Sabtu, 20 November 2021

11. MAKNA SYAHADAT TAUHID DAN SYAHADAT ROSUL

 📄Terjemahan Tauhid Sanusiyah (Ummul Barahin)




ويجمعُ معاني هذه العقائد كلها قول لا إله إلا الله محمد رسول الله إذ معنى الألوهية استغناء الاله عن كل ما سواه وافتقارُ كل ما عداه إليه، فمعنى لا إله إلا الله لا مستغني عن كل ماسواه ومفتقر إليه كل ما عداه إلا الله تعالى. أما استغناؤه جل وعز عن كل ما سواه فهو يوجب له تعالى: الوجود والقِدم والبقاء والمخالفة للحوادث والقيام بالنفس والتنزه عن النقائص، ويدخل في ذلك وجوب السمع له تعالى والبصر والكلام إذ لو لم تجب هذه الصفات لكان محتاجا إلى المُحدِث أو المحل أو من يدفع عنه النقائص، ويؤخذ منه تنزهه تعالى عن الأغراض في أفعاله وأحكامه وإلا لزم افتقاره إلى ما يُحصّل غرضه كيف وهو عز وجل الغني عن كل ما سواه، ويؤخذ منه أيضا أنه لا يجب عليه فعل شىء من الممكنات ولا تركه إذ لو وجب عليه تعالى شىء منها كالثواب مثلا لكان جل وعز مفتقرا إلى ذلك الشىء ليتكمّل بها غرضه إذ لا يجب في حقه تعالى إلا ماهو كمال له، كيف وهو عز وجل الغني عن كل ما سواه. وأما افتقار كل ما عداه إليه جل وعز فهو يوجب له تعالى الحياة وعموم القدرة والإرادة والعلم إذ لو انتفى شىء منها لما أمكن أن يوجد شىء من الحوادث فلا يفتقر إليه شىء كيف وهو الذي يفتقر إليه كل ما سواه. ويوجب له تعالى أيضا الوحدانية إذ لو كان معه ثان في الألوهية لما افتقر إليه شىء للزوم عجزهما حينئذ كيف وهو الذي يفتقر إليه كل ما سواه.

ويؤخذ منه أيضا حدوث العالم بأسره إذ لو كان شىء منه قديما لكان ذلك الشىء مستغنيا عن الله تعالى كيف وهو الذي يجب أن يفتقر إليه كل ما سواه، ويؤخذ منه أيضا أنّه لا تأثير لشىء من الكائنات في أثر ما وإلا لزم أن يستغني ذلك الأثرعن مولانا عز وجل كيف وهو الذي يفتقر إليه كل ما سواه عموما وعلى كل حال، هذا إن قدّرت أنّ شيئا من الكائنات يؤثر بطبعه. وأما إن قدّرته مؤثرا بقوة جعلها الله فيه كما يزعم كثير من الجهلة فذلك محال أيضا لأنه يصير حينئذ مولانا عز وجل مفتقرا في إيجاد بعض الأفعال إلى واسطة وذلك باطل لما عرفت من وجوب استغنائه عز وجل عن كل ما سواه.

فقد بان لك تضمنُ قول لا إله إلا الله للأقسام الثلاثة التي يجب على المكلف معرفتها في حق مولانا جل وعز وهي ما يجب في حقه تعالى وما يستحيل وما يجوز.

وأما قولنا محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم فيدخل فيه الإيمان بسائر الأنبياء والملائكة والكتب السماوية واليوم الآخر لأنه عليه الصلاة والسلام جاء بتصديق جميعِ ذلك كله، ويؤخذ منه وجوب صدق الرسل عليهم الصلاة والسلام واستحالة الكذب عليهم وإلا لم يكونوا رسلا أمناءَ لمولانا العالم بالخفيات جل وعز، واستحالة فعل المنهيات كلها لأنهم أُرسلوا ليعلموا الناس بأقوالهم وأفعالهم وسكوتهم فيلزم أن لا يكون في جميعها مخالفة لأمر مولانا عز وجل الذي اختارهم على جميع خلقه وأمنهم على سر وحيه، ويؤخذ منه جواز الأعراض البشرية عليهم إذ ذاك لا يقدح في رسالتهم وعلو منزلتهم عند الله تعالى بل ذاك مما يزيد فيها.

فقد بان لك تضمنُ كلمتي الشهادة مع قلة حروفها لجميع ما يجب على المكلف معرفته من عقائدِ الإيمان في حقه تعالى وفي حق رسله عليهم الصلاة والسلام، ولعلها لاختصارها مع اشتمالها على ما ذكرناه جعلها الشرع ترجمة على ما في القلب من الإسلام ولم يقبل من أحد الإيمان إلا بها، فعلى العاقل أن يُكثر من ذكرها مستحضرا لما احتوت عليه من عقائد الايمان حتى تمتزج مع معناها بلحمه ودمه فإنه يرى لها من الأسرار والعجائب إن شاء الله تعالى ما لا يدخل تحت حصر وبالله التوفيق لا ربّ غيره ولا معبود [بحق] سواه نسأله سبحانه وتعالى أن يجعلنا وأحبتنا عند الموت ناطقين بكلمة الشهادة عالمين بها، وصلى الله على سيدنا محمد كلما ذكره الذاكرون وغفل عن ذكره الغافلون، ورضي الله تعالى عن أصحاب رسول الله أجمعين والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين وسلام على المرسلين والحمد لله ربّ العالمين.

Makna Syahadat Tauhid

Makna dari keyakinan-keyakinan (‘aqaid / aqidah) di atas, semuanya terkumpul dalam ucapan : laa ilaaha illal-lloh muhammadur rosululloh. Penjelasannya sbb :

1. Karena makna uluhiyyah (ketuhanan) adalah tidak butuhnya Tuhan (al-ilaah) dari segala sesuatu selain-Nya, dan butuhnya segala sesuatu selain-Nya kepada-Nya. Jadi makna laa ilaaha illal-lloh : Tiada dzat yang tidak membutuhkan segala sesuatu selain-Nya, dan tiada dzat yang segala sesuatu selain-Nya membutuhkan-Nya, selain Alloh swt.

2. Adapun ketidakbutuhan (istighna’) Alloh swt. dari segala sesuatu selain-Nya, itu mewajibkan (memastikan) Alloh itu wujud (ada), qidam (dahulu), baqo (kekal), mukholafatul lil khawadits (beda dengan makhluq), qiyamuhu bi nafsih (berdiri sendiri) dan dibersihkan dari kekurangan-kekurangan. Dan masuk juga ke dalamnya sifat wajib sama’ (mendengar), bashor (melihat) dan kalam (berfirman), karena seandainya sifat-sifat ini tidak wajib bagi Alloh, maka pastilah Dia membutuhkan pembuat/pembaharu (muhdits), tempat, atau sesuatu yang menghilangkan kekurang-kurangan itu darinya.

3. Dari ketidakbutuhan Alloh juga bisa diambil pengertian, bersihnya Alloh dari tujuan-tujuan (ghordh) pada perbuatan-perbuatan dan hukum-hukum-Nya. Andai tidak bersih, maka pasti membutuhkan sesuatu yang bisa menghasilkan tujuan-Nya. Bagaimana hal itu terjadi ? Padahal Alloh swt tidak membutuhkan sesuatu selain diri-Nya.

4. Dari ketidakbutuhan Alloh juga bisa diambil pengertian bahwa Alloh tidak wajib melakukan sesuatu yang mumkin dan tidak wajib meninggalkannya, karena seandainya hal itu secara akal wajib, seperti memberi pahala, maka pastilah Alloh swt membutuhkan hal itu, supaya sempurna tujuan-Nya, padahal tidak wajib bagi Alloh swt kecuali sesuatu yang sempurna bagi-Nya. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh swt tidak butuh segala sesuatu selain-Nya!.

5. Adapun butuhnya segala sesuatu selain-Nya kepada Alloh swt, maka itu mewajibkan (memastikan) Alloh bersifat hayat (hidup), qudroh (kuasa), irodah (berkehendak) dan ilmu (mengetahui), karena seandainya Alloh tidak bersifat seperti itu, maka tidaklah mungkin untuk bisa mewujudkan makhluq (khawadits) sedikitpun, sehingga tidak ada sesuatupun yang membutuhkan-Nya. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh-lah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, sangat membutuhkan-Nya.

6. Dari butuhnya segala sesuatu selain-Nya pada-Nya, juga mewajibkan Alloh bersifat wahdaniyyah (esa), karena seandainya ada dzat kedua selain Alloh yang mempunyai sifat ketuhanan (uluhiyyah), maka pastilah tidak ada sesuatupun yang membutuhkan-Nya, karena lemahnya kedua dzat itu, ketika hal itu terjadi. Bagaimana itu terjadi?, padahal Alloh-lah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, sangat membutuhkan-Nya.

7. Dari butuhnya makhluq akan Alloh, juga bisa diambil pengertian bahwa tidak ada sesuatupun yang bisa memberi bekas (pengaruh, ta’tsiir) pada sesuatu yang mumkin, sedikitpun. Andai ada, maka pastilah bekas itu tidak membutuhkan Alloh swt, padahal Alloh adalah dzat yang segala sesuatu selain-Nya, membutuhkan-Nya. Ketiadaan pemberian pengaruh/bekas pada sesuatu yang mumkin, itu terjadi bila kita mengira-ngirakan ada sesuatu (yang mumkin) yang bisa memberi bekas dengan wataknya (thob’iy). Sedang bila kita mengira-ngirakan sesuatu itu memberi pengaruh/bekas dengan suatu kekuatan yang ada padanya, yang berasal dari Alloh, sebagimana sangkaan banyak orang bodoh (kaum mu’tazilah), itu semua juga mustahil, karena ketika hal itu terjadi, maka Alloh jadi butuh suatu perantara (waasithoh) dalam penciptaan sebagian perbuatan-Nya. Dan itu semua batal, berdasar apa yang telah kita ketahui dari wajibnya ketidakbutuhan Alloh dari segala sesuatu selain diri-Nya.

Sudah cukup jelaslah cakupan makna dari ucapan laa ilaaha illal-lloh, yang mengandung 3 macam hal yang wajib diketahui oleh orang mukallaf, yakni tentang sifat wajib, mustahil dan jaiz yang hak bagi Alloh swt.

Makna Syahadat Rasul

8. Adapun ucapan muhammadur-rosululloh, maka disitu masuk iman kepada nabi-nabi yang lain, malaikat, kitab-kitab samawiy, hari akhir, serta qodho dan qodar. Karena nabi Muhammad datang dengan membenarkan kesemuanya itu.

9. Dari lafadz itu juga bisa diambil pengertian :

a. wajibnya sifat shidhq bagi para rosul.

b. mustahilnya sifat kidzb bagi mereka, jika tidak begitu maka mereka tidak akan menjadi rosul yang amanah bagi Alloh yang maha mengetahui hal-hal yang samar.

c. mustahilnya mereka melakukan perbuatan yang dilarang, semuanya, karena mereka diutus supaya manusia tahu perkataan, perbuatan dan diam mereka, sehingga pasti tidak ada yang menentang perintah Alloh swt, karena Alloh telah memilih mereka dari semua mahluq, dan memberi mereka amanat atas rahasia wahyu-Nya.

d. bolehnya mereka punya prilaku manusia umumnya (a’roodh al-basyariyyah), karena hal itu tidak membuat cacat kerosulan mereka dan ketinggian derajat mereka di sisi Alloh, bahkan semua itu malah menambah derajat dan kemuliaan mereka.

Jelas sudah makna kedua kalimah syahadat itu, dengan jumlah huruf yang sedikit, mampu mengumpulkan semua hal yang wajib diketahui oleh orang mukallaf, yakni keyakinan-keyakinan tentang iman pada Alloh dan utusan-utusan-Nya. Mungkin karena ringkasnya dan kemampuannya mencakup hal itu semua, maka syara’ menjadikannya sebagai terjemahan dari islam yang ada dalam hati, dan syara’ tidak menerima iman seorangpun, kecuali dengan kalimah syahadat itu. Oleh karenanya, sebaiknya orang yang berakal (‘aqil) memperbanyak mengucapkan kalimah syahadat sambil menghadirkan makna ‘aqo-id iman yang terkandung di dalamnya, sampai maknanya bercampur dengan darah dan dagingnya, sebab tak terbilang jumlah rahasia dan keajaiban/karomah akibat melaksanakan hal itu (memperbanyak dzikir), misal lancar rizkinya dan encer pikirannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar