara bertahap demi setahap, atau setingkat demi setingkat, seperti perincian yang telah kami sebutkan sebelum ini. Sehingga pendakian mereka ini tidak banyak makan waktu dan mereka pun dalam sekejap telah memperoleh kesempatan paling dahulu untuk meraih ma’rifat tentang kedudukan serta penyucian sifat keagungan Rububiyyah sesuci-sucinya dari segala yang harus disucikan atau dijauhkan daripadanya.
Karena itu, diri mereka telah diliputi, sejak pertama kali mereka memulai perjalanan, oleh keadaan yang meliputi orang-orang selain mereka pada akhir perjalannya. Mereka tiba-tiba diserbu oleh Tajalli Ilahi (ketersingkapan hijab di antara DIA dan mereka) secara sekaligus, sehingga cahaya-cahaya wajah-Nya membakar segala yang dapat dicerap oleh penglihatan indriawi maupun penglihatan batiniah mereka.
Keadaan yang pertama, yakni cara pencapaian bertahap, mirip dengan jalan Nabi Ibrahim Khalilullah (sahabat Allah) a.s., sedangkan yang kedua adalah jalan Nabi Muhammad Habibullah (kekasih Allah) Swt. Namun, Allah Swt., tentunya yang lebih mengetahui tentang rahasia-rahasia tapak kaki mereka berdua serta cahaya-cahaa maqam mereka.
Demikian itu, tinjauan sekilas tentang aneka ragam orang-orang yang ter-hijab, yang jumlah mereka akan mencapai tujuh puluh ribu, sekiranya di perinci tingkat-tingkat mereka serta berbagai hijab yang mendinding orang-orang yang sedang meniti jalan pendakian. Bagaimanapun, bila Anda teliti, tak seorang pun di antara mereka akan keluar dari bagian-bagian yang telah kami sebutkan. Adakalanya mereka ter-hijab oleh sifat-sifat manusiawi mereka atau oleh cahaya murni sebagaimana uraian yang telah lalu.
Hanya inilah yang ada dalam pemikiranku sekarang dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, walau pun harus ku akui bahwa pertanyaan ini di ajukan kepadaku di saat pikiranku sedang terbagi, perasaanku bercabang dan perhatianku sedang tertuju ke persoalan-persoalan selain ini. Kumohon Anda bersedia memohonkan ampunan bagiku daripada tersesatnya pena dan tergelincirnya kaki. Sebab, keberanian mengarungi lautan rahasia-rahasia Ilahi adalah suatu tindakan yang amat berbahaya. Usaha menyingkap cahaya-cahaya di persada tinggi, di balik berbagai hijab, adalah langkah yang tidak mudah.
Segala puji bagi Allah Rabbal ‘Alamin, shalawat untuk Sayyidina Muhammad serta keluarganya yang baik-baik dan tersucikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar