kajian kitab barencong (datu sanggul)
1. Fana zahir yaitu : merasakan tajali atau memantul keagungan Tuhan pada tindak tanduk seseorang, sehingga segala keinginan, kehendaknya, ikhtiarnya sudah terlepas dari dirinya. Karena itu kadang-kadang orang itu sampai-sampai beberapa lama tidak tahu makan dan minum dan sebagainya, semuanya terserah kepada Allah.
2. Fana bathin yaitu: hatinya saja yang fana dan lahirnya tidak, lahirnya seperti biasa. Hatinya terbuka pada melihat sifat-sifat Tuhan,dan keagungan serta gerakan-gerakan Tuhan, hilanglah segala was-was dan keragu-raguan dalam hatinya dan penuhlah hatinya dengan keyakinan terhadap Allah s.w.t. Tidak ada dalam hatinya perasan takut dan gentar, kasih dan sayang, suka dan duka, kecuali kepada Allah.
Fana yang demikian itu yang membawa ke maqam baqabillah, serta melewati fana yang pertama. Biasanya lebih dahulu di mulai dengan pengakuan seluruh wujud. Sedang hatinya atau rohnya selalu melihat gerakan Allah, baik dalam ibadah seperti : dalam solat. Dan dalam segala apa yang di lihat dan di dengar dan lain-lain sebagainya.
Maqam baqabillah inilah yang senantiasa ada pada para nabi dan rasul-rasul, dan aulia dan anbiya Allah Ta’ala yang bereda di bawah qidamnya nabi Muhammad s.a.w. Maqam baqabillah ini kebanyakan adalah maqam mereka yang mahzub, di mana setelah mereka berada di puncak tauhid, lalu mereka turun kepada sifat, dan sama, terus kepada af’al, sehingga kelihatan pada lahirnya mereka seperti orang biasa saja, memandang keakuan ini, dan berbuat seperti ahli syariat umumnya. Tetapi hati mereka tidak pernah lupa kepada Allah dan selalu berpegang kepadanya.
Ada perbedaan sedikit bagi orang yang berada di maqam fana, mereka adalah orang yang salik. Di mana pandangan mereka di mulai dari bawah dan terus naik atau tarakki. Yakni di mulai memandang meakuan, naik kepada af’al, sama, terus kepada sifat, dan ahirnya kepada zat. Dan karena tajamnya dan asyiknya musahadah, mungkin terjadi perasaan fana, yang kita maksudkan dengan fana zahir yang tersebut di atas.
Demikianlah perjalanan fana dan baqa bagi seorang aribillah atau wali Allah Ta’ala. Jadi di sini hamba katakan bahwa, kalau di maqam fana belum faham betul atau belum mengerti, maka tidak ada harapan untuk mencapai maqam baqa. Maka dari pada itu pandanglah sedalam-dalamnya tentang maqam fana, kalau sudah berhasil di makam fana, maka tercapailah maqam baqa. Demikianlah tentang maqam fana dan maqam baqa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar