Terjemahan kitab qotrul ghoits.
PERMASALAHAN 15.
SHALAT LIMA WAKTU, PUASA, ZAKAT, DAN…, TERMASUK DARI HAKIKAT IMAN ATAU BUKAN?
Jika ditanyakan kepadamu: “Shalat lima waktu, puasa ramadlan, zakat harta dan badan, cinta terhadap para malaikat, kitab-kitab samawi yang mana Allah telah menurunlkannya kepada sebagian para rasul, terhadap para rasul dan para Nabi alaihimus shalatu wassalam, terhadap qadar baik dan buruknya dari Allah, dan lainnya yang berupa perintah, larangan dan mengikuti sunnah nabi saw., apakah semua tersebut merupakan dari hakikat dan asal iman atau bukan?”.
Maka hendaklah kamu berkata: Bukan. Yakni, semua itu bukan merupakan dari hakikat dan asal iman, akan tetapi itu semua cabang dari iman, karena iman adalah sebuah istilah dari tauhid (peng-esaan) sebagaimana didepan, dan yang selain itu adalah syarat dari beberapa syarat iman, dan cabang dari beberapa cabang iman, karena diantara syarat sahnya iman adalah cinta kepada Allah, para malaikat, para nabi, para aulia’, takut akan adzab Allah, mengharap rahmat-Nya, mengagungkan perintah dan larangan-Nya, dan benci terhadap musuh-musuh Allah, yaitu orang-orang kafir.
Adapun shalat, puasa, zakat dan hajji, itu semua adalah syarat kesempurnaan, ini menurut qaul yang mukhtar menurut Ahli Sunnah. Barang siapa yang meninggalkannya dan i’tiqad akan wajibnya hal tersebut kepada dirinya, atau orang tadi meninggalkan salah satu diantaranya beserta i’tiqad, maka ia adalah orang mukmin yang sempurna dalam memenuhi hukum-hukum kemukminan di dunia dan di akhirat, karena tempat kembalinya adalah ke surga walaupun ia masuk ke neraka jika tidak memperoleh ampunan dari Allah Swt., dan ia juga disebut mukmin naqish (yang kurang) dari segi kelemahan imannya, sebab telah meninggalkan sebagian perintah. Dan jika ia meninggalkan karena menentang terhadap syara’ atau ragu terhadap kewajiban hal itu, maka ia kafir, berdasarkan ijma’ ulama’. Begitu juga apabila ia meninggalkan salah satu diantaranya beserta menentang atau ragu, karena semua itu dapat diketahui dari dalil-dalil agama secara pasti.
Ketahuilah, bahwasanya masalah-masalah dalam agama-secara garis besar-ada empat:
1. Shihhatul aqdi (sahnya ikatan) Yaitu dengan kamu beri’tiqad yang shahih/benar, yang lepas dari keraguan dan kerancuan dari kesesatan-kesesatan Ahlil Ahwa’ (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu/berbuat semaunya).
2. Shidqul qashdi (benarnya tujuan) Yaitu dengan kebenaran dalam tujuanmu. Sabda Nabi saw:
إِنَّمَا الاعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya semua pekerjaan bergantung pada niat”
3. Al-Wafa’ bil ‘ahdi (memenuhi terhadap janji) Yaitu apabila kamu berjanji maka penuhilah janji itu, agar tidak terdapat padamu suatu karakteristik dari kemunafikan, karena salah satu dari karakteristik kemunafikan ialah jika seseorang berjanji maka ia berkhianat.
4. Ijtinaabul haddi (menjauhi larangan) Yaitu dengan kamu menjauhi semua kemaksiatan.
TAMBIHUN
Seandainya ditanyakan kepadamu: “Kekufuran adalah dengan qadla’ dan qadar Allah, ridla’ terhadap qadla’ dan qadar adalah wajib, dan ridla’ terhadap kekufuran adalah kufur, maka bagaimana bisa yang wajib berkumpul dengan kekufuran?” Maka katakanlah: Kekufuran adalah maqdliyyun (yang dilaksanakan) dan maqdurun (yang ditetapkan), bukan qadla’ dan qadar, dan ridla’ hanya wajib terhadap qadla’ dan qadar, tidak terhadap maqdliyyun dan maqdurun, lagi pula, sesuatu yang bertentangan dengan syara’ yang tidak disukai oleh seorang hamba, itu adalah dari segi dzatnya, adapun dari segi bahwa sesuatu tadi adalah maqdliyyun, maka seorang hamba tadi ridla’, dengan artian, ia tidak bertentangan dengan kehendak Allah, dan seorang hamba tidak diperintah untuk menyukainya walaupun dari segi sesuatu tadi adalah merupakan maqdliyyun. Akan tetapi ia diperintah meninggalkan dari bertentangan terhadap Allah, dan beri’tiqad terhadap kebijaksanaan/hikmah atas sesuatu tadi (maqdliyyun) dan keadilan terhadap Allah.
PERMASALAHAN XVI
IMAN, BERSIFAT SUCI ATAU TIDAK?
Jika ditanyakan kepadamu: “Iman bersifatkan suci apa tidak?”.
Maka hendaklah kamu berkata: Iman bersifatkan suci, maka semua amal akan menjadi sah sebabnya, dan kufur bersiftkan kotor, atau najis.
Firman Allah:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Sesungguhnya orangorang musyrik itu najis”
Yakni, najis dalam i’tiqad mereka bukan badannya, dan semua amal yang telah dikerjakan dengan anggota-anggota badan akan menjadi batal sebabnya. Akan tetapi jika orang kafir masuk islam, ia akan diberi pahala atas apa yang telah ia kerjakan, yang berupa ibadah yang tidak membutuhkan terhadap niat, seperti shadaqah, silaturrahmi, dan memerdekakan budak, amal-amal tersebut dihukumi sah mulai saat itu, seperti apa yang telah ditukil oleh Imam Wanaie dari Imam Nawawi. Dalil tentang hal tersebut adalah firman Allah:
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum islam) maka
hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk oran-orang merugi”
Yakni, barang siapa yang murtad/keluar dari keimanan, sebenarnya amal shalih yang sebelumnya batal, maka semua itu sia-sia dan tidak diberi pahala walaupun ia masuk islam kembali, dan ia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi apabila nantinya mati atas kekufuran. Yakni, barang siapa yang ingkar dengan kalimat tauhid, yaitu: “Bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah”, maka amal-amal shalihnya rusak. Adapun orang yang masuk islam sebelum mati, maka pahalahnya rusak tidak amalnya, maka tidak wajib baginya mengulangi hajji yang telah ia kerjakan dan shalat yang telah ia laksanakan sebelum ia murtad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar