Senin, 08 November 2021

001 Bersandarlah pada allah dan jangan bersandar pada amal.

Terjemahan alhikam

🎵 📄



مِنْ عَلاَ مَةِ اْلاِعْـتِــمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُـودِ الزَّ لــَـل


"Di antara tanda-tanda orang yang senantiasa bersandar kepada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-roja (rasa harap kepada rahmat Allah) di sisi alam yang fana."



Tambahan Admin:


Tanda Orang yang bersandar kepada amal amalnya adalah kurangnya rasa mengharap Rahmad allah, karna merasa bahwa dengan amal amal yang dia kerjakan itu dia sudah bisa selamat.

Merasa ar-roja itu tidak penting karna merasa lebih tertarik kepada perkara kemahlukan dan keduniaan (seperti orang orang yang beramal karna mengharap pahala dan surga atau perkara keduniaan)

Padahal tanpa Rahmad Allah itu bahkan untuk bermalpun dia tidak bisa karna amal yang dia kerjakan itupun adalah termasuk ke dalam kategori Rahmat allah.

Seperti yang di katakan judul hikmahnya yaitu jangan bersandar pada amal, dengan kata lain amal itu tidak boleh di sandari

Karna bersandar pada amal itu Masi sebuah kesombongan, Masi mengakui ngaku, dan Masi mempertuhankan diri sendiri yang dari kesemuaan itu adalah sifat ingkar pada Allah.

Dan tanda tanda bahwa dirimu masi bergantung pada amal adalah engkau tidak mengharapkan, arroja yaitu: tuntunan, bimbingan allah dan tidak mengharapkan allah mendampingi dan menyertaimu dalam perjalanan itu sehingga kau mampu terbang bagaikan orang yang melintas di atas sirot dan mengarungi sirot itu dengan secepat kilat, tapi yang kau pandang dan yang kau inginkan cuma alam dan mahlukNya semata, secara hakikat kau tidak berjalan menuju allah dan orang yang seperti ini tidak bisa di sebut salik karna masi berjalan menuju mahluk, pengakuanya yang mengatakan bahwa dia mencari dan menuju allah hanyalah dusta belaka.

tidak ada yang sulit bagi allah untuk menyampaikanmu padanya, tapi yang dia tungguh adalah kesungguhanmu dalam menginginkaNya dan melepaskan segala sesuatu dari selain Dia. jika masi kagum dan menginginkan yang lain maka itu artinya kau tidak sungguh sungguh dan hanya main main belaka. 

Lebih lanjut

 

Syara:


pengertian di atas di dasarkan pada pengertian dari istilah istilah yang di gunakan shaik ibnu attoilah dalam hikmahnya di atas, yaitu:


Ar-roja adalah istilah khusus dalam terminologi agama, yang bermakna pengharapan kepada Allah Ta'ala. 

sehingga Pasal Al-Hikam yang pertama ini bukan di tujukan ketika seseorang berbuat salah, gagal atau melakukan dosa. Karena ar-raja lebih menyifati orang-orang yang mengharapkan kedekatan dengan Allah, untuk taqarrub.


Kalimat "wujuudi zalal", artinya segala wujud yang akan hancur, alam fana. Menunjukkan seseorang yang hidup di dunia dan masih terikat oleh alam hawa nafsu dan alam syahwat. Itu semua adalah wujud al-zalal, wujud yang akan musnah.

Seorang mukmin yang kuat tauhidnya, sekalipun masih hidup di dunia dan terikat pada semua wujud yang fana, namun harapannya tetap mengharap Allah Ta'ala semata.


📝tapi ada juga yang mengartikan ucapan shaikh ibnu attoilah di atas dengan arti yang berbeda yaitu:

"Sebagian dari tanda bahwa seorang itu bergantung pada kekuatan amal dan usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan (arroja) atas rahmat dan karunia Alloh ketika terjadi padanya suatu kesalahan atau dosa" (seperti para preman yang malu bertobat karna merasa dirinya kotor)

namun dari dua arti itu tetap memiliki penjelasan yang sama yaitu:


Jika kita berharap rahmat-Nya, maka jangan kita menggantungkan harapan kepada amal-amal kita, baik itu besar ataupun kecil. (tapi pasrah berserah bersandar dan bergantung hanya pada allah semata.)

Rasulullah saw. bersabda: 

"Tidaklah seseorangpun masuk surga dengan amalnya." 

seseorang bertanya:, "Sekalipun engkau wahai Rasulullah?" 

Beliau bersabda, "Sekalipun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepada saya." 

(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)


Orang yang melakukan amal ibadah itu pasti punya pengharapan kepada Alloh, meminta kepada Alloh supaya yang di harapkannya di berikan allah, akan tetapi jangan sampai orang beramal itu bergantung pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu adalah Alloh sehingga apa bila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau meninggalkan ibadah rutinnya, ia merasa putus asa dan berkurang pengharapannya kepada Alloh. sehingga apa bila berkurang pengharapan kepada rohmat Alloh, maka amalnyapun akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.


seharusnya dalam beramal itu semua di kehendaki dan di jalankan oleh Alloh. sedangkan diri kita hanya sebagai media berlakunya Qudrat Alloh.


Kalimat: Laa ilaha illalloh yang berarti "Tidak ada Tuhan selain alloh" berarti tidak ada tempat:

(📝 berpasra berserah bergantung)

✴bersandar, 

✴berlindung, 

✴berharap

kecuali hanya kepada Alloh, tidak ada yang menghidupkan dan yang mematikan, tidak ada yang memberi dan yang menolak melainkan Alloh.


Pada dasarnya syari'at menyuruh kita berusaha dan beramal. Sedang (pada waktu yang sama) hakikat syari'at (ilmu tasawuf) melarang kita menyandarkan diri pada amal dan usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Alloh subhanahu wata'ala.


Apa bila kita di larang menyekutukan Alloh dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka jangan menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri (mengandalkan kemampuan diri, dan amal) seakan-akan merasa sudah cukup kuat dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufik, hidayat dan karunia Allah subhanahu wata'ala.

Tambahan Admin:

📝karna seharusnya kita hanya

pasrah berserah bersandar, bergantung hanya pada allah, bukan bersandar pada kemampuan diri dan amal yang di perbuat, amal adalah kodratNya dan dosa adalah irodatNya maka janganlah kau putus asah jika terlanjur berbuat dosa, tapi berdoalah pada allah supaya dosa itu menjadi dosa terakhir yang allah takdirkan padamu.)

Lebih lanjut



Tidak ada komentar:

Posting Komentar