Kamis, 25 November 2021

2. Rabitah & tawasul


Sesudah dalam keadaan zikir, tentu saja konsentrasi terpusat kepada Allah, dan di saat ingatan tertuju kepada Allah itu, tentu saja rupa Syaikh atau guru tidak terbayang lagi, apa lagi dalam keadaan fana’ fî Allâh (hilang kesadaran), tenggelam dalam menyaksikan kebesaran Allah.

Hakikat rabitah pada ahli tarekat ialah bersahabat atau sebanyak mungkin beserta dengan mursyid (guru) yang pandai-pandai, yang hatinya selalu ingat kepada Allah. Melihat kepada orang-orang yang demikian atau kasih sayang kepada orang-orang itu, tidaklah di maksudkan memperhambakan diri kepadanya atau mempersekutukan dia dengan Allah. Jadi rabitah itu adalah termasuk sifat kebiasaan manusia yang pasti ada pada dirinya.

Rabitah yang artinya berkait atau bertali, dalam tarekat terbagi tiga : 

Pertama, rabitah wajib. 

Kedua, rabitah sunat. 

Ketiga, rabitah harus

seperti melihat hal-hal baik ketika seseorang hendak mengikuti yang baik. Menghadirkan rabitah bagi pengikut tarekat, bertujuan supaya selalu ingat kepada Syaikh (mursyid). Dengan merasa selalu di awasi dan diperhatikan oleh Syaikh seorang pengikut tarekat akan merasa malu dan takut kalau melakukan sesuatu yang bersifat pelanggaran dari apa yang di ajarkan Syaikhnya. Bimbingan yang di berikan Syaikh dalam amalan-amalan tarekat bukan dianggap sebagai suatu campur tangan, melainkan sebagai kawan dalam perjalanannya menuju ke sisi Tuhan.

Rabitah merupakan pembimbing untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana yang di ungkapkan Kiai Bisri Mustafa sebagai berikut:

Allah Ta’ala Maha mengetahui dan Maha mendengar. Saudara jangan mengira bahwa tawassul kepada Allah Ta’ala dengan nabi-nabi atau wali-wali itu sama dengan memohon kenaikan tingkat kepada pihak atasan dengan perantaraan kepala kantor saudara. Pengertian tawassul yang demikian itu tidak benar. Sebab berarti mengalihkan pandangan Terhadap yang dituju (pihak atasan), beralih kepada pihak perantara sehingga di samping  mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan pihak atasan, saudara juga percaya kepada kekuasaan pihak perantara. Tawassul kepada Allah Ta’ala tidak demikian halnya. Kalau saudara ingin contoh tawassul kepada Allah Ta’ala dengan nabi-nabi atau wali-wali, coba saja perhatikan misal di bawah ini:

Ada seorang majikan yang kaya raya dan memiliki perusahaan besar. Dia mempunyai beberapa orang pembantu yang paling dipercaya dalam mengendalikan perusahaannya. Saya ingin diterima menjadi pekerja dalam perusahaannya. Kebetulan saya kenal dengan salah seorang pembantu majikan tersebut untuk keperluan lamaran perkerjaan, saya diantar oleh pembantu majikan yang saya kenal tadi. Kepada majikan itu saya sampaikan maksud saya yaitu mohon diterima menjadi pegawai dalam perusahaannya, dan kenalan saya tersebut saya harapkan dapat membantu saya agar lamaran saya mendapat perhatian cukup dari sang majiakan.

Kepada siapa sebenarnya saya mengajukan lamaran saya?. Kemudian apakah sia-sia saja saya di antar oleh teman saya tersebut sewaktu saya menghadap sang majikan? Dalam suluk Babussalam cara melaksanakan Rabitah adalah sebagai berikut:

1. Menghadirkannya di depan mata dengan sempurna.

2. Membayangkannya di kiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada rohaniahnya sampai terjadi sesuatu yang gaib. Apa bila rohaniah mursyid yang di jadikan rabitah itu lenyap, maka murid tidak dapat menghadapi peristiwa yang terjadi. Tetapi jika peristiwa itu lenyap maka murid harus berhubungan kembali dengan rohaniah guru, sampai peristiwa yang di alami tadi atau peristiwa yang sama dengan itu muncul kembali. Demikianlah di lakukan murid berulang kali, sampai ia fana dan menyaksikan peristiwa gaib tanda kebesaran Allah. Rabitah menghubungkannya dengan Allah dan murid di asuh dan di bimbingnya terus menerus, meskipun jarak mereka jauh, seorang di barat dan seorang di timur.

3. Menghayalkan rupa guru di tengah-tengah dahi. Memandang rabitah di tengah-tengah dahi itu, menurut kalangan tarekat lebih kuat dapat menolak getaran dan lintasan dalam hati yang melalaikan ingat kepada Allah.

4. Menghadirkan rupa guru di tengah-tengah hati.

5. Mengkhayalkan rupa guru di kening kemudian menurunkannya ketengah hati. Meng- hadirkan rupa Syaikh dalam bentuk keempat ini, agak sukar melakukannya, tetapi lebih berkesan dari cara-cara sebelumnya.

6. Menafikan dirinya dan menetapkan keberadaan guru. Cara ini lebih kuat untuk menangkis aneka ragam ujian dan gangguan-gangguan.

〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

Kami pemilik blog ini tidak menganjurkan melakukan robito ini, kami mempostingnya artikel ini hanya sekedar untuk bahan penelitian kami terhadap ajaran ajaran tarekat (kadirian wa naksabandia).

Tapi terlepas dari itu kami selain menganut tarekat sazilia tapi kami juga adalah termasuk penganut ajaran tarekat qadiria tapi dari penjelasan di atas untuk ajaran tarekat qadiria wa naksabandia ini kami merasa ajaranya agak sedikit berbeda jika di bandingkan dengan ajaran tarekat qadiria (murni), dan terasa ada sedikit pendangkalan hakikat. Wallahu a'lam.

Antara Tarekat qadiria dan tarekat qadiria wa naksabandia itu memang berbeda,

Tarekat kadiria hanya murni dari ajaran syakh Abdul Qodir, tapi tarekat qadiria wa naksabandia ini selain dari ajaran syakh Abdul Qodir dia juga di campuri ajaran naksabandi (murid syakh Abdul Qodir) memang mereka guru dan murid, tapi kami merasa sedikit berbeda, Wallahu aklam bissowab, kami tidak memahami ajaran ajaran mereka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar