terjemahan kitab
ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 2: makna rahasia istilah dalam tasawuf
judul ke 3 Maqam
Maqam adalah tahapan atau tingkatan adab (etika)
Maqam seorang hamba dalam wushul kepada-Nya dengan macam upaya, di-wujud-kan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas. Masing-masing berada dalam tahapannya atau tingkatan sendiri ketika dalam kondisi tersebut, serta tingkah laku riyadoh menuju ke pada-Nya.
Syaratnya, seorang hamba tidak akan menaiki dari satu maqam ke maqam lainnya sebelum terpenuhi hukum-hukum maqam tersebut. Yaitu:
◼yang belum sepenuhnya qana’ah, belum bisa mencapai tahap tawakkal.
◼yang belum bisa tawakal tidak sah bertaslim.
◼yang tidak bertobat, tidak sah pula ber-inabat,
◼Yang tidak wara’ tidak sah untuk berzuhud.
Al-Maqam berarti iqamah, sebagaimana kata al-wadkhal berarti idkhaal, dan al-makhraj berarti al-ikhraaj.
Tidak seorangpun sah menempati suatu maqam, kecuali dengan:
◼penyaksian terhadap kedudukan Allah swt.
◼Penyaksian terhadap dirinya dengan maqam tersebut, yang dengannya struktur bangunan ruhaninya benar menurut pondasi yang shahih.
Saya mendangar Abu ali- al-Daqqaq r.a. berkata:
“Ketika al-Wasithy masuk ke Naisabur, bertanyalah ia kepada santri Abu Utsman:
“Apa yang di perintahkan Syeikh kalian kepada kalian?
Mereka menjawab:
“Kami di perintah untuk menetapi taat serta melihat dan meneliti penyimpangan di dalamnya. Maka al-Wasithy berkata, “apakah Syeikh kalian memerintah dengan cara Majusi murni? Apakah Syeikh kalian tidak memerintah diri kalian dengan hal yang gaib dengan memandang kepada Yang Memunculkan dan Menjalankan yang gaib?"
Maksud al- Wasithy dengan kata-kata itu, agar mereka menjaga diri dari posisi takjub. Bukannya menaiki ke arah wilayah penyimpangan atau keteledoran (taqshir), karena yang demikian bisa merusak yaitu adanya cacat dalam adab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar