Senin, 15 November 2021

Wasiat 2 peringatan

 Terjemahan kitab Minah assaniyyah

(Sayyid ‘Abdul Wahhab As-Sya’rani, dari wasiyat tuan gurunya yang ma’rifat billahi Ta’ala yaitu Syaikh Abu Ishaq Ibrahim Al-Matbuliy)


Wasiat 2 peringatan




                                                      (تنبيه)


ينبغى للعبد أن يفتش أعضاءه الظاهرة والباطنة صباحا ومساء هل حفظت حدود الله تعالى التى حدها لها أو تعدت؟ وهل قامت بما امرت به من غض البصر وحفظ اللسان والأذن والقلب وغير ذلك على وجه الإخلاص أو لم تقم؟


Bagi seorang hamba hendaknya senantiasa meneliti anggota dzohir dan bathinnya setiap pagi dan sore, apakah seluruh anggotanya telah menjaga peraturan-peraturan Allah Ta’ala atau apakah telah melanggarnya? Apakah telah menegakkan apa yang di perintahkan Allah Ta’ala yang berupa: menundukkan pandangan, 

menjaga lisan, telinga, hati dan lainnya, atau tidak?



فإن رأى جارحة من جوارحه أطاعت شكر الله تعالى ولم ير نفسه لذلك، وإن رآها تلطخت بمعصية من المعاصى أخذ فى الندم والإستغفار، ثم يشكر الله تعالى إذا لم يقدر عليه أكثر من تلك المعصية، ولم يبتل جوارحه التى عصت بالأمراض والجراحات والدمامل والقروح، فإن كل عضو استحق نزول البلاء، فاعلم ذلك يا أخى والزم التوبة وابغض الدنيا تبعا لله تعالى فإن الله تعالى لم ينظر اليها منذ خلقها لشدة بغضه لها،


 


Lalu apa bila seorang hamba mendapati salah satu dari beberapa anggotanya telah berbuat ta’at, maka bersyukurlah kepada Allah Ta’ala dan jangan pernah beranggapan bahwa dirinya termasuk orang yang ahli dalam menjalankan keta’atan. Namun apa bila ia mendapati anggotanya berlumuran dosa, maka segeralah menyesalinya dan beristighfar, kemudian bersyukur kepada Allah Ta’ala karena Dia tidak mentakdirkan kepadanya kemaksiatan yang lebih besar, dan tidak menyiksa anggota yang di gunakan untuk berma’shiyat dengan beberapa penyakit, luka, bisul dan borok. Karena setiap anggota yang di gunakan untuk maksiat berhak mendapatkan siksa. Ketahuilah hal itu wahai saudaraku, tetaplah bertaubat dan benci terhadap dunia karena mengikuti Allah Ta’ala, sebab Allah Ta’ala tidak pernah melihat pada dunia sejak Dia menciptakannya karena sangat benci terhadapnya.



وفى الحديث "حب المال والسرف ينبتان النفاق فى القلب كما ينبت الماء البقل"


Di sebutkan dalam sebuah hadits; “Cinta harta dan melampaui batas, keduanya dapat menumbuhkan sifat munafiq di dalam hati sebagaimana air yang dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan”


 


وقد كان أبو عبد الله سفيان الثورى رحمه الله تعالى يقول : لو أن عبدا عبد الله تعالى بجميع المأمورات إلا أنه يحب الدنيا إلا نودي عليه يوم القيامة على رؤس الجميع "ألا إن هذا فلان بن قلان قد أحب ما أبغض الحق تعالى" فيكاد لحم وجهه يسقط.


 


Dan Abu ‘Abdillah Sufyan Ats-Tsauri rahihullahu Ta’ala berkata; Sekiranya seorang hamba membaktikan diri kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan segala perintah-Nya, hanya saja ia cinta dunia, maka pada hari kiamat kelak ia akan di umumkan di hadapan seluruh makhluk; “Ingatlah! Bahwa fulan bin fulan ini adalah orang yang cinta pada apa yang di benci Allah Al Haq subhanahu wa Ta’ala”, maka hampir daging wajahnya jatuh berguguran.


 


والمراد بالدنيا ما زاد على الحاجة الشرعية،


Yang di maksud cinta dunia di sini yaitu menumpuk-numpuk harta dunia melebihi kebutuhannya secara syar ‘i.


 


وكان ابو الحسن على بن المزين رحمه الله تعالى يقول : لو زكيتم رجلا حتى جعلتموه صديقا لا يعبأ الحق تعالى به وهو يساكن الدنيا بقلبه،


Abu Al-Hasan ‘Aliy bin Muzayyin berkata; Seandainya kalian mensucikan seseorang sehingga kalian menjadikannya orang yang paling benar, maka Allah Al Haqq Ta’ala tidak akan perduli dengannya manakala di dalam hatinya masih ada setitik rasa cinta dunia.


 


فقيل  له فإذا ساكنها لأجل إخوانه وعياله وغيرهم من الملازم لينفقها عليهم؟


فقال : دعونا من هذا الزلفات، والله ما هلك من هلك من أهل الطريق الا من حلاوة الغنى فى نفوسهم، والله الذى لا إله إلا هو إنى لأعرف من يدخل عليه عرض الدنيا فيقسمه على حقوق الله تعالى فيصير ذلك مع براءة ساحته حجابا قاطعا له عن الله تعالى،


 


Beliau di tanya; Bagaimana bila ia mencintai dunia karena untuk menafkahi saudaranya, keluarganya dan orang-orang yang wajib di nafkahi? 

Abu Al-Hasan ‘Aly bin Muzayyin menjawab; Hindarkanlah kami dari kesalahan ini, demi Allah, tidaklah hancur orang-orang yang hancur dari golongan ahli thariqat kecuali karena rasa manisnya kaya harta yang ada di dalam hatinya, demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sungguh aku mengetahui orang yang kerasukan cinta terhadap harta dunia yang di salurkan atas dasar memenuhi hak-hak Allah Ta’ala, kemudian bersamaan dengan bebasnya tangung jawab, harta dunia itu menjadi penghalang yang dapat memutuskan dirinya dari Allah Ta’ala.


 


وكان سيدى أبو الحسن الشالى رحمه الله تعالى يقول : "لا يترقى مريد قط إلا أن صحت له محبة الحق تعالى، ولا يحبه الحق تعالى حتى يبغض الدنيا وأهلها ويزهد فى نعيم الدارين".


 


Tuanku Abu Al Hasan As-Syadziliy rahimahullahu Ta’ala berkata; “Seorang murid sama sekali tidak akan mampu menempuh jalan wushul ilallah, kecuali ia benar-benar mencintai Allah Al Haqq Ta’ala, dan tidaklah ia cinta kepada Allah Al Haqq Ta’ala sebelum ia benci terhadap dunia dan orang-orang yang cinta dunia, serta berlaku zuhud terhadap keni’matan dunia”


 


وقال أيضا : كل مريد أحب الدنيا فالحق تعالى يكرهه على حسب محبتها له كثرة وقلة، فيجب على المريد أن يرمى الدنيا من يده ومن قلبه أول دخوله فى الطريق، ومتى تلقن على شيخ أو أخذ عليه العهد وهو يميل إلى الدنيا فلا بد أن يرجع من حيث جآء، وترفضه الطريق، فإن أقل أساس يضعه المريد فى الطريق الزهد فى الدنيا، فمن لم يزهد فى الدنيا لا يصح له بناء شيء فى الآخرة.


 


Beliau (Abu Al Hasan As-Syadziliy rahimahullahu Ta’ala) juga berkata; “Allah Al-Haqq Ta’ala benci terhadap setiap murid (penempuh jalan menuju Allah) yang cinta dunia sesuai dengan besar dan kecilnya kecintaanya terhadap dunia, karena itu wajib bagi seorang murid untuk mengosongkan harta dunia dari tangan dan hatinya pada saat pertama ia masuk thariqat. Bila ia memohon bimbingan kepada seorang guru atau di bai’at, sedang di dalam hatinya masih ada rasa cinta terhadap dunia, maka tidak boleh tidak ia akan kembali ke asalnya dari mana ia datang, dan tertolak dari jalan menuju Allah, karena minimal pondasi yang harus di tanamkan oleh seorang murid dalam menempuh jalan menuju Allah adalah berlaku zuhud terhadap dunia, barang siapa yang tidak berlaku zuhud terhadap dunia, maka ia tidak akan dapat menegakkan bangunan apapun di akhirat”


 


وكان سيدى عبد القادر الجيلى رحمه الله تعالى يقول : "من أراد الآخرة فعليه بالزهد فى الدنيا، ومن أراد الله تعالى فعليه بالزهد فى الآخرة".


 


Tuanku Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jaily rahimahullahu Ta’ala berkata: ”Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat, maka wajib baginya berlaku zuhud terhadap dunia, dan barang siapa yang hendak menempuh jalan menuju Allah Ta’ala, maka wajib baginya berlaku zuhud terhadap akhirat”


وما دام فى قلب العبد شهوة من شهوات الدنيا او لذة من لذاتها من مأكول أو ملبوس أو منكوح أو ولاية أو رياسة أو تدقيق فى فن من فنون العلم الزائد عن الفرض كروا ية الحديث الآن وقرآءة القرآن بالقراآت السبع وكالنحو والفقه والفصاحة، فليس هذا محبا فى الآخرة، إنما هو راغب فى الدنيا تابع لهواه.


 


Selama dalam hati seorang hamba masih terdapat bermacam-macam keinginan terhadap dunia, atau suatu keni’matan dari beberpa keni’matan dunia yang berupa makanan, pakaian, pernikahan, kekuasaan, jabatan atau memperdalam salah satu bidang dari beberapa bidang ‘ilmu yang melebihi batas kewajiban seperti: merawikan (meriwayatkan) hadits pada saat sekarang, membaca Al-Qur’an dengan tujuh macam bacaan, ‘ilmu nahwu, ‘ilmu fiqih dan ‘ilmu balaghoh, maka semua itu bukanlah termasuk orang yang cinta akhirat, melainkan ia adalah orang yang cinta dunia yang menuruti hawa nafsunya.

(Dengan catatan melakukan semua itu untuk mencapai dunia. Tapi jika melakukan semua itu sebagai pengabdian pada Allah maka itu bukan termasuk orang yang memperturutkan hawa nafsu)


 


وكان أبو عبد الله المغربى رحمه الله تعالى يقول : الفقير المجرد عن الدنيا وإن لم يعمل شيأ من أعمال الفضائل أفضل من هؤلاء المتعبدين ومعهم الدنيا، بل ذرة من عمل الفقيء المجرد أفضل من الجبال من أعمال أهل الدنيا.


 


Abu ‘Abdillah Al-Maghribiy rahimahullahu Ta’ala berkata; “Orang faqir harta dunia walaupun ia tidak mengamalkan suatu ‘amal utama apapun, adalah lebih utama dari pada mereka orang-orang yang ahli ‘ibadah namun mereka masih ada rasa cinta terhadap dunia, bahkan seberat biji sawi ‘amal orang faqir, lebih utama dari pada beberapa gunung ‘amal ahli dunia”

(Ini sangat benar sekali, yang telah merasakannya pasti membenarkan ini)


 


وكان سيدى أبو المواهب الشاذلى رحمه الله تعالى يقول : "العبادة مع محبة الدنيا شغل قلب وتعب جوارح، فهى وإن كثرت قليلة، وإنما هى كثيرة فى وهم صاحبها، وهى صورة بلا روح واشاح خالية غير حالية"


 


Tuanku Abu Al-Mawahib As-Syadzily rahimahullahu Ta’ala berkata; “’Ibadah yang di sertai cinta dunia, dapat menyibukkan hati dan melelahkan raga, ‘ibadah seperti itu walaupun banyak, nilainya tidak seberapa, ‘ibadah seperti itu di anggap besar nilainya hanya menurut dugaan pelakunya saja, ‘ibadah seperti itu laksana gambar yang tidak memiliki ruh, bagaikan raga yang kosong tiada bernilai”


 


ولهذا ترى كثيرا من أرباب الدنيا يصومون كثيرا، ويصلون كثيرا، ويحجون كثيرا، وليس لهم نور الزهاد، ولا حلاوة العبادة،


 


Karena itu, engkau menyaksikan banyak sekali orang-orang berharta yang rajin berpuasa, shalat dan hajji, namun mereka sama sekali tidak memiliki cahaya zuhud dan tidak pernah merasakan manisnya ‘ibadah.


 


وحقيقة الزهد هو ترك الميل إليها بالمحبة، لا بخلو اليد من الدنيا لعدم نهى الشارع عن التجارة وعن عمل الحرف، ولا قائل بذلك، وإنما درج جمهور الصحابة والتابعين عن حلو اليد من الدنيا ليقتدى بهم المحجوبون عن مشاهدة الأكابر، فلذلك أظهروا لهم الزهد فى الدنيا بخلو اليد ونهوهم عن التبسط فى الدنيا خوفا عليهم أن يدخلوا فى محبتها فلا يهتدون بعد ذلك للخروج عن حبها والمزاحمة عليها، فإن الكاملين لا يشغلهم عن الله تعالى شيء فى الكونين بخلاف القاصرين،


 


Hakikat zuhud yaitu; Menjauhkan hati dari merasa senang terhadap harta dunia, bukan berarti benar-benar mengosongkan tangan dari harta dunia, karena tidak adanya larangan dari  pembawa syari’at untuk berniaga dan berprofesi, dan tidak seorang ‘ulama’ pun yang menyatakan demikian itu. Hanya saja pada kalangan mayoritas shahabat dan tabi’in telah berlaku mengosongkan tangan dari dunia dengan tujuan agar jejak mereka di ikuti oleh orang-orang yang terhalang dari bermusyahadah dengan orang-orang agung. Karena itulah para shahabat dan tabi’in menampakkan kepada mereka sikap zuhud terhadap dunia dengan mengosongkan tangan dan melarang mereka hidup bergelimang harta dunia karena hawatir akan terjebak cinta dunia hingga mereka tidak mendapatkan petunjuk untuk lepas dari rasa cintanya dan berlomba-lomba mendapatkan harta dunia. Sesungguhnya orang-orang yang sempurna tidak tersibukkan dari Allah Ta’ala oleh sesuatu pun perihal dunia maupun di akhirat, berbeda dengan orang awam.


 


فسلم يا أخى لكل من تراه متجملا بالثياب من القوم إلا إن خفت على أتباعه أن يتبعوه مع الجهل بمقصده، فلك أن تنهاه عن ذلك خوفا عن تلامذه، أو تأمره بأن يقول لهم لا تقتدوا بى فى حسن الملابس والمناكح والمراكب فإن هذا ليس لكم الآن، هذا إن وجد ذلك من مال حلال وإلا فالإنكار على ذلك الشيخ واجب فافهم،


 


Maka hormatlah wahai saudaraku kepada orang-orang besar yang engkau lihat berpakaian mewah, kecuali apa bila engkau menghawatirkan pengikut-pengikutnya akan mengikuti jejaknya tanpa mengetahui maksudnya, maka hendaknya engkau melarangnya dari hal itu karena hawatir pada murid-muridnya, atau engkau menyuruhnya untuk berkata pada murid-muridnya; “Janganlah kalian mengikutiku dalam masalah berpakaian mewah, pernikahan dan kendaraan, karena itu semua bukanlah untukmu saat ini” Demikian itu apa bila hal tersebut hasil dari harta halal, jika dari harta haram, maka inkar terhadap guru itu adalah wajib. Fahamilah itu!


 


ثم لا يخفى ان الزاهدين ما زهدوا حقيقة إلا فى ما لم يقسم، وأما ما قسم لهم فلا يصح لأحد الزهد فيه بأن يتركه، وإنما الزهد فيه يكون بترك الميل إليه عادة بحيث لا يبخل به عن مستحقه ولا يشتغل به عن ربه فاعلم ذلك يا أخى.


 


Kini tidak di ragukan lagi bahwa orang-orang yang zuhud itu hakikatnya tidaklah zuhud kecuali terhadap perkara yang belum di bagikannya, sedangkan zuhud dengan meninggalkan perkara yang telah di bagikan kepada mereka, maka zuhudnya tidak sah, karena zuhud dalam hal itu hanya berupa meninggalkan condongnya hati kepadanya sehingga ia tidak kikir terhadap orang yang berhak untuk mendapatkannya dan tidak tersibukkan olehnya dari ber’ibadah kepada Tuhannya. Ketahuilah hal itu wahai saudaraku!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar