Minggu, 14 November 2021

Bab 7 Wasiat Ihwal Menghadirkan Kedekatan Dengan Segenap Kemampuan

Terjemahan kitab Al-mashaya Lil Ibnu arobi

(Wasiat / pesan pesan Ibnu arobi)


Bab 7 Wasiat Ihwal Menghadirkan Kedekatan Dengan Segenap Kemampuan



Biasakan dirimu berniat melakukan perbuatan baik, walau pun engkau belum tentu sempat, dan belum tentu di ijinkan allah untuk mengerjakannya. 


Apa bila dirimu berniat melakukan kejahatan, maka bersungguh-sungguhlah untuk tidak melakukanya karena Allah. 


Jika Allah tidak mentakdirkanmu melakukan kejahatan yang engkau niatkan, maka Dia menuliskan untukmu satu kebaikan.

(Maksudnya adalah tidak melakukan kemaksiatan yang kau niatkanpun adalah kebaikan)


Hal ini di tegaskan Rasulullah saw. dari Tuhannya, bahwa Dia berfirman:

“Apa bila hamba-Ku berniat melakukan kebaikan, maka Aku tuliskan baginya satu kebaikan walau ia tidak melakukannya”

(Maksudnya adalah niat baik yang sungguh sungguh ingin kau lakukan walau allah tidak mengijinkan melakukanya, sehingga niat baikmu itu tidak terlaksana itu di tulis sebagai amal baik, asalkan niat baik itu dari hati dan bersungguh-sungguh ingin melakukannya, bukan niat baik yang di buat buat, karna Allah itu maha tau dan melihat jauh sampai kedalam lubuk hatimu yang paling dalam, dia mengetahui niat baik yang di buat buat dan berpura pura padahal kau tidak berniat melakukanya, maka niat baik yang berpura pura dan di buat buat seperti ini tidak di tulis sebagai amal baik. Jika niat baik yang sungguh sungguh ingin di lakukanpun walau tidak terlaksana karena awal tidak mengijinkanya ditulis sebagai ama, maka begitu pula dengan niat buruk yang sengaja tidak engkau lakukanpun akan di nilai sebagai amal baik)


"Ma" di sini mengandung makna zhaffiyah, yakni menunjukkan waktu. Maka, untuk setiap waktu yang berlalu atas dirinya dalam berniat melakukan kebaikan ini, walaupun ia tidak mengerjakannya, Allah selalu menuliskan baginya satu satu kebaikan. Waktu-waktu itu mencapai jumlah tertentu. Karena itu, baginya ada satu kebaikan untuk setiap kali ia berniat, karena Dia berfirman:

"Selama dia tidak mengerjakannya"


Selanjutnya Allah SWT berfirman:

"Jika ia mengerjakannya maka Aku akan menuliskan baginya sepuluh kali kebaikan itu" 


Di sini, jika engkau ketahui, kebaikan itu adalah kira-kira sepersepuluh dari air yang tercurah dari langit. Jika kebaikan itu merupakan bagian dari kebaikan-kebaikan yang terus menerus, yang mendapat ganjaran kekal, maka ganjaran itu terus di perbaraui hingga Hari Kiamat sebagai shadaqah jariyah, seperti wakaf, ilmu yang di sebarkan kepada masyarakat perilaku yang baik, dan sebagainya. Kemudian Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya.


Maka, Dia berfirman : "Jika ia berniat melakukan kejahatan, maka Aku akan mengampuninya selama ia tidak mengerjakannya" 


Dan ma di sini mengandung makna zharfiah, sama seperti dalam hadis mengenai kebaikan di atas. Hukumnya pun sama dengan hukum tentang niat melakukan kebaikan itu, dan balasannya pun sepadan dan setimpal.


Selanjutnya Allah SWT berfirman:

Jika mengerjakan (kemaksiatan), maka Aku menuliskan baginya satu kejahatan.


Dia membuat kesataraan di dalam kejahatan dan kelebihan di dalam kebaikan, sebagaimana di sebutkan dalam firman-Nya:


"Bagi orang-orang yang beruat baik adalah kebaikan dan tambahan"

(QS. Yunus, 10:26).


Yang demikian itu adalah keutamaan, yakni kelebihan dari yang semisal itu.


Kemudian Allah mengabarkan ikhwal para malaikat. Mereka mengemukakan hukum prinsip bagi yang mereka sampaikan berkenaan dengan kebenaran nenek moyang kita yaitu nabiullah Adam, a.s, lewat ucapan mereka:


"Mengapa Engkau menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di atasnya dan menumpahkan dara.

(QS. Al-Baqarah, 2:30).


Mereka mengemukakan ini hanya lantaran kejahatan kita, dan mereka menentangnya demi kebaikan. Tempat yang tinggi (al-ma’ al-a’la) di kuasai oleh kecemburuan (ghairah) agar tunduk kepada segala sesuatu yang datang dari sisi Allah. Dari kejadian yang elemental (‘usnhuriyah) ini, mereka tahu bahwa mereka harus berpaling dari Tuhan mereka kepada yang menjadi hak mereka. Itulah perasaan yang ada pada diri mereka, padahal terdapat kejelasan dalam penciptaan mereka. Kalau saja penciptaan para malaikat atas bentuk kejadian kita, yang Allah sebutkan tentang mereka adalah bahwa mereka itu bermusuhan, maka permusuhan itu terjadi hanya lantaran adanya pertentangan. Yang Allah kabarkan mengenai para malaikat: di dalam hak kita ialah bahwa mereka mengatakan, “Itulah hamba-Mu yang ingin berbuat kebaikan.” Kajilah kekuatan prinsip ihwal apa yang di putuskannya bagi orang yang mengkajinya ini.


Dari sini, engkau pun mengetahui keutamaan manusia ketika ia menyebutkan kebaikan pada diri seseorang dan tidak menyebut-nyebut kejahatannya, di mana derajatnya ada bersama derajat kemuliaan para malaikat, seperti yang mereka sebutkan. Akan tetapi, aku ingatkan engkau dengan apa yang mereka ingatkan kepadamu, agar engkau mengetahui kejadian mereka dan apa yang telah mereka jelaskan. Semuanya bekerja atas niatnya, sebagaimana firman Allah SWT.


Di kabarkan pula bahwa para malaikat mengatakan, “Itulah hamba-Mu si fulan hendak berbuat kejahatan.” 


Maka dia memandangnya dan berkata, 

“Awasilah! Jika ia melakukan kejahatan, maka tuliskan baginya yang setara dengan kejahatan itu. Tapi jika ia meninggalkannya, tuliskan baginya kebaikan, karena ia meninggalkannya semata-mata karena Aku”


Para malaikat tersebut adalah mereka yang di sebutkan Allah, kepada kita:

Sesungguhnya bagi kami ada malaikat-malaikat yang mengawasi pekerjaanmu, yang mulia di sisi Allah dan yang mencatat pekerjaan-pekerjaanmu itu

(QS. Al0Infithar, 82:10-11).


Martabat dan kekuasaan yang di berikan kepada mereka di maksudkan agar mereka memperbincangkan apa yang kamu perbincangkan. Bagi mereka ada catatan kebaikan tanpa mengetahui yang akan Allah perintahkan kepada mereka dalam hal itu. Mereka memperbincangkan kejahatan atas sesuatu yang mereka ketahui sebagai karunia Allah dan ampunan-Nya. Kalau mereka tidak memperbincangkan hal itu, kita tidak mengetahui apa yang terjadi di sisi Allah.


Seperti yang mereka katakan tentang seseorang yang berada di majelis-majelis zikir, yang datang ke tempat itu untuk memenuhi keperluannya, bukan karena Allah, maka Allah tidak mengecualikannya dalam memberikan ampunan kepada semua orang yang hadir di majelis itu. Allah SWT berfirman:

“Mereka adalah kaum yang majelisnya tidak sia-sia”


Kalaulah bukan karena pertanyaan mereka dan pengenalan mereka, maka kita tidak akan mengetahui wewenang yang Allah berikan kepada mereka. Maka, perbincangan mereka adalah pelajaran dan rahmat, sekalipun yang tampak adalah seperti pemahaman yang terbatas mendahului prinsip yang kami ingatkan kepadamu.


Allah SWT berfirman mengenai ihwal kebaikan dan kejahatan:

“Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya,


Dan Dia menambahkan:

"Dan barang siapa membawa perbuatan yang jahat, maka ia tidak di beri pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya”

(QS. Al-An’am/6:160).


Dan mengampuni suatu kaum setelah pembalasan, dan mengampuni kaum yang lain sebelum pembalasan. Ampunan-Nya pasti di berikan bagi setiap orang yang melampaui batas dirinya, meski ia tidak bertobat.


Barang siapa memahami wasiat ini, maka ia mengetahui kejadian manusia dan malaikat. Prinsipnya adalah satu, sebagaimana halnya Tuhan kita pun satu. Bagi-Nya adalah nama-nama (al-asma’) yang saling berlawanan. Karena itu, wujudNyapun merupakan zat wajibul wujud.

Sedangkan asmaNya hanyalah bagian dari sifatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar