Minggu, 14 November 2021

Bab 10 Wasiat Ihwal Menjaga Ucapan

Terjemahan kitab Al-mashaya Lil Ibnu arobi

(Wasiat / pesan pesan Ibnu arobi)



Bab 10 Wasiat Ihwal Menjaga Ucapan



Hendaknya engkau menjaga ucapanmu sebagaimana engkau menjaga perbuatanmu. Ucapanmu termasuk dalam perbuatanmu. Karena itu, dikatakan:


“Barangsiapa menghitung ucapannya sebagai termasuk dalam perbuatannya, maka ia akan mengurangi ucapannya.”


Ketahuilah bahwa Allah menjaga ucapan hamba-hamba-Nya, karena Allah hadir pada lisan setiap orang yang berbicara. Allah tidak mencegahmu dari mengucapkannya. Akan tetapi, engkau jangan mengucapkannya jika memang engkau tidak meyakininya, karena Allah akan menanyaimu tentang itu. Diriwayatkan kepada kami bahwa malaikat tidak menuliskan bagi seorang hamba apa yang diperbuatnya hingga ia mengatakannya. Allah berfirman:


“Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (Raqib dan ‘Atid)."

(QS. Qaf, 50 : 18).


Malaikat itulah yang menghitung perkataanmu. Allah berfirman:


“Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan

(QS. Al-Infithar, 82:10).


Ucapanmu termasuk dalam perbuatanmu. Perhatikan firman-Nya:


“Dan janganlah berkata tentang orang-orang yang gugur di jalan Allah, ‘Mereka telah mati’”

(QS. Al-Baqarah : 2:153).


Maksud ayat ini adalah bahwa orang yang mengucapkan perkataan seperti ini sesungguhnya telah berdusta kepada Allah. Allah berfirman tentang mereka, bahwa mereka hidup di sisi Tuhan mereka dan diberi rezeki.


Tidakkah engkau melihat bahwa Allah berfirman:


“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka

(QS. Alu ‘Imran, 3:169)


“Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang

(QS. An-Nisa’, 4:148).


Selanjutnya Dia berfirman:


“Tidak adakebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka

(QS. An-Nisa’, 4:114), yaitu ucapan.


Jika engkau berkata,maka berkatalah dengan timbangan dari apa yang telah Allah tetapkan atas dirimu untuk engkau katakan.rasulullah saw., pun pernah bergurau dan berkelakar. Hanya saja, beliau mengatakan yang sebenarnya.


Hendaknya engkau mengucapkan perkataan yang benar dan diridhai Allah. Tidak setiap perkataan yang benar yang diucapkan itu diridhai Allah. Umpatan juga benar, dan ghibah (menggunjing atau menceritakan keburukan orang lain – Pen) pun benar pula, teapi keduanya tidak diridhai Allah. Allah merang kita menggunjing dan mengumpat orang lain. Di antara ucapan yang diperintahkan oleh Allah untuk dijaga adalah yang diungkapkan dalam hadis sahih yang diriwayatkan Muslim dari Allah SWT.


Dikatakannya bahwa ketika turun hujan dari langit, Allah berfirman:


“Di antara hamba-hamba Ku, ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kufur. Barangsiapa mengatakan, ‘Kami diberi hujan karena begini dan begitu,’ maka ia telah kufur kepada-Ku dan percaya pada bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, ‘Kami diberi hujan karena Rahmat dan karunia Allah,’ maka itu berarti bahwa ia beriman kepada-Ku dan kufur kepada bintang-bintang itu. Dia menjaga ucapan orang-orang yang berkata,’ “Ketika turun hujan, Abu Hurayrah mengatakan, “Kami diberi hujan berupa anugerah.” Ia kemudian membaca ayat:


“Apa yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, tidak ada seseorang pun yang dapat menahannya

(QS. Fathir, 35:2).


Kalau engkau meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan segala sebab dan mengangkatnya, serta memberlakukan kebiasaan, sehingga Dia melakukan sesuatu padanya, dan bukan dengan sesuatu itu sendiri, maka – dengan ini semua – janganlah engkau mengatakan bahwa Allah tidak melarangmu untuk mengatakan dan mengucapkannya, persis seperti halnya Dia melarangmu dari mengucapkan segala sesuatu, sekalipun memang benar demikian adanya.


Perhatikan apa yang ditetapkan Allah dalam firman-Nya:


“Ia beriman kepada-Ku dan kufur kepada bintang-bintang.” Bilama ia mengatakan, “Dengan karunia Allah,” maka ia telah menutupi bintang yang tidak disebutkan namanya. Dan barangsiapa mengatakan, “Berkat bintang-bintang,” maka ia telah menutupi Allah.


Jika ia meyakini bahwa Dia adalah Pelaku yang menurunkan hujan, namun tidak mengucapkan namanya, maka Alah SWT mendatangkan kekufuran yang merupakan tabir.berhati-hatilah engkau dari meminta hujan hingga engkau mengatakannya. Yang paling pantas adalah engkau meyakininya. Jika engkau beriman kepada Allah, maka Dia hanya mengangkat keyakinanmu sebagai dalil yang bersifat biasa. Setiap dalil yang bersifat biasa boleh keluar dari kebiasaan. Berhati-hatilah terhadap kebiasaan, dan jangan itu sampai memalingkanmu dari hukum-hukum Allah yang telah Dia tetapkan bagimu. Janganlah memusuhi hukum-hukum Allah, karena Allah tidak menetapkannya sampai Dia menjaganya. Dan yang demikian itu berlaku dalam segala sesuatu.


Disebutkan dalam haids sahih: “Seseorang mengucapkan perkataan yang dimurkai Allah, yang dikiranya bakal sampai pada tujuan. Dengan perkataan itu ia dicampakkan ke dalam neraka selama tujuh puluh musim gugur. Seseorang mengucapkan perkataan yang diridhai Allah yang dikiranya akan sampai pada tujuan, maka dengan perkataan itu ia diangkat ke dalam ‘illiyyin.”


Janganlah engkau ucapkan kecuali apa yang diridhai Allah, bukan yang dimurkai Allah. Yang demikian itu mustahil engkau lakukan kecuali dengan mengenal apa yang telah Allah tetapkan atas dirimu dalam ucapanmu. Inilah perkara yang telah dilupakan manusia.


Rasulullah saw., bersabda: “Tidaklah Dia mencampakkan manusia ke dalam neraka melainkan disebabkan oleh lisan mereka.”


Dan Al-Hakim mengatakan: “Tidak ada sesuatu yang lebih berhak dipenjara ketimbang lidah.”


Allah telah menjadikannya di balik dua pintu, yaitu kedua bibir dan gigi. Dengan demikian, ia banyak melakukan fudhul (tindakan mencampuri urusan orang lain.) dan membuka pintu-pintu kejahgatan yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar