Jumat, 06 Mei 2022

000 kata sambutan dari H. Mahfud junaidi (ketua 1, nahdatul ulama Indonesia) . terjemahan kitab minhajul abidin (imam gazhali)

 





000 kata sambutan dari H. Mahfud junaidi (ketua 1, nahdatul ulama Indonesia) .
terjemahan kitab minhajul abidin (imam gazhali)



Mengapa Islam di saat di nasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad begitu cemerlang? Mengapa ia di puji selaku mercusuar peradaban dunia? Mengapa karya karya berskala dan berkaliber ensiklopedia muncul saat itu? Mengapa dia menjadi sumber ilmu mengetahuan modern? Karena khalifah Abu Ja'far al Mansur bukan sekedar penguasa biasa yang asyik memerintah dan memungut pajak. Karena ia punya pandangan jauh ke depan. Karena mencerdaskan manusia. Karena ia menyebarkan wawasan
Karena ia menggalakkan terjemahan. Karena ia perintahkan Baikhtaisyu Kabir dan Fadl ibn Naubakht serta Abdullah ibn Muqaffa menterjemahkan berbagai buku 
ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Segala rupa buku: kedokteran, ilmu pasti, falsafah, dari bahasa Yunani, Persia, dan Sansekerta. Lewat penerjemahan itu, orang Arab meningkat mutunya. Bukan sekedar Abu Ja'far al Mansur saja. Khalifah berikutnya juga mengikuti jejaknya. Khalifah al Ma'mun ibn Harun al Rasyid mendirikan ''Darul Hikmah", 
sebuah Akademi Ilmu Pengetahuan. Sudah pasti inilah akademi jenis itu pertama di dunia. Di lengkapi perpustakaan, badan penerjemah, observatorium bintang. Dan sebuah universitas pimpinan Muhammad ibn Sallam. Anggota akademi berhamburan kemana-mana, membawa pulang ke Baghdad tumpukan buku buku untuk di teliti dan di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. 

Mereka kembali ke rumah bagaikan lebah yang sarat dengan madu, di isap oleh murid-murid yang bersemangat dan membentuk iklim kerja keras yang luar biasa. Memang benar, Hulagu Khan 1258 M. menerobos masuk Mesopotamia, dan dari atas kudanya memporak porandakan Baghdad. Memang benar tamatlah di nasti Abbasiyah. Apa betul kegemilangan ilmu juga ikut musnah? Tidak. Gudang buku 
yang begitu banyak memang di boyong habis. Tapi tidak di buang, tapi Buku buku itu di bawa ke Samarkand. Kota Rusia ini mengambil alih peranan Baghdad, bahkan di tambah dengan teropong bintang, dan Hulagu Khan memeluk Agama Islam. Dan pada- saat yang nyaris berbarengan, sang saudara Kubilai Khan memeluk 
agama Budha, memindahkan ibu kota kerajaannya ke Cathay, mengatur administrasi Tingkok dengan bersih, menjadi kepala negara yang tidak bisa terungguli saat itu di 
dunia.

Hal serupa terjadi di Jepang 800 tahun sesudah itu. Isolasi di bawah 
kungkungan rezim feodalisme yang beku telah membiarkan negeri Itu terkebelakang dalam hampir semua aspek: ilmu ekonomi, dan kekuatan militer. Ketertutupan mengakibatkan Jepang suatu masyarakat pikun berhadapan dengan negeri-negeri 
barat yang maju. Atas dorongan kelompok-kelompok pembaruan dari kelas menengah yang umumnya berpusat di Satsuma dan Choshu, fajar baru mulai menyingsing. Kecongkakan menyebut orang Barat Itu “barbar" di anggap keliru. 
Pengetahuan Barat Itu bukannya mesti di tolak, melainkan di ambil. Jaman keterbukaan pun mulai.
Orang mengenalnya dengan sebutan "Restorasi Meiji" masa pemeritahan di bawah kekaisaran Meiji 1869-1912 Apa sesungguhnya sudah terjadi? 
Pengiriman mahasiswa Jepang secara besar-besaran ke dunia Barat. Ambil ilmu apa saja dan bawa pulang ke Jepang. Terjemahkan buku apa saja ke dalam bahasa Jepang. Negeri 
Itu perlu Investasi, dan investasi terpokok adalah manusia berkualitas. Jepang memerlukan cerdik cendikiawan, dan bukan "samurai" yang mengandalkan pada sepucuk pedang. Mereguk ilmu luar sebanyak banyaknya, di topang dengan rasa 
kolektifitas dan percaya diri yang tinggi, mendorong Jepang maju pesat hingga mengalahkan Barat itu sendiri. Lagi-lagi penterjemahan merupakan salah satu kunci penting bagi kemajuan peradaban. 

Apa yang di lakukan kaisar Meiji persis yang dilakukan oleh khalifah Abu Ja'far al Mansur atau khalifah Mamun Ibn Harun al Rasyid 800 tahun lebih dahulu. Bahwa sekarang ini kota Baghdad bukanlah apa-apanya dibanding Tokyo diukur dari perkembangan ilmu jelas merupakan bukti betapa peradaban tinggi yang kehilangan dinamikanya, toh bisa tercecer jauh di belakang. Mencetak buku sebanyak banyaknya untuk masyarakat, menerjemahkan buku bahasa asing ke bahasa anak 
negeri, menanamkan kebiasaan membaca bagi generasi baru sejak dini, merupakan satu-satunya sarat perkembangan peradaban. 


betapa pentingnya arti terjemahan ini, di temukan surat-surat Bung Karno kepada A. Hassan Bandung dari pembuangan di Endeh tahun 1935. yaitu: 

"Pada hari ini semua buku dari pemberian saudara yang ada pada saya sudah habis saya baca. Saya ingin sekali membaca yang lainnya juga buah pena saudara. Dan ingin juga membaca buku "Bukhari" dan ''Muslim'' yang sudah tersalin dalam bahasa Indonesia atau Inggris. 

Saya butuh Bukhari atau Muslim itu, karena di situlah di himpunkan 
hadits-hadits yang di namakan sahih. Padahal saya membaca keterangan dari salah seorang pengenal Islam bangsa Inggris, bahwa di Bukharipun masih terselip hadits hadits lemah. Diapun menerangkan, bahwa kemunduran Islam, kekunoan Islam, 
kemesuman lslam, ketahayulan orang Islam, banyaklah karena hadits-hadits Iemah ini, yang sering lebih ''laku'' dari ayat-ayat Qur'an. Saya kira anggapan ini benar. 
Sayangnya belum ada Bukhari dan Muslim yang bisa saya baca. Betulkah belum ada Bukhari Inggris?" 

Bukan sekedar memerlukan buku-buku terjemahan, melainkan beliau juga melakukan penerjemahan itu. Dalam surat lainnya Bung Karno menulis: 

"Buat mengganjel saya punya rumah tangga yang kini kesempitan, saya punya "onderstand" di kurangi, padahal tadinya sudah sesak sekali buat membelanjai keperluan saya, maka saya sekarang lagi asyik mengerjakan penerjemahan 
sebuah buku Inggris yang mentarikhkan llmu Saud. Bukan main hebatnya isi biografi ink! Saya jarang menjumpai biografi yang begitu menarik hati. Tebalnya buku 
Inggris Itu format tuan punya "Al Lisaan" adalah 300 muka, terjemahan Indonesia akan jadi 400 muka. Saya minta tolong saudara carikan orang yang mau beli copy itu, atau barang kali saudara sendiri ada uang buat membelinya? Tolonglah melonggarkan rumah tangga saya yang di sempitkan korting itu. Bagi saya pribadi, buku ini bukan saja satu ihtiar ekonomi, tetapi adalah satu pengakuan, satu confession. Ia adalah menggambarkan kebesaran Ibnu Saud dan Wahabisme begitu rupa, mengobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa, sehingga banyak kaum "tafakur" dan kaum pengeramat Hussein c.s. akan kehilangan akal nanti sama 
sekali. Dengan menjalin ini buku, adalah suatu confession bagi saya bahwa, saya, walaupun tidak mufakati semua sistim Saudi-isme yang masih banyak feodal itu, toh 
menghormati dan kagum kepada pribadinya itu laki-laki yang "towering above all Moslems of his time, an immense man, tremendous, vital dominant. A giant thrown 
up out of the chaos and agony of the desert, to rule, folIowing the example of his Great teacher, Mohammad". Selagi menggoyangkan saya punya pena menerjemahkan biografi ini, ikutlah. saya punya jiwa bergetar karena kagum 
kepada pribadinya yang di gambarkan. What a man! Mudah-mudahan saya mendapat taufik menyelesaikan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak 
kecewa. Dan mudah-mudahan nanti buku ini di baca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi, darinya. Sebab, sesungguhnya buku ini adalah penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi Bangsa kita yang begitu muram dan kelam hati. Inspiration bagi kaum Muslimin yang belum mengerti betul. 
artinya perkataan "Sunnah Nabi", yang mengira, bahwa sunnah Nabi s.a.w. itu hanya makan korma di bulan Puasa dan celak-mata dan sorban saja! Saudara, please tolonglah. Terima kasih lahir-batin, dunia akhirat."
seperti itulah suratnya bunga karno. 

Indonesia sekarang, sudah mulai bergerak ke arah terjemahan. Termasuk buku Minhajul Abidin karangan Imam Ghozali ini. Bahkan, sudah banyak buku Imam Ghozali di terjemahkan orang ke bahasa Indonesia. "Ihya Ulurnuddin" termasuk di antaranya. Tapi, jumlah itu sama sekali tidak berarti di bandingkan Usaha bangsa lain 
menteremahkan buku-buku asing ke dalam bahasa anak negerinya. Belajar dari 
pengalaman khalifah-khalifah Abbasiyah, belajar dari periode Restorasi Meiji yang hingga sekarang terus berkembang, bahkan belajar dari pikiran Bung Karno sendiri 
di tahun 1935, perlulah masalah terjemahan ini merupakan kemutlakan nasional, apabila memang betul kita mau menuju modernisasi. Mestinya, proyek terjemahan ini menjadi proyek besar-besaran. Dari mana datangnya kemajuan bilamana kita menutup pintu dari pikiran orang lain sebagai bandingan? Selama kemampuan 
berbahasa asing dari rata-rata bangsa kita masih terbatas, jalan keluar satu-satunya adalah lewat terjemahan itu. Saya tahu, banyak pemuka-pemuka agama di negeri ini yang kurang berselera kepada terjemahan, dan berteguh hati supaya orang seyogianya baca langsung dari bahasa aslinya, bahasa Arab. Bila memang mampu, tentu lebih bagus. Tapi bila belum, apa salahnya lewat terjemahan? Memang, bahkan pendiri gerakan Protestan, Martin Luther, kelahiran Eisleben, Jerman, tahun 1483, ketika menterjemahkan Injil ke dalam bahasa Jerman, menimbulkan kegemparan. Kaum 
pendeta ortodoks tetap menghendaki Injil itu berbahasa Latin, padahal yang faham Itu tidak banyak. Luther berpendapat sebaliknya. Apa guna Injil itu jika orang tidak paham? Maka ia pun menterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Dengan bahasa 
Jerman yang elok, sehingga sampai sekarang bahasa Jerman yang di gunakan Luther jadi ukuran mutu bahasa itu. Dan saya tahu, sekarang ini banyak suara yang menganjurkan baca 'kitab Kuning", kitab-kitab agama yang kebetulan menggunakan kertas warna kuning kecoklatan. Anjuran itu bagus buat mereka yang beruntung sudah mampu kuasai 
bahasa Arab dengan segala rupa peralatannya. Bagaimana menghadapi yang kurang 
beruntung'? Sebaiknya anjuran itu di barengi dengan seruan menterjemahkannya ke 
dalam bahasa Indonesia. Mengapa tidak?. kata sambutan dari H. Mahfud junaidi (ketua 1, nahdatul ulama Indonesia) 


Mengapa Islam di saat di nasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad begitu cemerlang? Mengapa ia di puji selaku mercusuar peradaban dunia? Mengapa karya karya berskala dan berkaliber ensiklopedia muncul saat itu? Mengapa dia menjadi sumber ilmu mengetahuan modern? Karena khalifah Abu Ja'far al Mansur bukan sekedar penguasa biasa yang asyik memerintah dan memungut pajak. Karena ia punya pandangan jauh ke depan. Karena mencerdaskan manusia. Karena ia menyebarkan wawasan
Karena ia menggalakkan terjemahan. Karena ia perintahkan Baikhtaisyu Kabir dan Fadl ibn Naubakht serta Abdullah ibn Muqaffa menterjemahkan berbagai buku 
ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Segala rupa buku: kedokteran, ilmu pasti, falsafah, dari bahasa Yunani, Persia, dan Sansekerta. Lewat penerjemahan itu, orang Arab meningkat mutunya. Bukan sekedar Abu Ja'far al Mansur saja. Khalifah berikutnya juga mengikuti jejaknya. Khalifah al Ma'mun ibn Harun al Rasyid mendirikan ''Darul Hikmah", 
sebuah Akademi Ilmu Pengetahuan. Sudah pasti inilah akademi jenis itu pertama di dunia. Di lengkapi perpustakaan, badan penerjemah, observatorium bintang. Dan sebuah universitas pimpinan Muhammad ibn Sallam. Anggota akademi berhamburan kemana-mana, membawa pulang ke Baghdad tumpukan buku buku untuk di teliti dan di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. 

Mereka kembali ke rumah bagaikan lebah yang sarat dengan madu, di isap oleh murid-murid yang bersemangat dan membentuk iklim kerja keras yang luar biasa. Memang benar, Hulagu Khan 1258 M. menerobos masuk Mesopotamia, dan dari atas kudanya memporak porandakan Baghdad. Memang benar tamatlah di nasti Abbasiyah. Apa betul kegemilangan ilmu juga ikut musnah? Tidak. Gudang buku 
yang begitu banyak memang di boyong habis. Tapi tidak di buang, tapi Buku buku itu di bawa ke Samarkand. Kota Rusia ini mengambil alih peranan Baghdad, bahkan di tambah dengan teropong bintang, dan Hulagu Khan memeluk Agama Islam. Dan pada- saat yang nyaris berbarengan, sang saudara Kubilai Khan memeluk 
agama Budha, memindahkan ibu kota kerajaannya ke Cathay, mengatur administrasi Tingkok dengan bersih, menjadi kepala negara yang tidak bisa terungguli saat itu di 
dunia.

Hal serupa terjadi di Jepang 800 tahun sesudah itu. Isolasi di bawah 
kungkungan rezim feodalisme yang beku telah membiarkan negeri Itu terkebelakang dalam hampir semua aspek: ilmu ekonomi, dan kekuatan militer. Ketertutupan mengakibatkan Jepang suatu masyarakat pikun berhadapan dengan negeri-negeri 
barat yang maju. Atas dorongan kelompok-kelompok pembaruan dari kelas menengah yang umumnya berpusat di Satsuma dan Choshu, fajar baru mulai menyingsing. Kecongkakan menyebut orang Barat Itu “barbar" di anggap keliru. 
Pengetahuan Barat Itu bukannya mesti di tolak, melainkan di ambil. Jaman keterbukaan pun mulai.
Orang mengenalnya dengan sebutan "Restorasi Meiji" masa pemeritahan di bawah kekaisaran Meiji 1869-1912 Apa sesungguhnya sudah terjadi? 
Pengiriman mahasiswa Jepang secara besar-besaran ke dunia Barat. Ambil ilmu apa saja dan bawa pulang ke Jepang. Terjemahkan buku apa saja ke dalam bahasa Jepang. Negeri 
Itu perlu Investasi, dan investasi terpokok adalah manusia berkualitas. Jepang memerlukan cerdik cendikiawan, dan bukan "samurai" yang mengandalkan pada sepucuk pedang. Mereguk ilmu luar sebanyak banyaknya, di topang dengan rasa 
kolektifitas dan percaya diri yang tinggi, mendorong Jepang maju pesat hingga mengalahkan Barat itu sendiri. Lagi-lagi penterjemahan merupakan salah satu kunci penting bagi kemajuan peradaban. 

Apa yang di lakukan kaisar Meiji persis yang dilakukan oleh khalifah Abu Ja'far al Mansur atau khalifah Mamun Ibn Harun al Rasyid 800 tahun lebih dahulu. Bahwa sekarang ini kota Baghdad bukanlah apa-apanya dibanding Tokyo diukur dari perkembangan ilmu jelas merupakan bukti betapa peradaban tinggi yang kehilangan dinamikanya, toh bisa tercecer jauh di belakang. Mencetak buku sebanyak banyaknya untuk masyarakat, menerjemahkan buku bahasa asing ke bahasa anak 
negeri, menanamkan kebiasaan membaca bagi generasi baru sejak dini, merupakan satu-satunya sarat perkembangan peradaban. 


betapa pentingnya arti terjemahan ini, di temukan surat-surat Bung Karno kepada A. Hassan Bandung dari pembuangan di Endeh tahun 1935. yaitu: 

"Pada hari ink semua buku dari pemberian saudara yang ada pada saya sudah habis saya baca. Saya ingin sekali membaca yang lain-lain buah pena saudara. Dan ingin pula saya membaca buku "Bukhari" dan ''Muslim'' yang sudah tersalin dalam bahasa Indonesia atau Inggris. 

Saya butuh Bukhari atau Muslim itu, karena di situlah di himpunkan 
hadits-hadits yang di namakan sahih. Padahal saya membaca keterangan dari salah seorang pengenal Islam bangsa Inggris, bahwa di Bukharipun masih terselip hadits hadits lemah. Diapun menerangkan, bahwa kemunduran Islam, kekunoan Islam, 
kemesuman lslam, ketahayulan orang Islam, banyaklah karena hadits-hadits Iemah ini, yang sering lebih ''laku'' dari ayat-ayat Qur'an. Saya kira anggapan ini benar. 
Sayangnya belum ada Bukhari dan Muslim yang bisa saya baca. Betulkah belum ada Bukhari Inggris?" 

Bukan sekedar memerlukan buku-buku terjemahan, melainkan beliau juga melakukan penerjemahan itu. Dalam surat lainnya Bung Karno menulis: 

"Buat mengganjel saya punya rumah tangga yang kini kesempitan, saya punya "onderstand" di kurangi, padahal tadinya sudah sesak sekali buat membelanjai keperluan saya, maka saya sekarang lagi asyik mengerjakan penerjemahan 
sebuah buku Inggris yang mentarikhkan llmu Saud. Bukan main hebatnya isi biografi ink! Saya jarang menjumpai biografi yang begitu menarik hati. Tebalnya buku 
Inggris Itu format tuan punya "Al Lisaan" adalah 300 muka, terjemahan Indonesia akan jadi 400 muka. Saya minta tolong saudara carikan orang yang mau beli copy itu, atau barang kali saudara sendiri ada uang buat membelinya? Tolonglah melonggarkan rumah tangga saya yang di sempitkan korting itu. Bagi saya pribadi, buku ini bukan saja satu ihtiar ekonomi, tetapi adalah satu pengakuan, satu confession. Ia adalah menggambarkan kebesaran Ibnu Saud dan Wahabisme begitu rupa, mengobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa, sehingga banyak kaum "tafakur" dan kaum pengeramat Hussein c.s. akan kehilangan akal nanti sama 
sekali. Dengan menjalin ini buku, adalah suatu confession bagi saya bahwa, saya, walaupun tidak mufakati semua sistim Saudi-isme yang masih banyak feodal itu, toh 
menghormati dan kagum kepada pribadinya itu laki-laki yang "towering above all Moslems of his time, an immense man, tremendous, vital dominant. A giant thrown 
up out of the chaos and agony of the desert, to rule, folIowing the example of his Great teacher, Mohammad". Selagi menggoyangkan saya punya pena menerjemahkan biografi ini, ikutlah. saya punya jiwa bergetar karena kagum 
kepada pribadinya yang di gambarkan. What a man! Mudah-mudahan saya mendapat taufik menyelesaikan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak 
kecewa. Dan mudah-mudahan nanti buku ini di baca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi, darinya. Sebab, sesungguhnya buku ini adalah penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi Bangsa kita yang begitu muram dan kelam hati. Inspiration bagi kaum Muslimin yang belum mengerti betul. 
artinya perkataan "Sunnah Nabi", yang mengira, bahwa sunnah Nabi s.a.w. itu hanya makan korma di bulan Puasa dan celak-mata dan sorban saja! Saudara, please tolonglah. Terima kasih lahir-batin, dunia akhirat."
seperti itulah suratnya bunga karno. 

Indonesia sekarang, sudah mulai bergerak ke arah terjemahan. Termasuk buku Minhajul Abidin karangan Imam Ghozali ini. Bahkan, sudah banyak buku Imam Ghozali di terjemahkan orang ke bahasa Indonesia. "Ihya Ulurnuddin" termasuk di antaranya. Tapi, jumlah itu sama sekali tidak berarti di bandingkan Usaha bangsa lain 
menteremahkan buku-buku asing ke dalam bahasa anak negerinya. Belajar dari 
pengalaman khalifah-khalifah Abbasiyah, belajar dari periode Restorasi Meiji yang hingga sekarang terus berkembang, bahkan belajar dari pikiran Bung Karno sendiri 
di tahun 1935, perlulah masalah terjemahan ini merupakan kemutlakan nasional, apabila memang betul kita mau menuju modernisasi. Mestinya, proyek terjemahan ini menjadi proyek besar-besaran. Dari mana datangnya kemajuan bilamana kita menutup pintu dari pikiran orang lain sebagai bandingan? Selama kemampuan 
berbahasa asing dari rata-rata bangsa kita masih terbatas, jalan keluar satu-satunya adalah lewat terjemahan itu. Saya tahu, banyak pemuka-pemuka agama di negeri ini yang kurang berselera kepada terjemahan, dan berteguh hati supaya orang seyogianya baca langsung dari bahasa aslinya, bahasa Arab. Bila memang mampu, tentu lebih bagus. Tapi bila belum, apa salahnya lewat terjemahan? Memang, bahkan pendiri gerakan Protestan, Martin Luther, kelahiran Eisleben, Jerman, tahun 1483, ketika menterjemahkan Injil ke dalam bahasa Jerman, menimbulkan kegemparan. Kaum 
pendeta ortodoks tetap menghendaki Injil itu berbahasa Latin, padahal yang faham Itu tidak banyak. Luther berpendapat sebaliknya. Apa guna Injil itu jika orang tidak paham? Maka ia pun menterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Dengan bahasa 
Jerman yang elok, sehingga sampai sekarang bahasa Jerman yang di gunakan Luther jadi ukuran mutu bahasa itu. Dan saya tahu, sekarang ini banyak suara yang menganjurkan baca 'kitab Kuning", kitab-kitab agama yang kebetulan menggunakan kertas warna kuning kecoklatan. Anjuran itu bagus buat mereka yang beruntung sudah mampu kuasai 
bahasa Arab dengan segala rupa peralatannya. Bagaimana menghadapi yang kurang 
beruntung'? Sebaiknya anjuran itu di barengi dengan seruan menterjemahkannya ke 
dalam bahasa Indonesia. Mengapa tidak?. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar