Minggu, 14 November 2021

Bab 8 Wasiat Ihwal Berpegang Kepada Kalimat Tauhid

Terjemahan kitab Al-mashaya Lil Ibnu arobi

(Wasiat / pesan pesan Ibnu arobi)


 Bab 8 Wasiat Ihwal Berpegang Kepada Kalimat Tauhid



Tetaplah engkau berpegang pada kalimat Islam, yaitu ucapan:

"La ilaha illallah" 

Kalimat ini adalah zikir yang paling utama lantaran mengandung tambahan ilmu. Rasulullah saw., bersabda:

“Seutama-utamanya ucapan dan ucapan para nabi sebelumku adalah kalimat;

"La ilaha illa Allah”


Kalimat itu menggabungkan penafian (al-nafy) dan penetapan (al-itsbat). Pembagiannya pun terbatas. Tidak ada yang mengetahui kandungan kalimat ini kecuali orang yang mengetahui timbangannya dan apa yang engkau timbang, sebagaimana di ungkapkan dalam sebuah hadis yang kami sebutkan dalam menunjukkan hal itu.


Ketahuilah bahwa kalimat itu adalah kalimat tawhid. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai tawhid. Sebab, kalau ada sesuatu yang menyamainya, maka tawhid bukanlah satu dan pasti dua, dan seterusnya. Yang dapat ditimbang adalah yang sama dan sebanding, dan juga yang sama, meski tidak sebanding. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa syirk – lawan dari tawhid – tidak ada pada diri seorang hamba yang memiliki tawhid. Sebab, ada dua jenis manusia, entah ia seorang Musyrik atau Muwahhid (ahli tawhid).


Tawhid hanya bisa menimbang syirk, dan keduanya tidak berkumpul di dalam satu sisi timbangan. Kalimat ini tidak dapat masuk dalam timbangan, sebagaimana diungkapkan di dalam sebuah hadis. Bagi orang yang memahami dan mengujinya, haids ini hadis sahih dan berasal dari Allah. Allah SWT berfirman:


“Sekiranya tujuh langit dan tujuh bumi yang diciptakan oleh zat selain diri-Ku diletakkan pada sisi timbangan yang satu dan La ilaha illa Allah diletakkan pada sisi timbangan yang lain, maka La ilaha illa Allah akan mengalahkannya, yakni lebih berat darinya.”


Dan hanya menyebutkan langit dan bumi, karena timbangan tidak memiliki tempat kecuali di bawah lingkup orbit planet-planet yang tetap beredar di sidrah al muntaha, yang menjadi tempat terakhirnya segenap amal perbuatan hamba Allah. Amal-amal perbuatan ini diletakkan dalam timbangan. Timbagan itu tidak melampaui tempat yang tidak mungkin dilewati segenap amal perbuatan itu sendiri.


Kemudian Dia berfirman: “Dan yang diciptakan oleh zat selain diri-Ku.”


Padahal tidak ada satu zat pun yang menciptakannya selain Allah. Maka, yang dikabarkan itu cukup dilakukan dengan isyarat. Dalam ungkapan umum di kalangan para ulama ar-rasum, zat yang dimaksudkan ialah yang disekutukan dengan yang lain, yang dikukuhkan orang musyrik. Kalau Allah memiliki sekutu dalam penciptaan, niscara La ilaha illa Allah pasti mengalahkannya dalam hal timbangan, karena La ilaha illa Allah lebih kuat dari segala sesuatu. Hal itu disebabkan orang musyrik mengutamakan Allah atas apa yang dijadikan sekutu bagi-Nya.


Maka Allah berfirman tentang mereka:


“Mereka berkata:


‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah lebih dekat lagi.”

(QS. Az-Zumar : 39:3).


Apabila diangkat timbangan wujud, dan bukan timbangan tawhid, maka La ilaha illa Allah masuk ke dalam timbangannya. Sedikit demi sedikit tawhid orang-orang Musyrik pun masuk ke dalam tawhid keagungan, maka La illaha illa Allah menyucikan dan mengalahkannya. Karena jika penciptanya bukan selain Allah, maka kalimat itu, yakni La ilaha illa Allah, tidak akan dapt mengalahkan timbangannya. Ringkasnya, Dia adalah Allah. Maka, ke mana ia akan cenderung? Ia hanya akan cenderung pada salah satu dari dua sisi timbangan. Adapaun bagi pemilik catatan (sijjil), maka sisi timbangan itu tidak akan miring kecuali dengan kartu catatan (al-bithaqah), karena yang memegang sisi timbangana itu adalah timbangan itu sendiri disebabkan oleh LA ilaha Illa Allah dilafalkan oleh orang-orang yang mengucapkannya dan malaikat pun menuliskannya. Itulah La ilaha illa Allah yang ditulis dan diciptakan di dalam ucapan (nuthq).


Kalau kalimat itu diletakkan pada setiap orang, maka ia tidak masuk neraka karena melafalkannya. Allah hanya menginginkan agar yang menidami tempat pemberhentian (ahl al-muwaqif) mengetahui keutamaannya atas pemilik catatan (shahib al-sijjilat). Tapi ia tidak akan melihat dan mendapatkannya kecuali setelah masuknya orang yang Allah kehendaki dari penganut tawhid ke dalam neraka. Jika seorang penganur tawhid tidak diam di tempat pemberhentian, maka Allah menakdirkannya masuk neraka. Setelah itu ia dikeluarkan dengan syafaat atau pertolongan Ilahi ketika didatangkan pemilik catatan. Tidak diam di tempat pemberhentian itu kecuali orang yang masuk surga dari kalangan orang yang tidak bernasib masuk ke dalam neraka. Ia adalah orang terakhir di antara makhluk yang ditimbang, karena la- ilaha illa Allah memiliki permulaan dan penutup. Kadang-kadang permulaannya menjadi penutup, seperti para pemilik catatan.


Kemudian ketahuilah bahwa Allah tidak meletakkan dalam keumuman kecuali sesuatu yang paling utama, paling umum manfaatnya dan paling berat timbangannya. Hal itu karena ada banyak kontradiksi yang menjadi lawannya. Dalam menempatkan sesuatu di dalam keumuman itu harus ada kekuatan yang melawan setiap kontradiksi. Ini tidak dapat dipahami oleh setiap wali Allah, kecuali para nabi yang menetapkan syariat kepada manusia. Tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah saw., bersabda:


“Seutama-utama ucapanku dan ucapan para nabi sebelumku adalah la ilaha illa Allah.”


Beliau mengatakan apa yang menunjukkan pada keutamaan orang yang mengharapkan kekhususan dari zikir dari kalimat Allah adalah Allah atau Dia adalah Dia. Dan tidak diragukan lagi bahwa, dari sejumlah ucapan, la ilaha illa Allah adalah yang lebih utama bagi orang-orang yang mengenal Allah.


Engkau, wahai wali Allah, harus melantunkan zikir terus menerus di tengah-tengah orang banyak, sebab zikir yang lebih kuat memiliki cahaya yang sangat terang dan tempat yang sangat dekat. Tidak ada yang bisa merasakan hal itu kecuali orang yang membiasakan diri dan mengamalkannya sehingga menguasainya. Allah meluaskan rahmat-Nya hanya untuk mencakup dan menggapai apa yang di harapkan. Seseorang hanya menuntun keselamatan, kendati ia tidak mengetahui jalannya. Orang yang mengingkari zat-Nya dengan la illa berarti mengukuhkan eksistensinya dengan illa Allah.


Engkau mengingkari dirimu sendiri secara hukum, bukan secara ilmu, dan engkau menyebabkan eksistensi Al-Haqq secara hukum dan ilmu. Tuhanlah yang memiliki seluruh nama, dan hanya Zat Maha esa saja yang disebut Allah. Pencipta langit dan bumi, yang di dalam kekuasan-Nya berada timbangan naik dan turun. Engkau harus membiasakan diri melantunkan zikir ini, yang dengannya Allah menghubungkan kebahagiaan dengan pengetahuan tentang-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar