terjemahan kitab
ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 2: makna rahasia istilah dalam tasawuf
judul 5 Qabdh Dan Basth
Kedua istilah ini merupakan kondisi ruhani setelah seseorang hamba menahapi tingkah laku al-Khauf dan ar-Raja’. Al-Qabdh di mata seorang arif sama kedudukannya dengan tahap al-Khauf di mata pemula. Sedangkan al-Basth, setara kedudukannya dengan a-Raja’ di mana pemula yang mencari jalan kepada Allah swt.
Perbedaan antara Qabdh, Khauf, Basth dan Raja’
Al-Khauf: Muncul dari sesuatu di masa depan, terkadang takut kehilangan sang kekasih, atau datangnya sesuatu yang di takuti.
Ar-Raja’: Membayangkan sang kekasih di masa depan atau sesuatu yang ditampakkan akan hilangnya yang ditakuti, serta yang dibenci, bagi mereka yang pemula (dalam dunia Sufi).
Al-Qabdh: Tahap ruhani yang maknanya yang dihasilkan dalam waktu seketika, begitu juga al-Basth.
Orang yang mempunyai khauf dan raja’, hatinya bergantung dalam dua kondisi waktu di depannya. Sedangkan yang memiliki qabdh dan basth, waktunya di ambil oleh yang mengalahkan dalam kekinian. Hanya saja predikatnya terpaut dalam qabdh dan bats menurut keterpaduan ihwal mereka. Dari segi yang datang, qabdh menjadi keharusan, namun menetapi sesuatu yang lain, karena tak terpenuhi. Dan dari segi yang tergenggam (al-maqbudh), tidak ada jalan selain dominasi pendatang di dalam dirinya. Karena diambil secara keseluruhan dari pihak pendatang tersebut.
Demikian pula yang di leluasakan (al-mabsuth), Kadang-kadang di dalamnya ada basth yang membuat sang makhluk menjadi luas, sehingga tidak takut terhadap segala hal. Ia menjadi mabsuth, tiada sesuatu pun berpengaruh di dalamnya, dari satu ihwal ke ihwal lain.
Saya mendengar Abu ali al-Daqqaq r.a. berkata: “Sebagian orang memasuki tempat Abu Bakr al-Qihthy. Di sana ada seorang anak sedang bermain sebagaimana permainan anak-anak muda lainnya (yang bisa merusak hatinya). Orang-orang itu melewati tempat anak tersebut, dan tampaknya ia tenggelam dalam permainan dengan teman-temannya. Mereka merasa ibah kepada al-Qihthy, saraya berkata,
"Kasihan Syeikh, bagaimana (dia menjadi bisa) di goda oleh anak-anak jelek itu?"
Ketika mereka memasuki rumah al-Qihthy, ia menemuinya seakan-akan tak ada berita sedikitpun soal mainan-mainan itu, lalu merekapun heran.
Mereka berkata:
"Apakah Anda menebus (yaitu menukar Allah dengan) orang yang tidak dapat di pengaruhi puncak-puncak bukit?"
Al-Qihthy menjawab:
“Sesungguhnya kami telah di bebaskan dari belenggu segala hal dalam azali”
(artinya, ia telah tenggelam dalam keparipurnaan ubudiyah kepada Allah swt. sehingga tidak ada yang berpengaruh selain Allah swt).
Kewajiban terendah dalam qabdh, adanya subyek dalam hatinya yang mengharuskan bentuk isyarat yang cacat pada diri, atau adanya rumus yang di dalamnya seseorang berhak untuk bersopan santun (takdim), sehingga dalam kalbunya mendapatkan qabdh.
Terkadang yang datang dalam kalbunya merupakan isyarat untuk mendekat, atau yang di terimah merupakan kelembutan dan ketentraman, sehingga kalbu mendapatkan basth. Secara global, qabdh masing-masing pelaku tergantung kualitas basth-nya, begitu juga basth-nya di ukur menurut qabdh-nya.
Terkadang sebab musabab qabdh menimbulkan musykil bagi pelakunya. Dalam kalbunya di temukan qabdh yang tidak di mengerti apa keharusan dan sebabnya. Keharusan yang di jalani pelakunya seperti ini alah taslim, sehingga waktu seperti itu berlalu. Sebab jika di cari, justru akan menghalanginya. Atau ia menghadap waktu sebelum jatuh padanya, lewat ikhtiarnya, sehingga berharap wabdh-nya bertambah. Barangkali hal itu tergolong su’ul adab. Jika menyerahkan diri pada hukum waktu, maka dari dekat akan menghilangkan al-qabdh.
Sesungguhnya Allah swt. berfirman:
“Dan sesungguhnya Allah menyempitkan (qabdh) dan melapangkan (basth), dan kepada-Nya-lah kamu di kembalikan”
(Alqur-an surat Al-Baqarah ayat 245).
Terkadang basth datang seketika, tanpa si pelaku tahu sebabnya, sehingga iapun terkejut. Jalan yang harus di tempuh, jika demikian, ia harus tenang dan menjaga adab (Takdim). Pada waktu itu, ia sedang mengalami bisikan yang besar. Karena itu, si pelaku harus menghindari makar yang samar di dalamnya.
Hal ini sebagaimana di katakan oleh sebagian Sufi:
“Telah di buka padaku, pintu basth, kemudian diriku terguncang hebat, lantas akupun tertutup dari maqamku”
Karenanya berkatalah mereka:
“tetaplah pada kelapangan (al-basth) dan hati-hatilah, dalam berupaya melapangkan.”
Ada ahli hakikat (tahqiq) mengategorikan perilaku qabdh dan basth tergolong sesuatu yang mereka mohonkan perlindungan. Karena keduanya di sandarkan pada yang di atasnya berupa tahap kehancuran hamba, sedangkan upaya hamba memasukinya dalam alam hakikat dapat melahirkan fakir dan bahaya.
Al-Junayd berkata:
“Al-Khauf dari Allah membuatku tergenggam,
Dan ar-Raja’ dari Allah membuatku lapang.
Hakikat telah mengumpulkan diriku.
Dan Al-Haq memisahkanku.
Apa bila Dia membuatku tergenggam adalah khauf, Dia menjadikan diriku fana’ dari diriku. Apa bila ar-Raja’ melapangkanku, Dia mengembalikan kepadaku. Apa bila diriku terintegrasi hakikat, maka Dia menghadirkanku. Apa bila aku di pisahkan Al-Haq, aku di saksikan oleh selain diriku, kemudian menutupiku, Allah subhanahu wata'alah dalam semua hal itu adalah penggerakku tanpa mengekangku, Dia yang membuatku takut tanpa gembiraku. Aku dengan kehadiranku, merasakan rasa wujud-ku. Fana’ku datang dari diriku, membuatku nikmat, atau mengabaikan dariku, sehingga aku ringan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar