Terjemahan kitab Minah assaniyyah
(Sayyid ‘Abdul Wahhab As-Sya’rani, dari wasiyat tuan gurunya yang ma’rifat billahi Ta’ala yaitu Syaikh Abu Ishaq Ibrahim Al-Matbuliy)
wasiat ke 18
Aturan berzikir
ولما ذكر شيئا من فضائل الذكر أخذ يتكلم على شيء من واجباته فقال :
Setelah menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan dzikir, berikutnya beliau (Syaikh Al-Matbuliy) menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban dalam berdzikir, beliau berkata;
(وَلَا تُشْرِكْ مَعَهُ) أي مع الذكر (غَيْرَهُ)
“Janganlah engkau menyekutukan Allah dengan suatu apapun dalam berdzikir”
فقد أجمعوا على أن كل شيء أشركه المريد مع الذكر قطعه عن سرعة السير وإبطاء فتحه بقدره كثرة وقلة .
Para ‘ulama’ sepakat bahwa seorang murid yang menyekutukan segala sesuatu dalam dzikir akan mengurangi kecepatan perjalanannya dan memperlambat terbukanya hati sesuai dengan kadar besar dan kecilnya kemusyrikan yang dilakukan.
وقالوا :يجب على الشيخ أن يأمر المريد أن يذكر الله تعالى بلسانه بشدة وعزم، فإذا تمكن من ذلك يأمره أن يستوي فى الذكر بين قلبه ولسانه، ويقول له : اثبت على استدامة هذا الذكر كأنك بين يدي ربك تعالى أبدا بقلبك ولا تترك الذكر حتى يحصل لك منه حال وتصير أعضاؤك كلها ذاكرة لا تقبل الغفلة عن الله تعالى، ولا تزد على الفرائض والسنن المؤكدة، ولا تشتغل بقراءة القرآن الكريم ولا بغيره فإن ذلك إنما هو ورد الكمل الذين عرفوا عظمة الحق تعالى,
Para ‘Ulama’ berkata; Bagi guru (thariqat) wajib memerintahkan murid-muridnya untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala dengan lisannya dengan keras dan bersungguh-sungguh. Apabila hal itu telah kokoh, selanjutnya guru memerintahkannya untuk menyesuaikan dalam berdzikir antara lisan dan hatinya seraya berkata kepadanya; Bertahanlah dengan melestarikan dzikir ini seakan-akan engkau berada dihadapan Tuhanmu Yang Maha Luhur, janganlah engkau meninggalkan dzikir hingga engkau mendapatkan suatu derajat dari-Nya dan seluruh anggota tubuhmu menjadi ikut berdzikir serta tidak pernah lupa dari mengingat Allah Ta’ala, janganlah engkau menambah atas amalan-amalan fardlu dan sunnat mu_akkad, dan janganlah engkau menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur an Al-Karim atau yang lainnya, karena itu adalah wirid orang-orang yang sempurna yaitu orang-orang yang telah menyaksikan keagungan Allah Al-Haqq Ta’ala.
ثم بعد أن يلقنه الذكر يأمره بالجوع على التدريج شيئا فشيئا لئلا يقل قواه فينقطع عن الذكر, ويأمره أيضا بقلة اللغو والنوم وباعتزال الناس فإنه لا بد مع الإشتغال بالتوحيد من ذلك، وإلا فكل شيء حصل من نور التوحيد تطفيه ظلمة الأكل واللغو كما هو مقرر فى أركان الطريق، وقد عجز الأشياخ عن أن يوصلوا مريدا مع إخلاله بالأركان فلم يقدروا،
Kemudian setelah mengajarkan cara-cara berdzikir, selanjutnya guru memerintahkan murid-muridnya untuk mengosongkan perut secara bertahap sedikit demi sedikit agar tenaganya tidak habis sehingga dapat memutuskannya dari dzikir. Dan guru juga memerintahkannya untuk mengurangi waktu kosong dan tidur, serta menjauhkan diri dari orang-orang, karena sesungguhnya seorang murid harus menyibukkan diri dengan tauhid di samping hal tersebut, jika tidak, maka segala sesuatu yang telah di dapatkan yang berupa nur tauhid akan di padamkan oleh gelapnya tidur, penganguran dan bergaul dengan orang-orang sebagaimana hal itu telah di tetapkan dalam aturan-aturan thariqat, dan para guru tidak akan mampu untuk mengantarkan seorang murid lantaran melanggar aturan-aturan tersebut.
وقوله (وَلْيَكُنْ) أي الذكر جهرا
فإن الذكر جهرا أنفع لمن غلبت عليه الجمعية،
“Hendaklah engkau berdzikir dengan suara keras”
Karena berdzikir dengan suara keras lebih bermanfa’at bagi pemula yang belum mampu mengalahkan suatu karamaian.
وقد أجمعوا على أنه يجب على المريد الجهر بالذكر وإن ذكر السر والهويني لا يفيده رقيا، وينبغي أن يكون الجهر برفق فإنه إذا كان بغير رفق ربما يتربى له فتاق فى بطنه فيتعطل جهره،
Para ‘ulama’ sepakat bahwa bagi murid wajib berdzikir dengan suara keras, sebab berdzikir secara samar atau dengan suara rendah tidak akan berfaidah menaikkan derajatnya. Dan ketika berdzikir dengan suara keras hendaklah berdzikir secara pelan-pelan, karena apabila tidak pelan-pelan terkadang dapat meningkatkan lipatan pada perut sehingga suara dzikirnya menjadi hampa.
وقوله (بِقُوَّةٍ)
أي يجب على المريد أن يذكر بقوة،
“Hendaklah engkau berdzikir dengan kekuatan penuh”
فقد قالوا : إذا ذكر المريد ربه بشدة وعزم طويت له مقامات الطريق بسرعة من غير بطء فربما قطع فى ساعة ما لا يقطعه غيره فى شهر وأكثر،
Para ‘ulama’ berkata; Apabila seorang murid berdzikir kepada Tuhannya dengan kekuatan penuh dan kemauan yang kuat, maka derajat-derajat thariqat akan dapat ditempuhnya dalam waktu singkat, terkadang dalam waktu sekejap ia mampu menempuh apa yang orang lain tidak mampu menempuhnya dalam waktu sebulan bahkan lebih.
وقالوا : يجب على المريد أن يذكر بقوة تامة بحيث لا يبقى فيه متسع ويهتز من فوق رأسه إلى أصبع قدميه، والدليل على ذلك قوله تعالى : "ثم قست قلوبهم من بعد ذلك فهي كالحجارة أو أشد قسوة"، فكما أن الحجر لا ينكسر إلا بقوة كذلك الذكر لا يؤثر فى جميع شتات قلب صاحبه إلا بقوة،
Dan para ‘ulama’ berkata; Bagi murid wajib berdzikir dengan kekuatan penuh sehingga tidak ada keleluasaan dan gerakan yang tertinggal mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki yang tidak ikut berdzikir. Adapun dalil yang menunjukkan atas hal tersebut adalah firman Allah Ta’ala; “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi”. (Qs. Al-Baqarah 74).
Sebagaiman halnya batu yang tidak dapat hancur kecuali dengan kekuatan, demikian pula adanya dengan dzikir, dzikir tidak akan dapat memberikan pengaruh apapun dalam menyatukan bercerai berainya hati seseoranng kecuali dengan kekuatan.
وقوله (فِى جَمَاعَةٍ)
اي يجب أن يكون الذكر فى جماعة، لأن الذكر فى الجماعة أكثر تأثيرا فى رفع الحجب،
“Hendaklah engkau berdzikir secara berjama’ah”
(Maksudnya wajib berdzikir secara berjama’ah, karena berdzikir secara berjama’ah berpengaruh kuat dalam menghilangkan hijab).
وقد أجمع العلماء سلفا وخلفا على استحباب ذكر الله تعالى جماعة فى المساجد وغيرها من غير نكير بشرطه،
‘Ulama’ salaf maupun khalaf sepakat atas di sunnatkannya berdzikir kepada Allah Ta’ala secara berjama’ah di masjid-masjid atau tempat lainnya dengan tidak memungkiri syarat-syaratnya.
وقد شبه الإمام الغزالي رحمه الله تعالى ذكر الإنسان وحده وذكر الجماعة بأذان المنفرد وأذان الجماعة، قال : فكما أن أصوات المؤذنين جماعة تقطع جرم الهواء أكثر من صوت مؤذن واحد، كذلك ذكر الجماعة على قلب واحد أكثر تأثيرا فى رفع الحجب لكون الحق تعالى شبه القلوب بالحجارة، ومعلوم أن الحجر لا ينكسر إلا بقوة جماعة مجتمعين على قلب واحد، لأن قوة الجماعة اشد من قوة شخص واحد .
Imam Al-Ghozaliy rahimahullahu Ta’ala menyerupakan antara dzikir seorang diri dan dzikir secara berjama’ah dengan adzan sendirian dan adzan brjama’ah. Beliau berkata; Sebagaimana halnya suara orang-orang adzan secara berjama’ah dapat menembus udara lebih kuat dari pada suara orang adzan sendirian, begitu pula berdzikir secara berjama’ah dengan menyatukan hati akan lebih kuat pengaruhnya dalam menghilangkan hijab, karena Allah Al-Haqq Ta’ala menyerupakan hati dengan batu, bahwa batu tidak dapat di pecahkan kecuali dengan menyatukan kekuatan dan hati, karena kekuatan orang banyak lebih besar dari pada kekuatan satu orang.
فإن قيل : أيما أفضل ذكر "لا إله إلا الله" أو زيادة "محمد رسول الله؟" فالجواب : الأفضل فى ذكر السالكين "لا إله إلا الله" دون غيرها حتى تحصل لهم الجمعية مع الله تعالى بقلوبهم، فإذا حصلت فالأمرظاهر، وإيضاح ذلك أن محمدا رسول الله إقرار والإقرار يكفي فى العمر مرة واحدة، والمقصود من تكرار التوحيد كثرة الجلاء لحجب النفس،
Apa bila di pertanyakan; Manakah dzikir yang palling utama, apakah hanya “LA-ILA-HA ILLALLAH” atau ditambah “MUHAMMADURRASULULLAH”?
Jawabnya; Dzikir yang paling utama bagi seorang salik (penempuh jalan menuju Allah) adalah; “LA-ILA-HA ILLALLAH” bukan yang lainnya, hingga ia berhasil menyatukan cintanya kepada Allah Ta’ala dalam hatinya. Apa bila telah berhasil, mau dzikir apa saja terserah. Adapun alasan di anjurkannya berdzikir hanya dengan kalimat “LA-ILA-HA ILLALLAH” tanpa di tambah “MUHAMMADURRASULULLAH”, karena kalimat “MUHAMMADURRASULULLAH” merupakan sebuah pengakuan, dan pengakuan dalam seumur hidup cukup satu kali. Sedangkan tujuan berdzikir dengan mengulang-ulang kalimat tauhid (LA-ILA-HA ILLALLAH) adalah karena lebih ampuh di dalam menghilangkan hijab hati.
قوله (مَعَ التَّعْظِيْمِ)
أي يجب على الذاكر أن يستحضر عظمة الحق تبارك وتعالى قبل الشروع فى الذكر .
“Hendaklah engkau berdzikir dengan penuh memuliakan dan mengagungkan-Nya”
Maksunya; Bagi orang yang berdzikir wajib menghadirkan keagungan Allah Al-Haqq Tabaraka wa Ta’ala sebelum mulai berdzikir.
قال الشيخ أبو بكر الكناني رحمه الله تعالى : من شرط الذاكر أن يصحبه الإجلال والتعظيم له وإلا لم يفلح صاحبه فى مقامات الرجال،
Syaikh Abu Bakar Al-Kannaniy rahimahullahu Ta’ala berkata; “Termasuk syarat bagi orang yang berdzikir yaitu; Harus senantiasa memuliakan dan mengagungkan Allah Ta’ala, bila tidak, maka seseorang tidak akan berhasil mendapatkan derajat orang-orang yang sempurna”.
وكان يقول : والله لو لا أنه تعالى فرض علي ذكره لما تجارأت أن اذكره إجلالا له مثلي يذكر الحق تعالى ولم يغسل فمه بألف توبة مما سواه قبل ذكره .
Dan beliau berkata; “Demi Allah, seandainya Allah Ta’ala tidak mewajibkan kepadaku untuk berdzikir kepada-Nya, tentu aku tidak berani berdzikir kepada-Nya karena mengagungkan-Nya. Sementara orang-orang seperti diriku berdzikir kepada Allah Al-Haqq Ta’ala, padahal ia tidak pernah mencuci mulutnya dengan seribu taubat dari selain-Nya sebelum berdzikir kepada-Nya”
وأجمعوا على أن من لم يتحقق بآداب الذكر وهي عشرون أدبا فبعيد عليه الفتح، ومن واجبات الذكر التوبة من كل ما لا يعني قبل الشروع فيه، وكثرة الشكر بعده، وعدم الشرب عقبه، وعدم الإشتغال بجميع حقوق الخلق إلا ما كان عونا على السير .
Para ‘ulama’ sepakat bahwa orang yang belum mampu mengokohkan adab-adab berdzikir yang berjumlah 20 adab, jauh dari terbukanya pintu hati. Dan sebagian dari kewajiban dalam berdzikir adalah bertaubat dari segala perkara yang tidak berfaidah sebelum berdzikir, banyak bersyukur setelahnya, tidak segera minum setelah berdzikir, dan tidak menyibukkan diri dari segala urusan yang berhubungan hak-hak makhluk kecuali hal-hal yang dapat membantu perjalanannya menuju Allah Ta’ala.
وهذا آخر ما يسره الله تعالى بجمعه على "الوصية السنية" وأسأل الله تعالى من فضله أن ينفع به كل من وقف عليه، وأن يستر فضائحنا فى الدارين ، وأن لا يعاجلنا بالعقوبة، وأن يصلى ويسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين .
Inilah akhir dari apa yang Allah Ta’ala mudahkan dalam mengumpulkan washiyat-washiyat yang luhur. Aku memohon anugerah kepada Allah Ta’ala semoga Dia senantiasa menjadikan buku ini buku yang bermanfa’at bagi setiap orang yang membacanya, menutupi semua kejelekan-kejelekan kami di dunia dan di akhirat, tidak menyegerakan siksa-Nya kepada kami, dan semoga Dia senantiasa melimpahkan rahmat ta’dzim-Nya atas baginda kami Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan seluruh para sahabatnya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar