terjemahan kitab
ar-Risalatul-Qushayriyya (imam al-qushayri)
bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi
judul: 29 Kebebasan
Firman Allah swt.:
“dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).”
Qs. Al-Hasyr :9).
Syeikh berkata: “Mereka (kaum Anshar) memberikan dengan penuh kemurahan hati kepada kaum Muhajirin, sebab mereka (kaum Anshar) bebas dari keterikatan pada (harta benda) yang diterima oleh kaum Muhajirin itu, dan dengan demikian mereka mampu memberi dengan penuh kemurahan hati.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. R.a bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:
“Apa pun yang mencukupi kebutuhan seseorang , adalah apa yang cukup untuk dirinya. Semua hanya akan berakhir pada empat hasta dan sejengkal tanah kuburan, dan segala sesuatu akan kembali pada tempat kembalinya.”
Syeikh berkata: “Kebebasan berarti bahwa si hamba bebas dari belenggu sesama makhluk kekuasaan makhluk tidak berlaku atas dirinya. Tanda absahnya kebebasan adalah, bahwa tersingkirnya pembedaan tentang segala hal dalam hatinya, sehingga semua gejala duniawi sama di hadapannya.”
Haritsah r.a. mengatakan kepada Rasulullah saw.: “Saya telah menjauhi dunia. Batu dan emas yang ada di bumi tidak ada bedanya bagi saya.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan: “Orang yang datang ke dunia ini dalam keadaan bebas darinya, akan berangkat ke akhirat dalam keadaan bebas pula.” Dalam sebuah ucapannya pula: “Orang yang hidup di dunia dalam keadaan bebas dari dunia, akan bebas pula dari akhirat.”
Syeikh berkata: “Ketahuilah bahwa hakikat kebebasan diperoleh dari kesempurnaan ubudiyah, sebab jika ubudiyahnya benar, maka kebebasannya dari belenggu akan sempurna. Mengenai mereka yang menghayalkan bahwa ada waktu dimana seseorang boleh melepaskan ibadat dan berpaling dari hukum yang tersirat dalam perintah dan larangan Allah swt. sementara dirinya dalam keadaan mukallaf, maka tindakan itu keluar dari agama.”
Allah swt. berfirman kepada Rasulullah saw.:
“Beribadahlah kepada Tuhanmu hingga datang kepadamu keyakinan.”
(Qs. Al-Hijr :99).
Para ahli tafsir sepakat bahwa “keyakinan” di sini berarti “saat kematian.”
Manakala para sufi berbicara tentang kebebasan, yang mereka maksud adalah, bahwa si hamba tidak berada di bawah perbudakan oleh sesama makhluk ataupun diperbudak oleh perubahan keadaan kehidupan duniawi ataupun ukhrowi ia akan menunggalkan diri kepada Allah Yang Esa. Tidak sesuatu pun yang memperbudaknya, baik perkara duniawi yang bersifat sementara, pencarian kepuasan bawa nafsu, keinginan, permintaan, niat, kebutuhan ataupun ambisi.
Asy-Syibly pernah ditanya: “ tidak tahukan Anda bahwa Allah Maha Penyayang?” Beliau menjawab: “Tentu. Tapi, karena aku telah tahu bahwa Dia Maha Penyayang, maka aku tidak pernah meminta kepada-Nya agar menyayangiku. Dan maqam kebebasan sungguhlah mulia.”
Abul Abbas as-Sayyary pernah bika shalat sah selain membaca Al-Qur’an, tentu sah pula membaca bait syair ini:
Setiap zaman aku menginginkan yang mustahil.
Agar kelopak mataku bisa melihat wajah kebebasan.
Para Syeikh telah berbicara banyak tentang kebebasan. Al-Husain bin Manshur mengatakan: “Barangsiapa menghendaki kebebasan, hendaklah meraih ubudiyah.”
Ketika al-Junayd disodori kasus seseorang yang kekayaan duniawinya hanya sebesar embun yang menempel di butir kurma, ia berkata: “Hamba yang masih terikat kontrak akan tetap menjadi hamba selama ia masih memiliki satu dirham sekalipun.” Ia juga mengatakan: “Engkau tidak akan dapat mencapai kebebasan sejati selama masih ada sisa dunia dalam hakikat ubudiyah.”
Bisyr al-Hafi berkata: “Barangsiapa menginginkan rasa kebebasan dan ringan dalam ubudiyah, maka bersihkanlah batinnya, antara ia dan Allah swt.”
Al-Husain bin Mnashur berkomentar: “Ketika orang mencapai maqam ubudiyah, segalanya tampak bebas dari belenggu ubudiyah, Lalu ia melakukannya tanpa beban, Itulah maqam para Nabi dan kaum shiddiqin. Maksudnya, ia sendiri dipikul oleh maqam tersebut; tanpa kesusahan, walaupun tetap konsisten dengan syariat.”
Manshur al-Faqih membacakan syair berikut:
Tak ada seorangpun manusia atau jin yang bebas
Kebebasan baginya berlalu
Kemanisan hidup adalah kegetiran
Ketahuilah bahwa jenis kebebasan paling besar justru ketika melayani orang-orang miskin.
Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan, bahwa Allah telah mengajarkan kepada Daud as.: “Jika engkau menjumpai seorang manusia yang mencari-Ku, maka jadilah dirimu sebagai pelayan.”
Nabi saw. bersabda:
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”
(H.r. Abu Abdurrahman as-Sulami).
Yahya bin Muadz mengatakan: “Generasi duniawi dilayani budak-budak laki-laki dan wanita, generasi akhirat dilayani mereka yang merdeka dan saleh.”
Ibrahim bin Adham berkata: “Orang bebas yang mulai telah keluar dari dunia lebih sebelum ia dikeluarkan dari dunia (wafat).”
Dikatakannya pula: “Janganlah bersahabat, kecuali dengan orang mulia yang bebas, ia hanya mendengar namun tidak banyak bicara.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar