Minggu, 07 November 2021

0333. Akhlak

 terjemahan kitab

ar-Risalatul-Qushayriyya (Abul Qasim Abdul Karim bin Hawazin al- Qusyairy)

bab 3: tahapan para penempuh jalan sufi

judul: 33 Akhlak



Allah swt. berfirman:


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung.”

(Qs. Al-qalam :4).


Diriwayatkan oleh Anas bahwa seseorang bertanya kepada Nabi saw. “Wahai Rasulullah, siapakah di antara orang-orang beriman yang paling utama imannya?” Beliau menjawab:


“Yaitu mereka yang paling baik akhlaknya.”

(Hr. Ibnu Majah).


Akhlak yang baik adalah keutamaan sejarah hidup hamba; sehingga mutiara-mutiara seseorang dapat tampak. Manusia itu terlapisi oleh fisiknya, namun terungkap oleh akhlaknya.


Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq juga berkata: “Allah swt. menganugerahi Nabi-Nya saw. dengan keistimewaan sifat beliau, dengan pujian yang sama sekali tidak pernah dipuji kan kepada makhluk lain.


Karena itu Allah swt. berfirman:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”


Muhammad al-Wasithy mengatakan: “Allah swt. memberi predikat beliau dengan akhlak yang agung, karena beliau merelakan diri dari dunia dan akhiratnya, dan merasa puas hanya dengan Allah swt. semata.”


Al-Wasithy juga mengatakan: “Akhlak yang mulia berarti orang tidak bertengkar dengan orang lain, tidak memusuhi oleh mereka, karena hamba itu di luapi kedahsyatan ma’rifat kepada Allah swt.”


Al-Husain bin Manshur menjelaskan: “Akhlak mulia adalah, bahwa engkau tidak terpengaruh kekasaran orang banyak, setelah engkau memperhatikan Al-Haq.”


Abu Sa’id al-Kharraz mengatakan: “Akhlak mulia berarti engkau tidak mempunyai cita-cita selain Allah swt.”


AL-Kattany menegaskan: “Tasawuf adalah akhlak. Barangsiapa bertambah dalam akhlak berarti bertambah pula dalam tasawuf.”


Riwayat dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan: “ Jika engkau mendengar aku mengatakan kepada seorang budak.” Semoga Allah melaknat mu.” Maka saksikanlah bahwa aku telah memerdekakannya.”


Al-Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan: “Jika seseorang bertindak dengan akhlak mulia dalam segala hal, tapi ia memperlakukan ayamnya dengan buruk, maka tidak dapat dianggap berakhlak baik.”


Dikatakan: “Apabila Ibnu Umar melihat salah seorang budaknya melaksanakan shalat dengan baik, beliau akan memerdekakannya. Budak-budaknya semua tahu akan hal itu, dan mereka mengerjakan sholat dengan baik hanya semata agar dilihat olehnya. Sekalipun demikian, Ibnu Umar masih tetap memerdekakan mereka. Ketika seseorang hendak menipu kami demi Allah, maka kami akan membiarkan diri kami ditipu demi Dia.


Al-Harits al-Muhasiby mengatakan: “Kita akan merasa rugi jika kehilangan tiga hal: Wajah cerah disertai dengan kesantunan, kata-kata yang diucapkan dengan baik dan disertai kejujuran, serta persaudaraan yang kuat dipadu dengan kesetiaan.”


Abdullah bin Muhammad ar-Razy mengatakan: “Akhlak berarti memandang rendah apa pun yang datang darimu, dan mengagungkan yang datang dari Allah swt.”


Al-Ahnaf bin Qays ditanya: “Siapa yang mengajarkan akhlak kepadamu?” Ia menjawab: “Qays bin Ashim al-Munaqqary.” Orang itu bertanya lagi:”Bagaimana akhlaknya?” Al-Ahnaf menuturkan, “Suatu ketika ia sedang duduk-duduk di rumahnya ketika seorang budak wanita masuk dengan membawa tusuk daging yang membara. Benda itu jatuh menimpa salah seorang anaknya, yang kemudian meninggal dunia. Budak itu sangat berduka. Qays mengatakan kepadanya: “Jangan khawatir, Engkau ku merdekakan, karena Allah.”


Syah al-Kirmany menuturkan: “Satu tanda akhlak yang baik adalah, bahwa engkau mencegah bahaya, dan secara rela menanggung kerugian yang mereka timpakan kepadamu.”


Rasulullah saw. bersabda:


“Engkau tidak akan dapat memberikan kebahagiaan orang lain dengan hartamu, karenanya berilah kebahagiaan dengan wajah yang manis dan akhlak yang baik."

(H.r. Al-Bazzar dan Hakim).


Seseorang bertanya kepada Dzun Nuun al-Mishry: “Siapakah orang yang paling banyak cemas?” Ia menjawab: “Orang yang paling buruk akhlaknya.” Wagab menegaskan: “Jika seorang hamba mempraktekan akhlak mulia selama empat puluh hari. Allah akan menjadikan akhlak mulia sebagai sifat bawaan baginya.”


Ketika menafsirkan firman Allah saw.:


“Dan pakaianmu, hendaklah engkau bersihkan.”

(Qs. Al-Muddattsir :4).


Hasan al-Bashry menjelaskan bahwa ayat ini berarti: “Dan akhlakmu itu, perindahlah.”


Seorang Sufi memiliki seekor domba betina. Ketika ia menemukan salah satu kakinya terpotong, ia bertanya: “Siapakah yang melakukan ini?” Salah seorang budaknya menjawab: “Saya” Ketika ditanya mengapa ia melakukan hal itu, si budak menjawab: “Untuk membuat tuan bersedih karenanya.” Sufi itu menjawab: “Itu tidak terjadi, tapi aku merasa sakit karena tindakanmu itu. Pergilah, engkau ku merdekakan.”


Ibrahim Bin Adham ditanya: “Apakah Anda pernah senang di dunia ini?” Ia menjawab: “Ya, dua kali. Yang pertama, ketika aku sedang duduk-duduk dan seorang laki-laki datang mengencingiku. Yang kedua, ketika aku sedang duduk-duduk dan seorang laki-laki datang menempelengku.”


Dikatakan bahwa manakala anak-anak melihat Uways al-Qarany, mereka selalu melemparinya dengan batu. Karena itu ia mengatakan kepada mereka:” Jika memang kalian memang harus melempariku, gunakanlah batu yang kecil agar kakiku tidak terluka, yang membuatku terhalang shalat.”


Suatu ketika seorang laki-laki memaki Ahnaf bin Qays dan menghinanya. Orang itu mengikuti di belakangnya. Ketika al-Ahnaf sampai di dekat lingkungan kediamannya sendiri, ia berhenti dan menasihati orang itu,: “Wahai anak muda, jika engkau masih punya kata-kata untuk diucapkan, katakanlah sekarang, sebelum salah seorang tetangga dekat yang bodoh mendengar, dan menjawab kata-katamu.”


Hatim al-Asham ditanya: “Haruskah seseorang menanggung beban dari setiap orang?” Ia menjawab: “Ya, kecuali dari dirinya sendiri.”


Diceritakan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a. suatu ketika memanggil salah seorang budaknya, tapi si budak tidak menjawab. Beliau mengulangi panggilannya dua hingga tiga kali, tapi si budak masih tetap tidak menjawab. Ketika beliau datang melihat budak itu dan menemukannya sedang tidur-tiduran, Ali bertanya: “Apakah engkau tidak mendengar panggilanku?” Ia menjawab: “Ya, saya mendengar.” Beliau bertanya: “Lantas mengapa engkau tidak datang?” Si budak menjawab: “Saya merasa aman dari hukuman tuan, jadi saya malas.” Ali berkata kepadanya: “Pergilah, engkau merdeka karena Allah swt.”


Diceritakan bahwa ketika Ma’ruf al-Karkhy pergi berwudlu, ia meletakkan Al-Qur’an dan jubahnya. Seorang wanita datang dan membawanya. Ma’ruf mengikutinya dari belakang. “Wahai saudaraku, aku adalah Ma’ruf al-Karkhy, engkau tidak apa-apa atas perbuatanmu ini. Apakah engkau punya seorang laki-laki yang dapat membaca Al-Qur’an?” Wanita itu menjawab: “Tidak.” Ma’ruf bertanya: “Seorang suami?” “Tidak,” jawab wanita itu. Ma’ruf lalu berkata, “Kalau begitu, berikanlah Al-Qur’an itu kembali kepadaku dan ambillah jubah itu!.”


Para pencuri memasuki rumah Syeikh Abu Abdurrahman as-Sulamy dan mencuri segala sesuatu yang berharga. Salah seorang sahabat kami mendengar Syeikh tersebut menuturkan: “Suatu hari aku melewati pasar dan kulihat jubahnya sedang dilelang, tapi aku berpaling menjauh tanpa menaruh perhatian sedikit-pun padanya.”


Al-Jurairy mengabarkan: “Aku baru saja pulang dari Mekkah, dan hal pertama yang ku lakukan adalah mengunjungi al-Junayd agar tidak meng-angan-angan diriku. Aku memberi salam kepadanya dan pulang ke rumah. Keesokan harinya ketika aku shalat subuh di masjid, aku melihatnya berdiri pada shaf di belakangku. Aku berkata: “Aku mendatangimu kemarin hanya supaya engkau tidak mengharap-harap diriku.” Ia menjawab: “Itulah keutamaanmu. Dan itulah hakmu.”


Ketika Abu Hafs ditanya tentang akhlak, ia mengatakan: “Akhlak adalah pilihan Allah swt. untuk Nabi-Nya saw. dalam firman-Nya : “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf.”

(Qs. Al-A’raf :119).


Dikatakan: “Akhlak berarti engkau dekat orang banyak, tapi asing terhadap urusan mereka.”


Dikatakan pula: “Akhlak yang baik adalah bagaimana menerima perlakuan kasar manusia dan ketentuan Al-Haq tanpa merasa sedih dan cemas.”


Dikatakan bahwa Abu Dzar memberi minum untanya di sebuah bak kolam air. Tiba-tiba ada sebagian orang yang menabraknya. Bak air itu pecah. Abu Dzar duduk, kemudian berbaring. Seseorang bertanya kepadanya mengapa berbuat begitu. Ia menjawab “Rasulullah saw. memerintahkan kita, bahwa jika seseorang merasa marah, hendaklah ia duduk sampai marahnya reda. Jika tidak reda juga, hendaklah ia berbaring.”


Tertulis dalam kitab Injil: “Hambaku, ingatlah kepada-Ku ketika engkau sedang marah, maka Aku akan mengingatkanmu ketika Aku marah.”


Luqman berkata kepada anaknya: “Ada tiga macam orang yang tidak di kenali kecuali pada tiga perkara : “Seorang murah hati ketika marah, seorang pemberani di saat perang, dan seorang saudara saat dibutuhkan.”


Musa as. Berkata: “Tuhanku, aku memohon kepada-Mu agar tidak dikatakan kepadaku, hal-hal yang bukan diriku, “Allah mewahyukan kepadanya: “Aku tidak pernah melakukan hal itu untuk Diri-Ku. Bagaimana Aku bisa melakukannya untukmu?”


Yahya bin Ziyad al-Haritsy ditanya, berkaitan dengan seorang budak yang buruk perilakunya. “Mengapa engkau masih tetap memeliharanya?” Ia menjawab, “Agar aku dapat belajar bermurah hati.”


Tentang firman Allah swt. “dan (Dia) menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (Qs. Ar-Ruum:20), mempunyai makna bahwa “lahir” berarti pembentukan fisik manusia, dan “batin” adalah penyucian akhlak.


Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata: “Aku lebih suka berteman seorang penjahat penuh dosa, tapi akhlaknya baik daripada seorang saleh yang akhlaknya buruk.”


Dikatakan: “Akhlak yang baik berarti menanggung penderitaan dengan penuh kegembiraan.”


Diceritakan, bahwa Ibrahim bin Adham pergi ke salah satu padang pasir yang luas. Tiba-tiba seorang tentara muncul di hadapannya dan bertanya: “Di mana kampung paling ramai?” Ibrahim menunjuk ke kuburan. Tentara itu lalu memukul kepala Ibrahim bin Adham. Ketika akhirnya ia melepaskan Ibrahim, seseorang mengatakan kepadanya, “Itu tadi Ibrahim bin Adham, Sufi dari Khurasan.”


Tentara itu lalu meminta maaf kepada Ibrahim bin Adham. Ibrahim berkata: “Ketika engkau memukulku aku berdoa kepada Allah swt. agar memasukanmu ke dalam surga.” Tentara itu bertanya, “Mengapa?” Ibrahim menjawab: “Sebab aku tahu bahwa aku akan memperoleh pahala karena pukulan-pukulanmu. Aku tidak ingin nasibku menjadi baik dengan kerugianmu, dan perhitungan amalmu menjadi buruk karena diriku.”


Diriwayatkan, ada seorang laki-laki mengundang Sa’id bin Ismail al-Hiry ke rumahnya. Ketika Sa’id muncul di muka pintu rumah orang itu, orang itu mengatakan kepadanya, “Wahai Syeikh, ini bukan waktu yang baik bagi tuan untuk masuk ke dalam rumahku. Anda benar-benar menyesal. Maaf silahkan pergi.” Ketika Sa’id datang lagi ke rumahnya, orang itu menyuruhnya pergi lagi seraya mengatakan, “Maaf tuan, Ia meminta maaf kepada Sa’id dan menyuruhnya supaya datang lagi pada suatu waktu tertentu. Sa’id pun pergi. Ketika datang lagi, orang itu mengatakan hal yang sama. (Persitiwa itu sampai berulang empat kali). Akhirnya orang itu menjelaskan: “Wahai Syeikh, aku hanya ingin menguji Anda.” Ia lalu meminta maaf kepada Sa’id dan memuji-mujinya. Sa’id menjawab: “Jangan memujiku karena sifat yang juga dimiliki oleh seekor anjing; jika anjing dipanggil, ia datang, jika diusir, ia pergi.”


Di kisahkan bahwa Sa’id al-Hiry sedang melewati jalan menjelang tengah hari ketika seseorang di atas atap menumpahkan seember abu ke atas kepalanya. Kawan-kawannya menjadi marah dan mulai meneriaki orang yang menumpahkan Abu itu. Sa’id berkata: “Jangan mengatakan apa-apa! Orang yang layak memperoleh neraka, tapi hanya dikenai abu saja tidak berhak untuk marah”


Di katakan, Salah seorang dari fakir sedang menjadi tamu di rumah Ja’fat bin Handzalah, yang melayaninya sebaik mungkin. Fakir itu berkata: “Anda betul-betul orang yang baik. Sayang Anda seorang Yahudi.” Ja’far menjawab: “Agamaku tidak mempengaruhi caraku melayani ke butuhanmu. Berdoalah agar jiwamu di sembuhkan dan aku memperoleh hidayatnya!.”


Diceritakan bahwa Abdullah al-Khayyath mempunyai pelanggan jahitan baju seorang Majusi. Orang itu biasa membayarnya dengan uang dirham palsu dan Abdullah menerima saja uang palsu itu. Suatu hari ketika Abdullah sedang sibuk di Suraunya, orang Majusi itu datang untuk mengambil pakaian pesanannya dan mencoba membayarnya dengan dirham-dirham palsu, yang diberikan kepada muridnya, namun oleh murid itu ditolaknya. Akhirnya si orang Majusi itu membayar dengan uang dirham asli.


Ketika Abdullah kembali, ia bertanya kepada muridnya: “Dimana pakaian pesanan orang Majusi itu?” Si pembantu menceritakan apa yang telah terjadi. Abdullah memarahinya. Katanya: “Engkau telah melakukan kesalahan. Selama beberapa waktu, kami telah melakukan bisnis dengan caranya itu, dan aku bersabar saja. Dirham-dirham palsu itu biasanya ku lemparkan ke dalam sumur agar ia tidak menipu orang lain, selain diriku.”


Dikatakan: “Akhlak yang buruk menyempitkan hati pelakunya. Sebab ia tidak memberikan ruang bagi apa pun selain hawa nafsunya sendiri, dan hati menjadi seperti sebua ruangan sempit yang hanya cukup bagi pemiliknya.”


Dikatakan pula: “Akhlak yang baik berarti bahwa engkau tidak peduli siapa pun yang berdiri di sebelahmu dalam shaf ketika shalat.”


Dikatakan juga: “Suatu tanda keburukan akhlak Anda, manakala Anda hanya tertuju pada keburukan akhlak orang lain.”


Rasulullah saw. ditanya: “Apakah yang disebut celaka itu? Beliau menjawab: “Akhlak yang buruk.”


Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa seseorang memohon kepada Rasulullah saw.:


“Wahai Rasulullah! Mohonlah kepada Allah swt. agar membinasakan orang-orang musyrik itu!” Beliau menjawab : “Aku diutus sebagai rahmat, bukan sebagai penyiksa.”

(H.r. Muslim).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar