Minggu, 07 November 2021

0325. Istiqomah

 terjemahan kitab

ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)

bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi

judul: 25 Istiqamah



Allah SWT berfirman:


“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : “Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka mengeluhkan penderitaan mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, ‘Hendaknya kamu sekalian tidak takut dan tidak gelisah, dan hendaknya kamu sekalian bergembira dengan surga yang telah dijanjikan untuk kamu sekalian.”

(Qs. Fushilat :30).


Riwayat dari Tsauban, bekas budak Rasulullah saw. menuturkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:


“Berteguh hatilah (istiqamahlah) kamu, meskipun kamu tidak akan mampu melakukan sepenuhnya. Ketahuilah bahwa bagian terbaik dari agamamu adalah shalat, dan tiada seorang yang akan memelihara wudhu, kecuali orang yang beriman.”

(H.r. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi).


Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata:

“Istiqamah adalah derajat yang menjadikan urusan-urusan seseorang menjadi baik dan sempurna, dan memungkinkannya untuk mencapai manfaat-manfaat secara tetap dan teratur. Upaya dan perjuangan orang yang tidak teguh hati akan sia-sia.”


Allah swt. berfirman:


“Dan janganlah kamu seperti seorang wanita yang menguraikan benangnya yang sudah di pintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.”

(Qs. An-Nahl :92).


Orang yang tidak istiqamah dalam keberadaannya tidak akan pernah meningkat dari satu tahapan ke tahapan maqam berikutnya, dan suluknya tidak akan kokoh.


Salah satu persyaratan istiqamah dalam hukum pemulaan. Sebagaimana bagi ‘arifin, istiqamah merupakan pangkalnya. Tanda istiqamah dari mereka yang mulai menempuh suluk adalah bahwa amal-amal lahiriah mereka tidak tercemari oleh kesenjangan. Bagi mereka yang berada pada tahap pertengahan (ahlul wasaith) adalah bahwa tidak ada kata “berhenti”. Tanda istiqamah mereka yang berada pada tahap akhir adalah, bahwa tidak ada tabir yang melindungi mereka dan kelanjutan wushulnya.


Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menjelaskan:

“Ada tiga derajat istiqamah. Menegakkan segala sesuatu (takwim), meluruskan segala sesuatu (iqamah) berlaku teguh (istiqamah). Taqwim menyangkut disiplin jiwa; iqamah berkaitan dengan penyempurnaan hati dan istiqamah berhubungan dengan tindak mendekat kepada Allah dengan jalan sirri.”


Abu Bakr ash-Shiddiq. Ra. Berkomentar:

“Makna firman-Nya kemudian mereka beristiqamah.’ Adalah bahwa mereka tidak menyekutukan Allah swt. dengan sesuatu pun.”


Umar bin Khaththab r.a. mengajarkan:

“Artinya : “mereka tidak menipu orang lain seperti rubah.”


Pendapat Abu Bakr merujuk pada pelaksanaan prinsip-prinsip tauhid, sedangkan pendapat Umar merujuk kepada sikap mencegah diri dari penafsiran-penafsiran yang dipaksakan, dan pelaksanaan syarat-syarat perjanjian.


Ibnu Atha’ mengatakan bahwa ayat di atas berarti:

“Mereka istiqamah dalam membatasi hati mereka kepada Tuhan.”


Abu Ali al-Juzajany berkata:

“Jadilah pemilik istiqamah, bukan pencari karamah. Sebab nafsumu masih berkutat mencari karamah, padahal Allah swt, menuntutmu istiqamah.


Abu Ali asy-Syabbuwy menuturkan:

“Aku bermimpi bertemu dengan Nabi saw. dan aku berkata kepada Beliau : “Dikabarkan bahwa Paduka bersabda:


“Surat Huud telah membuat rambutku menjadi putih.” Apakah (rambut Paduka menjadi putih karena) kisah-kisah para Nabi ataukah karena dimusnahkannya ummat-ummat (zaman dahulu?) Beliau menjawab: “Bukan, melainkan karena firman Allah swt.”


“Maka beristiqamahlah kamu sebagaimana kamu telah diperintah!.”

(Qs. Huud :112).


Dikatakan:

Hanya orang-orang besar saja yang dapat memelihara istiqamah, sebab hal ini meninggalkan perkara yang sebelumnya disepakati dan meninggalkan adat serta kebiasaan, menegakkan ketulusan secara esensial di sisi Allah swt. Karena itu, Nabi saw. bersabda : “Beristiqamahlah kamu, mekipun kamu sekalian tidak akan mampu melakukan sepenuhnya!.”


Al-Wasithy mengatakan:

Istiqamah adalah sifat akhlak sempurna, tanpa istiqamah akhlak akan menjadi buruk.”


Asy-Syibly mengatakan:

“Istiqamah berarti engkau menghadapi setiap waktu, sebagai wahana bangkitnya.”


Dikatakan:

“Istiqmah dalam berbicara berarti meninggalkan perbuatan menggunjing orang, dalam tindakan berarti menjauhi bid’ah, dalam amal saleh berarti meninggalkan kemalasan dan dalam keadaan (haal) batin ia berarti menyingkap hijab.”


Saya mendengar Syeikh Abu Bakr Muhammad bin al-Hasan bin Furak menjelaskan:

“Huruf siin dalam lafadz ‘istiqamah’ adalah siin pencapaian. Artinya, mereka memohon istiqamah dalam bertauhid, kemudian dalam menepati janji, dan dalam menjaga batas-batas perilaku mereka sesuai dengan ketetapan Allah swt.”


Ketahuilah bahwa istiqamah melahirkan ketetapan akan karamah. Allah swt. berfirman:


“Jikalau mereka tetap berjalan lurus (istiqamah) di atas tharikat itu, niscaya Kami akan memberi mereka minum dengan air yang berlimpah.”

(Qs. Al-Jin :16).


Allah swt, tidak berfirman:

“Kami akan membiarkan mereka minum.” Melainkan : “Kami akan memberi mereka minum dengan air yang berlimpah.” Yang menunjukkan keabadiannya.


Al-Junayd berkata:

“Aku berjumpa dengan salah seorang penempuh jalan Allah (salik) di padang pasir di bawah sebatang, dialah Ummu Ghailan. Kutanyakan kepadanya: “Mengapa Anda duduk di situ? Ia menjawab : “Ada peristiwa, aku kehilangan sesuatu, dan aku berlalu meninggalkannya. Ketika aku kembali dari ibadat haji, aku bersama pemuda, kutemukan barang tersebut telah berpindah ke sebuah tempat yang lebih dekat ke pohon itu.”


Aku bertanya : “Mengapa Anda duduk di sini?” Ia menjawab : “Aku telah menemukan apa yang telah kucari di tempat ini, jadi tetap saja aku duduk di sini.” Al-Junayd berkata : “Aku tidak tahu mana yang lebih mulia, kegigihannya karena kehilangan keadaan, atau keteguhan hatinya tinggal di tempat di mana ia telah mencapai kehendaknya.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar