Rabu, 17 November 2021

PENGANTAR

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ

Terjemah Kitab At-Tanwir fi-Isqothi at-Tadbir
Syeikh Ibn ‘Atho’illah as-Sakandary ra.



PENGANTAR
      
 Syeihk Ibnu ‘Ato’illah mengajak kita untuk memahami posisi kita sebagai seorang hamba Alloh. Dan Alloh lah sang majikan. Sebagi seorang hamba-Nya, kita dituntut untuk selalu memperhatikan pengabdian kita kepada-Nya. Tidak malah sebaliknya, yaitu sibuk memikirkan kepentingan dan kepuasan diri sendiri. Karena itu Syeihk ibnu ‘Ato’illah mengingatkan kita akan pentingnya Isqotut-tadbir, yakni menghilangkan rasa diri dari ikut mengtur.
Keperluan dan kebutuhan hidup makhluk sebetulnya sesuatu yang sudah dan selalu dijamin oleh Alloh. Dengan Ilmu-Nya, Alloh sudah mengatur diri kita bahkan sebelum kita ada, dan setelah kita dilahirkan didunia ini, Alloh pun terus mengatur urusan kita. Tapi anehnya, setelah manusia berakal, kebanyakan manusia lupa kalau urusan hidupnya sudah ada yang mengatur, yaitu Alloh. Sehingga mereka ingin mengambil alih hak pengaturan itu. Mereka ingin mereka sendiri yang mengatur dan menentukan hidupnya sendiri. Sedangkan Alloh disuruh melayani semua kebutuhannya.
Menurut syeikh, hal ini sebagai bukti ketidak bersyukuran atas nikmat akal. Alloh tidak berhenti mengatur dan mengurusi kita sekalipun kita sudah berakal. Sedangkan akal kita seharusnya kita gunakan untuk memahami dan melaksanakan perintah Alloh, memahami dan mengerjakan secara baik ketentuan Alloh. bukan untuk melanggarnya. Yang lebih penting yang harus kita perhatikan adalah apa yang dituntut Alloh atas dirikita, bukan apa yang dijamin Alloh untuk kita. Dalam kitab Al-Hikam As-Syeikh berkata :
٭ اِجْتِهادُكَ فيمَا ضُمنَ لكَ وتقـْصِيرُكَ فيماَ طُلبَ منكَ دَلِيلٌ على انطِماسِ البَصِيْرَةِ منكَ ٭
     "Kerajinanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu terhadap kewajiban-kewajiban yang di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu." 
Seberapa banyak upaya, tenaga, dan pemikiran yang kau curahkan untuk memenuhi keinginanmu, tetap saja takkan tercapai jika tak sesuai dengan keputusan dan ketentuan Tuhan. Dalam hal ini as-Syeikh berkata :
٭ سَوَابِقُ الهِماَمِ لاَ تَحْرِقُ اَسْوَرَالاَقْدَارِ ٭
    "Kerasnya himmah /semangat perjuangan, tidak dapat menembus tirai takdir”
Maka dari itu :
٭ اَرِحْ نَفْسَكَ منَ التـَدْ بـِيْرِفماَ قامَ بهِ غيرُكَ عَنْكَ لا تقـُمْ بهِ لنـَفـْسك ٭
“ Istirahat/enakkan dirimu/pikiranmu dari kesibukan mengatur dirimu, dari apa-apa yang telah diatur/dijamin oleh selain kamu(yaitu Alloh), tidak perlu engkau ikut sibuk memikirkannya."
Dalam pandangan Syeikh Ibnu ‘Ato’illah, sibuk mengatur nasib diri sendiri, sejatinya adalah tindakan yang sia-sia, apalagi bila kesibukan itu melalaikan manusia dari tugas-tugas sebagai hamba.
Aneh sekali bila manusia tetap ingin ikut mengatur dirinya. padahal, mereka pada dasarnya tidak mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya. Karena Alloh-lah yang mengetahui apa yang terbaik buat para makhluk-Nya, dan Alloh senantiasa mengatur secara baik,walaupun tanpa sepengetahuan manusia.
 Tidak percaya kalau Alloh itu mengatur urusan makhluk-nya itu membuktikan lemahnya iman, dan buki minimnya cahaya makrifat dihati kita.
Syeikh Ibnu ‘Ato’illah juga mengatagorikan sikap sibuk mengatur diri sebagi bentuk syirik Rububyyah. Bila syirik Uluhiyyah itu berarti meyakini ada Tuhan selain Alloh yang patut disembah atau menentang ketuhanan Alloh. Sedang syirik Rububyyah berarti meyakini ada pengatur lain yang ikut mengurus dan mengatur kehidupan selain Alloh (dalam hal ini kita meyakini bahwa kita bisa menjadi pengatur selain-Nya), atau menentang pengaturan Alloh.
Syeikh Ibnu ‘Ato’illah bermaksud menyadarkan kita akan sesuatu yang berbahaya dalam konteks penghambaan kita kepada Alloh.
Orang yang menjaga Adabiyyah/kesopanan kepada Alloh dan tak ingin jauh dari-Nya, tentu akan berusaha menggugurkan Tadbir dan irodah mereka yang membuat mereka terhijab dari Alloh. Mereka akan keluar dari gelapnya tadbir (sikap mengatur diri) menuju terangnya Tafwidh (sikap penyerahan urusan dan pilihan hidup kepada Alloh, sehingga mereka menyaksikan behwa diri ini diatur dan tidak turut mengatur, ditentukan dan tidak ikut menentukan, dan digerakkan dan tidak bergerak sendiri. Untuk itu diperlukan Ridho dengan pengaturan Alloh dan husnud-dhon kepada Alloh, Alloh lebih tahu mengenai apa yang terbaik buat hamba-Nya. Alloh pun sudah berjanji bahwa siapa yang bertawakkal kepada-Nya, dia akan mencukupinya.
Kepasrahan ala tasawuf Syeikh Ibnu ‘Ato’illah ini, tidak berarti sebagai kepasifan dalam hidup, tidak berarti harus berhenti berusaha/ikhtiyar, bekerja atau berhenti berdo’a, lantaran meyerahkan semua pada Alloh. Akan tetapi cara memandang, merasa, dan menyikapi hidup. Yakni semua yang terjadi dalam kehidupan kita baik bekerja, usaha dan berdo’a itu semua sebagai aturan Alloh. sehingga dengan kepasrahan ini akan membuahkan sikap hati tidah mudah putus asa bila terjadi kegagalan, dan tidak merasa sombong bila terjadi keberhasilan, dan akan menjadikan kita optimis dalam menjalani kehidupan, karena Alloh Dzat yang maha Pengasih dan Penyayang pada Hamba-Nya. Wallohu a’lam bis-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar