Ana al-Haqq sekali lagi telah menjadi sebuah jeritan dalam belantara. Karena cakrawala yang telah berubah, maka dunia al-Hallaj digantikan oleh ketegangan-ketegangan di masa modern. Dalam lingkungan yang berubah, ummat Muslim dihadapkan pada sebuah fenomena aneh aneh dalam pengertian bahwa fenomena ini tidak memiliki muatan yang serupa dalam sejarah pemikiran kreatif Islam. Karena itu, menurut saya, kondisi-kondisi di masa kita sekarang ini memberikan justifikasi (pembenaran) yang cukup untuk mempertimbangkan kembali apa yang harus dikatakan al-Hallaj dalam situasi-situasi serupa.
Sebuah pengamatan umum menunjukkan bahwa dunia Islam pada saat sekarang masih menapaki Era Keyakinan; kepekaannya tidak terputus, dan respon-respon manusiawinya masih perka terhadap rasa-rasa fisik dan metafisik. Tetapi hubungannya dengan semangat pengetahuan modern telah banyak emngubah anangan intelektual dunia Islam. Masalah-masalah dalam pengetahuan modern telah merembesi Era Keyakinan dengan akibat bahwa pemikiran Islam telah menghadapi sebuah tantangan dan krisis. Keterasingan (alienation) manusia dan kondisi fundamentalnya telah tampak di dunia Islam sebagai sebuah masalah pokok, dan sebenarnya banyak bergantung pada bagaimana masalah ini kita jawab di amsa mendatang. Dari segi intelektual, dunia Islam tampaknya ditempatkan dalam sebuah situasi yang tak terselesaikan dan persoalan-persoalannya terlihat secara perlahan-lahan beralih dari Era Keyakinan pada kondisi alienasi.
Pemikiran kreatif telah menemukan sumber-sumbernya pada wilayah yang teralienasi, dan apa yang terukir oleh sejarah dengan cepat menjadi bagian dari legenda. Hal ini tampaknya merupakan krisis di dunia Islam pada masa sekarang. Kendati demikian, tidaklah masuk akal untuk menggambarkan semua ini sebagai sebuah gerakan menuju modernisme, karena apa yang sedang terjadi jarang bersifat horisontal. Apa yang sebenarnya sedang terjadi adalah transformasi dalam pengertian alienasi. Puisi kontemporer yagn ditulis di dunia Islam akan memberikan bukti mengenai apa yang saya katakan ini.
Hal paling menyakitkan dalam situasi krisis ini adalah hubungan metafisik yang membantuk landasan dan Era Keyakinan. Karena itu ketakutan akan ketidaktahuan terhadap Tuhan telah mencul melampaui batas-batas dari dunia fisik, dan dalam ketiadaan akan sebuah hubungan metafisik yang kuat ini. Wahyu dan Kebenarannya tampaknya tidak memiliki pertahanan.
Berdasarkan latar belakang inilah saya berusaha mendekati al-Hallaj dan pemikiran mistiknya, karena saya rasa bahwa dunia Islam modern sama-sama mengalami situasi seperti yagn dialami al-Hallaj. Saya berusaha menempatkan al-Hallaj sesuai dengan zamannya dan memberikan kontekstual dari naskah Thawasin mengenai Ana al-Haqq untuk menemukan dasar umum antara dunia masa lalu dan sekarang. Al-Haqq (Kebenaran), meskipun memiliki anjuran-anjuran tradisionalnya, juga telah memperoleh dimensi-dimensi yang sedikit berubah dalam interprestasi saya.
Tetapi sejauh mengarungi ke dalam dunia al-Hallaj, saya telah menyadari bahwa “al-Hallaj” masihlah hidup dan relevan dengan fenomena sejarah, di mana kita selaku ummat Muslim, sekarang terlibat. Saya pikir al-Hallaj dapat menjawab seara memuaskan beberapa pertanyaan fundamental yang mengganggu kita belakangan ini.
Al-Hallaj tidak pernah kita lupakan. Ia telah memasuki imajinasi dan hidup selama berabad-abad dalam ingatan individual mau pun kolektif kita. Meski demikian, untuk kajian-kajian terhadap al-Hallaj di amsa modern patut kita berikan penghargaan kepada kalangan sarjana Barat yang telah memperkenalkannya pada pola pemikiran kreatif kita sekarang. Kecintaan mereka terhadap hal yang terbaik dalam pengalaman manusia-lah, melalui al-Hallaj dan perhatian mereka pada mistisme Islam, memungkinkan Kembangkitan Kembali (Renaissance) Islam untuk memasuki fase kreatifnya dalam dunia modern.
Dengan pemikiran-pemikiran demikian saya telah bertukar pendapat dengan mereka di berbagai kesempatan untk karya saya ini. Saya berharap bahwa dalam kondisi pemikiran kreatif kita sekarang, al-Hallaj dan pengalamannya akan membantu kita dalam menyelesaikan ketegangan-ketegangan yang tentu saja, muncul akibat dari kemajuan sejarah bangsa.
Khirnya, dalam kesempatan ini izinkanlah saya untuk berterima kasih kepada Maulana Atiqur Rahman dari Perguruan Tinggi Pemerintah, Rawalpindi, yang menerjemahkan Kitab ath-Thawasin ke dalam bahasa Urdu untuk saya, dan membantu saya di berbagai hal penting dalam penafsiran tekstual. Saya juga berterima kasih kepada Prof. Munawar Ashraf dari M.A.O College yang telah membantu memberikan pemahaman mengenai naskah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar