Kamis, 12 Mei 2022

AQABAH 7. BERSYUKUR KEPADA ALLAH

AQABAH 7. BERSYUKUR KEPADA ALLAH

Terjemahan kitab minhahul ambidin (imam gazhali)

 

Setelah kita berhasil menempuh tanjakan/tahapan yang enam, dan telah berhasil mengamalkan macam ibadah yang telah penyusun kemukakan, kini saatnya kita bersyukur dan memuji Allah SWT. Mensyukuri nikmat nan besar serta memuji atas karunia-Nya. Kita wajib bersyukur karena dua sebab: 

1. Agar kekal kenikmatan yang sangat besar itu, sebab jika tidak disyukuri akan hilang. 

2. Agar nikmat yang telah kita dapatkan bertambah. Dawamnya nikmat karena syukur itu sebagai pengikat nikmat. Dengan bersyukur kenikmatan akan kekal dan tetap menjadi milik kita. Sebaliknya, apabila tidak disyukuri nikmat akan hilang dan berpindah tempat. 

Allah 'Azza wa jalla berfirman: 

.....Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (ar-Ra'd : 13). 

'" tetapi (penduduk mya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (an-Nahl :112). 

Juga firman-Nya: 

Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman...? (an-Nisa': 147). 

Di antara kenikmatan itu ada yang binal bagaikan binatang hutan. Oleh karenanya harus diikat dengan bersyukur kepada Allah SWT. Di samping itu, bersyukur menjadikan kenikmatan bertambah, karena bersyukur merupakan pengikat nikmat yang diberikan Allah. 

Allah berfirman: 

... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu .... (Ibrahim: 7). 

Dan firman-Nya:

Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka ..... (Muhammad: 17). 

Firman Allah berikutnya: 

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.... 

(al-Ankabut : 69). 

Dengan demikian, Allah Mengetahui bahwa hamba-Nya bersyukur atas nikmatNya. Kelak Allah akan mengaruniakan kenikmatan yang lain. Sebab si hamba itu memang pantas mendapatkan kenikmatan. Dan jika tidak demikian, maka Allah akan menghentikan nikmatnya, putus dan orang yang demikian tidak pantas mendapatkan nikmat. 

Kenikmatan Allah ada dua macam: 

1.Nikmat dunia. 

2.Nikmat akhirat. 

Dan kenikmatan dunia dibagi menjadi dua pula: 

a.Nikmat ma'rifat. 

b.Nikmat menolak madharat. 

Dari kenikmatan itu Allah mendatangkan manfaat-manfaat, yakni ada dua macam: 

a) Fisik yang sempurna: Wajah yang cakap, postur tegap. 

b) Bermacam-macam kesenangan. Seperti makanan, minuman, pakaian, 

dan sebagainya. 

Adapun nikmat menolak madharat yaitu, Allah menjauhkan mafsadahmafsadah dan berbagai madharat. Dan ini pun ada dua macam: 

a) Allah menyelamatkan dan menjauhkan madharat yang ada pada diri 

kita. 

b) Allah menjauhkan kita dari bermacam halangan. Baik halangan yang 

datang dari manusia, jin, dan binatang. 

Kenikmatan agama (akhirat) juga terbagi menjadi dua: 

a) Mendapatkan taufiq Allah. 

b) Mendapatkan pemeliharaan Allah. 

Kenikmatan taufiq maksudnya Allah memberikan taufik kepada kita. Mula-mula 




Allah mentakdirkan kita menjadi seorang Muslim, kemudian Allah melimpahkan 

taufiq-Nya, sehingga kita menjadi ahli sunnah wa 'I-jamaah. Selanjutnya Allah 

melimpahkan taufiq yang menjadikan kita taat. 

Adapun peliharaan Allah adalah kita dipelihara dari sifat kufur, musyrik, bid'ah, 

dan dipelihara serta dijauhkan dari kesesatan, maksiat. Sedang rinciannya tidak 

dapat dihitung, kecuali AllahYang Maha Mengetahui, Yang memberikan kenikmatan 

kepada kita. Sebagaimana firman Allah: 

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu 

tak dapat menentukan jumlahnya .... (an-Nahl : 18). 

Dan sesungguhnya kekalnya segala kenikmatan itu adalah setelah Allah 

Mengaruniakan kenikmatan tersebut kepada kita. Kemudian Allah menambahkan 

kenikmatan, yang kita tak pernah menduga datangnya. Semua itu lantaran kita 

senantiasa mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan. 

Bersyukur dan memuji Allah, sesungguhnya mempunyai nilai yang begitu besar, 

di dalamnya terkandung banyak manfaat. Maka seharusnyalah kita 

mempertahankan dan mengamalkan dengan sungguh-sungguh. Jangan kita 

menganggap remeh, karena hal itu adalah permata yang tak ternilai harganya, dan 

merupakan karunia yang sangat jarang diberikan kepada manusia. 

Setelah menelaah secara mendalam, para ulama membedakan syukur dan puji. 

Kesimpulannya adalah: 

Puji dapat berwujud tasbih dan tahlil. Jadi merupakan amal-ibadah lahir. 

Sedangkan yang termasuk bersyukur: sabar, tafund. Dengan demikian 

bersyukur termasuk ibadah batin. Karena bersyukur adalah penangkal kufur .. 

Allah ' Azza wa J alla berfirman: 

Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. 

(Saba' : 13). 

Dengan demikian, tetaplah bahwa puji dan syukur mempunyai makna berbeda. 

Sehubungan dengan rasa syukur, berkatalah Sayyidina Abbas ra.: "Bersyukur 

adalah taat dengan segenap anggota badan kepada Allah SWT. Baik secara 

sembunyi ataupun terang-terangan, dan baik secara lisan maupun dalam hati." 

Guru kami mengatakan, "Bersyukur ialah taat lahir batin. Kemudian menjauhi 

segala perbuatan maksiat." 

Ulama lain menyatakan, "Bersyukur adalah menjaga diri dari perbuatan 




maksiat. Baik lahir maupun batin." 

Sehingga para guru beranggapan bahwa menjaga diri adalah makna yang tetap, 

selain menjauhinya. Jadi harus tetap menjaga sekaligus menjauhi perbuatan 

maksiat. 

Maksud menjauhi maksiat dan perbuatan kufur adalah menolak dikala ada 

ajakan atau dorongan untuk melakukannya. 

Berkata guru kami, "Sesungguhnya syukur itu mengagungkan Allah Yang 

Memberi Nikmat, yakni mengukur nikmat-Nya agar kita tidak menjauhkan diri dan 

tidak bersifat kufur." 

Dengan demikian, tidaklah pantas seseorang yang mendapatkan kenikmatan 

Allah mempergunakannya untuk berbuat maksiat. Karena berarti ia melawan Sang 

Pemberi nikmat. 

Kewajiban kita hanyalah bersyukur dan Mengagungkan Allah. Sehingga kita 

tidak berbuat maksiat. 

Seseorang yang telah berbuat demikian berarti telah benarbenar bersyukur. 

Kemudian bersungguh-sungguh berbakti kepada Allah, dan beramal sesuai' dengan 

kenikmatan yang ada padanya. Setelah itu menjaga dan menjauhkan diri dari 

maksiat. 

Kapan kita harus bersyukur? Kita wajib bersyukur tatkala mendapatkan 

kenikmatan, baik kenikmatan dunia maupun kenikmatan agama (akhirat). 

Sebagian ulama mengatakan, "Dalam keadaan menderita (ditimpa musibah) 

kita tidak perlu mensyukuri, tetapi kewajiban kita adalah bersabar menghadapi 

musibah itu." 

Kata mereka selanjutnya, "Di dalam setiap kemadharatan selalu terkandung 

kenikmatan. Dan kita wajib mensyukuri nikmat itu, meskipun datangnya bersamaan 

dengan musibah." 

Sayyidina Abdu 'I-Lah bin Umar menyatakan, "Setiap mengalami cobaan dari 

Allah, aku rasakan di dalamnya terkandung empat macam kenikmatan: 

1. Bahwa musibah itu tidak berhubungan dengan agama. Misalnya salah 

seorang anggota keluarga meninggal. Bukan agama atau iman yang mati! 

2. Musibah itu bukanlah petaka hebat/berat. Karena seberat-berat musibah 

masih ada yang lebih berat. 




3. Nikmat dikaruniai keridhaan dalam menerima musibah. 

4. Nikmat menunggu pahala. 

Selain itu kenikmatan yang datangnya bersamaan dengan musibah adalah 

bahwa musibah itu tidak kekal, suatu saat pasti berakhir. 

Lagi pula datangnya musibah itu dari Allah SWT. bukan dari yang lain, meskipun 

mungkin penyebabnya adalah makhluk. Apabila seseorang mendatangkan musibah 

untuk kita, itu berarti keuntungan bagi kita, dan kerugian baginya! 

Guru kami menyatakan, "Penderitaan dunia pada dasarnya harus disyukuri. 

Sebab semuanya itu akan mendatangkan manfaat besar dan pahala berlimpah. 

Sehingga apabila diperbandingkan dengan pengganti itu tidaklah berarti semua penderitaan itu." 

Nabi Muhammad pun mensyukuri penderitaan yang menimpanya, 

sebagaimana beliau mensyukuri nikmat dari Allah. Rasulullah SAW. bersabda: 

Bersyukurlah kepada Allah atas musibah-Nya yang pedih dan 

atas nikmat-Nya yang menyenangkan. 

Allah Ta'ala berfirman: 

karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal . Allah 

menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (an-Nisa' : 19). 

Segala yang dikatakan baik oleh Allah adalah lebih baik daripada yang kita 

katakan baik. Sebab kebaikan tidak dikarenakan keinginan diri kita, tetapi kebaikan 

adalah bertambahnya derajat, dan itulah yang dimaksudkan nikmat. 

Jika penderitaan merupakan penyebab bertambahnya kemuliaan dan 

keluhuran seseorang, maka yang demikian adalah kenikmatan yang sesungguhnya. 

Dan lahirnya saja sebagai musibah. 

Kebanyakan wali pernah merasakan pahit getirnya musibah. 

Misalnya ada seseorang sebelum menjadi wali sering keluar masuk bui, tetapi 

akhimya menjadi seorang wali, bahkan ketika di dalam bui pun sudah menjadi wali. 

Sehingga sebagian mereka mengatakan. "Dijebloskan dalam penjara (meskipun 

tidak berdosa, tetapi karena fitnah) itu meningkatkan derajat." 

Bahkan orang yang dipenjara karena berdosa. tetapi kemudian bertaubat pun 

akan terangkat derajatnya. 

Seseorang berkata, "Bersyukur lebih utama daripada bersabar." Dasar ucapan 

itu adalah firman Allah Ta'ala: 




Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. 

(Saba' : 13). 

Juga firman Allah ketika memuji Nabi Nuh as.: 

.....Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak 

bersyukur. (al-Isra': 3). 

Juga firman-Nya kepada Nabi Ibrahim as.. 

.....Yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah.....(an-Nahl : 121). 

Dan syukur itu terdapat dalam manzilah nikmat dan afiyah. 

Berkatalah seseorang, "Aku lebih senang mensyukun mkmat daripada bersabar 

dalam derita." 

Tetapi ada juga orang beranggapan bahwa bersabar lebih utama, sebab 

bersabar lebih besar masyakatnya, sehmgga pahalanya pun lebih besar, dan 

manzilahnya lebih tinggi. Sebagaimana Firman Allah 'Azza wa Jalla. 

.....Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang 

sabar....(Shad : 44). 

Firman-Nya pula: 

.....Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang 

dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (az-Zumar : 10). 

Juga firman-Nya: 

.....Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 146), 

Dan menurut penyusun, orang yang bersyukur, adalah orang yang bersabar. 

Begitu juga orang yang bersabar pada hakikatnya adalah orang yang bersyukur. 

Dengan demikian, memang antara sabar dan syukur itu tidak dapat dipisahkan. 

Sebab bersyukur terhadap berbagai macam cobaan dunia, berarti juga bersabar. 

Sesuai dengan makna bersyukur itu sendiri, yakni Mengagungkan Kepada Pemberi 

nikmat. 

Seorang penyabar tidak akan sepi dari nikmat. Sebagaimana penyusun uraikan 

di atas, penderitaan pun sesungguhnya merupakan suatu kenikmatan. Sehingga 

apabila bersabar dalam menerima derita, berarti pula bersyukur dan menahan diri 

tidak mengeluh, semata-mata karena Mengagungkan Allah SWT. 

Taufiq dan Pemeliharaan Allah yang dilimpahkan kepada orang sabar adalah 

suatu nikmat yang disyukuri oleh orangorang sabar. Jadi antara bersyukur dan sabar 

tidak bisa dipisahkan. 

Perlu pula diketahui, bahwa Allah memberikan kenikmatan kepada seseorang




dikarenakan orang itu mengetahui kadar kenikmatan, yaitu orang yang bersyukur. 

Seperti yang diceritakan Allah perihal orang kafir: 

Kata kaum kafir, "Mereka itulah orang-orang yang diberi nikmat 

oleh Allah SWT?" (maksudnya, mengejek kaum Muslimin), 

Allah Ta'ala berfirman: 

Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang 

bersyukur (kepada-Nya)? (al-An'am : 53). 

Orang-orang kafir yang notabene bodoh dan dungu itu beranggapan bahwa 

nikmat dan karunia hanya diberikan Allah kepada orang berada dan berdarah biru 

(ningrat). 

Kata mereka (kaum kafir), "Mungkinkah golongan kafir, budak-budak belian 

akan mendapatkan nikmat besar dari Allah. Sedang menurut pendapatmu, orangorang kaya dan bangSAWan tidak akan mendapatkan nikmat dari Allah. Bagaimana 

mungkin hal itu?" 

Begitu takabbur mereka, sehingga menghina dan berkata, 

"Bagaimana mungkin orang-orang seperti mereka mendapatkan 

karunia Allah, sedangkan kita tidak." 

Perkataan itu dijawab oleh Allah: 

.....Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang

bersyukur (kepada-Nya)? (al-An'am : 53). 

Makna firman tersebut: Sesungguhnya Allah memberikan kenikmatan hanya 

kepada orang yang mengetahui kadar suatu kenikmatan. Dan orang yang dimaksud 

itu adalah mereka yang senantiasa menghadapkan dirinya (jiwa raga) ke sana, 

sehingga mereka mernilah-milah kenikmatan dan meninggalkan yang lainnya, serta 

tidak mempedulikan segala penderitaan dikala mengejar/mencarinya. Kemudian tak 

henti-hentinya mensyukuri kenikmatan yang telah dilimpahkan Allah kepada dirinya 

itu. Dan sesungguhnya orang hina pun mengetahui kadar suatu kenikmatan dan bisa 

bersyukur. Sehingga mereka memang lebih layak mengecap kenikmatan daripada 

orang kafir yang kaya dan ningrat itu. 

Di "Mata"-Ku kekayaan, harta, pengaruh, dan segenap hulubalangmu tidak 

berarti apa-apa. Juga nasabmu, sekalipun keturunan ningrat dan orang mulia, 

semuanya tidak Aku anggap! 

Kalian beranggapan bahwa nikmat hanyalah sekadar kenyamanan dunia 

berupa kekayaan, harta benda, kemuliaan, dan keluhuran dunia, sehingga 

menganggap sepi agama, ilmu, serta kebenaran. Karena itulah kalian mengagungkan




dunia, serta berbangga-bangga dengan dunia dan kelompok/kaumnya. 

Tidakkah kalian berpikir, bahwa kenyatannya kalian sukar dan enggan 

menerima agama, ilmu, hak, serta mengenang Rasulullah SAW. sebagai pembawa 

ilmu dan agama itu. 

Hal itu lantaran kalian meremehkan dan menganggap hina agama, ilmu serta 

kebenaran. Tetapi mereka. yang dhaif rela mengurbankan jiwa untuk itu, tanpa 

mempedulikan dunia dan musuh-musuhnya. Sekalipun demikian, perlu kalian 

ketahui, orang-orang lemah itulah yang mengetahui kadar suatu kenikmatan, serta 

mengagungkannya. Mudah saja bagi mereka menerima kenikmatan, mereka merasa 

ringan atas segala penderitaan demi mendapatkan kenikmatan. Hari-harinya mereka 

lalui untuk mensyukuri nikmat Allah . 

Sehingga sudah sepantasnya jika Aku melimpahkan kemuliaan dan nikmat 

kepadanya. Aku mengkhususkan mereka dengan kenikmatan-kenikmatan tersebut, 

bukan untuk kalian. 

Begitu pula orang-orang yang mendapatkan kenikmatan khusus dari Allah, 

yakni nikmat agama, ilmu maupun amal. Di situ tampak bahwa mereka paling 

mengetahui kadar suatu kenikmatan, serta paling mengagungkan dan bersungguhsungguh guna mendapatkannya. Selain itu mereka paling mampu mensyukuri, juga 

dalam memuliakannya. 

Apabila pengagungan terhadap agama dan ilmu pada hati seorang awam sama 

dengan yang dilakukan para ulama, maka mustahil mereka memilih pasar dan 

menelantarkan ibadah. Tentunya mereka mudah saja meninggalkan pasar dan perniagaannya. 

Orang yang inabat kepada Allah, bersungguh-sungguh, senantiasa menjaga diri, 

dari memelihara nafsu dari syahwat, serta kelezatan dunia, kemudian 

mengharapkan Allah menyempurnakan shalatnya. Jika Allah mengabulkan 

permintaannya itu, sungguh merupakan kenikmatan besar! Maka segala 

penderitaan yang dialami tidaklah berarti apa-apa. Sesungguhnya Allah Maha 

Mengetahui, Maha Bijak lagi Maha Pengasih. 

Kemudian, bisa saja Allah menghilangkan nikmat seseorang lantaran orang 

itu tidak mengetahui kadarnya, yakni orang yang tidak pernah bersyukur atas 

kenikmatan yang ada. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: 

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami 

berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi al-




Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia 

diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk 

orang-orang yang sesat, Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya 

Kami tinggikan (derajatmya dengan ayat-ayat itu.... (al-A'raf:175-

176). 

Makna firman di atas adalah: Allah telah memberi kenikmatan kepada 

Bal'am bin Ba'ura dengan kenikmatankenikmatan besar dan kebaikan dalam 

masalah agama, yakni diperkenankan mendapatkan ilmu, dimungkinkan 

mendapatkan ruthbah dan manzilah tinggi, sehingga ia mulia dalam pandangan 

Allah. 

Akan tetapi ia tidak mengetahui kadar kenikmatan yang diberikan Allah, 

bahkan cenderung kepada dunia yang hina dan rendah serta menuruti kemauan 

syahwat. la tidak menyadari bahwa nikmat dunia sebesar apapun tidak bakal 

bisa menandingi nikmat agama'yang sangat kecil sekali pun. 

Ia bak anjing yang tidak menghormati majikan dan tidak mau diberi 

keuntungan/kesenangan. Tidak dapat membedakan, mana kehormatan, 

kehinaan, kesengsaraan, serta tidak mengetahui tinggi dan mulianya martabat. 

Begitulah Bal'am, ia tidak menyadari semua itu, tertutup sudah 

matahatinya. Sehingga ia berpaling dari Allah lantaran terbuai dengan 

kenikmatan dunia. 

Maka dengan Kehendak-Nya, Allah menghilangkan semua kenikmatan 

dirinya. Tidak terkecuali karamah-karamah dan ma'rifat-nya. Habis sudah kini 

semua karunia Allah. Bal'am tak ubahnya anjing yang terusir, bak setan dirajam. 

Seorang 'alim yang mendapatkan taufiq dari Allah sehingga memungkinkan 

ia beribadah dan mengetahui syari'at serta hukum-hukumnya, tetapi tidak 

mengetahui kadarnya. Maka di "Mata" Allah ia adalah seorang hina. Ia lebih 

menyukai kehinaan daripada karunia Allah 'Azza wa Jalla. 

Jadi orang yang tidak mengetahui kadar suatu kenikmatan, tidak tanggap 

akan manzilah yang tinggi, bahkan senantiasa menuruti keinginan syahwatnya, 

atau menginginkan dunia yang hina dan fana ini, tidak mempedulikan khil'akhil'a dan segala kemurahannya, juga menutup mata atas pahala akhirat yang 

sempurna dan kekal, adalah benar-benar hamba paling rendah dan hina. 

Sungguh suatu sikap yang teramat buruk! 

Allah 'Azza wa Jalla berfirman: 

Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang 




dibaca berulang-ulang dan al-Qur'an yang agung. Janganlah sekalikali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang 

telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka 

(orang-orang kafir itu) .... tal-Hijr : 87-88). 

Maksud firman tersebut: hendaknya kita tidak berpaling kepada selain AlQur'an. Keagungan Al-Qur'an jauh melebihi agungnya dunia. 

Selain itu hendaknya kita membiasakan diri menyukuri nikmat yang diberikan 

Allah. Hal semacam itu pernah diminta Nabi Ibrahim as. agar ayahandanya 

mendapatkan kehormatan semacam itu. Tetapi Sang Ayah ternyata enggan 

melaksanakan, ia tetap kafir. 

Demikian juga Nabi Muhammad SAW. Beliau sangat mengharap pamannya, 

Abu Thalib, mendapatkan nikmat iman dan ma'rifat, Tetapi Abu Thalib tidak 

melaksanakan. 

Selain itu masih banyak pula orang-orang sebagai sampah dunia. Mereka itu 

adalah orang kafir, orang mulhid (yang tidak percaya adanya Allah), kafir zindiq, 

fasik, dan sebagainya. Mereka adalah makhluk paling rendah dan hina. 

Para Nabi, Wali siddiq, orang berilmu dan ahli ibadah, dijauhkan dari sifat-sifat 

tercela itu. Karena mereka adalah kekasih Allah. Demikianlah Allah melimpahkan 

karunia-Nya kepada hamba-Nya yang tulus. 

Firman Allah kepada Nabi Musa as. dan Nabi Harun as.: 

Apabila Aku berkehendak menghiasi dirimu berdua (Musa dan 

Harun) dengan suatu perhiasan, agar Fir'aun mengerti tatkala ia 

mengetahui bahwa ia tidak bisa (melakukan hal) seperti itu, 

sedangkan Aku bisa melakukannya. Namun demikian, Aku menjauhkan 

dirimu dari dunia ini, dan kamu menyingkir dari (kenikmatan) dunia. 

Seperti itulah sikap-Ku terhadap para wali-Ku. Mereka Aku jaga dari 

kenikmatan duniawi. Ibarat pengembala unta yang senang dengan 

untanya, (maka) unta-unta itu akan disingkirkan dari tempat yang 

kotor. Di samping itu, mereka (para wali), Aku jauhkan dari 

kesenangan duniawi dan hidupnya. Hal itu bukan lantaran mereka hina 

menurut pandangan-Ku. Namun, agar mereka mengambil bagian 

karamab-Ku secara sempurna. 

Juga Firman Allah Ta’ala:

Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia 

menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan 

bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah 

loteng-loteng perak bagi rumah mereka .... (az-Zukhruf : 33). 

Puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan kenikmatan 

kepada kami, para wali, dan kepada orang pilihanNya. Kami' 




dijauhkan dari segala macam godaan, sehingga kita termasuk orang 

beruntung. Dan kami bersyukur atas karunia dan kenikmatan yang 

sempurna dan paling besar, yakni ISLAM! . 

Sesungguhnya Islam adalah agama pertama dan terakhir!! 

Maka sudah seharusnya kita menyukuri nikmat Islam itu setiap saat. Apalagi, 

kita dengan segala kekurangannya, tidak bakal bisa menghitung nikmat Islam. Maka 

berusahalah mengetahui hakikatnya. 

Allah Ta'ala berfirman: 

Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (alQur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu .... (asy-Syura: 

52). 

Juga Firman-Nya:

.....dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu 

ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (an-Nisa': 

113). 

Firman-Nya pula:

sebenarnya Allah, Dia-lah yang melimpahkan nikmat kepadamu 

dengan menunjuki kamu kepada keimanan .... (al-Hujurat . 17). 

Setelah Rasulullah mendengar ada seorang bersyukur dengan mengucapkan 

Alhamdulillah, karena nikmat Islam, maka Rasulullah SAW. bersabda: 

Sesungguhnya kamu bersyukur kepada Allah atas nikmat yang 

amat besar. 

Ketika seorang membawa kabar gembira kepada Nabi Ya'kub as. perihal Nabi 

Yunus as. Maka Nabi Ya'kub bersabda:

Agama apa yang dipeluk Nabi Yunus ketika engkau meninggalkannya? 

Jawab orang itu, "Agama Islam!" 

Sabda Nabi Ya'kub: 

Kini telah habis nikmat (maksudnya, nikmat telah mencapai 

puncak). Ternyata anakku Yunus masih hidup dan memeluk Islam. 

Ada seseorang mengatakan, "Tidak ada suatu perkataan paling dikasihi Allah 

dan paling tepat bagi Allah dalam hal bersyukur, kecuali ucapan: 

Puji syukur kepada Allah yang melimpahkan nikmat kepada kami, 

dan memberi hidayah kepada kami dengan agama Islam. 

Sufyan ats Tsauri sering mengatakan, "Apabila seseorang merasa beriman, dan 

merasa tidak akan kufur, maka imannya bakal dirampas lantas jadilah ia kufur." 




Imam Ghazali mengatakan, "Apabila kamu mendengar kaum kafir bakal kekal 

dalam neraka, maka berhati-hatilah kamu, jangan merasa aman, Siapa tahu kamu 

pun termasuk kafir. Sebab urusan ini sarat dengan bahaya. Sedang kamu belum 

mengetahui akhir kehidupanmu, bagaimana ditulis dalam buku gaib. Oleh karenanya 

jangan rerpedaya oleh kemilaunya masa, sebab dibalik kemilau itu terdapat 

bahaya yang tersembunyi." 

Sebagian ulama juga mengatakan, "Hai orang-orang yang lengah lantaran 

dipelihara Allah, berhati-hatilah karena di balik semua itu terdapat berbagai 

kemarahan Allah." 

Sedangkan iblis, yang' dilaknat Allah pun dihiasi dengan peliharaan Allah. 

Demikian juga Bal'am bin Ba'ura, ia dihiasi dengan bermacam cahaya oleh 

Allah SWT. Nur kewaliannya tidak menghalangi Allah untuk melaknatnya. 

Sayyidina Ali menyatakan, "Beberapa orang disungkun (diberi tidak dengan 

keridhaan) dengan kebaikan. Sehingga banyak orang tertipu oleh tutur katanya. 

Selain itu banyak pula orang yang ditutupi aibnya oleh Allah SWT," 

Seseorang bertanya, "Sejauh manakah tertipunya hamba itu?" 

Jawabnya, "Yakni dengan berbagai kelantifan dari Allah, dan dengan 

bermacam-macam 

karamah 

(merasa dirinya wali, sehingga merasa 

tenang/aman) yang mengakibatkan lengah." 

Allah 'Azza wa J alla berfirman: 

.....nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsurangsur 

(ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (alA'raf: 182). 

Seorang ahli ma'rifat mengatakan bahwa Allah SWT. berfirman: 

Akan Aku tumpahkan segala nikmat untuk mereka. Tetapi 

Aku beri pula mereka sifat pelupa/lengah, sehingga tidak 

menyukuri nikmat-nikmat tersebut. 

Sebuah sya'ir mengatakan: 

Kamu berbaik sangka terhadap zaman, dikarenakan zaman 

sedang baik. 

Tetapi zaman tidaklah dapat menutupi keburukan. 

Misalnya pada suatu malam yang indah, tenang, dan bersih. Kadangkala 

kita terlena atas indahnya malam seperti itu. Sesungguhnya keindahan malam 

seperti itulah banyak terdapat kekeruhan. 




Perlu juga kita ketahui, bahwa semakin dekat pada tujuan semakin sulit 

pula. Ibadahnya semakin sulit, sedang untuk mengerjakannya semakin lemah, 

bahayanya juga besar. Sehingga semakin tinggi, jatuhnya pun semakin sakit. 

Sebuah sya'ir mengatakan: 

Kian tinggi terbang sang burung, maka kian jauh pula berku 

bangnya ke bumi . 

Dengan demikian, tidak ada alasan untuk merasa aman dan tidak 

bersyukur, serta berhenti berdoa memohon pemeliharaan-Nya. Sungguh tidak 

ada dalih untuk itu! 

Sayyidina Ibrahim bin Adham berkata; "Bagaimana kamu bisa merasa 

aman, sedang Nabi Ibrahim as. pun bersabda: 

Ya Allah, jauhkanlah hamba beserta anak-anak hamba dari 

menyembah berhala." 

Berkata pula Sayyidina Yusuf ash-Shiddiq as., "Ya Allah, hamba 

menginginkan mati dalam keadaan Islam." 

Dan Sayyidina Sufyan tidak henti-hentinya berdoa, "Ya Allah, selamatkanlah 

diriku, selamatkanlah diriku." 

Diriwayatkan, Muhammad bin Yusuf berkata, "Pada suatu malam aku 

mengintip Imam Sufyan Tsauri. Ternyata semalaman beliau menangis. 

Maka aku bertanya kepadanya, 'Apakah Tuan sedang menangisi dosa?" 

Sebelum menjawab, tangan beliau menggapai se onggok jerami, baru 

kemudian berkata, "Dosa itu lebih ringan daripada jerami ini, di hadapan Allah SWt. 

Aku bukan takut kepada dosa, tetapi aku takut jika Islam dihilangkan dariku." 

Penyusun juga mendengar, bahwa sebagian orang arif berkata, "Sebagian Nabi 

menanyakan kepada Allah mengapa Bal'am bin Ba'ura yang begitu alim, dan telah

mendapatkan karamah itu diusir oleh Allah." 

Firman Allah: 

Ia belum bersyukur pada-Ku, meski sehari, atas nikmat yang 

telah Aku curahkan padanya. Andaikata ia bersyukur padaKu, meski 

hanya sekali, dalam hidupnya, maka tentu Aku tidak akan 

menghapuskan (ilmu) mya, 

Ingatlah wahai kaum Muslimin, berpeganglah pada tiang syukur. Memujilah 

atas nikmat Allah yang telah diberikan, nikmat yang paling tinggi dan agung, yakni 

agama Islam dan ma'rifat. Sedangkan karunia terendah, misalnya, membaca




Subbana 'I-Lah, atau memelihara kita dari ucapan yang tidak berguna. 

Dengan demikian mudah-mudahan Allah "memuncakkan" nikmat-Nya kepada 

kita, terhindar dari musibah kehilangan nikmat. Sebab memang itulah musibah 

paling hebat, yakni terhina setelah dimuliakan Allah! Sesungguhnya Allah Mahaagung, Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang. 

Allah Maha Berkehendak. Hendaknya dengan lisan dan hati kita memuji dan 

mengagungkan-Nya. memohon agar dijauhkan dari perbuatan maksiat, dan berbakti 

kepada-Nya sesuai dengan tenaga dan pengetahuan yang ada dengan rendah hati. 

dan menyukuri nikmat-Nya. 

Jika suatu saat lalai atau lengah, tidak bersyukur kepadaNya. sehingga kita 

menjadi hina, lekaslah bertaubat dengan sungguh-sungguh, serta merendahkan diri, 

bertawasul sambil berdoa: 

Ya Allah Tuhan kami. Mula-mula Engkau memberikan ihsan, sedangkan hamba 

ini sebenarnya tidak pantas menerima pemberian itu. Maka kini hamba memohon 

agar dipertinggi dengan Karunia-Mu. 

Para wali, dikala menyendiri sering membaca doa berikut ini;

Ya Allah, setelah Engkau memberikan hidayah janganlah 

membelokkan hati kami, dan semoga kami mendapatkan Rahmat-Mu. 

Sesungguhnya Engkau MahaPemurah. 

Kami semua mendapatkan nikmat dari-Mu, dan kami mengharap 

nikmat yang lain. Sebab hanya Engkau-lah Yang Maha Memberi dan 

Maha Pemurah, sebagaimana Engkau memberikan kemuliaan pada awal 

kami. Maka semoga Engkau menyempurnakan nikmat kami. 

Doa yang pertama-tama diajarkan Allah kepada hamba Muslim adalah: 

Tunjukkanlah kami jalan lurus. 

Menurut para ahli hikmat, pada garis besarnya musibah manusia ada lima 

macam: 

1) Sakit ketika bertualang. 

2) Miskin pada hari tua. 

3) Ajal dalam usia muda. 

4) Menderita kebutaan (sebelumnya tidak buta). 

5) Diacuhkan orang banyak (mulanya disanjung), 

Ada seseorang menggubah sebuah sya'ir. 




Segala sesuatu jika ditinggalkan akan datang gantinya, tetapi 

Allah tidak ada penggantinya (kita meninggalkan Allah atau Allah 

meninggalkan kita, maka tidak ada gantinya). 

Ada lagi sebuah sya'ir: 

Apabila dunia menyisakan kepada manusia agamanya (dunia tidak 

mengganggu agama), maka segala yang luput darinya tidak apa-apa, 

asal agamanya selamat. 

Demikian pula setiap kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita, tiap-tiap 

tayid yang diberikan kepada kita dalam menempuh satu tanjakan/tahapan dari 

tahapan yang tujuh agar Allah menetapkan apa-aI>a yang telah diberikan 

kepada kita. Bahkan Allah akan menambah dari apa yang kita harap. 

Jika sudah demikian, berarti kita telah menempuh tahapan syukur yang 

sarat dengan bahaya itu. Kita menjadi manusia beruntung dengan mendapatkan 

dua "simpanan" mulia dan mahal, yakni istiqamah dan meminta tambahan 

nikmat dari Allah yang kekal, yang tidak kita kuatirkan akan hilang, juga 

mendapatkan nikmat Allah yang belum diberikan Allah, yang mana kita tidak 

mungkin memintanya. 

Berarti pula kita termasuk orang yang ma'rifat dan mengamalkan ilmunya, 

agama-Nya, berzuhud terhadap dunia, tajarmd guna berbakti kepada-Nya, 

mampu mengalahkan setan, tidak beranggapan akan hidup lama, berserah diri 

kepada-Nya, bersabar, takut, ikhlas, dan senantiasa menyukuri nikmat-Nya. 

Maka kita menjadi orang yang istiqamah. terhormat, dan shiddiq. 

Allah ' Azza wa Jalla berfirman: 

... Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima 

kasih. (Saba': 13). 

Juga Firman-Nya:

.....tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri-Nya.....

(Yusuf: 38); (.....tidak mengetahuinya .... , Yusuf: 21); dan

(tidaklah kamu memikirkan .... , Yusuf: 109). 

Maka wajib bagi yang mendapatkan kemudahan dari Allah berjihad di jalanNya. 

Firman Allah Ta'ala: 

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, 

benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami 

.... (al-Ankabut . 69). 




Memang, jika kita kaji tahapan-tahapan itu sangat panjang, begitu juga 

syarat-syaratnya amat sulit. Tetapi jika Allah Menghendaki yang panjang itu bisa 

menjadi pendek, yang jauh menjadi dekat, yang sukar menjadi mudah, Sehingga 

orang yang dimudahkan jalannya itu, setelah berhasil menempuh semua 

tahapan akan mengatakan bahwa tahapan itu pendek, dekat, dan mudah. 

Setelah berhasil menempuh semua tahapan itu, penyusun katakan: 

Bagi yang menghendaki, untuk mengetahui jalan itu sangatlah 

jelas, dan aku merasa hati ini tidak mampu melihat jalan itu. Aku 

heran, mengapa orang-orang celaka, sedangkan jalan keselamatan 

telah nyata. 

Dan aku heran pula terhadap orang yang selamat, padahal jalan 

itu amatlah sukar. 

Sehingga, guna menempuh tahapanItanjakan itu ada yang memerlukan waktu 

tujuh puluh tahun, tetapi ada pula yang hanya memerlukan waktu dua puluh tahun, 

sepuluh tahun, bahkan ada yang hanya satu tahun, juga ada yang berhasil dalam 

satu bulan, dua minggu, satu jam;bahkan dalam sekejap! tentu saja karena adanya 

inayah dari Allah SWT. 

Seperti halnya Ashabu 'I-Kahfi tatkala berlindung di dalam gua. Mereka berhasil 

menempuh tahapan tujuh itu hanya dalam sekejap. 

Waktu itu mereka melihat perubahan wajah rajanya, maka mereka berkata 

terus-terang, sehingga ketujuh tahapan itu terpenuhi saat itu juga. Kemudian 

mereka berkata: 

Tuhan kami adalah Tuhan yang Mempunyai dan Menguasai langit 

dan bumi, kami tidak akan menyembah selain kepadaNya. 

Maka berhasillah mereka dalam ma'rifat, Sehingga mengetahui hakikat-hakikat 

yang terkandung di dalamnya (ketujuh tahapan), dan berhasil mencapainya saat itu 

juga. Mereka tafwid kepada Allah, tawakkal, dan beristiqamah. Kemudian mereka 

mengatakan: 

Maka carilah tempat perlindungan di dalam gua itu, niscaya 

Tuhan akan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. 

Demikian pula para tukang sihir Fir'aun. Mereka berhasil menempuh ketujuh 

tahapan' itu hanya dalam sekejap, yakni setelah melihat mu'jizat Nabi Musa as. 

Mereka berkata: 

Kami beriman kepada Tuhan seru sekalian alam, Tuhannya Musa 

dan Harun. 

Sehingga waktu itu juga terlihat jalan ke akhirat, dan pada saat itu pula 




terpenuhi oleh mereka. Sehingga termasuklah mereka golongan ahli ma'rifat 

kepada Allah, ridha akan takdir Allah, bersabar atas segala cobaan, dan bersyukur 

atas nikmatNya, serta merindukan Allah SWT. Selanjutnya berserulah mereka: 

Tidaklah merugi sekalipun dibunuh. Sebab kita akan kembali 

kepada Tuhan. 

Kami riwayatkan, bahwa Ibrahim bin Adham rahimahullah dahulu adalah 

seorang kaya (ia seorang raja). Dahulunya beliau tergiur oleh dunia, namun 

kemudian menempuh jalan akhirat. Untuk menempuh perjalanan dari kota Balakh 

ke kota Marwarwuzd cukup dengan berjalan kaki, Sehingga pada waktu itu juga 

beliau menjadi seorang wali. 

Tatkala melihat ada seorang lelaki terjatuh dari jembatan beliau berkata, 

"Berhentilah kamu! Jangan jatuh ke tanah." Mengagumkan, orang yang terjatuh itu 

pun terhenti di udara, sehingga selamatlah orang itu berkat karamah Ibrahim bin 

Adham. 

Juga, Rabi'ah Basriyyah (Rabi'ah yang berasal dari kota Basar), pada mulanya 

adalah seorang budak belian. Usianya sudah lanjut. Sehingga ketika ditawarkan ke 

pasar Basrah, tiada seorang pun yang sudi membeli . 

Tetapi akhirnya seorang saudagar yang merasa kasihan membelinya, dengan 

harga seratus dirham. Kemudian saudagar itu mernerdekakannya. Selanjutnya 

Rabi'ah memilih jalan akhirat, mengkhususkan diri untuk beribadah kepada Allah. 

Dalam waktu satu tahun, para ulama dan mujahid kota Basrah menghadap 

kepadanya. Tidak ketinggalan para ahli qira'at yang hafal Al-Qur'an. Mereka 

berduyun-duyun menghadap Rabi'ah, lantaran manzilahnya telah tinggi. 

Tetapi orang yang tidak dikehendaki dan tidak mcndapatkan inayah Allah, maka 

akan "dimasabodohkan" oleh Allah. Terkadang dalam menempuh satu tahapan saja 

memerlukan waktu tujuhpuluh tahun belum juga beres. Sehingga ia sering mengatakan, "Sungguh gelap jalan ini. Urusan ini benar-benar sulit dan rumit." Sebab urusan 

itu terletak pada satu pokok. yakni takdir Allah SWT. Yang Mahaagung, Maha 

Mengetahui, Mahaadil lagi Maha Bijaksana. 

Sehubungan dengan takdir Allah, hendaknya kita jangan su u'l-adab, jangan 

asal bertanya. Kita harus mengetahui rahasia Ketuhanan dan rahasia kehambaan. 

Jangan pernah bertanya mengapa Allah mentakdirkan kepada si anu begini, sedang 

kepadaku begitu. Terhadap manusia kita boleh bertanya demikian, tetapi tidak 

terhadap Allah, hal itu adalah rahasia takdir. 




Tahapan panjang dan sukar menuju akhirat itu sama halnya dengan Shiratha 'lMustaqim di akhirat kelak. Di sana banyak pula rintangan yang harus dilewati. Juga 

terdapat berjenis-jenis makhluk. Kelak bakal ada yang melewatinya bak kilat, ada 

juga seperti angin, ada pula secepat larinya kuda, dan ada yang secepat burung 

terbang. Tetapi ada juga yang berjalan biasa, ada yang merangkak hingga hangus 

menjadi arang. Bahkan ketika melewatinya ada yang mendengar suara neraka, juga 

ada yang tersandung hingga jatuh ke dalam neraka jahannam. 

Dengan demikian berarti terdapat dua jalan, yakni jalan dunia (tujuh tahapan) 

dan jalan akhirat (shiratha 'l-Mustaqim), 

Jalan akhirat diperuntukkan jiwa yang dapat ditangkap indra penglihatan. 

Sedangkan shiratba 'l-mustaqtm diperuntukkan hati, yang segala sesuatunya hanya 

dapat ditangkap dengan matahari. 

Perbedaan antara manusia satu dengan lainnya ketika meniti shiratha 'lmustaqim kelak dikarenakan perbedaan selama hidup di dunia. 

Adapun tahqiq-tahqiq dari bab-bab itu adalah: 

Panjang pendeknya jalan dalam menempuh akhirat ketika hidup di dunia, 

tidaklah seperti perjalanan yang ditempuh fisik dengan menggunakan kaki. Kalau 

jalan yang ditempuh kaki bergatung kuat atau tidaknya fisik atau kaki itu sendiri. 

Sedangkan perjalanan shiratha 'l-mustaqim merupakan jalan rahasia, yang ditempuh 

dengan hati, pikiran. Jadi tergantung bagaimana aqaid dan ma tahari seseorang. 

Pangkal mulanya adalah turunnya nur dari langit dan masuknya Penglihatan 

Tuhan ke dalam hati hamba. Berkata nur itu dengan sekali lirik saja, si hamba 

mampu melihat urusan dunia dan akhirat dengan sesungguhnya. 

Untuk mencari nur itu terkadang manusia membutuhkan waktu seratus tahun. 

Sehingga jika jalan/cara mencarinya salah, maka tidak akan mendapatkannya. 

Ada yang mendapatkan nur itu setelah berusaha selama lima puluh tahun, 

sepuluh tahun, ada yang hanya dalam tempo satu hari, ada juga yang dalam waktu 

satu jam, bahkan ada yang hanya dalam waktu sekejap, satu kali kedipan mata. 

Sudah barangtentu itu karena inayah dan hidayah Allah. 

Namun begitu Allah memerintahkan kepada hambanya agar terus mencarinya 

dengan sungguh-sungguh. Tetapi bagaimana urusan dan hasilnya hanyalah Allah 

Yang Mengetahui, bergantung takdir Allah, Allah-lah yang memutuskan sesuai 

dengan Kehendak-Nya. 




Memang urusan ini demikian sulit dan bahayanya pun sangat besar. Sesuai 

dengan firman Allah Ta'ala: 

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam 

susah payah. (al-Balad: 4). 

Juga firman-Nya: 

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada 

langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk 

memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, 

dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu 

amat zhalim dan amat bodoh. (al-Abzab : 72). 

Rasulullah SAW. juga bersabda: 

Apabila kamu mengetahui apa yang aku .kerahui, nIscaya 

kamu akan banyak menangis dan sedikit tertawa. 

Dalam riwayat lain dikatakan, bahwa ada yang berseru dari langit, 

"Tidakkah manusia diciptakan oleh Allah. Hendaknya mereka mengetahui untuk 

apa mereka diciptakan. Dan jika sudah mengetahui, maka amalkanlah ilmunya." 

Sehubungan dengan hal itu, Sayyidina Abu Bakar berkata, "Ingin rasanya 

aku menjadi rumput, dimakan kuda." Perkataan itu keluar lantaran sangat takut 

terhadap siksa. 

Selanjutnya Sayyidina Umar ra. meriwayatkan, bahwa beliau mendengar 

seseor.ang membaca ayat: 

Telah tiba pada diri seseorang satu masa yang tidak disebutsebut. (pada waktu itu manusia belum ada). 

Kata Sayyidina Umar, "Hendaklah demikian untuk selamanya, manusia 

janganlah disebut-sebut." 

Berkata pula Abu 'Ubaidah, "Ingin sekali rasanya aku menjadi seekor biribiri yang bertuan. Sehingga dagingku disayat-sayat dan gulaiku dicicipi. Semoga 

aku tidak sekadar diciptakan." 

Juga berkata Wahab bin Munabbih, "Memang manusia itu sangat dungu. 

Sebab jika tidak, hidupnya ai dunia tidak akan senang." 

Dan berkata pula Fudhail bin Iyadh, "Aku tidak iri kepada malaikat dan 

kepada Nabi utusan, juga terhadap hamba shaleh. Sebab, sekalipun Nabi, 

malaikat, atau hamba shaleh, kelak pada hari kiamat tetap ditanyai oleh Allah. 

Tetapi aku iri hati kepada yang tidak diciptakan Allah." 

Sayyidina Atha' pun berkata, "Apabila seseorang menyalakan api, kemudian 




mengumumkan bahwa siapa saja mencampakkan dirinya ke dalam api itu maka 

akan hilang (menjadi orang yang tak berkelanjutan). Maka aku takut lebih dulu 

mati sebelum sampai pada api itu." 

Wahai saudaraku kaum Muslimin, memang urusan ini sangat sulit, 

sebagaimana telah penyusun uraikan di atas. Lebih sulit/hebat dari perkiraan 

pembaca, barangkali. Dan Allah memang telah mentakdirkan demikian. 

Dengan demikian tidak ada jalan lain kecuali bersungguh-sungguh ubudiyah 

kepada Allah SWT., dan berpegang kepada tali Allah untuk selamanya. Semoga 

Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada kita.

Sesungguhnya yang dicari hamba dhaif ada dua macam: 

1). Menginginkan keselamatan dunia akhirat. 

2). Menginginkan menjadi raja dunia dan akhirat. 

Dunia dengan segala godaan, penyakit, dan bahayanya, membuat malaikat 

tidak bisa selamat. Sebagaimana pernah kita dengar cerita tentang Harut dan 

Marut. 

Sehingga diriwayatkan, apabila ada malaikat menjinjing nyawa seorang 

hamba ke langit, maka malaikat langit merasa heran dan berkata, "Bagaimana 

manusia ini bisa selamat dari dunia, sedang malaikat yang paling baik pun (Harut

dan Marut, yang diberi hawa nafsu) dibuat rusak." 

Perlu diingat, bahwa kehingarbingaran dan penderitaan akhirat sangatlah 

hebat. Sehingga para Nabi dan Rasul pun menjerit: nafsi, nafsi ..... 

Dengan demikian, siapa saja yang menginginkan selamat dari godaan dunia, 

haruslah keluar dari dunia ini dengan berbekal Islam, mati dalam keadaan Islam. 

Sehingga jika selamat dari hura-hara hari kiamat, maka surgalah tempatnya, 

selamat dari segala mara dan petaka. Dan untuk mencapai semua ini tidaklah 

mudah! 

Adapun kekuasaan dan kemuliaan yang dikaruniakan Allah kepada ahli surga 

adalah pemenuhan segala keinginan si hamba! 

Hal semacam itu, di dunia diberikan kepada para wali. Apa yang 

dikehendakinya akan terjadi, ikhlas kepada takdir Allah SWT. 

Daratan, lautan, dan segenap isi bumi, bagi para wali hanyalah "secuil". 

Batu, tanah bagi para wali, apabila ia menghendaki bisa menjadi emas dan 




perak. 

Demikian juga segenap jin, manusia, dan binatang semua ditaklukkan Allah 

untuk para aulia. Apa saja yang dikehendaki wali pasti terkabulkan. Sebab mereka 

tidak pernah menginginkan apa-apa selain apa-apa yang dikehendaki Allah, 

sedangkan apa saja yang dikehendai Allah pasti terjadi. 

Para aulia, tidak pernah takut terhadap semua makhluk ciptaan Allah. Tetapi 

justru sebaliknya, Semua makhluk segan kepada para wali. 

Para wali tidak berbakti kepada siapa pun, kecuali kepada Allah SWT. Selain 

Allah, semuanya berkhidmat kepadanya. 

Itulah kekuasaan para aulia selama di dunia. Adapun kekuasaan di akhirat, 

sebagaimana firman Allah Ta'ala: 

Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan 

melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. (alInsan: 20). 

Dapat kita bayangkan, betapa agung dan besar segala yang disebutkan Allah. 

Dengan demikian kita menjadi sadar, bahwa dunia ini sangatlah kecil dan sedikit, 

dan umurnya pun sangatlah pendek. Dengan demikian. jika kita mendapatkan 

Lagian dari yang sedikit itu tentunya amatlah sedikit! 

Padahal, ada seseorang rela berkurban harta benda, bahkan jiwa demi 

mcndapatkan kekuasaan dunia. Sehingga suatu saat memperoleh sedikit dari yang 

sedikit itu. sedangkan pendapatannya itu tidaklah kekal. 

Jika berhasil mendapatkannya, meskipun terdapat banyak cacat dan cela, maka 

orang-orang merasa iri, dan mengatakan telah mengorbankan banyak harta dan 

jiwa. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah syair, oleh seorang putra raja Imri u'lQais. 

Shabatku menangis tatkala di hadapannya terlihat jalan (jalan 

ke Roma), dan yakin kami akan sampai ke Kekaisaran. Kataku, 

"Jangan kau menangis, bagi kita mati atau menjadi raja. sehingga 

kita diampuni bila telah mati." 

Demi kianlah seorang pemburu kerajaan dunia, jika menginginkan kerajaan 

surga yang kekal. Beruntunglah seseorang yang berhasil mencapainya, dan 

keberhasilan itu semata-mata karena karunia Allah SWT. 

Seseorang yang benar-benar taat dan berkhidmat kepada Allah SWT., akan 

diberi empat puluh kemuliaan; dua puluh kemuliaan dunia, dan dua puluh 

kemuliaan akhirat. 




Ke-empatpuluh kemuliaan itu adalah: 

1. Mendapatkan pujian dan disebut oleh Allah. Sung;uh mulia seseorang 

yang mendapatkan kedua hal tersebut dari Allah. 

2. Diagungkan dan dimuliakan oleh Allah. 

3. Dicintai oleh Allah Ta'ala semasa hidup di dunia. 

4. Selama hidup di dunia, karena taat dan tawakkal sehingga seolah-olah 

Allah menjadi wakilnya dalam segala urusan. Semua urusan Allah yang 

mengatur. 

5. Segala rizkinya ditanggung oleh Allah, dengan perubahan dari keadaan 

satu ke keadaan yang lain tanpa kesulitan berarti, serta tidak 

mendatangkan dampak negatif. 

6. Mendapatkan pertolongan Allah dari segala niat buruk/ jahat musuh. 

7. Tidak merasa kuatir, karena Allah senantiasa menentramkan hatinya. 

8. Derajat kemuliaannya terangkat. Sebab kemuliaannya tidak pemah 

dinodai dengan berkhidmat kepada dunia, makhluk dan ahli dunia. 

Bahkan ia tidak sudi dikhidmati dunia dan para penguasa dunia. 

9. Himmahnya diangkat oleh Allah hingga puncak. Tidak tersentuh 

kotoran dunia dan ahlinya, tidak tergiur oleh kebohongan dan segala 

yang dapat melalaikan akhirat dan Allah Ta'ala. 

10. Kekayaan hati, dimana melebihi kekayaan materi. Hatinya ikhlas, 

lapang dada, tidak terkejut dengan berbagai kejadian, dan tidak 

bersedih karena ketiadaan. 

11. Hatinya bersih, sehingga memudahkan menerima segala ilmu dan 

rahasia, serta hikmah. 

12. Bersabar dan ikhlas menerima segala cobaan dan musibah yang terjadi 

akibat kelakuan dan kejahatan musuh. 

13. Dihormati dan disegani orang lain. Bahkan raja zhalim sekalipun 

menaruh simpati kepadanya. 

14. Dicintai orang lain. Semua orang mengagungkan, mencintai, dan 

memuliakannya. 

15. Setiap tutur katanya mendatangkan banyak kebaikan. Bahkan setiap 

nafasnya pun mendatangkan kebaikan. Sehingga orang lain mengharap 




kebaikan darinya. 

16. Bumi, langit dan laut tunduk padanya. 

17. Semua binatang tunduk dan takluk kepadanya. 

18. Mempunyai kunci-kunci bumi. 

19. Menjadi pimpinan dan mempunyai pengaruh dalam pintu Rabbu 'lIzzati. Ia mencari wasilah dengan berkhidmat kepada Allah, 

menginginkan barakah dari Allah SWt. 

20. Allah mengabulkan doanya. 

21. Diringankan sakratul mautnya. Sedangkan sakratul maut itu paling 

dikuatirkan oleh para Nabi, sehingga mereka pun mohon diringankan 

sakratul mautnya. Sehingga ada seorang wali yang melaluinya seperti 

meneguk air. 

Allah Ta'ala berfirman: 

(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik .... (anNahl: 32). 

22. Tetap dalam ma'rifat dan iman. 

Firman Allah ' Azza wa J alla: 

Allah meneguhkan iman orang-orang yang beriman dengan ucapan 

yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat .... (Ibrahim: 

27). 

23. AlIah melimpahkan kebahagiaan kepadanya, juga keridhaan, sehingga

la senantiasa merasa aman. 

Allah Ta'ala berfirman: 

.....Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa 

sedih; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah 

kepadamu. (Fushshilat : 30). 

Dengan demikian mereka tidak pernah merasa takut terhadap apa-apa 

yang bakal dialami di akhirat. Juga tidak kuatir dan bersedih 

meninggalkan dunia. 

24. Kekal di dalam surga, dekat dengan Allah Taala. 

25. Di alam gaib ruhnya diiring ke langit dengan penghormatan, 

kelemahlembutan, dan dianugerahi kenikmatan. Sedangkan sebelum 

dikuburkan, mayatnya diagungkan, orang saling berebut untuk 




menshalatkan mayatnya. Mereka mengharapkan pahala besar dari 

perbuatannya itu/mengurusi mayatnya 

26. Dapat menjawab pertanyaan kubur dengan lancar dan benar, sehingga 

terbebas dari siksa kubur. 

27. Diluaskan dan diterangi kuburnya, berada dalam taman surga hingga hari 

kiamat. 

28. Ruhnya menghadap Allah dengan tenang. Jasadnya dikuburkan dengan 

senang, sedang ruhnya pun merasa senang meski harus berpisah dengan 

jasad. Dan ruhnya mendapat penghormatan, disimpan bersama ruh kaum 

shaleh, serta berbahagia mendapatkan karunia Allah SWT. 

29. Bangkit dari kubur dan berkumpul di padang Mahsyar mendapat 

penghormatan dan dimuliakan dengan berkendaraan Buroq. 

30. Roman mukanya berseri-seri dan bersahaja. 

Firman Allah Ta'ala: 

Wajah-wajah (orang-orang Mu'min) pada hari itu berseri-seri. 

Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (al-Qiyamah: 22-23). 

Firman-Nya pula: 

Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira 

ria.....('Abasa : 38-39). 

31. Aman dari petaka hari kiamat. 

ataukah orang-urang Jhmg datang deng:al7 aman sentosa pada hari 

kiamat .... (Fushsbilat . 41). 

32. Menerima catatan amal dari sebelah kanan (sebagai pertanda kebaikan 

dan keselamatan). 

33. Diringankan hisabnya, bahkan ada yang tidak dihisab samasekali. 

34. Timbangan kebaikannya berat. 

35. Menghadap Rasulullah SAW. di telaga, dan meminum air telaga itu 

sehingga tidak merasa dahaga dalam waktu sangat 

36. lama. 

37. Dapat meniti jurang Siratha 'l-mustaqirn dan selamat dari neraka 

Jahannam. Bahkan ada yang samasekali tidak mendengar suara neraka 

Jahannam. Kekal apa-apa yang ia inginkan, dan neraka Jahannam 

dipadamkan bagi mereka. 




38. Mampu memberikan syafa'at kepada orang lain di padang Mahsyar pada 

hari kiamat, sebagaimana syafa'at yang diberikan para Nabi dan Rasul. 

39. Kekuasaan kekal dalam surga. 

40. Mendapatkan keridhaan yang agung dari Allah SWT. 

41. Menghadap Rabbu 'l-'Alamin, Tuhan seru sekalian alam Yang tidak berawal 

dan berakhir. 

Begitulah yang empatpuluh itu sebagai rincian, garis besar dan pokoknya. 

Sedangkan rincian lebih jelas dan mendetail bersifat gaib, dan hanya Allah-lah Yang 

Mengetahui! 

Allah Ta'ala berfirman: 

Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk 

mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan 

pandangan mata .... (as-Saidah : 17). 

Rasulullah SAW. bersabda: 

Di surga Allah menciptakan apa-apa yang belum pemah dilihat 

manusia, belum pemah terdengar, dan belum pemah terlintas di hati 

manusia. 

Dan para ulama tafsir menafsirkan firman Allah itu sebagai berikut: 

Akan kering air laut sebelum habis menuliskan kalimatkalimat 

Tuhanku. 

Firman-firman Allah tersebut diperuntukkan· bagi ahli surga. Dengan segala 

kekurangan dan keterbatasannya manusia tidak akan mengetahui dan mencapai 

berjuta kenikmatan yang disediakan Allah. 

Untuk mencapai semua itu, kewajiban kita hanyalah beribadah dan beramal 

dengan sungguh-sungguh. Dan perlu diketahui, meskipun kita mengerjakannya 

dengan sungguhsungguh, namun amatlah sedikit yang akan kita capai dibandingkan 

jumlah yang disediakan Allah. 

Manusia mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, yang dapat 

diringkas menjadi empat: 

1. Memiliki ilmu. 

2. Memiliki amal. 

3. Memiliki sifat ikhlas. 

4. Memiliki kbauf: 




Ilmu, berfungsi untuk mengetahui cara atau jalan menuju akhirat dan Allah 

SWT. 

Kemudian ilmu haruslah diamalkan, yakni setelah mengetahui jalannya. 

Beramal haruslah disertai rasa ikhlas. Sebab jika tidak ikhlas sia-sialah amalnya, 

dengan demikian merugilah ia. 

Selanjutnya, senantiasa takut dan berhati-hati, sehingga tidak mudah tertipu. 

Imam Dzunnun mengatakan bahwa semua manusia akan mati, kecuali para 

ulama. Dan ulama pun akan tidur, kecuali yang mengamalkan ilmunya. Dan yang 

mengamalkan ilmunya tertipu oleh diri sendiri dan setan, kecuali yang ikhlas. Meskipun ikhlas, tetapi masih tetap dalam bahaya. 

Menurutku, yang paling mengherankan adalah perbuatan empat macam orang, 

yaitu: 

1) Orang cerdas tetapi enggan belajar. 

Mereka enggan menuntut ilmu, baik mengenai apa-apa yang berada di 

hadapannya, segala sesuatu yang bakal ditemui setelah kema tiannya, 

dalil-dalil dan ilmu yang sudah terhampar di hadapannya, ayat-ayat AIQur'an serta peringatan Allah. Sedangkan mereka seharusnya terkejut 

dengan pikiran dan lintasan hatinya. 

Allah Ta'ala berfirman: 

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan 

bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, .... (al-A'raf: 185) 

Juga Firman-Nya:

Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya 

mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. (alMuthaffifin : 4).

2) Orang yang mempunyai ilmu tetapi tidak mengamalkannya. 

Sekalipun telah mengetahui namun mereka tidak mau berpikir bahwa 

dirinva bakal menghadapi huru-hara yang besar dan tahapan/tanjakan 

sulit. 

3) Orang yang beramal tetapi tidak ikhlas. 

Allah' Ana wa Jalla berfirman: 

.....Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka 

hendaklah ia mengerjakan amal yang saleb dan janganlah ia 




mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya. (diKahfi: 110). 

4) 4). Orang mukhlis tetapi tidak merasa takut. 

Ia tidak memikirkan pilihan-pilihan, aulia-Nya, dan khadamNya sebagai 

isyarat Ciptaan-Nya. 

Allah Ta'ala berfirman kepada Rasulullah SAW: 

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada 

(Nabi-nabi) yang sebelummu .... (az-Zumar :65). 

Sehingga, Rasulullah SAW. sering bersabda: 

Yang menyebabkan rambutku beruban adalah surat Hud dan sebangsanya. 

Sedangkan rinciannya, sebagaimana difirmankan Allah dalam empat ayat AlQur'an: 

1. Maka apakah kamu mengira. bahwa sesungguhnya Kami menciptakan 

kamusecara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan 

kepada Kami? 

2. dan hendaklah setiap diri memperhatikan apu yang telah diperbuatnya 

untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya 

Allah Maha Mengetahui apa yang yang kamu kerjakan. (al-Hasyr: 18). 

3. Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar 

benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan KJmi .... (alAnkabut : 69). 

4. Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jibadnya itu adalah 

untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya 

(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (al-Ankabut : 6)

Semoga Allah mengampuni segala kesalahan dalam penyusunan buku ini, serta 

atas ucapan-ucapan kami yang tidak sesuai dengan amalan kami. 

Semoga Allah menjauhkan kami dari sifat riya dalam menyusun buku ini dan 

dalam mengajarkan ilmu-Nya kepada orang lain. Semoga kita dapat mengamalkan 

ilmu-Nya semata-mata karena Allah, dan mudah-mudahan ilmu itu tidak 

membawa keburukan bagi kita. 

Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Rasulullah SAW., hamba 

terbaik yang mengajak dan menganjurkan beribadah kepada Allah. Dan mudahmudahan shalawat itu diberikan juga kepada keluarga dan para sahabat beliau. 

Dan semoga Rasulullah mendapatkan keselamatan dan barakah untuk 

selamanya 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar