Jumat, 06 Mei 2022

001 biografi singkat imam Gazali.



 001 biografi singkat imam Gazali.

terjemahan kitab Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah (imam al-gazhali)

(Garis pemisah antara Islam dan Ateis/zindiq)




Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia Islam. Ironisnya sejarah 

dan perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum mengerti. Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Sehingga setiap kaum muslimin yang mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau.

Nama, nasab, dan kelahiran Al-Ghazali

Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin 

Muhammad bin Ahmad Ath-Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:323 dan As-

Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191). 


Para ulama nasab berselisih dalam penyandaran nama Imam Al-Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. 

Ini dikuatkan oleh Al-Fayumi dalam Al-Mishbah Al-Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah seorang keturunan Al-Ghazali, yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah anak dari Situ Al-Mana bintu 


Abu Hamid Al-Ghazali yang mengatakan, bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut

dengan di tasydid (Al Ghazzali). Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan keahlian keluarganya yaitu 

menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al-Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al-Ghazzali adalah yang benar.” 

Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi tentang daerah Al-Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al-

Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al-Akhbar, ini pendapat Al-Khafaji. Yang di jadikan sandaran para ahli nasab 

mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam catatan kakinya, 6/192-192). 


Di lahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki seorang saudara yang bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:326 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:193 dan 194)


Perjalanan menuntut ilmu

Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang di buat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik (ahli tasawuf). Dia berpesan kepada temanya itu:

“Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (yaitu tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh di habiskan untuk keduanya.”


Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, 

“Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dari harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tidak memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah (sebagai penuntut ilmu). Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”


Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata, “Kami menuntut ilmu hanya karena Allah ta’ala karna ilmu enggan (datang dan menetap di dalam diri manusia) kecuali (jika menuntutnya )hanya karena Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:193-194).


Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta memberikan nafkah semampunya. Apabila mendengar 

perkataan mereka (ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih. Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ala untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat. Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali menjadi seorang yang faqih dan saudaranya (Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat (Dinukil dari Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:194)


Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi, Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat. Kemudian 

pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).


Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat. Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19: 323 dan As-Subki, Thabaqat Asy-

Syafi’iyah, 6: 191)


Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi 

terkenal. Mencapai kedudukan yang sangat tinggi.

Masa akhir kehidupannya

Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul dengan ahlinya. Imam Adz-Dzahabi berkata:

 “Pada akhir kehidupannya, beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya 

serta menelaah shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum 

sempat meriwayatkan hadits dan tidak memiliki keturunan 

kecuali beberapa orang putri.”


Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah 

meninggalnya beliau dalam kitab Ats-Tsabat ‘indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya): “Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu 

berkata, ‘Bawa ke mari kain kafan saya.’ Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkan-nya di kedua 

matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.’ Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit 

menguning (menjelang pagi hari).” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala,6: 34). 


Beliau wafat di 

kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah, 6: 201)


Karya-karyanya

Beliau seorang yang produktif menulis. Karya 

ilmiah beliau sangat banyak sekali. Di antara karyanya yang 

terkenal ialah:


🔵Pertama, dalam masalah ushuluddin dan akidah:

1. Arba’in fi Ushuliddin. Merupakan juz kedua dari kitab beliau Jawahirul Qur’an.


2. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin pada jilid pertama.


3. Al Iqtishad fil I’tiqad.


4. Tahafut Al-Falasifah. Berisi bantahan beliau terhadap pendapat dan pemikiran para filosof dengan 

menggunakan kaidah mazhab Asy’ariyah.


5. Faishal At-Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah.




🔵Kedua, dalam ilmu ushul, fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau memiliki karya yang sangat 

banyak. Secara ringkas dapat kita kutip yang terkenal, di antaranya:


1. Al-Mustashfa min ‘Ilmil Ushul. Merupakan kitab yang sangat terkenal dalam ushul fiqih. Yang sangat 

populer dari buku ini ialah pengantar manthiq dan pembahasan ilmu kalamnya.


2. Mahakun Nadzar.


3. Mi’yarul Ilmi. Kedua kitab ini berbicara tentang mantiq dan telah dicetak.


4. Ma’ariful Aqliyah. Kitab ini dicetak dengan tahqiq Abdulkarim Ali Utsman.


5. Misykatul Anwar. Dicetak berulangkali dengan 

tahqiq Abul Ala Afifi.


6. Al Maqshad Al Asna Fi Syarhi Asma Allah Al Husna. Telah dicetak.


7. Mizanul Amal. Kitab ini telah diterbitkan dengan tahqiq Sulaiman Dunya.


8. Al-Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi. Oleh para ulama, kitab ini diperselisihkan keabsahan dan 

keontetikannya sebagai karya Al-Ghazali. Yang menolak penisbatan ini, diantaranya ialah Imam Ibnu 

Shalah dengan pernyataannya, “Adapun kitab Al-

Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, bukanlah karya beliau. Aku telah melihat transkipnya dengan khat Al-Qadhi Kamaluddin Muhammad bin Abdillah Asy

Syahruzuri yang menunjukkan, bahwa hal itu di palsukan atas nama Al-Ghazali. Beliau sendiri telah 

menolaknya dengan kitab Tahafut.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala, 19:329) 


Banyak pula 

ulama yang menetapkan keabsahannya. Di antaranya yaitu Syaikhul Islam, menyatakan, “Adapun mengenai kitab Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, sebagian ulama mendustakan penetapan ini. Akan tetapi para pakar yang mengenalnya dan keadaannya, 

akan mengetahui bahwa semua ini merupakan 

perkataannya.” (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala 19/329). Kitab ini diterbitkan terakhir 

dengan tahqiq Riyadh Ali Abdillah.


9. Al-Ajwibah Al-Ghazaliyah Fil Masail Ukhrawiyah.


10. Ma’arijul Qudsi fi Madariji Ma’rifati An Nafsi.


11. Qanun At-Ta’wil.


12. Fadhaih Al-Bathiniyah dan Al-Qisthas Al-Mustaqim. 

Kedua kitab ini merupakan bantahan beliau terhadap sekte batiniyah. Keduanya telah terbit.


13. Iljamul Awam An Ilmil Kalam. Kitab ini telah di terbitkan berulang kali dengan tahqiq Muhammad 

Al-Mu’tashim Billah Al-Baghdadi.


14. Raudhatuth Thalibin Wa Umdatus Salikin, di terbitkan dengan tahqiq Muhammad Bahit.


15. Ar-Risalah Alladuniyah.


16. Ihya’ Ulumuddin. Kitab yang cukup terkenal dan menjadi salah satu rujukan sebagian kaum muslimin di Indonesia. Para ulama terdahulu telah berkomentar banyak tentang kitab ini


17. Al-Munqidz Minad Dhalalah. Tulisan beliau yang banyak menjelaskan sisi biografinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar