terjemahan kitab
ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)
bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi
judul: 30 Dzikir
Allah swt. berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.”
(Qs. Al-Ahzab :41).
Diriwayatkan bawah Rasulullah saw. Bersabda:
“Maukah ku ceritakan kepadamu tentang amalan terbaik dan paling bersih dalam pandangan Allah swt. serta orang yang tertinggi derajatnya di antaramu, yang lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak serta memerangi musuh-musuh mu dan memotong leher mereka, dan mereka juga memotong lehermu?” Para sahabat bertanya: “Apakah itu,
(H.r. Baihaqi).
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Hari kiamat tidak akan datang kepada seseorang yang mengucapkan: “Allah, Allah.”
(Hr. Muslim).
Anas ra. Juga menuturkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Kiamat tidak akan datang sampai lafazh, Allah, Allah,’ tidak lagi disebut-sebut di muka bumi.”
(H.r. Tirmidzi).
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata: Dzikir adalah tiang penopang yang sangat kuat atas jalan menuju Allah swt. Sungguh, ia adalah landasan bagi tharikat itu sendiri. Tidak seorang pun dapat mencapai Allah swt. kecuali dengan terus menerus dzikir kepada-Nya.”
Ada dua macam Dzikir: Dzikir lisan dan dzikir hati. Si hamba mencapai taraf dzikir hati dengan melakukan dzikir lisan. Tetapi dzikir hati lah yang membuahkan pengaruh sejati. Manakala seseorang melakukan dzikir dengan lisan dan hatinya sekaligus, maka ia mencapai kesempurnaan dalam suluknya.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkomentar: “Dzikir adalah teburan kewalian. Seseorang yang di anugerahi keberhasilan dalam dzikir berati telah di anugerahi taburan itu, dan orang yang tidak di anugerahinya berarti telah di pecat.
Dikatakan bahwa pada awal perjalanannya, Dulaf asy-Syibly biasa berjalan di jalan raya setiap hari dengan membawa seikat cambuk di punggungnya. Setiap kali kelalaian memasuki hatinya, ia akan melecut badannya sendiri dengan cambuk sampai cambuk itu patah. Kadang-kadang bekas cambuk itu habis sebelum malam tiba. Jika demikian ia akan memukulkan tangan dan kakinya ke tembok manakala kelalaian mendatanginya.”
Di katakan: “Dzikir hati adalah pedang para pencari yang dengannya mereka membantai musuh dan menjaga diri dari setiap ancaman yang tertuju pada mereka. Jika si hamba berlindung kepada Allah swt. dalam hatinya, maka manakala kegelisahan membayangi hati untuk dzikir kepada Allah swt, semua yang dibencinya akan lenyap darinya seketika itu juga.”
Ketika al-Wasithy ditanya tentang dzikir, menjelaskan : “Dzikir berarti meninggalkan bidang kealpaan dan memasuki bidang musyahadah mengalahkan rasa takut dan disertai kecintaan yang luar biasa.”
Dzun Nuun al-Mishry menegaskan: “Seorang yang benar-benar dzikir kepada Allah akan lupa segala sesuatu selain dzikirnya. Allah akan melindunginya dari segala sesuatu, dan ia diberi ganti dari segala sesuatu.”
Abu Utsman ditanya: “Kami melakukan dzikir lisan kepada Allah saw. tetapi kami tidak merasakan kemanisan dalam hati kami?” Abu Utsman menasihatkan : “Memujilah kepada Allah swt, karena telah menghiasi anggota badanmu dengan ketaatan.”
Sebuah hadits yang mashur menuturkan, bahwa Rasulullah saw. mengajarkan:
“Apabila engkau melihat surga, maka merumputlah kamu semua di dalamnya.” Ditanyakan kepada Beliau : “Apakah taman surga itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu kumpulan orang-orang yang melakukan dzikir kepada Allah”
(H.r. Tirmidzi).
Jabir bin Abdullah menceritakan : “Rasulullah saw. mendatangi kami dan beliau bersabda:
“Wahai umat manusia, merumputlah di taman surga!.” Kami bertanya : “Apakah taman surga itu?” Beliau menjawab : “Majelis orang melakukan dzikir.”
Beliau bersabda: “Berjalanlah di pagi dan petang hari, dengan berdzikir. Siapa pun yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah swt. melihat pada derajat mana kedudukan Allah swt. pada dirinya. Derajat yang diberikan Allah kepada hamba-Nya sepadan dengan derajat dimana hamba mendudukan-Nya dalam dirinya.”
Asy-Syibly berkata: “Bukanlah Allah swt. telah berfirman: “Aku bersama yang duduk berdzikir kepada-Ku?” Manfaat apa, wahai manusia dari orang yang duduk dalam majelis Allah swt?”
Lalu ia bersyair berikut:
Aku mencintai-Mu bukan karena aku lupa pada-Mu sesaat
Sedang bagian yang paling ringan adalah dzikir lisanku.
Tanpa gairah rindu aku mati karena cinta,
Hatiku bangkit dalam diriku, bergetar
Ketika wujud memperlihatkan Engkau adalah hadirku,
Ku saksikan Diri-Mu di mana saja,
Lalu aku bicara kepada yang ada, tanpa ucapan,
Dan aku memandang yang kulihat, tanpa mata.
Di antara karakter dzikir adalah, bahwa dzikir tidak terbatas pada waktu-waktu tertentu, kecuali si hamba diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah di setiap waktu, entah sebagai kewajiban ataupun sunnah saja. Akan tetapi, shalat sehari-hari, meskipun merupakan amal ibadah termulia, dilarang pada waktu-waktu tertentu.
Dzikir dalam hati bersifat terus menerus, dalam kondisi apa pun, Allah swt. berfirman:
“Yaitu orang-orang yang dzikir kepada Allah, baik sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring (tidur).”
(Qs. Ali Imran :191).
Imam Abu Bakr bin Furak mengatakan: “Berdiri berarti menegakkan dzikir yang sejati, dan duduk berarti menahan diri dari sikap berpura-pura dalam dzikir.”
Syeikh Abu Abdurrahman bertanya kepada Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq: “Manakah yang lebih baik, dzikir atau tafakur?” Bagaimana yang lebih berkenan bagimu?” Beliau berkata: “Dalam pandanganku dzikir adalah lebih baik dari tafakur, sebab Allah swt. menyifati Diri-Nya sebagai Dzikir dan bukannya fikir. Apa pun yang menjadi sifat Allah adalah lebih baik dari sesuatu yang khusus bagi manusia.” Maka Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq setuju dengan pendapat yang bagus ini.
Muhammad al-Kattany berkata: “Seandainya bukan kewajibanku untuk berdzikir kepada-Nya, tentu aku tidak berdzikir karena mengagungkan-Nya. Orang sepertiku berdzikir kepada Allah swt? Tanpa membersihkan mulutnya dengan seribu tobat karena berdzikir kepada-Nya.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan syair:
Tak pernah aku berdzikir kepada-Mu
Melainkan hatiku, batinku serta ruhku mencela diriku.
Sehingga seolah-olah si Raqib dari-Mu berbisik padaku,
“Waspadalah, celakalah engkau. Waspadalah terhadap dzikir!.”
Salah satu sifat khas dzikir adalah, bahwa Dia memberi imbalan dzikir yang lain. Dalam firman-Nya:
“Dzikirlah kepada-Ku, niscaya Aku akan dzikir kepadamu.” (Qs. Al-Baqarah :152). Sebuah hadis menyebutkan bahwa Jibril as. Mengatakan kepada Rasulullah saw. bahwasanya Allah swt. telah berfirman: “Aku telah memberikan kepada ummatmu sesuatu yang tidak pernah Kuberikan kepada ummat yang lain.” Nabi saw. bertanya kepada Jibril: “Apakah pemberian itu?” Jibril menjawab: “Pemberian itu adalah firman-Nya, “Berdzikirlah kepadaKu, niscaya Aku akan berdzikir kepadamu.” Dan belum pernah memfirmankan itu kepada ummat lain yang mana pun.”
Dikatakan: “Malaikat maut minta izin dengan orang yang berzikir sebelum mencabut nyawanya.”
Tertulis dalam sebuah kitab bahwa Musa as. Bertanya: “Wahai Tuhanku, di mana engkau tinggal?”
Allah swt. berfirman:
“Dalam hati manusia yang beriman.”
Firman ini merujuk pada dzikir kepada Allah, yang bermukim di dalam hati, sebab Allah Maha Suci dari setiap bentuk “tinggal” dan penempatan. “Tinggal” yang disebutkan di isni hanyalah dzikir yang tetap dan sekaligus menjadikan dzikir itu sendiri kuat.
Ketika Dzun Nuun ditanya tentang dzikir, ia menjelaskan : Dzikir berarti tiadanya ingatan pelaku dzikir terhadap dzikirnya.” Lalu ia membacakan syair:
Aku banyak berdzikir kepada-Mu bukan karena
Aku telah melupakan-Mu
Itu hanyalah apa yang mengalir dari lisanku.
Sahl bin Abdullah mengatakan: Tiada sehari pun berlalu, kecuali Allah swt. berseru: “Wahai hamba-Ku, engkau telah berlaku zalim kepada-Ku. Aku mengingatmu, tapi engkau melupakan-Ku. Aku menghilangkan penderitaanmu, tapi engkau terus melakukan dosa. Wahai anak Adam, apa yang akan engkau katakan besok jika engkau bertemu dengan-Ku?”
Abu Sulaiman ad-Darany berkata: “Di surga ada lembah-lembah di mana para malaikat menanam pepohonan, ketika seseorang mulai berdzikir kepada Allah. Terkadang salah seorang malaikat itu berhenti bekerja dan teman-temannya bertanya kepadanya: “Mengapa engkau berhenti?” Ia menjawab: “Sahabatku telah kendur dzikirnya.”
Dikatakan: “Carilah kemanisan dalam tiga hal: shalat, dzikir dan membaca Al-Qur’an. Kemanisan hanya dapat ditemukan di sana , atau jika tidak sama sekali, maka ketahuilah bahwa pintu telah tertutup.”
Ahmad al-Aswad menuturkan: “Ketika aku sedang melakukan perjalanan bersama Ibrahim al-Khawwas, kami tiba di suatu tempat yang dihuni banyak ular. Ibrahim al-Khawwas meletakkan kualinya dan duduk begitu pun denganku. Ketika malam tiba dan udara menjadi dingin, ular-ular pun berkeliaran. Aku berteriak kepada Syeikh, yang lalu berkata, “Dzikirlah kepada Allah!” Aku pun berdzikir, dan akhirnya ular-ular itu akhirnya pergi menjauh.
Kemudian mereka datang lagi. Aku berteriak lagi kepada Syeikh, dan beliau menyuruhku berdzikir lagi. Hal itu berlangsung terus sampai pagi.
Ketika kami bangun, Syeikh berdiri dan meneruskan perjalanan, dan aku pun berjalan menyertainya. Tiba-tiba seekor ular besar jatuh dari kasur gulungnya, Kiranya semalam ular itu telah tidur bergulung bersama beliau. Aku bertanya kepada Syeikh: “Apakah Anda tidak merasakan adanya ular itu?” Beliau menjawab: “Tidak. Sudah lama aku tidak merasakan tidur nyenyak seperti tidurku semalam.”
Abu Utsman berkata: “Seseorang yang tidak dapat merasakan keganasan alpa, tidak akan merasakan sukacita dzikir.”
As-Sary menegaskan: “Tertulis dalam salah satu kitab suci: “Jika dzikir kepada-Ku menguasai hamba-Ku, maka ia telah asyik kepada-Ku dan Aku pun asyik kepadanya.” Dikatakan pula: “Allah mewahyukan kepada Daud as.: “Bergembiralah kepada-Ku dan bersenang-senanglah dengan dzikir kepada-Ku!.”
Ats-Tsaury mengatakan: “Ada hukuman atas tiap-tap sesuatu, dan hukuman bagi seorang ahli ma’rifat adalah terputus dari dzikir kepada-Nya.”
Tertulis dalam Injil: “Ingatlah kepada-Ku ketika engkau dipengaruhi oleh kemarahan, dan aku akan ingat kepadamu ketika aku marah, Bersikap ridhalah dengan pertolongan-Ku kepadamu, sebab itu lebih baik bagimu dari pertolonganmu kepada dirimu sendiri.”
Seorang pendeta ditanya: “Apakah engkau sedang berpuasa?” Ia menjawab : “Aku berpuasa dengan dzikir kepada-Nya. Jika aku mengingat selain-Nya, maka puasaku batal.”
Dikatakan: “Apabila dzikir kepada-Nya menguasai hati manusia dan setan datang mendekat, maka ia akan meggeliat-geliat di tanah seperti halnya manusia menggeliat-geliat manakala setan-setan mendekatinya. Apabila ini terjadi, maka semua setan akan berkumpul dan bertanya: “Apa yang telah terjadi atas dirinya?” Salah seorang dari mereka akan menjawab: “Seorang manusia telah menyentuhnya.”
Sahl berkata: “Aku tidak mengenal dosa yang lebih buruk, dari lupa kepada Allah swt.”
Dikatakan bahwa malaikat tidak membawa dzikir batin seorang manusia ke langit, sebab ia sendiri bahkan tidak mengetahuinya. Dzikir batin adalah rahasia antara si hamba dengan Allah swt.”
Salah seorang Sufi menuturkan: “Aku mendengar cerita tentang seorang laki-laki yang berdzikir di sebuah hutan. Lalu aku pergi menemuinya. Ketika ia sedang duduk, seekor binatang buas mengigitnya dan mengoyak dagingnya. Kami berdua pingsan. Ketika ia siuman, aku bertanya kepadanya tentang hal itu, dan ia berkata kepadaku: “Binatang itu diutus oleh Allah. Apabila engkau kendor dalam berdzikir kepada-Nya, ia datang kepadaku dan mengigitku sebagaimana yang engkau saksikan.”
Abdullah Al-Jurairy mengabarkan: “Di antara murid-murid kami ada seorang laki-laki yang selalu berdzikir dengan mengucap “Allah” “Allah”. Pada suatu hari sebatang cabang pohon patah dan jatuh menimpa kepalanya. Kepalanya pun pecah dan darah mengalir ke tanah membentuk kata-kata Allah-Allah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar