📓terjemahan: misikat al-anwar
📄bab1 (hakikat cahaya)
📌judul 8 Hakikat Segala Hakikat
Dari sinilah kaum ‘arifin menanjak dari dasar majaz ke puncak hakikat. Dengan demikian, menyempurnakan mi’raj (pendakian) mereka sehingga melihat dengan musyahadah (penyaksian), secara langsung bahwa “tidak ada sesuatu dalam wujud melainkan Allah”, dan bahwa “segala sesuatu binasa selain wajah-Nya.” Sebab, segala sesuatu akan binasa pada waktu tertentu, bahkan pada hakikatnya dia adalah sesuatu yang binasa secara azali, sejak permulaan dan untuk selamanya. Tiada gambaran lain selain itu, sebab segala sesuatu selain DIA, bila di tinjau dari keberadannya sendiri, adalah ketiadaan yang murni.
Bila di tinjau dari arah datangnya keberadaannya dari “Sumber Pertama” yang haqq, dapatlah di sadari bahwa ia maujud bukan pada dirinya sendiri, tapi dari Allah yang telah mewujudkannya. Dengan demikian yang di sebut maujud itu hanyalah Allah.
Setiap sesuatu memiliki dua wajah, wajah ke arah dirinya sendiri dan wajah ke arah Tuhannya. Maka dari itu, di tinjau dari arah dirinya sendiri, ia adalah ‘adam (ketiadaan), dan di tinjau dari arah Allah, ia adalah wujud (keberadaan). Jadi, tidak ada maujud kecuali Allah dan wajah-Nya. Dengan itu pula, maka segala sesuatu binasa kecuali wajah-Nya secara azali dan abadi.
Kaum ‘arifin, seperti yang di sebutkan di atas, tidaklah membutuhkan datangnya hari kebangkitan untuk mendengar seruan Allah. Sang Pencipta:
“Bagi siapakah kerajaan hari ini? Bagi Allah Yang Maha tunggal lagi Maha perkasa .....
(QS. Al-Mu’min 40 : 16).
Sebab seruan itu tidak pernah berpisah dari pendengarannya selama-lamanya.
Mereka juga tidak memahami ucapan Allahu Akbar (Allah maha besar), bahwa DIA adalah lebih besar dari sesuatu selain-ya. Mahasuci Allah! Bukankah tiada selain DIA dalam wujud ini bersama-Nya sehingga DIA dapat di katakan lebih besar darinya? Bahkan, tak ada sesuatupun yang memiliki tingkatan kebersamaan dengan-Nya ataupun tingkatan mengikuti-Nya. Bahkan, tiada kewujudan bagi selain DIA, kecuali dari arah-Nya. Maka dari itu, yang ada hanyalah wajah-Nya dan mustahil DIA menjadi lebih besar dari wajah-Nya.
Arti sebenarnya ialah bahwa: “DIA adalah lebih besar dari kemungkinan di sebut sebagai lebih besar dalam arti nisbi ataupun dalam bandingan”. Juga lebih besar dari kemungkinan adanya sesuatu selain-Nya yang mampu menyelami hakikat keberadaan-Nya, baik ia seorang nabi ataupun malaikat. Bahkan, tak mungkin ada yang mengetahui hakikat pengetahuan mengenai-Nya, kecuali DIA sendiri. Sebab, segala sesuatu yang dapat di ketahui termasuk di bawah kekuasaan (pengetahuan manusia) yang mengetahui dan pengaruhnya. Hal itu tentunya berlawanan dengan keagungan dan keperkasaan-Nya. Pen-tahkik-an tentang ini telah kami uraikan dalam kami al-Maqshad al-Asna fi Ma’ani As-ma’Illah al-Husni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar